NovelToon NovelToon

Sirip Emas

Putri Alula

Tiga Putri duyung berusaha melarikan diri menjauh dari kerajaan yang seharusnya menjadi tempat perlindungan mereka.

Ratu Mariana harus menyelamatkan putri kecilnya Alula, yang menjadi incaran pamannya sendiri. Ia ingin menyingkirkan calon Ratu dan ingin menjadi raja di lautan tersebut.

Sejak raja meninggal beberapa saat yang lalu, ketenangan istana duyung mulai terguncang. Dimana mereka saling memperebutkan tahta untuk menjadi penguasa lautan. Ratu Mariana tak bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya, kekuatannya masih belum pulih setelah melahirkan Alula.

"Tolong bawa Alula pergi menjauh dari sini! Aku akan menghalau mereka," ucap Ratu Mariana memberikan putrinya kepada dayang pengasuh yang selama ini setiap padanya.

"Tidak, Ratu! Aku yang akan menghalau mereka, Anda pergilah bersama putri Anda. Berenang sejauh mungkin ke suatu tempat, carilah Veer. Dia akan menyelamatkan Anda dari semua ini," ucap dayang pengasuh tersebut. Namun, Mariana menggeleng, kekuatan orang-orang yang mengejar mereka tak sebanding dengan kekuatan dayang pengasuh tersebut, mungkin ia bisa menyelamatkan putrinya dengan mengorbankan dirinya, melawan mereka semua, tapi jika membiarkan dayang pengasuh yang melawan mereka sudah pasti ketiganya tak akan ada yang selamat.

Tanpa aba-aba lagi ratu Mariana yang melihat para pengawal yang mengejarnya, langsung memberikan Alula kepada dayang pengasuh dan berbalik berenang, ia menggoyangkan ekornya menghampiri para pengawal kerajaan yang mengejarnya. Ia memberi isyarat kepada dayang pengasuh agar segera membawa Alula pergi dari sana.

Dayang itu tak bisa berbuat apa-apa, hanya menurut pada ratunya. Ia sendiri tak yakin jika ia bisa menghadapi mereka. Dayang pengasuh tersebut berenang dengan cepat meninggalkan tempat itu, berenang sejauh mungkin dari sana agar bisa menyelamatkan putri Alula.

Dayang tersebut menghentikan lajunya dan melihat di sekelilingnya, ia harus mencari tempat untuk menyelamatkan diri. Dia sama sekali tak tahu ke mana ia harus mencari Veer, paman dari Alula yang merupakan satu-satunya saudara raja dan tak pernah menghianatinya.

Melihat sosok yang mendekat ke arahnya, ia berpikir jika itu adalah Veer. Ia pun mencoba berenang mendekat. Namun, tanpa diduga itu ternyata adalah para pengawal lainnya yang juga berhasil menemukannya.

Dayang pengasuh tersebut langsung berbalik badan dan kembali berenang secepat mungkin, meninggalkan mereka semua. Namun, sayang. Keberadaan dayang pengasuh dan juga putri Alula telah diketahui oleh para pengawal kerajaan tersebut. Di saat sedang terjepit dayang pengasuh tersebut tak punya pilihan lain selain berenang ke atas, di mana mereka semua sangat jarang berenang ke atas. Mereka semua tahu bahaya yang bisa mengintai mereka jika terlihat orang-orang yang berada di daratan.

Dayang pengasuh bisa melihat jika ada perahu yang ada di atas permukaan laut, ia pun semakin mempercepat menggoyangkan ekornya agar menambah kelajuannya, ia berenang ke atas meninggalkan para prajurit kerajaan yang masih terus mengejarnya.

Dayang pengasuh mencapai permukaan air lautan, ia melihat ke segala arah dan melihat sebuah perahu nelayan. Ia pun kembali menggerakkan ekornya menuju ke arah perahu nelayan tersebut, memakaikan gelang mutiara ke tangan putri Alula, sesaat kemudian ekor putri Alula berubah menjadi sepasang kaki.

