Tak ....
Seorang pria meletakkan uang segepok di atas meja, saat Rose sedang bertugas memandu karaoke malam itu.
Elena Rosalin, bekerja sebagai pemandu karaoke di salah satu tempat karaoke yang ada di kota besar tersebut.
Jika disaat bekerja dirinya biasa di panggil Rose, berbeda dengan di luar dirinya bekerja dia akan di panggil Elena.
“Ada apa ini, Alex? Apa kau tidak melihat, aku sedang bekerja!” seru Rose, karena kesal Alex datang tanpa permisi dan mengganggu pekerjaannya.
“Aku bayar dua kali lipat, kau harus ikut denganku, sekarang!” ujar Alex penuh penekanan.
“Ck ... jika kau ingin membicarakan hal tidak penting yang kemarin, aku tidak mau!” tolak Rose.
“Beby, selesaikan saja urusanmu dulu,” ujar tamunya sembari membelai pipi Rose.
Walaupun dirinya sangat jijik sebenarnya dengan pelanggan yang ada di hadapannya ini saat ini, namun ia harus bekerja profesional apapun yang di lakukan oleh tamu ia tidak boleh marah, Rose memaksakan senyumnya pada pria itu.
“Sebentar ya, Om. Aku harus menyelesaikan masalahku sebentar saja,” ujarnya dengan suara yang mendayu menggoda, seraya mengedipkan kedua matanya.
Setelah beranjak dari tempat duduknya, ia menatap tajam belakang Alex.
“Ada apa lagi sih?! Sekalipun aku tidak mau menerima tawaranmu itu!” seru Rose.
“Diam kau! Aku memberimu pekerjaan, agar kau berhenti dari pekerjaan haram ini! Ini juga untuk masa depanmu!” kesal Alex pada wanita yang sudah di anggap adik olehnya ini.
Rose terdiam, karena apa yang di ucapkan oleh Alex memang benar adanya. Ia terpaksa bekerja di tempat tersebut untuk menghidupi dirinya dan neneknya di kampung.
“Dengar. Kamu hanya menjalaninya hanya tujuh bulan saja, setelah itu kamu bisa pergi tanpa terikat dengan pernikahan. Ia hanya butuh istri bayaran hanya tujuh bulan, itu juga kalian tidak perlu menikah!”
“Kenapa tidak cari wanita lain saja? Kenapa harus aku, banyak wanita yang bisa di sewa di luar sana!” kesal Rose dengan Alex karena selalu memaksanya.
“Kau mau atau tidak?” tanya Alex menatapnya dengan tajam, karena Alex mendapatkan bonus dari pria itu sehingga bersikeras untuk memaksa Rose.
Rose menghela napas berat, ia bersandar di dinding sembari mengisap batang rokok di selat jari tangannya.
“Huftt ... baiklah. ingat!! Hanya tujuh bulan, aku juga tidak mau di sentuh apalagi melakukan hubungan di luar pernikahan,” ujarnya kembali mengingatkan, karena Rose memang tidak menjual tubuhnya walaupun ia bekerja di tempat tersebut.
“Nah gitu dong.” Alex menyeringai licik.
Karena jika Rose menyetujui menjadi istri bayaran, Alex akan mendapatkan bonus juga dari seseorang yang menyewa dirinya.
“Mulai besok, kau tidak perlu masuk bekerja lagi. Aku akan membuatkan surat pengunduran diri,” ujar Alex memegang bahu Rose.
Dengan cepat ia menepis tangannya.
“Bagaimana dengan sisa kontrakku?” tanyanya.
Ia sedikit khawatir dengan kontrak pekerjaannya, di sana tertulis jika keluar dari pekerjaan dengan masih ada sisa kontrak, akan di kenakan denda.
“Itu masalah gampang. Pokoknya, kau tinggal beresnya saja.”
Rose mengangguk, lalu kembali ke pekerjaannya menemani tamunya.
Alex tersenyum puas.
Sebelumnya ia ke club malam bersama temannya, tanpa sengaja ia mendengar perbincangan pria yang tidak ia kenal berada di tempat yang sama.
