NovelToon NovelToon

Unlucky Bride (Pengantin Yang Malang)

Bab 01 ~ Sepuluh Triliun

"Cantik, bertubuh seksi, perawan pula. Jangankan milyaran, triliunan pun dalam genggaman," tutur nyonya Molina dengan gamblang.

Plavius Group bangkrut, tak ingin kembali hidup miskin, ia membujuk sang suami untuk menjual satu-satunya putri mereka.

Tanpa keduanya sadari, ada sepasang manik yang berair kala mendengar perbincangan mereka. Faylan Laurentika Plavius, gadis cantik berusia 17 tahun itu memejamkan mata, berharap sang ayah tidak menyetujui ide gila yang dilontarkan oleh ibu tirinya.

"Ide bagus!"

Bak disambar petir di siang bolong, dua kata yang diucapkan oleh sang ayah, cukup membuat tubuh Faylan bergetar hingga terjatuh ke lantai. Faylan terisak pilu meratapi nasibnya yang selalu berujung menyedihkan.

"Aku tidak bisa begini terus. Ya, aku harus pergi sebelum dijual!"

Faylan menyeka air mata dengan kasar, kemudian bangkit, menyeret paksa sepasang kaki, melesat pergi melarikan diri.

Praang!

Satu vas bunga terjatuh karena tak sengaja Faylan senggol.

"Siapa di sana!?"

Faylan tak peduli, ia kembali berlari sekuat tenaga, keluar dari rumah tanpa sempat mengenakan alas kaki.

Di malam yang sunyi, sepi serta gelap gulita. Faylan terus berlari tanpa tahu arah dan tujuan. Berbekal cahaya rembulan yang berpendar di langit, ia terus berlari menjauhkan diri dari rumah yang sudah seperti neraka baginya.

Tak seberapa jauh di belakang sana, tampak sebuah mobil mewah melaju dengan kecepatan tinggi.

"Tabrak saja!"

Demi uang, apa pun akan dilakukan oleh Redmir Plavius, tak peduli bila harus menabrak putri kandungnya sendiri.

"JANGAN!" cegat nyonya Molina tak ingin kehilangan mesin penghasil uangnya.

Ckit!

Mobil berhenti mendadak, nyonya Molina bergegas turun dari mobil, kemudian mengejar Faylan yang terus berlari di jalanan yang kiri dan kanannya adalah hutan dengan pepohonan menjulang tinggi.

"Faylan! Berhenti kamu!" teriaknya membuat Faylan menoleh ke belakang, ia kaget karena jaraknya dan ibu tiri sudah sangat dekat.

Faylan pun terpaksa membelok arah dan masuk ke dalam hutan, tak peduli dengan luka di kaki akibat duri serta kayu tajam yang menusuknya.

"Argh!"

Sayangnya, Faylan tak sengaja tersandung dan menyebabkan salah satu kakinya terkilir, Faylan pun tertangkap. Nyonya Molina menarik rambutnya kasar hingga Faylan terpaksa bangkit dengan ringisan di wajah.

Sepersekian detik kemudian, dua orang pria berpakaian serba hitam datang dan mengunci pergerakan Faylan. Faylan berontak ingin melepaskan diri, tapi tenaganya tak cukup kuat, ia pun diseret pulang.

Sampai di rumah, Faylan dikunci di dalam sebuah gudang. Entah sudah berapa hari berlalu, ia pun jatuh pingsan karena tak diberikan makan, maupun minum.

Ketika membuka kedua mata, Faylan sudah berada di rumah sakit.

"Kenapa ibu belum juga menjemput Faylan? Sakit, Bu. Faylan Capek," adunya dengan tangisan histeris.

Maria, wanita bisu yang meninggal usai menjadi korban tabrak lari sembilan tahun lalu. Maria adalah ibu kandung Faylan. Setelah Maria meninggal dunia, hanya kesengsaraan yang menemani hari-hari Faylan.