"Putri, maafkan Bibi. Bibi tak punya pilihan lain," ucap bibi kemudian menaikkan putri Alula ke kapal nelayan tersebut, kemudian langsung kembali masuk ke dalam air, ia mencegah para prajurid kerajaan untuk mendekati sang putri.

Dayang tersebut berenang menjauh dari kapal tersebut.

Sesuai dengan perkiraannya, para pengawal kerajaan itu kembali mengejarnya. Bibi kembali berenang menjauhi kapal tersebut.

"Bapak, apa Ibu tak salah dengar? Ibu seperti mendengar suara tangisan bayi," ucap Marni.

"Ibu ini ada-ada saja, kita ini di tengah lautan, mana ada suara bayi, yang ada hanya suara angin," ucap pak Sulaiman pada istrinya sambil masih terus menarik jaring yang baru saja dilepaskannya.

Mendengar penjelasan dari suaminya, Marni juga berpikir hal yang sama. Tak mungkin ada bayi di tengah laut, mungkin itu hanya suara angin. Bu Marni kembali membantu suaminya menarik jaring tersebut, walau tak banyak. Namun, hasil tangkapan mereka hari ini cukup untuk dijual dan juga dikonsumsi.

"Ini sudah cukup, sebaiknya kita pulang," ucap pak Sulaiman.

"Iya, Pak. Sepertinya juga akan turun hujan," ucap bu Marni lagi, kemudian ia pun membantu merapikan jaring mereka dan berjalan ke sisi lain kapal.

"Pak!" teriak bu Marni histeris. Ia sangat terkejut saat melihat sosok bayi yang ada di sudut perahunya.

"Ada apa sih, Bu?" ucap pak Sulaiman yang terkejut karena teriakan sang istri.

"Lihat! Itu apa, Pak. Itu bayi 'kan? Ibu tak salah lihat kan, Pak?" ucap bu Marni menunjuk bayi yang ada di hadapan mereka yang tak lain adalah Alula.

keduanya berdiri terpaku di tempatnya, mereka tak percaya jika apa yang mereka lihat itu adalah bati sungguhan, mana mungkin ada bayi di kapal. Mereka berdua saling melihat, kemudian pak Sulaiman berjalan mendekati, memastikan apakah itu benar-benar bayi atau bukan.

"Iya, Bu. Ini bayi," ucap pak Sulaiman setelah memastikan jika bayi yang ada di gendongannya benar-benar adalah seorang bayi.

"Tapi, kenapa bayi ini ada di sini, Pak. Kita di tengah lautan, dari mana bayi ini berasal, di sini tak ada kapal lainnya," ucap bu Marni.

"Apa bayi ini sudah ada di sini semenjak sore tadi? Sebelum kita berangkat dan kita tak melihatnya," ucap pak Sulaiman mencoba berpikir logis.

"Mungkin saja, Pak. Mungkin tadi dia tertidur saat kita pergi dan baru terbangun sekarang.

"Ya, sudah, Pak. Ambil bayinya, lita bawa pulang, mungkin ini adalah jawaban dari doa kita selama ini," ucap bi Marni langsung mengambil bayi itu dari gendongan suaminya dan menyelimutinya.

Petir tiba-tiba bergemuruh dan anak itu pun menjerit menangis ketakutan.

"Ayo, Pak. Kita pulang," ajak bu Marni yang bisa melihat jika akan turun hujan, ia juga tak ingin membuat anak itu ketakutan dengan suara gemuruh di lautan dan juga terkena hujan.

Pak Sulaiman pun menyalakan mesin kapal mereka dan dengan kecepatan penuh ia meninggalkan tempat mereka dan kembali ke daratan.

