NovelToon NovelToon

Buronan Cantik

Bab 1# Teringat Kesalahan 1 Tahun Lalu

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau ananda Abiandra Shakil Laksana bin Aditia Shakil dengan adinda Purnama Batara__"

"Nama depan anak saya Adelle Anevay Abraham, Pak Penghulu, bukan Purnama yang notabenenya adalah anak sahabat saya."

"Ouh, baik, Pak. Mungkin ini hanya kesalahan mencatat tadi. Mari kita mulai lagi."

Inhale exhale bin buang nafas tarik nafas yang dilakukan gadis dibalik cadar baju pengantin yang dikenakannya. Semoga namanya selamat dari perbuatan tipu-tipunya. Kalau pun ketahuan, maka yang wajib bertanggung jawab adalah sepupunya yang sudah membawa kabur mempelai, pikirnya demikian.

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau ananda Abiandra Shakil Laksana bin Aditia Shakil dengan Adinda Adelle Anevay Batara bin Gema Batara__"

Eeehhh... Salah lagi!

Gara gara pak penghulu salah nama terus menerus menyebutkan nama mempelai wanita yang seharusnya 'Adele Anevay Abraham binti Dinata Abraham', pernikahan yang berlangsung telah terbongkar, kalau wanita yang berada di balik cadar bukanlah mempelai sesungguhnya.

Purnama Batara, rela mengumpan dirinya berpura-pura menjadi sang mempelai wanita demi misi penculikan Anevay - mempelai wanita. Ia tidak sendiri, ada tujuh teman lainnya yang membantu, sehingga ia sampai di depan Bapak penghulu, dan mereka nekat melakukan hal tersebut, demi Petir - sepupu plus sahabat yang tidak rela kalau Anevay- wanita yang dicintai Petir itu menjadi milik Abian.

Untung hari itu, Purnama bisa lolos dari acara pernikahan yang sudah kacau dibuatnya bersama ketujuh teman lainnya, dengan cara berlari meninggalkan pesta masih menggunakan gaun pengantin yang kesempitan.

Berujung nasib Purnama terpaksa menjalani hidupnya seorang ojol tapi dibalik itu, ada profesi 'rahasia' yang selama ini dijalankannya tanpa banyak orang yang tahu.

Meski rindu keluarganya, Purnama enggan pulang ke rumah karena Papi nya ternyata marah besar menjadi saksi langsung kelakuan nya yang malu maluin keluarga. Tujuh teman lainnya pun sama waktu itu yang mendapat hukuman. Beda dengan dirinya yang masih bebas jaya di jalan. Purnama suka dengan kehidupan bebasnya, sampai sampai sang Papi pun kian murka.

Masalah besarnya bagi Purnama, setelah kejadian satu tahun lalu itu, Abian sampai sekarang tidak terima. Pria keturunan ningrat tersebut terus menguber uber dirinya dan berjanji akan menikahinya secara suka rela atau secara paksa sekali pun. Ngerinya, Purnama diancam akan dijadikan mesin anak tiap tahun untuk keturunan Abian yang ningrat tapi sinting menurut Purnama. Gadis itu yeak ... tentu saja ogah - ogahan dijadikan kucing beranak.

Braak...

Sial, karena sedikit terngiang kejadian satu tahun yang lalu, Purnama yang berkendara motor saat ini tidak sengaja menabrak mobil mewah yang berhenti di depannya karena lampu merah.

Motornya dan dirinya memang selamat dan masih stay cantik di atas jog, namun apa yang dibuatnya? Merusak mobil mewah, bekas tabraknya meninggalkan goresan dan penyok di body itu.

Kabur? Tidak ada kesempatan. Kiri kanan dan depan belakang, kendaraan semua yang masih menunggu lampu hijau menyala.

Matilah dirinya. Nah kan, sang supir mobil mewah turun mengecek.

"Hehehe..." Purnama cengengesan penuh rasa bersalah. "Maaf, Pak. Saya akan ganti rugi. Sumpah deh, nggak bohong," sambungnya cepat karena sudah diberi tampang asem dari pria yang menggunakan seragam supir khusus itu.