Sore harinya, sang ibu tiri datang lantas membawanya pulang dengan paksa. Faylan pasrah karena melawan pun percuma, ia tak akan pernah menang sekuat apa pun mencoba melawan.

Sampai di rumah, Faylan tak lagi dikunci di gudang sebelumnya. Kali ini, nyonya Molina berbaik hati menempatkannya di kamar. Meski kecil dan sempit, tapi cukup membuatnya merasa nyaman.

Faylan duduk di pinggir ranjang, kedua telapak kaki masih diperban karena terdapat banyak luka, sementara wajahnya pucat pasi seakan tak ada darah yang mengaliri.

Pintu kamarnya terbuka, beberapa pelayan masuk. Ada yang membawa makanan, pakaian, alat make up, dan ada pula yang membawa kotak p3k. Semuanya mendekati Faylan, sementara Faylan masih mematung di tempat semula.

"Kalian mau apa?" tanya Faylan ketika dua orang pelayan membuka perban di telapak kakinya dan ada pula yang menyuapi makan dengan paksa. Sementara dua lainnya memegangi kedua tangan Faylan agar tak membuat perlawanan.

Faylan mengeryit ketika salah satu perban dibuka, padahal luka di telapak kakinya belum kering sempurna.

"Kalian mau membawaku ke mana?"

"Sebaiknya nona patuh agar tidak dimarahi oleh nyonya besar," balasnya membawa Faylan masuk ke dalam kamar mandi.

"Aku bisa melakukannya sendiri!" Faylan berontak.

"Maaf, Nona. Kami hanya menjalankan tugas."

Begitu selesai dimandikan hingga wajahnya kembali berseri, Faylan dikenakan lingerie transparan yang jelas mengekspos lekuk tubuhnya yang indah bak gitar spanyol. Belahan dada yang rendah dan bawahan mini yang memamerkan kaki jenjang, semakin memperjelas kesempurnaan lekuk tubuh Faylan.

Faylan duduk di kursi di depan meja rias. Seorang pelayan memberikan riasan tipis karena tanpa make up Faylan memang sudah sangat cantik. Sementara satu pelayan lainnya menata rambut Faylan yang tadinya lurus panjang, kini bergelombang.

Ketika selesai, Faylan dibawa ke ruang tamu. Di sana sudah ada sang ayah dan ibu tiri yang menunggu. Tuan besar Plavius tersenyum smirk, ia tergoda dengan kecantikan dan kemolekan tubuh sang putri.

Di dalam mobil, Faylan hanya memandang ke sembarang arah.

"Kenapa ayah tega menjualku?" tanya Faylan tanpa menoleh.

"Sudah berapa kali aku katakan! Kau itu bukan putriku!" bentak tuan Plavius murka.

Jangan tanya seperti apa perasaan Faylan saat ini, ia hanya berharap tidak ada seorang pun yang membelinya.

Sampai di tempat pelelangan, Faylan menunggu giliran untuk naik ke atas panggung. Faylan sadar, ayah dan ibu tirinya bukanlah satu-satunya manusia kejam di muka bumi ini. Lihatlah, tak hanya dirinya yang dijual oleh keluarga mereka sendiri. Ada banyak gadis tak berdosa yang bernasib sama sepertinya.

Ketika perusahaan bangkrut, menjadikan anak perempuan sebagai penebus hutang seakan sudah menjadi hal yang tabu. Negara Oesteria sedang tidak baik-baik saja.

"Gadis cantik bertubuh seksi yang kalian lihat saat ini adalah putri dari keluarga Plavius. Tuan Plavius membuka harga senilai satu triliun!" seru sang pembawa acara. Faylan hanya berdiri mematung dengan kedua tangan diikat di sebuah tiang.

"Cantiknya memang tidak perlu diragukan. Tapi, untuk harga segitu sepertinya tuan Plavius terlalu percaya diri," ucap seorang pengusaha dengan perut buncitnya.