Dayang pengasuh yang tak bisa menghindari para pengawal kerajaan hanya bisa pasrah saat dirinya ditangkap, ia merasa bersyukur dan senang saat melihat dan menyadari jika perahu tempat ia menitipkan Alula, sudah meninggalkan sekitaran mereka. Ia hanya bisa berharap jika Alula baik-baik saja bersama dengan para manusia.

Cahaya

Begitu sampai di daratan, kedua nelayan itu pun langsung membawa Alula ke rumah mereka yang juga berada tak jauh dari pantai. Alula sudah tertidur dalam dekapan Marni.

"Ini beneran akan kita rawat bayi ini, Pak?" tanya Marni pada suaminya.

"Selama tak ada yang mencari anak ini, anak ini akan kita rawat. Dia akan menjadi anak kita, Bu," ucap pak Sulaiman membuat bu Marni pun mengangguk setuju.

"Kita beri nama siapa, ya, Pak. Bayi ini?" ucap Marni melihat putri Alula yang tertidur dan terlihat begitu cantik, wajahnya bercahaya di bawah pancaran sinar rembulan.

"Terserah Ibu saja," jawab Pak Sulaiman.

"Bagaimana jika kita diberi nama Cahaya saja, Pak?" tanya bu Marni melihat ke arah Sulaiman suaminya.

"Cahaya? Ya, sudah kita beri nama Cahaya saja, semoga anak ini bisa menjadi Cahaya buat kita," ucap pak Sulaiman setuju dengan nama yang diberikan oleh istrinya, berharap Cahaya akan menjadi Cahaya di kehidupan mereka yang sunyi. Mereka hanya hidup berdua dan mencari nafkah dengan berlayar, ikan-ikan yang mereka dapat sudah cukup untuk kehidupan sehari-hari mereka. Mereka tak memiliki banyak harapan dan juga tujuan hidup. Bisa makan setiap harinya saja mereka sudah sangat bersyukur, mereka tak memusingkan tabungan ataupun warisan karena mereka sama sekali tak dikaruniai seorang anak setelah pernikahan mereka. Namun, sepertinya mulai sekarang mereka harus sudah mulai memikirkan masa depan mereka, karena ada Cahaya yang memerlukan kasih sayang dan juga perlindungan dari mereka, baik dari kasih sayang maupun materi.

Marni melihat sebuah gelang yang dipakai anak itu, sebuah gelang mutiara berwarna merah muda yang sangat cantik.

"Mungkin ini tanda yang diberikan oleh ibunya untuk mungkinkah suatu saat nanti ibunya akan datang mencarinya, Pak?" tanya bu Marni yang baru melihat gelang itu yang dikenakan oleh bayi yang ada di gendongannya setelah membuka selimutnya. Mendengar itu, pak Sulaiman pun mendekat dan memeriksanya.

"Mungkin saja, Bu. Sebaiknya kita simpan kain yang digunakannya ini, mungkin suatu saat nanti ini bisa menjadi bukti untuk dia menemukan siapa orang tua kandungnya," ucap pak Sulaiman membuat bu Marni pun mengangguk.

"Ya sudah, Pak. Bapak jaga dulu, Ibu mau ke tetangga sebelah, anaknya kan sudah besar mungkin saja ada beberapa pakaian bayi yang masih ia simpan, yang bisa dipakai oleh Cahaya untuk sementara waktu, sampai kita membeli yang baru," ucap bu Marni kemudian ia pun berlalu meninggalkan Pak Sulaiman dengan bayi kecil itu. Bayi itu terlihat tak nyaman dengan gelangnya, membuat pak Sulaiman berniat membukanya.

"Kita buka dulu ya, gelangnya. Nanti saat bangun kamu bisa memakainya lagi, biar kamu nyenyak tidurnya," ucap pak Sulaiman mulai membuka gelang tersebut.

Begitu gelang itu terlepas dari tangan bayi mungil itu, kedua kakinya pun berubah menjadi ekor.

Sulaiman sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya, tangannya bergetar. Ia mengucek matanya memastikan penglihatannya.