Ia akan membayar wanita yang mau menjadi istri pura-pura, tanpa menikah.
Alex tergiur mendengarnya, ia mencoba menghampiri pria tersebut dan menawarkan diri untuk mencari wanita yang akan menjadi istrinya bayarannya.
***
Keesokan paginya, Rose yang kini sudah menjadi Elena sudah bersiap tentu dengan pakaian yang sangat rapi.
Ting ....
Suara pesan masuk ke ponsel miliknya.
“Cepatlah, aku sudah di depan rumahmu.”
Elena bergegas keluar dan langsung masuk ke dalam mobil.
“Rose lama se....”
“Elena!” selanya karena tidak ingin ada yang tahu tentang dirinya yang mempunyai nama berbeda.
“Oh, oke.”
30 menit mereka tiba di sebuah restoran mewah, yang Elena sendiri belum pernah masuk.
Tanpa menunggu lagi, mereka langsung masuk ke ruangan Vip karena sebelumnya sudah di beritahukan tempatnya.
Di dalam sana ada dua pria yang tengah menunggu kedatangan mereka, salah satu pria itu berdecap kesal melihat keterlambatan mereka sembari melihat jam di pergelangan tangannya.
“Apa kalian tidak melihat waktu?! Aku sangat bosan menunggu dan paling benci orang yang tidak menghormati waktu!” kesal salah satu pria yang ada di ruangan tersebut.
Elena menelan saliva kasar melihat pria itu terlihat marah, bahkan ia tidak mendengar penjelasan Alex kenapa mereka bisa terlambat.
“Urus semuanya!” ujarnya beranjak pergi dari tempat tersebut.
Semua orang menatap kepergian pria yang terlihat dari wajahnya sangat datar dan terkesan dingin tersebut.
“Apa pria itu ....” Elena menggantungkan ucapannya namun ia hanya bicara dalam hati.
“Silahkan duduk,” ucap pria tersebut, bisa di tebak jika itu adalah asistennya.
Elena dam Alex duduk berdampingan.
“Tuan, ini adalah Elena. Wanita yang pernah aku bicarakan pada anda tempo hari,” ujar Alex memperkenalkan Elena.
Elena mengulurkan tangannya, tapi tak di hiraukan oleh pria itu.
“Ish ... sombong sekali,” kesal Elena dalam hati kembali menarik tangannya.
“Saya tidak mau berbasa-basi lagi, Tuan Alex pasti sudah menjelaskannya pada Anda, Nona Elena.” Menatap Alex bergantian dengan Elena.
Alex mengangguk.
“Silahkan baca surat perjanjian dan peraturan yang boleh dan tidak boleh dengan teliti, ini adalah surat kontrak selama tujuh bulan.”
Elena mengambil kertas tersebut dan mulai membacanya, ia mengernyit heran dengan isi kertas tersebut.
Poin pertama, tidak akan pernikahan di antara mereka berdua.
Poin kedua, tidak boleh mencampuri urusan pribadi masing-masing dan jangan bertanya apapun. Harus mengikuti aku katakan tanpa membantah.
Poin ketiga, bersikap layaknya suami istri di depan keluarga.
Setelah kontrak tujuh bulan selesai, maka segera pergi dari rumah dan melanjutkan kehidupan masing-masing.
Jika tidak sengaja bertemu, anggap saja tidak pernah saling mengenal satu sama lain.
Sisa uangnya akan di bayar setelah kontrak pekerjaan selesai dan Elena juga akan mendapatkan bonus rumah.
“Saya rasa lima menit cukup untuk anda membaca isi kertas ini, Nona,” ujar pria yang berada di ruangan tersebut, karena cukup lama Elena menatap kertas tersebut.
Elena hanya bisa menelan salivanya dengan kasar, tenggorokannya terasa sangat kering.
“Ini uang mukanya dan sisanya akan di bayar lunas setelah kontrak selesai.”
“Apa lagi yang kamu pikirkan? Ini hanya tujuh bulan, cepat tanda tangan!” bisik Alex di telinga Elena
Mendengar bisikan dari Alex, Elena segera tanda tangan.