"Karena lampu hijau akan menyala, siniin KTP, kita bicarakan di tempat lain. Tinggal ikuti saja laju mobil saya." Galak sekali supir itu. Tapi Purnama tetap akan hadapi karena memang bersalah. KTP aslinya sudah di tangan supir tersebut.

Naik ke mobil. Sejenak menghadap ke kabin belakang, di mana Tuan pemilik mobil bergeming sejak tadi.

"Pak, mobil Anda lecet parah. Tapi dia mau bertanggung jawab. Ini KTP-nya."

Pria yang memiliki garis wajah tegas dengan alis hitam sedikit tebal itu, meraih KTP yang diberikan sang supir. Tadinya, ia malas malasan menerimanya, tetapi berujung tertarik juga saat tidak sengaja pemilik foto KTP tersebut adalah seorang wanita yang sangat cukup dikenalinya.

"Purnama?" Pria berkemeja abu abu itu, mengembangkan senyum devil-nya. Akhirnya, ia berkesempatan bertemu dengan Purnama yang selama ini menjadi buronannya.

Yak ... dia adalah Abian, pria yang pernah gagal menikah karena ulah Purnama, Petir dan tujuh sahabat wanita itu.

Lampu hijau akhirnya menyala, semua pengendara bergegas melajukan kendaraannya kembali. Sedikit menoleh ke belakang, wanita yang memakai seragam ojol benar-benar mengikuti lajunya yang ingin bertanggung jawab kata sang supir.

"Rezeki dalam musibah." Abian menyeringai lebar. Kali ini, Purnama akan ia tangkap dan membawanya ke depan Gema Batara - Papi Purnama sendiri. Dulu, setelah pernikahannya gagal di depan tamu penting dan awak media, Abian sempat protes keras ke Gema Batara untuk meminta anak gadis nya bertanggung jawab dengan cara menjadikan wanita itu jadi istrinya.

Namun, orang tua Purnama berkata, "Purnama bukan gadis yang mudah diatur. Dia sudah kabur dan saya membiarkannya. Tapi, kalau kamu berhasil membawanya ke hadapan saya dengan tangan mu sendiri, maka saya akan merestui mu menikahi anak saya yang memang pembangkang orangnya. Tapi ingat, jangan menyesal dikemudian hari, kalau kalau kamu berhasil memaksanya. Percayalah, anak saya yang liar itu, punya banyak rahasia di balik wajah lugunya."

Sangat ambigu memang kalimat Papi Purnama itu, tetapi Abian tidak peduli. Wanita tetaplah wanita yang lemah, menurutnya. Dan inilah saatnya, ia akan membuktikan ke Papi Purnama, siapa Abian itu. Sifat Purnama yang pembangkang membuat Abian yang penuh tata krama aturan dari keluarga ningratnya, jadi menggebu gebu tertantang.

"Giring dia ke parkiran apartemenku," titah Abian ke supirnya yang bermaksud akan mengurung Purnama kalau tertangkap langsung. "Nanti, kalau dia berusaha kabur maka kamu harus sigap bantu saya menangkapnya."

"Baik, Pak." Sang supir menjawab takzim tanpa banyak tanya alasannya.

"Mungkin Bosnya tinggal di apartemen ini? Orang tajir rupanya," monolog Purnama tanpa curiga sedikit pun ada orang yang ia hindari selama ini di dalamnya. KTP-nya ada sama orang di atas mobil, jadi ia tetap harus menurut ikut.

Saat mobil berhenti, Purnama pun demikian memarkirkan motornya.

Supir itu turun, tapi Abian masih bergeming di dalam mobil sembari menatap wanita yang sudah berhadapan hadapan dengan supirnya melalui kaca mobil yang tidak bisa terlihat dari luar.

"Harusnya, saya digiring ke bengkel, Pak. Bukan di depan apartemen." Purnama sedikit protes. "Saya harus membayarnya berapa?"