' Apakah anak ini adalah anak putri duyung dan titipkan kepada kami?'

Pak Sulaiman kemudian mendengar istrinya itu datang, ia pun dengan cepat kembali memasang gelang yang tadi dibukanya dan ekor Cahaya pun kembali berubah menjadi sepasang kaki.

'Apakah gelang ini yang merubah ekornya menjadi sepasang kaki?' batin pak Sulaiman.

"Ada apa, Pak?" tanya Marni yang sudah kembali dengan banyak sekali barang, mulai dari kasur bayi sampai pakaian-pakaian bayi juga ada di bawahnya.

"Nggak, nggak papa. Bapak keluar dulu, Ibu bisa mengurus bayi ini dan ingat gelangnya jangan dilepas."

"Memangnya kenapa, Pak?" tanya Marni pada suaminya.

"Nanti Bapak jelaskan, yang penting jangan dilepas. Ibu mengartikan?" ucapnya membuat Marni pun mengangguk dan ia pun berlalu keluar dari rumah sederhananya itu. Rumah panggung yang terbuat dari kayu dan hanya memiliki satu kamar.

"Pak, katanya Bapak menemukan bayi, ya?" ucap salah satu tetangga, tempat Marni mengambil beberapa barang-barang bayi.

Marni menceritakan jika mereka menemukan bayi di kapal mereka, membuat tetangga tersebut penasaran dan ingin menjenguk.

"Iya, Bu. Silahkan, ada di dalam," ucap pak Sulaiman kemudian ia pun berlalu melewati tetangganya itu, ia menuju ke pantai. Ada banyak pikiran yang berkecamuk dalam pikirannya saat mengetahui jika bayi yang mereka bawa bukanlah bayi biasa. Namun, sepertinya itu adalah bayi duyung yang menjelma menjadi manusia, entah apa sebab dan mengapa ia sendiri tak tahu. Ia sendiri tak percaya jika di dunia ini ada putri duyung sampai ia tadi melihat bayi itu memiliki ekor.

Ekor Duyung

Keesokan harinya, kehadiran Cahaya disambut oleh semua para tetangga di daerah tersebut. Mereka menceritakan di mana ia menemukan Cahaya dan semua beranggapan hal yang sama, mungkin saja ada yang membuang bayinya dan meletakkannya di kapal pak Sulaiman, kemudian mereka baru menyadari kehadiran bayi itu saat di tengah laut.

Mereka berasumsi hal tersebut begitu juga dengan bu Marni, mereka sangat bersyukur. Untung saja mereka menemukan bayi itu secepat mungkin sebelum terjadi hal-hal yang tak diinginkan, karena menurut keterangan bu Marni, bayi itu ada di pinggir kapalnya, bagaimana jika terlambat menemukannya, mungkin bayi itu bisa jatuh ke laut atau mendapatkan hal-hal yang buruk lainnya.

Semua berpikir hal yang sama. Namun, tidak dengan pak Sulaiman, ia masih berpikir apa tujuan Cahaya dititipkan kepada mereka, di mana selama ini tak ada satupun putri duyung yang menampakkan dirinya di daratan dan keadaan bayi itu yang memiliki ekor dan diubah menjadi sepasang kaki karena adanya gelang yang dipakaikan kepadanya, itu sudah menandakan jika memang bayi itu sengaja dititipkan kepada mereka.

Walau semua pemikiran itu mengganggu pak Sulaiman. Namun, ia berusaha untuk menerima Cahaya dan akan merawatnya seperti anaknya sendiri.

Setelah seharian memperkenalkan Cahaya kepada warga sekitar, kini tibalah saatnya Cahaya kembali ke rumah. Marni berniat untuk memandikannya.

Saat Marni memandikan Cahaya, pak Sulaiman terus memperhatikan kaki bayi itu yang terkena air. Pak Sulaiman berpikir mungkin saja bayi itu akan berubah menjadi duyung saat terkena air. Namun, sampai Marni selesai memandikannya, bayi itu tak menampakkan wujud aslinya.