Elena tidak memikirkan lagi risikonya ke depan, yang terpenting saat ini ia mendapatkan uang dan bebas dari pekerjaan malamnya itu.
“Besok pagi sopir akan menjemputmu di depan rumahmu, bersiaplah.” Pria itu hendak beranjak dari tempat duduknya.
“Apakah kami akan tidur sekamar?” tanya Elena langsung, karena ia membaca poin pertama jika tidak akan ada pernikahan di antara mereka berdua.
“Seharusnya Nona membaca secara detail surat perjanjian itu, untuk masalah itu anda bisa diskusikan lagi nanti dengan Tuan. ketika anda sudah berada di rumah besar!”
“Oh iya, Alex. Bawa dia ke salon, perhatian penampilannya jangan sampai mempermalukan Tuan ketika di hadapan orang tuanya nanti dengan penampilan kampungannya itu!” meletakkan kembali uang di atas meja, lalu melangkah pergi.
Elena menatap sejenak kepergian pria itu, lalu melihat penampilannya.
“Apakah penampilanku buruk?” tanyanya pada Alex.
“Tidak. Mata mereka yang salah,” sahut Alex.
Alex mengambil uang tersebut dan memberikan kepada Elena.
“Simpan uangmu dengan baik. Sekarang aku harus membawamu ke salon dan berhenti kebiasaannya merokok ini!” kesal Alex melihat Elena mengeluarkan bungkus rokoknya dari dalam tas.
“Ck ... hanya sekali saja. Aku janji, ini yang terakhir!” mencoba mengambil rokoknya dari tangan Alex.
“Tidak! Cepatlah pergi dari sini, kita tidak punya banyak waktu!” Alex menarik paksa lengan Elena untuk segera keluar dari tempat itu.
“Sebentar! Makanannya belum di makan, sayangkan kalau di buang!” Elena mengambil makanan yang tersedia di meja, lalu makan dengan cepat.
Alex menggelengkan kepalanya melihat tingkah Elena. Jika saja Elena orang lain, mungkin sudah di bentak oleh Alex.
***
“Bagaimana, apa wanita itu mau menandatangani surat perjanjian itu?” tanyanya.
Evan Adijaya Winata, tengah duduk di mobil menunggu asistennya.
“Sudah beres. Besok sopir akan menjemputnya di rumahnya,” sahutnya sembari menyerahkan kertas yang sudah di tanda tangani oleh Elena.
“Elena Rosaline,” gumam Evan.
“Iya, Tuan.”
“Apakah anda di ancam untuk menikah lagi? Sehingga Tuan berani mengambil yang risikonya sangat besar, apalagi anda sangat tahu asal usul dari wanita itu!”
“Kenapa harus wanita seperti dia? Bukankah banyak wanita di luar sana, Tuan sudah tahu pekerjaan wanita itu sebagian seorang pemandu karaoke. Hanya sebagian kecil wanita disana bisa menjaga kesuciannya! Bagaimana kalau orang tua Tuan mengetahuinya?” tambah asistennya.
“Itu tugasmu untuk menutupinya agar Mama dan Papa tidak mengetahuinya. Aku sudah sangat lelah dengan pertanyaan kapan menikah, ini hanya sementara saja. Ketika Mama dan Papa sudah kembali nanti. Aku akan mengembalikan wanita itu ke tempat asalnya!”
“Butuh waktu lama untuk mencari wanita baik-baik yang mau di bayar, kalau pun ada pasti akan butuh waktu lama. Aku mencari jalan pintas saja, wanita seperti dia yang di butuhkan pasti hanyalah uang.”
Angga yang setia sebagai asistennya dari dulu, mengikuti saja apa yang Tuannya katakan.
“Baiklah. Tugasku bertambah, selain pekerjaan di kantor, aku juga harus mengawasi Istri bayaranmu itu. Aku khawatir, jika Tuan malah jatuh cinta padanya!” seru Angga terkekeh.
“Aku tidak mungkin jatuh cinta dengan wanita seperti dia. Aku memang menyukai wanita, tapi seleraku bukan seperti wanita itu!”
Angga hanya mengangguk.