Meski ditatap remeh sama supir itu karena mungkin jaket yang ia pakai adalah seragam ojol, Purnama tetap tenang.

"Apa benar kamu sanggup membayarnya?"

Benar kan, ia diremehin. Tidak salah juga sih bapak supir tersebut, ia kan memang lagi hidup gembel selama keluar dari rumah mewah sang Papi.

"Memangnya berapa tafsiran biayanya?" tanya Purnama sembari mendelik ke kerusakan mobil yang ia ciptakan.

Tepat saat itulah, orang yang baru membuka pintu mobil berkata sinis, "Dirimu adalah ganti ruginya."

"A-Abian..." Purnama tergagap mendengar suara yang orangnya masih tak terlihat. Matanya membola terkejut saat pemilik suara yang sudah menampakkan wajahnya, betul betul pria yang terobsesi menangkapnya.

Kabuuuur...

"Ehhh ... Lepas atau kamu akan menyesal!"

Bab 2# Ada Bom

"Eeh ... lepas, atau kamu akan menyesal!"

Baru juga ingin kabur, supir Abian yang berotot punya, segera menahan langkah Purnama. Kedua tangannya langsung dipiting ke belakang. Dan ancaman Purnama tak diindahkan oleh supir sekaligus bodyguard pria itu.

"Memangnya, kamu bisa apa, Sayang?" Dengan tangan masuk ke dalam saku celana, cool, Abian mengejek sembari menundukkan kepalanya agar sejajar dengan wajah Purnama. Tapi air muka gadis di depannya malah tersenyum miring. Sial, sudah tertangkap gadis incarannya ini sama sekali tidak menampilkan wajah takutnya.

Purnama masih diam bergeming karena semakin ia menggerakkan tangannya meski sedikit saja, pria yang menahan tangannya di belakang, kian menguatkannya.

"Apa kamu sudah siap menjadi pabrik anak ku?"

Purnama yang kerap disapa Ama, bergidik geli akan kalimat nyeleneh Abian.

"Bacot!"

Setelah berketus ria, tanpa takut akan rasa sakit, kepala bagian belakangnya ia benturkan ke wajah supir Abian. Membuat bodyguard itu mengerang ngilu tepat di batang hidungnya. Dan refleks melepaskan kuncian tangannya dari Purnama.

Kesempatan untuk melepaskan diri, Purnama dengan cepat menendang perut Abian saat pria itu maju ingin menangkapnya.

"Ama!" Abian berdiri cepat. Kuat juga tendangan gadis meresahkan itu. Berlari mengejar Purnama yang ingin kabur. Kali ini, Abian tidak mau kehilangan jejak lagi.

"Tolong tangkap! Dia maling...!"

Damn it...

Gara-gara teriakan bohong Abian, Purnama jadi sasaran orang orang yang berada di parkiran itu, satpam penjaga pos dan beberapa pria di depan sana sudah menghadang mau menangkapnya.

Tidak ada pilihan lain selain berbelok ke dalam lobby apartemen yang sepi. Masuk ke dalam pintu darurat dan terus berlari menaiki anak tangga darurat itu.

"Rino, ikuti dia, saya akan menghadang," titah Abian ke bodyguardnya yang sempat diberi hadiah ngilu oleh Purnama. Satu satpam tadi pun ikut membantu Rino. Dan orang orang lainnya, sudah tidak peduli lagi. Cukup jadi penonton.

Setelahnya, Abian memasuki lift dengan perkiraan memencet lantai delapan. "Semoga tepat!" serunya yang tidak sabar ingin membuat Purnama mendapat pembalasannya.

Ting...

Buru buru Abian keluar dari lift. Berbelok ke kiri dan langsung membuka pintu amargency exit baja yang berwarna merah itu.

Derap lari terdengar nyaring. Abian memastikan dengan cara menengok ke bawah. Nah, target ada di tengah tengah tangga lantai tujuh.

"Menyerahlah, Ama. Atau kamu akan terluka!"