"Satu triliun? Yang benar saja? Di Oesterian Bar banyak yang seperti ini, hanya 20 juta permalam," sahut lainnya. Gelak tawa pun memenuhi ruangan. Untuk pertama kalinya Faylan justru tersenyum kecil, ia senang bila tidak ada yang membeli dirinya.

"Nona Plavius ini adalah gadis yang masih perawan. Itulah sebabnya tuan Plavius membuka dengan harga yang fantastis!" seru pembawa acara membuat semuanya terdiam.

Di negara Oesteria yang bebas, seorang gadis yang masih perawan adalah sebuah kelangkaan. Dan sesuatu yang langka memang memiliki harga.

"Oke, aku ambil 1 triliun!" tawar seorang pengusaha membuka pelelangan.

"1,1 triliun!" balas lainnya. Faylan menundukkan wajah dengan setetes air mata karena harapannya telah punah.

"10 triliun!" seru seorang pria paruh baya yang membuat seisi ruangan terperangah mendengar harga yang ditawarkan untuk kecantikan, keseksian serta keperawanan seorang nona Plavius.

"Pantas saja kita kalah, itukan Asisten Juan, tangan kanan kerajaan Oesteria," bisik salah satu pengusaha.

"Benar. Tapi, untuk apa kerajaan Oesteria membeli gadis perawan?" sahut lainnya.

"Entahlah, kita dengar saja beritanya nanti."

"Tiga," pembawa acara mulai menghitung mundur.

"Dua!" siapa yang berani menawar harga lebih dari yang ditawarkan oleh pria paruh baya yang tak lain adalah Asisten Juan.

"Satu! Nona Plavius didapatkan oleh tuan Juan!"

Faylan hanya menghela napas panjang, air mata tak lagi mengalir seakan telah kering. Sementara ayah dan ibu tirinya telah pergi dengan mambawa uang 10 triliun. Dengan uang sebanyak itu, sang ayah dapat mendirikan puluhan Plavius grup lainnya dan uang itu tak akan habis hingga tujuh turunan.

Sebelum dibawa, Faylan dikenakan sebuah jas untuk menutupi lekuk tubuhnya yang terekspos. Saat dua orang pengawal itu lengah, saat itu pula Faylan mengambil kesempatan dan melesat pergi melarikan diri.

"Cepat kejar!" seru seorang pengawal.

"Tidak perlu," balas Asisten Juan santai.

Di trotoar jalan raya yang ramai, Faylan terus berlari dan tak peduli dengan pandangan orang-orang yang menatapnya jijik.

Setelah puas berlarian di tengah keramaian, Faylan pun bersembunyi di dalam sebuah mobil yang beruntung tak dikunci oleh sang pemilik.

BRAK!

Faylan menutup pintu mobil dengan sekuat tenaga.

"Siapa kamu?" tanya seorang pria pemilik suara bass yang duduk di balik kursi kemudi.

"Faylan Laurentika Plavius! Saya dijual! Tolong selamatkan saya, Tuan!"

.

.

.

Allison Jois Afson

Faylan Laurentika Plavius

Bab 02 ~ Unlucky Bride

"Faylan Laurentika Plavius! Saya dijual! Tolong selamatkan saya, Tuan!"

Tanpa membalas perkataan Faylan, pria dengan punggung kekar yang duduk di balik kursi kemudi langsung melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.

Faylan menjatuhkan kepalanya ke sandaran kursi, ia menghela napas lega karena akhirnya berhasil melarikan diri.

"Ssshh," Faylan mendesis akibat ac mobil berhembus mendinginkan tubuhnya yang hanya berbalut kain tipis. Faylan meringkuk, memeluk diri dengan erat berharap tetap hangat.

Beberapa menit kemudian, mobil pun sudah menjauh dari lokasi kejadian.

"Terima kasih atas tumpangannya, saya ingin berhenti di sini saja, Tuan," pinta Faylan.

Tak ada sahutan, mobil justru melaju semakin kencang. Faylan mulai gelisah.