“Yang aku khawatirkan bukan Elena, tapi Alex. Terlihat jelas, jika Alex sendiri yang bersemangat dengan tawaran ini. Aku perlu mengawasinya juga,” gumam Angga dalam hati.
Keesokan paginya, Elena sudah berada di dalam mobil dengan dandanan yang layaknya wanita terhormat.
Mobil yang ia tumpangi sudah memasuki halaman rumah besar milik keluarga Winata.
“Wah, gila! Ini rumah apa istana?” gumam Elena melihat teras rumah yang menjulang tinggi, halaman rumah tersebut sepuluh kali lipat lebih besar dari kontrakannya.
“Nona, apa anda lihat? Ayo kita masuk, Tuan muda sudah menunggu.”
Elena yang semula begitu kagum dengan rumah tersebut, saling terkejut ketika mendengar suara sang sopir memanggilnya.
“Hah, iya.”
Elena setengah berlari mengikuti langkah sopir yang menjemputnya, kopernya di letakkan di dekat sofa.
Tiba di ruang tamu, Elena kembali termangu melihat rumah mewah sebesar ini. Pernak pernik yang terbuat dari emas, Elena tersadar saat mendengar deham seseorang.
“Ekhem ... kamar anda ada di lantai atas,” ujar pria yang bersamanya di restoran kemarin.
Ia menggeret koper miliknya mengikuti langkah Angga menaiki tangga, dengan napas yang turun naik iya akhirnya tiba di penghujung tangga.
“Maaf, Tuan. Langkahmu terlalu cepat, aku lelah!” keluh Elena.
“Ini hanya bagian kecil, Nona Elena atau Rose! Siapkan diri anda mulia besok!” ancam Angga.
Elena membulatkan matanya mendengar namanya di sebut. Nama yang biasanya ia pakai saya bekerja saja.
Elena mencoba mengingat wajah pria yang ada di hadapannya, apakah pria ini pernah ke tempat karaoke dan menjadi salah satu tamunya?
“Maaf, dari mana kamu mengetahui nama itu?” tanya Elena menatapnya dengan serius.
“Anda tidak perlu tahu dari mana aku mengetahuinya, yang jelas aku sangat tahu dirimu walaupun Nona selalu memakai topeng. Bahkan aku sangat tahu tamu yang sering kamu temani, yang aku tidak tahu adalah sudah berapa banyak pria yang anda layani?!” ujar Angga menyeringai.
Dari awal dirinya memang kurang suka dengan kehadiran Elena apalagi ia mengetahui pekerjaan Elena yang sebenarnya. Namun, apa daya dirinya hanya sebagai seorang asisten bosnya saja.
“Jangan membuat Tuan saya menunggu lama, dia sudah menunggu di kamar.” Meninggalkan Elena yang sedang mematung.
“Aku memang bekerja sebagai LC, pakaian ku bahkan di luar batas. Tapi, aku masih bisa menjaga kesucian ku! Jadi, jangan memandang semua wanita pekerja LC itu wanita yang ada pikirkan, Tuan!” seru Elena tak mau kalah, sembari ia mengusap air matanya yang mengalir di pipinya.
Langkah Angga berhenti mendengar ucapan Elena sembari menyeringai, lalu melanjutkan langkahnya kembali menuruni tangga.
Elena berulang kali menghela napas, mencoba menetralkan emosinya. Setelah merasa dirinya cukup tenang, ia melangkah masuk ke kamar yang di tunjuk oleh Angga sebelumnya.
Di depan pintu kamar, Elena tampak ragu mengetuk pintu.
“Apa aku batalkan saja? Kenapa aku tidak berpikir terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan ini? Ini semua gara-gara Alex, aku terjebak!” kesalnya karena Alex memaksanya untuk menerima tawaran ini, meski niat Alex baik untuk membantu Elena keluar dari dunia malam itu.
“Hufft ... aku akan coba bicara, semoga dia orang baik mau melepaskan aku,” gumam Elena.
Tok ... Tok ....
Elena mengetuk pintu.
Ceklek ...
Ia membuka pintu dengan pelan, melihat pria yang menjadi suami pura-puranya sedang duduk di sofa sembari memangku laptopnya.