"Pak, sepertinya gelang ini cukup mengganggu," ucap Bu Marni, di mana gelang itu terus saja melukai wajah Cahaya, setiap Cahaya meletakkan tangannya di wajahnya.

"Iya, memang sangat mengganggu," ucap pak Sulaiman, lesu.

"Kita buka saja ya, Pak. Kita simpan saja, nanti jika dia sudah mengerti memakai gelang baru kita pakaikan kembali," ucap bu Marni yang sudah mulai mencoba membuka gelang tersebut. Namun, pak Sulaiman langsung menghentikannya.

"Ada apa, Pak?" tanya bu Marna di mana tangannya dipegang oleh pak Sulaiman.

"Jika Ibu membuka gelang ini, kaki anak ini akan berubah menjadi ekor," ucap pak Sulaiman membuat bu Marni tak bisa menahan tawanya.

"Bapak ini ada-ada saja," ucap bu Marni menggeleng, kemudian menepis tangan pak Sulaiman yang mencoba mencegahnya membuka gelang tersebut dan kembali mencoba membukanya.

"Astagfirullahaladzim," pekik Bu Marni saat berhasil membuka gelang tersebut dan apa yang dikatakan oleh suaminya itu benar, kaki Cahaya berubah menjadi ekor.

Pak Sulaiman langsung berdiri menutup semua jendela dan juga mengunci pintunya, kemudian ia kembali menghampiri Bu Marni yang sedikit menjauh dari Cahaya dan melihat ekor anak itu.

"Apa yang terjadi, Pak?" ucap Bu Marni yang terlihat pucat menatap suaminya.

"Sebenarnya Bapak sudah tahu sejak kemarin malam, itulah mengapa Bapak meminta Ibu untuk tak membuka gelang itu," ucap pak Sulaiman menatap bayi itu yang kini memiliki ekor. Pak Sulaiman pun menghampirinya dan mengambil gelang dan memakaikannya kembali kepada Cahaya dan ekor Cahaya pun kembali berubah menjadi sepasang kaki.

"Pak, apa tidak masalah jika suatu saat nanti ada yang tahu tentang kaki Cahaya?" tanya ibu.

"Tentu saja itu akan menjadi masalah besar, Bu. Justru itu selama Cahaya bersama kita, kita harus merahasiakannya, tak ada yang boleh tahu jika Cahaya adalah seorang duyung, jika ada yang tahu, maka entah apa yang akan terjadi pada anak ini. Mulai sekarang dan sampai seterusnya kita harus merahasiakan hal ini dan hanya kita berdua yang tahu," ucap pak Sulaiman membuat Bu Marni pun sependapat.

Tiba-tiba Cahaya kembali menangis saat gelang itu melukai wajahnya, membuat bu Marni pun langsung membuka kembali gelang tersebut. Kaki Cahaya kembali berubah menjadi ekor.

"Kenapa dibuka lagi, Bu?" tanya pak Sulaiman.

"Di sini tak ada siapapun, biarkanlah kita membuka gelangnya daripada itu menyakitinya. Coba lihat wajahnya sampai terluka," ucap bu Marni mengusap air mata Cahaya dan mencoba mendiamkannya dan alangkah terkejutnya saat dia melihat ada mutiara di bawah selimut Cahaya.

"Ada apa, Bu?" tanya pak Sulaiman yang melihat istrinya kembali terlihat terkejut dan memegang sesuatu benda yang berwarna putih dan mengkilat.

"Pak, ada mutiara di bawah selimut Cahaya. Apa dongeng itu benar ya, Pak. Jika air mata seorang putri duyung, akan berubah menjadi mutiara?" ucap Bu Marni.

Pak Sulaiman yang dulunya tak percaya akan adanya putri duyung dan air mata putri duyung yang berubah menjadi mutiara, kini ia percaya akan semua itu, setelah melihatnya secara langsung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!