Spontan Purnama mundur pelan di anak tangga itu, manakala Abian berjalan maju menuruni tangga.

"Hehehe ... bleee, tidak akan!" Purnama tertawa ejek lalu memeletkan lidah. Sejurus berbalik cepat yang berniat lari ke bawah lagi, tapi sial! Ia terkepung. Abian di ujung lantai atas dan di tangga bawahnya, ada dua orang.

"Baiklah, sedikit berolahraga," batin Purnama siap siaga menyerang dua orang bantuan Abian.

"Tangkap dia, tapi jangan sampai melukai kulitnya barang sedikit pun. Saya tidak mau mempunyai calon istri yang tidak mulus."

"Cuih..." jijik Purnama mendengar Abian yang telah mengklaimnya. Ia berdecih sembari memposisikan bokongnya duduk menyamping di besi pembatas tangga. Seluncuran, dan tepat posisi ujung kakinya sejajar pada wajah Roni, bugh ... rahang Roni jadi sasaran empuk sepatu Purnama. Tubuh Roni yang oleng, tidak sengaja menimpa Pak satpam dan berujung keduanya bergelindingan mesra bersama ke anak tangga .

Dung ... dung ... dung ...

Sakit tidak?

"Hahha.."

Purnama tertawa sembari beranjak cepat keluar dari pintu emergency lantai enam manakala Abian sedari tadi bergerak mengikis jarak padanya.

"Ama, jangan membuat kesabaran ku habis. Aku cuma ingin kamu bertanggung jawab," oceh Abian sembari berlari mengejarnya di lorong lorong unit apartemen yang tentu saja sangat sepi.

"Kamu pikir saya anak kecil yang bisa dibodohi. Cuiih, adanya aku disiksa kalau jadi istri mu, sialan!" Sempat menyahut ketus tanpa menoleh, setelahnya Purnama pun kian meringankan tubuhnya yang ramping dan semampai itu untuk berlari cepat menuju jembatan pembatas gedung.

Abian juga tidak mau menyerah. Masih kekeh untuk menaklukkan gadis yang ternyata licin seperti belut.

Drrrt...

Ada panggilan di saat keadaan tidak kondusif. Tapi Purnama tetap menekan earphone yang sudah terpasang di telinga kirinya, masih dalam posisi berlari.

"Nelponnya nanti saja...!" Purnama menjawab tanpa ingin tau siapa yang menghubunginya. Lepas dari Abian lebih penting. Saat ingin menarik gagang pintu jembatan penghubung untuk keluar dari sana. Sial, pintu ternyata dikunci.

"Ada misi darurat buat mu, Ama."

"Tahan penjelasan. Saya lagi dalam masalah!" sahut Purnama yang dari kalimatnya, ia sudah tau kalau penelpon wanita di seberang sana adalah teman satu timnya di dunia intel.

"Ini genting, Ama. Ada laporan bom di apartemen X. Cepat cari tahu dan tangani. Team kita sudah ada di lokasi."

Purnama hanya meringis mendengar suara temannya tanpa menjawab dulu, karena Abian sudah empat langkah menuju ke arahnya dengan tawa jumawa.

"Mau lari kemana sekarang, eumm?" Abian sengaja berhenti dari tiga langkah jarak, berkacak pinggang dengan tatapan mengejek. Ia ingin menggoda gadis yang sudah terpojok seperti tikus terperangkap ini.

"Tinggal pilih, lompat dari jembatan penghubung ini dan berujung mati atau ikut bersama ku ke Papimu dan hidup bersama ku dalam sangkar burung emas?"

Lompat? Ide bagus.

"Iya, iya, aku menyerah." Ama hanya bersiasat. Kira kira, Abian menaruh KTP-nya di saku sebelah mana ya? Kemeja atau saku celana bahan?

"Gitu kan manis. Ayo dan jangan coba coba untuk berpikir kabur __"

Aduh...