“Jam berapa ini?! Sepertinya kau itu tidak bisa menghargai waktu!” celetuk Evan tanpa mengalihkan pandangannya pada layar monitor yang di pangkunya.
Elena kembali menelan salivanya, tenggorokannya langsung terasa kering hingga sulit menelan salivanya.
“Surat kontrak itu sudah berlaku mulai hari ini, bersihkan dirimu sekarang. Kamar ada di situ, cepat! Mama dan Papa sudah di jemput oleh sopir!” ujar Evan setengah berteriak.
“Tapi, Tuan. Saya ingin membatalkan dan menarik kembali Kontrak itu,” ujar Elena.
Namun, ucapan itu hanya bisa ia katakan dalam hati saja. Setelah melihat wajah Evan, nyalinya langsung menciut.
“Apa lagi yang kamu tunggu?!” menatap Elena dengan tajam.
Dengan langkah cepat, Elena membawa koper miliknya masuk ke sebuah ruangan yang berada di kamar tersebut, dan ternyata ruangan tersebut adalah kamar juga. Di dalam kamar Evan ada kamar yang di lengkapi semua fasilitas seperti televisi juga.
“Waktumu 20 menit,” ujar Evan pada Elena, karena melihat Elena yang hanya berdiri menatap kamar miliknya.
Evan melangkah keluar kamar dan menutup pintu kamar dengan kasar.
Bruak!
Elena sampai menutup matanya, karena terkejut.
“Apa semua orang di rumah ini tensinya pada tinggi semua?! Apa salahku? Padahal aku hanya di bayar, kenapa mereka seakan membenciku?” gumam Elena.
“Huftt ... sabar, hanya tujuh bulan. Setelah itu aku terbang bebas dan juga tidak kembali ke dunia gelap itu lagi.” Elena memberi semangat pada dirinya sendiri.
Memang dari dulu dirinya ingin berhenti dari pekerjaan pemandu karaoke itu, tapi bosnya menahannya dengan alasan kontraknya masih berlaku hingga dirinya tidak bisa keluar dari tempat itu.
Entah bagaimana Alex bicara pada bosnya, hingga dirinya bisa keluar dari tempat itu.
Elena bergegas ke kamar mandi dan menggantikan pakaiannya. Karena tidak mau pria itu marah Kembali padanya karena menunggunya terlalu lama.
***
Alex duduk di kursi kebesarannya sembari mengibas-ngibas lembaran uang ke wajahnya, lalu mencium aroma uang tersebut.
“Hahaha ... sepertinya aku mulai sekarang beralih profesi! Hah ... begitu mudah sekali mencari uang.”
Tampak jelas jika saat ini Alex terlihat sangat bahagia, karena baru saja mendapatkan uang dari Evan.
Sebelumnya Evan memang meminta bantuan untuk mencarikan wanita yang mau di bayar untuk menjadi istri pura-pura, selama tujuh bulan saja.
Alex juga menawarkan dirinya untuk mencarikan istri, dan senang hati membantunya apalagi dengan adanya embel-embel uang.
“Huh, selamat tinggal Elena. Maaf, untuk masalah uang, kita tidak berteman. Karena aku juga butuh makan dan bersenang-senang. Karena tanpa uang, hidup terasa sulit!” gumam Alex menyeringai.
Drrttt ...
“Halo Sayang,” ujar Alex langsung mengangkat panggilan telepon dari kekasihnya.
“Aku akan segera kesana, Sayang.” Dengan nada merayu, Alex tersenyum kecil karena sang kekasih sangat tahu keinginannya saat itu. Yaitu, ingin menuntaskan hasratnya bersama sang kekasih.
Bercinta di luar pernikahan hal yang biasa bagi Alex, karena selain dengan kekasihnya ia juga sering membeli wanita di luar sana untuk di jadikan pelampiasan hasratnya.
“Sayang,” panggil kekasih saat melihat Alex keluar dari mobil.
Kini mereka berpelukan sejenak, lalu masuk ke hotel yang sudah mereka booking sebelumnya.
Hingga tiba di dalam kamar, mereka langsung memadu kasih tanpa sebuah ikatan hingga puas.