"Hentikan mobilnya, saya mohon!" pinta Faylan lagi, tapi mobil tak juga dihentikan.

Faylan yang panik mencoba membuka pintu dan jendela mobil, tapi tidak bisa karena dikunci otomatis.

"Siapa anda?" tanya Faylan, tapi sang pria masih membisu.

Faylan bangkit, lalu maju ingin memeriksa siapa sosok kekar dengan suara bass di kursi kemudi.

Ckit!

Bruk!

Faylan tersungkur ke depan, darah segar mengalir dari keningnya yang terbentur bagian sudut mobil yang tajam, Faylan membenarkan posisi, tersungkur membuatnya berpindah ke kursi samping kemudi.

Faylan mendongak sambil memegang keningnya yang berdarah. "Tu ... tuan A ... Allison," ucap Faylan terbata karena terlalu kaget dengan sosok pria di sebelahnya.

Allison Jois Afson, tentu Faylan mengenali sosok pangeran tampan kerajaan Oesteria. Paras tampan itu sering menghiasi layar televisi, majalah maupun koran.

Berita tentangnya selalu menjadi tranding topik di berbagai media. Sosoknya yang sempurna dikagumi banyak kaum hawa.

"Turun!" tegas suara bass itu membuat siapa pun merinding mendengarnya.

Faylan menoleh ke luar jendela, kemudian turun dari mobil sesuai perintah Allison. Faylan mendongak, menatap kagum bangunan bergaya kastil di hadapannya saat ini.

"Apa ini istana?" monolog Faylan bertanya pada diri sendiri.

"Ikut aku!" bak terhipnotis, suara bas milik Allison membuat Faylan patuh mengekor di belakangnya.

Faylan menelisik, memperhatikan interior bangunan yang super mewah. Entah asli atau tidak, tapi dinding, atap maupun lantai berwarna terang keemasan. Faylan terus menatap kagum.

"Selamat datang, Tuan Allison," sambut Asisten Juan membungkukkan badan.

Allison terus melangkah dan duduk di sofa yang tersedia. Sementara Faylan membatu, otot-otot tubuhnya melemas, lidahnya terasa kelu, bahkan keringat dingin membasahi kain tipis yang membalut tubuh indahnya.

Ibarat keluar dari mulut harimau, lalu masuk ke mulut singa. Lepas dari Asisten Juan, Faylan justru masuk perangkap prince Allison.

"Selamat datang, Nona Plavius," Asisten Juan tersenyum kecil.

Faylan meremas jemari hingga memutih, kemudian membalikkan badan akan melarikan diri lagi. Tapi sayang, gerakannya kalah cepat dengan dua orang pria berwajah sangar bertubuh kekar yang kini mencengkram kedua lengannya.

Faylan berusaha berontak ketika dibawa dan dipaksa duduk di sofa di hadapan Allison.

Tahu siapa lawannya, Faylan pun enggan berontak lagi. Ia menjatuhkan tubuh, berlutut dan memohon di hadapan Allison.

"Tuan Allison adalah seorang pemimpin di negari ini, saya hanyalah salah satu dari rakyat kecil anda. Jadi, mohon lepaskan saya," pinta Faylan sambil menyatukan kedua tangan, berharap Allison mau melepaskannya.

"Boleh saja, asal kembalikan 10 triliunku," Allison berucap dengan arogant.

Faylan menengadah, menatap Allison dengan mata berkaca-kaca. Sekuat tenaga, Faylan berusaha membendung air matanya.

"Apa yang anda inginkan dari saya, Tuan?" tanya Faylan pada akhirnya menyerah.

Menjual nyawa sekalipun, belum tentu ada yang mau membelinya dengan harga 10 triliun. Faylan merasa takut, entah akan diapakan dirinya dengan harga setinggi itu.

"Jadilah Unlucky Bride-ku," ucapnya lugas dan santai.

Faylan langsung menggeleng cepat, "Tidak, saya tidak mau! Lebih baik tuan jadikan saya budak, daripada Unlucky Bride!" Faylan menolak dengan tegas.