Purnama pura pura kesandung dan terhuyung ke arah dada Abian saat pria itu maju. Dengan begitu, tangannya yang sudah terlatih gesit bisa menarik KTP-nya di saku kemeja Abian tanpa ketahuan. Setelahnya, Ama mendorong dada itu cukup kuat. Abian termundur keras sampai tiga langkah.

"Jangan nekat, Ama...!" Abian terkesiap saat gadis liar itu memanjat tiba tiba dengan pergerakan lincah ke besi pembatas.

"Shiit ..." Abian ingin menangkap tangan Purnama, tapi telat. "Amaaa...!" Ia cuma bisa berteriak dengan jantung terasa mau copot. Gadis itu melompat dari lantai enam. Saat menoleh ke bawah, bisa bisanya gadis yang mencari mati tersebut mendongak kepadanya dengan jari tengah Purnama acungkan ke arahnya. What the fu*k!

Byuuuur...

" Bedebah...!" Abian mencak mencak murka. Pantas saja Purnama tidak takut patah tulang, di bawah sana ada swimming pool yang memudahkan gadis itu selamat dari pintu neraka.

Orang orang yang sedang menikmati kolam renang, dikejutkan oleh aksi ekstrim Purnama. Tatapan penuh takjub melongo ia dapatkan saat gadis yang sudah basah kuyup itu berusaha naik ke pinggir kolam.

"Hehehe ... saya sengaja jatuh karena sedang syuting film spin of kucing-kucingan hotahe." Mohon maaflah, kalau Purnama salah sebut judul, ia cuma mengingat samar film India yang pernah ditonton Mami-nya.

Tidak peduli lagi dengan tatapan aneh orang sekitar, Purnama segera cabut dari area swimming pool. Tugas team SSA (Superior Secret Agent) membutuhkan bantuannya yang kebetulan kata laporan temannya itu ada di area apartemen yang dipijakinya juga.

"Semoga si primata Abian tidak mengejar ku lagi." Purnama berbelok ke arah toilet cewek. Tidak sengaja bahunya tertabrak oleh OB yang berotot dan memiliki wajah sangar di depan pintu itu. Pria tersebut refleks menurungkan ujung topi untuk menutupi mukanya. Membuat Purnama menyerinyit curiga.

"Maaf," katanya lalu hengkang dari hadapan Purnama.

Ujung mata Purnama menangkap tatto berlambang scorpio di pergelangan tangan si OB. "Gagah berotot dan bertatto scorpio?" gumam Purnama yang sudah hendak melangkah masuk ke toilet, tapi secepat kilat ia kembali membalik tubuhnya dan sengaja berseru memancing kecurigaannya ke OB di tempat sepi itu, "Bom..."

Pria itu sejenak menoleh ke Purnama. Lalu tangannya gesit mengeluarkan sesuatu dari balik saku ... dor...

Bab 3# Operasi Penyelamatan SSA

Dor...

Purnama yang ditodong senjata, sigap membanting tubuhnya ke samping dan terjatuh menimpa tong sampah. Jaket ojol bagian lengan kiri, robek terkena serempetan peluru yang ternyata senjata sang lawan memiliki peredam suara sehingga tidak menghebohkan orang orang sekitar. Dan kelengahan Purnama itu, langsung diambil OB gadungan untuk kabur.

"Sial...!" erang Purnama murka. Saat ingin mengejarnya tiba-tiba earphone khusus kesatuan miliknya berbunyi. "Ama, cepat cari bom-nya! Jangan jadi ojol terus!"

"Ck, kalian pikir saya lagi ngojek? Saya sudah ada di tempat. Tidak mudah mencarinya di area luas serta gedung bertingkat 29, huu? Beri info lebih akurat dan turunkan perintah untuk mengosongkan gedung, bodoh!" Tidak peduli pangkat tinggi wanita yang bernama Simi yang sedang memberi instruksi dari pusat itu, Purnama hanya mengatakan sesuai kekesalan perasaannya.