Tanpa mereka sadari, jika ada seseorang terus mengikuti mereka hingga ke hotel tersebut.
***
Di tempat lain.
Elena bergegas keluar kamar menemui Evan yang tengah menunggunya di ruang tamu.
Evan menatap Elena yang menuruni tangga, netranya tertuju pada wajah Elena yang terlihat sangat cantik di tambah lagi dengan pakaian yang ia kenakan begitu pas di tubuhnya.
Tin ... Tin ...
Suara klakson mobil menyadarkan Evan dari lamunannya.
“Sialan! Dia ternyata cantik juga,” pujinya dalam hati.
“Cepatlah, lama sekali!” kesal Evan beranjak dari tempat duduknya hendak melangkah keluar.
Namun, langkahnya langsung berhenti hingga Elena menabraknya dari arah belakang.
Bruk ...
“Aduh!” keluh Elena terasa menabrak tiang listrik.
Evan langsung menoleh ke belakang.
“Apa kau punya mata? Sehingga tidak melihat aku berada di depanmu! Dasar bodoh!” menatap Elena dengan tajam.
“Maaf, bukankah Tuan yang berhenti mendadak?” jawab Elena tidak mau kalah.
“Diam kau! Mulai sekarang, jika orang tuaku bertanya, kamu hanya boleh jawab iya. Kamu mengerti?” ujar Evan menatapnya.
Elena hanya mengangguk.
“Lalu, tugasku apa?” tanya Elena polos, karena memang dirinya masih belum tahu perannya di rumah ini, walaupun ia tahu jika dirinya menjadi istri bayaran.
“Dasar bodoh! Sejak kemarin kau tidak mengerti apa yang aku katakan?! Kau pikir untuk apa aku membayarmu mahal-mahal? Jadi pembantu?!” sentak Evan.
“Aku tahu memang tugasku menjadi istri palsumu di rumah dan di bayar. Lalu aku harus duduk diam seperti patung, duduk di sampingmu?!” kesal Elena.
“Aku belum pernah menikah sebelumnya. Jadi, aku tidak tahu apa saja yang di lakukan oleh seorang istri!” tambah Elena.
Elena memang tidak mau kalah jika berdebat dengan seseorang, apalagi dirinya merasa benar.
Evan menghela napas, dirinya baru menyadari apa yang telah Elena katakan ada benarnya juga.
“Ikut saja permainanku!” menarik lengan Elena lalu melangkah ke luar.
Elena terlihat kesusahan mengimbangi langkah Evan yang melangkah sangat besar.
Setibanya di depan pintu, terlihat serombongan orang masuk ke dalam rumah.
Elena menghentikan langkahnya juga saat Evan menghentikan langkahnya, mereka menatap segerombol orang yang datang. Yaitu kedua orang tuanya, nenek dan kakeknya yang terlihat sudah berumur dan juga Paman dan bibinya beserta anak-anaknya tertidur dari tiga orang.
“Kenapa aku jadi gugup? Aku merasa benar-benar seperti menantu di rumah ini yang untuk pertama kalinya bertemu dengan mertuanya. Ah ... sadar Elena! Kamu hanya sebagai istri bayaran saja dan itupun hanya tujuh bulan,” gumam Elena dalam hati, tampak jelas jika Elena terlihat gugup.
“Mama,” panggil Evan melepaskan genggaman tangannya dari Elena lalu memeluk Ibunya dengan erat.
Setelah puas, Evan bergantian dengan yang lainnya.
Lalu mereka melihat gadis yang ada di belakang Evan, tengah berdiri menatap mereka dengan tersenyum.
Ia ikut terharu melihat kebersamaan Evan dan keluarganya. Berbeda dengan dirinya yang sejak kecil hidup dengan neneknya, sedangkan orang tuanya entah kemana pasca bercerai.
“Siapa gadis itu?” tanya ibunya penasaran.
Mendengar pernyataan ibunya, Evan langsung tersadar. Hampir saja ia melupakan sandiwaranya.
“Oh, ini istri Evan. Kami baru sebulan yang lalu menikah, sebenarnya aku ingin memberi Mama dan Papa kejutan.”