10 Triliun jelas tidak ada apa-apanya, bila harus menjadi Unlucky Bride. Unlucky Bride adalah gadis yang akan dijadikan tumbal tradisi kerajaan Oesteria. Di mana Faylan akan dinikahi, sebulan kemudian diceraikan. Setelah menjadi janda, Faylan akan diasingkan ke pelosok hutan dan seumur hidup diharamkan menikah lagi.

Allison memetik jari dan layar televisi berukuran 144 inch menyala, menampilkan seorang anak laki-laki yang terbaring lemah di atas brankar.

"Jangan! Jangan libatkan adikku!" jerit Faylan bangkit ingin menerkam Allison.

Tapi, lagi dan lagi usahanya gagal. Kedua pengawal lebih dulu menahannya.

"Jangan, Tuan. Adik saya tidak bersalah, jangan libatkan dia, saya mohon," Faylan kembali berlutut. Kali ini ia menangis sejadi-jadinya. Tembok pertahanan roboh kala tak kuasa melihat kondisi sang adik di dalam sana.

"Kalau begitu patuh dan jadilah Unlucky Bride-ku," tawar Allison lagi. Faylan pun menganggukkan kepala dengan cepat. Allison tersenyum puas.

***

Menjadi duda sebelum genap berusia 28 tahun adalah tradisi yang harus dilakukan oleh seluruh keturunan bangsawan, khususnya laki-laki. Tradisi itu dipercaya dapat menghindari negara Oesteria dari kutukan. Jika tidak dilakukan, maka negara Oesteria akan dilanda kesialan secara terus menerus.

"Aku bersedia! Aku akan mencintainya, menyayanginya, menghiburnya, menghormatinya, melindunginya walau dalam kondisi baik atau buruk, kaya atau miskin, sehat atau sakit, bahagia atau sedih, selamanya setia padanya sampai maut memisahkan!"

Janji suci nan sakral itu diucapkan serentak di hadapan pendeta, tak hanya Allison saja. Tapi, juga ketiga sahabatnya yaitu Melvin Torres, pewaris keluarga Torres. Castillo Fidelyo, pewaris keluarga Fidel. Dan Shanan Reyes, pewaris keluarga Reyes.

Faylan menoleh pada tiga gadis yang juga bernasib sama sepertinya. Yang membuatnya sakit hati adalah karena Faylan mengenali tiga gadis berusia lebih muda darinya. Faylan tak habis pikir, bagaimana mungkin mereka setega itu menjadikan anak panti sebagai Unlucky Bride.

Olivia, Daisy dan Alexa. Tiga gadis berusia 16 tahun yang sudah Faylan anggap seperti adik sendiri.

Usai pengucapan janji suci, Faylan, Olivia, Daisy dan Alexa dibawa keluar dari istana. Acara selanjutnya adalah upacara iring-iringan, memperkenalkan mereka kepada seluruh masyarakat Oesteria.

Di luar sana, kerumunan rakyat Oesteria sudah menanti kedatangan mereka. Faylan dan ketiga gadis lainnya berdiri sejajar. Faylan berada di tengah-tengah.

"Kenapa kalian bertiga bisa sampai di sini?" tanya Faylan sambil menyeka air matanya.

"Tidak masalah, Kak. Mereka memberi kami banyak uang, anak-anak tidak akan kelaparan," Olivia tersenyum kecut.

"Ya Tuhan," air mata Faylan tak lagi terbendung.

Di belakang mereka, ada empat pengantin pria yang masing-masing menaiki kuda. Allison berada di tengah-tengah.

"Upacara apa ini?" Shanan menggelengkan kepala.

"Aku merasa seperti orang bodoh yang dibodohi," lanjut Castillo.

"Sulit untuk merubah tradisi ini. Jangankan masyarakat, petinggi kerajaan yang katanya pintar dan cerdas nyatanya juga gampang dibodohi," Melvin ikut menimpali.