"Pusat pun tidak pasti, apa benar adanya bom di sana atau hanya laporan kosong? Intinya, pusat mendapat laporan misterius dan kami tidak ingin gegabah mengosongkan gedung tanpa adanya kepastian bom tersebut, itu sama saja menjatuhkan harga diri kita sebagai SSA kalau bom yang kita prediksi ada, ternyata zonk. SSA akan dihilangkan kalau membuat kehebohan tidak akurat. Ingat Purnama, kita sudah pernah mendapat surat peringatan."

Ama berdesis kesal tentang kalimat penjelasan wanita dari pusat itu. Bisa bisanya atasannya masih memikirkan harga diri SSA daripada nyawa orang-orang yang entah berapa jiwa di dalam gedung ini. Kalau benar ada ledakan yang terlambat ditangani timnya, maka pasti juga SSA lah yang disalahkan oleh pihak petinggi.

"Simi dan seluruh tim, dengarkan aku..." Ama mengubah panggilan dari pembicaraan pribadi bersama Simi ke grup call, sehingga tim yang bertugas mendengar kalimatnya kali ini. Tak lupa, matanya terus jeli memperhatikan benda sekitar sembari berjalan santai tanpa meninggalkan kecurigaan orang orang yang ia lewati di lantai satu bagian dalam, lebih tepatnya di depan kios kios food court outdoor.

"Aku tadi hampir tertembak oleh orang misterius yang menyamar sebagai OB saat aku menyerukan kata 'bom'. Dan apa itu belum cukup tanda adanya bahaya di gedung ini? Saya ingin mengejarnya, tetapi dia cepat sekali dan aku pikir, menemukan bom itu lebih utama demi nyawa orang-orang yang tidak bersalah. Ah, Simi, khusus untuk mu, sebaik baiknya kita bekerja, maka bukan SSA yang mendapat pujian, tetapi kepolisian tertinggi. Kita bekerja hanya bayangan polisi, masih ingat kan?"

Simi mengangguk di balik layar. Ia juga sekarang melihat area depan Purnama, karena gadis itu sudah memakai kacamatanya yang telah di desain khusus memiliki camera kecil tersembunyi.

" Baiklah, saya akan mengintruksi kepolisian untuk bergerak mengosongkan gedung. Kalian yang berada di lapangan, harap bekerja sama terus."

"Jangan lama lama!" Purnama tersenyum tipis mendengar keputusan Simi.

Setelahnya, ia pun kembali mengamati sekitar. Karena mengingat ia tidak memiliki masker untuk menutupi wajahnya, Ama yang melihat ada helm yang tergeletak di dekat pot besar depan kios masakan Cina, menariknya dan memakainya langsung. Semoga pemiliknya tidak melihat, batinnya yang sadar kalau ia itu mencuri.

"Apa ada orang penting yang tinggal di apartemen ini, seperti pejabat atau apalah gitu?"

Ama mendengar salah satu timnya yang bergerak di lantai lorong apartemen, bertanya demikian.

"Saya tidak tau! SSA berdiri bukan untuk menjaga orang orang berduit saja, tetapi untuk melindungi semuanya!" Jawab Simi. Ama jadi teringat dengan Abian, kira kira pria itu tinggal di lantai berapa? Haruskah ia menolong pria itu jika Abian terjerat bom. Ah, biarkan saja dia mati, dengan begitu kan ia bebas tanpa diancam lagi menjadi pabrik anak untuk kecebong pria itu.

"Ah, tidak tidak. Semuanya harus di tolong," tepis Ama akan suara batinnya yang bergulat di dalam sana.

"Apa, Ama? Ada masalah?" Ternyata Simi dan timnya mendengar dumelan spontannya.

"Lupakan!" seru Ama sembari membuang pandangannya ke arah tengah tengah food court. Di sana, ada banyak anak kecil yang sedang merayakan pesta ulang tahun. Kakinya berinisiatif untuk mendekati acara tersebut.