Orang tuanya sejenak saling bertatapan, lalu memeluk Evan dengan perasaan haru.
Mereka berpikir jika putranya ini tidak menyukai perempuan, karena usia yang sudah menginjak 38 tahun, Evan sama sekali tidak pernah mengenali kekasihnya pada mereka.
“Mama tidak mimpikan?” tanya Ibunya sembari mengusap air matanya.
Evan melepaskan dekapannya, lalu menatap ibunya walaupun dalam hatinya ia merasa bersalah.
“Tidak, Ma.” Mengusap air mata ibunya.
“Sayang kemari. Mama ingin melihatmu dari jarak dekat,” ujar Evan mengulurkan tangannya pada Elena.
Elena bertambah gugup, apalagi Evan memanggilnya dengan panggilan sayang padanya.
“Halo Tante.” Elena mencium punggung tangan mereka secara bergantian.
“Tante! Mama dong, Sayang. Sama seperti suamimu,” ujar ibunya terlihat senang.
Namun, tidak dengan adik sepupu Evan.
Ia memperlihatkan wajah tidak senangnya pada Elena yang menjadi pusat perhatian semua orang saat ini.
“Haduh! Panas!” ucap Mona setengah berteriak, adik sepupu dari Evan tersebut.
Netra semua orang tertuju padanya, mereka melihat Mona sedang mengibas-ibaskan tangannya.
“Ayo kita masuk. Kenapa malah berdiri di depan pintu?” ujar Evan membawa mereka masuk ke dalam rumah.
Mereka terkekeh, kecuali Mona yang memutar bola matanya dengan malas.
Mereka masuk ke dalam rumah, duduk di ruang tamu. Sementara Elena duduk di samping ibu mertuanya, Evan menatap ibu dan Elena terlihat langsung akrab berbicara.
“Evan, kenapa kalian menikah tidak memberitahu kami? Kenapa menyembunyikan istri secantik Elena? Haduh ... kamu ini bagaimana sih!” seru pamannya.
“Maaf, Paman. Seperti yang aku katakan tadi, aku ingin memberi kejutan pada Mama dan Papa.” Evan begitu lancar menjelaskannya, tanpa terlihat gugup.
“Apa di sudah terbiasa berbohong dengan keluarganya? Ia tidak terlihat merasa bersalah sama sekali. Berbeda denganku yang sejak tadi jantungku tidak berhenti berdetak kencang!” gumam Elena dalam hati.
Ia memperlihatkan senyumnya saat ibu mertuanya menatapnya juga.
“Mama dan Papa tidak mempermasalahkan pernikahan kalian. Yang penting kalian saling menerima satu sama lain dan selalu bahagia, apalagi wanita secantik Elena, Mama tidak mampu menolaknya.” Mengusap bahu Elena.
Ia hanya memaksakan senyumnya saja, tanpa mengeluarkan sepatah katapun apalagi Mendengar pujian terus menerus dari orang tua dan keluarga Evan yang lainnya.
“Iya sih Tante. Tapi, kita harus tahu juga dari mana bebet bubutnya!” celetuk Mona.
Evan menelan salivanya dengan kasar, sama halnya dengan Elena.
Mereka saling bertatapan sejenak, Elena melihat Evan hanya diam tanpa berbicara untuk membelanya.
“Aku tinggal bersama Nenekku sejak kecil, setelah orang tuaku bercerai. Aku merantau ke kota untuk mencari pekerjaan, dan aku bekerja seba....”
“Elena bekerja bersamaku di kantor, sebagai sekretarisku. Pertemuan pertama kami adalah dari kantorku!” sela Evan menatap Elena, agar istri bayaran itu tidak menceritakan pekerjaan yang sebenarnya.
“Wah, benarkan itu?” tanya ibu mertuanya.
Elena mengangguk pelan, sejenak menatap Evan yang juga tengah menatapnya.
Sejak tadi Mona memerhatikan mereka berdua, ia merasa curiga karena ada yang tidak beres dengan kakak sepupu dan istrinya tersebut.
“Aku permisi ke kamar,” ujar Mona beranjak dari tempat duduknya masuk ke dalam kamar yang biasa ia tempati.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!