Saat sudah berada di tengah-tengah kerumunan rakyat, mereka pun berhenti. Hal yang sama juga dilakukan oleh Faylan, Olivia, Daisy dan Alexa.

Rakyat Oesteria bersorak, kemudian melempari keempat Unlucky Bride dengan telur, tepung, botol minuman bahkan juga ada yang melempari mereka batu.

Faylan berusaha melindungi ketiga adiknya, mereka berempat hanya menangis saling menguatkan.

"Allison, lakukan sesuatu!" seru Shanan tak tega.

Bukannya menolong keempat gadis yang masih dilempari, Allison justru pergi begitu saja. Sementara Melvin turun dari kudanya.

"Hentikan!" bentak Melvin dan rakyat Oesteria berhenti melempari Faylan dan ketiga adiknya. Melihat aksi sang sahabat, Castillo dan Shanan juga turut membantu.

Mereka membawa keempat Unlucky Bride masuk kembali ke dalam istana utama. "Kau baik-baik saja?" tanya Melvin pada Faylan, Faylan pun menganggukkan kepala.

"Bawa mereka semua ke kamar," titah Melvin kepada pelayan.

"Baik, Tuan."

***

"Kenapa tidak tinggal di sini saja, Sayang?" tanya ratu Diona yang masih tampak cantik diusia yang sudah menginjak 65 tahun.

"Allison butuh privasi, Nek," jawabnya singkat. Ratu Diona hanya menghela napas panjang.

"Sering-seringlah berkunjung," balas raja Altan.

"Baik, Kek."

Usai berpamitan, Allison langsung membawa pergi Faylan menuju spring mansion. Di dalam mobil, Faylan terus mengkhawatirkan nasib ketiga adiknya yang akan tinggal bersama dengan suami mereka masing-masing.

Malam itu, Allison membawa Faylan kembali ke bangunan bergaya kastil yang sempat Faylan kira istana kerajaan.

"Bawa dia ke kamar, pinta pelayan untuk membantu menyingkirkan bau amis dari badannya," perintah Allison kepada Asisten Juan.

"Baik, Tuan."

"Saya bisa melakukannya sendiri, Tuan Son," balas Faylan menghentikan langkah Allison. Allison membalikkan badan, menatap Faylan dengan tajam.

"Saya tidak bermaksud menjelekkan nama tuan. Hanya saja, nama asli tuan terlalu panjang, jadi saya ambil ujungnya saja, hehe ...."

Allison melangkah mendekati Faylan hingga tubuhnya mentok di dinding beton rumah. Faylan berusaha menahan dada bidang Allison sambil berkata, "Tuan mau apa?"

"Dimandikan pelayan atau aku yang mandikan?"

.

.

.

Bab 03 ~ Gadis itu harus MATI!

"Dimandikan pelayan atau aku yang mandikan?" suara bass sedalam lautan itu seakan mampu menusuk jantung Faylan hingga kesulitan menelan saliva.

"Pelayan! Saya mau dimandikan pelayan saja, Tuan Son!" balas Faylan dengan cepat. Allison tak lagi menekannya.

"Patuhlah!" Faylan menganggukkan kepala. Allison pun pergi menuju ruang kerjanya.

Faylan menatap punggung kekar suaminya hingga tak lagi tampak. Faylan masih tak percaya bahwa kini ia sudah menjadi seorang istri. Tapi, bukan istri yang sesungguhnya, melainkan hanya istri mainan yang akan dibuang bila sudah habis masanya.

"Mari ikut saya, Nona Fay," ajak Asisten Juan.

"Faylan, Tuan."

"Terlalu panjang, saya ambil awalnya saja," balas Asisten Juan dengan sopan.

"Apa dia balas dendam untuk tuannya?" batin Faylan sambil mengekor di belakang Asisten Juan.

Rumah itu sangatlah luas. Faylan berjalan melewati ruangan demi ruangan dengan banyaknya tiang-tiang besar. Langkahnya berhenti ketika sudah berada di depan sebuah lift. Asisten Juan mempersilahkan Faylan masuk.