Sejenak Ama berpikir di sela langkah pelannya dan mengingat ingat sosok OB yang menyamar. "Shiiit... telapak sepatu OB gadungan tadi, tidak sengaja terlihat oleh ku tertempel sobekan kertas krep dekorasi saat berlari kencang. Fixed, pasti bom nya ada di area acara bocah di depan ku," lapor Ama yakin sekali.

"Kami datang!"

Dengan sigap, semua tim yang ada di lapangan, berlari dari tempat masing masing untuk menghampiri TKP posisi keberadaan Purnama.

"Simi, mana polisinya?!" Ama bertanya kesal. Alat pelacak bom khusus miliknya yang ia sengaja sambungkan ke handphonenya di tangannya saat ini, sudah melacak adanya sinyal bom. Tapi utusan Simi belum datang juga untuk mengosongkan gedung.

"Saya akan coba hubungi lagi...!"

"Kelamaan!" ketus Ama menjawab.

Sejurus, Purnama berteriak kencang setelah helm full face yang sempat ia curi tadi, terpasang apik menutupi seluruh wajahnya yang memang sengaja tim SSA harus menyembunyikan identitas masing-masing. "DENGAR SEMUA! CEPAT KELUAR DARI GEDUNG INI KARENA ADA BOOOM YANG SUDAH AKTIF. CEPAAAAT...!"

"What the ****..!" Ama lanjut mengumpat kasar. Alih alih pergi mendengar warning kerasnya, semua orang malah bergeming menatapnya aneh. Para bocah kecil, malah tertawa yang menganggapnya badut berhelm. Dan parahnya, beberapa orang malah membuat video ke arahnya.

" Cuih... Kalian pikir saya berbohong, hah? Baiklah, temani saya di sini untuk menjinakkan bom. Kalau kalian terpanggang, maka rasakan sendiri." Saking dongkolnya, Ama sudah masa bodo lagi ke orang orang di sekelilingnya.

Nah, sinyal bom semakin kuat saat alat pendeteksiannya terarah ke tumpukan kado kado. Purnama bahkan tidak mempedulikan ocehan kedua orang tua pemilik acara ultah, saat tangan kurang ajarnya mengacak acak kado.

Timnya pun satu persatu sudah datang. Di susul ada suara instruksi dari pusat sound system information untuk peringatan keras meninggalkan TKP. Barulah orang orang heboh pada pontang panting keluar gedung yang di komando dari kepolisian yang sudah hadir membantu mengevakuasi para penghuni gedung.

Saat Abian ingin meninggalkan area food court yang kebetulan masih mencari Purnama, kakinya tiba tiba berhenti melangkah. Ia melihat postur tubuh mirip Purnama di salah satu rombongan tim SSA di sana.

"Apa benar itu Purnama?" gumamnya yang kurang yakin juga karena orang tersebut tertutup wajahnya oleh helm.

"Pak, cepat keluar, di sini berbahaya." Satu polisi menghentikan Abian yang ingin mendekati tim SSA. Terpaksa dia menelan rasa penasarannya karena dituntun pergi oleh petugas tersebut.

Luasnya parkiran apartemen, saat ini sudah di penuhi lautan manusia. Garis polisi pun sudah terpasang sana sini sebagai peringatan tidak boleh ada yang melintas masuk ke gedung. Heboh dan berisik serta penasaran, tentu saja diselimuti oleh orang banyak itu termasuk Abian yang masih terpikirkan oleh sosok yang mirip postur tubuh Purnama.

Di sebelah Abian, ada ibu ibu yang sedang menonton hasil rekamannya saat Purnama memberi peringatan orang orang untuk pergi.

"Maaf, saya boleh minta videonya," pinta Abian. Wanita keturunan sipit itu menyetujui keinginan Abian.

Balik pada Purnama dan tujuh SSA terlatih lainnya. Mereka kompak saling pandang saat bom aktif lima menit lagi terpangpang nyata di depan mata.

"Oke, rileks. Ini adalah coklat terpanas kesukaanku." Purnama menggosok tangannya yang berkeringat, bersiap untuk bekerja mempertaruhkan nyawanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!