Ting!

Lift terbuka, Faylan keluar dan kembali melanjutkan perjalanan hingga tiba di depan sebuah pintu baja setebal lima sentimeter.

"Silahkan masuk, Nona Fay," Asisten Juan mempersilahkan Faylan masuk ke dalam kamar yang sangat luas dengan dinding dan lantai berlapis emas. Faylan menggelengkan kepala melihat seberapa kayanya kerajaan Oesteria.

Semua yang menempel di rumah itu adalah uang. Tampaknya Allison tak tahu bagaimana nasib anak-anak di panti yang sering menahan lapar. Ingin rasanya Faylan congkel dinding itu, kemudian ia jual dan uangnya akan ia berikan kepada ibu panti untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Tuan Son tidak akan tidur sekamar dengan saya, bukan?" Faylan bertanya memastikan.

"Mansion ini adalah milik Tuan Allison. Itu artinya, Tuan Allison bebas memilih untuk tidur di mana pun, termasuk di kamar Nona Fay," terang Asisten Juan.

Apa yang dikatakan Asisten Juan tidak pula salah. Faylan menghela napas panjang, ia berharap Allison tidak akan tidur sekamar dengannya. Ia juga berharap Allison tidak meminta haknya sebagai seorang suami. Faylan menggelengkan kepala dengan kasar kala memikirkan hal mengerikan itu.

"Kalau sudah tidak ada lagi yang ingin nona tanyakan, saya akan panggil pelayan untuk membantu nona."

"Pelayan wanita?" tanya Faylan.

"Nona Fay mau pelayan laki-laki?" tanya balik Asisten Juan.

"Tidak! Pelayan wanita saja!"

"Baiklah, Nona Fay."

Setelah kepergian Asisten Juan, Faylan mulai melangkah memasuki kamarnya. Ia menjatuhkan tubuh dan duduk di pinggir ranjang. Faylan merasai kasur empuk yang ia duduki. Senyaman apa pun itu, kamar itu tetap akan menjadi neraka baru baginya.

Pintu kamarnya diketuk perlahan, kemudian masuklah seorang pelayan wanita paruhbaya. Faylan membatu, ia merasa tak nyaman tubuhnya dilihat oleh siapa pun, termasuk seorang pelayan wanita. Saat pelayan mendekat, Faylan menundukkan wajah dalam.

"Jika nona merasa tidak nyaman, nona boleh mandi sendiri. Gunakan sabun dan shampo ini untuk menghilangkan bau amis dari tubuh nona."

Mendengar itu, Faylan mendongak menatap sang pelayan dengan senyum manis di bibir sensualnya. Faylan tak menyangka ada seorang pelayan baik di rumah sebesar itu. Andai pelayan di rumahnya juga baik, mungkin Faylan tak akan terlalu menderita.

"Terima kasih banyak, Bu. Saya kira di rumah ini tidak ada orang baik, hampir saya putus asa," balas Faylan berterima kasih.

"Bibik, panggil saya Bibik saja," balas sang pelayan ramah.

"Baiklah, Bik. Sekali lagi terima kasih."

"Sama-sama, nona harus mandi sekarang sebelum tuan datang," ujarnya membuat Faylan kelabakan masuk ke dalam kamar mandi dengan cepat.

Sesaat setelah berada di dalam kamar mandi, Faylan kembali berteriak berterima kasih. Sang pelayan menggelengkan kepala tersenyum simpul.

Sekitar 30 menit berkutat di dalam kamar mandi, Faylan pun keluar dari dengan handuk mini menggantung di tubuh seksinya.

"Bagaimana, Bik? Tidak bau amis lagi, kan?" tanya Faylan mendekatkan tubuhnya pada sang pelayan.

Pelayan paruh baya itu tak fokus pada aroma dari tubuh Faylan. Matanya justru menatap Faylan iba, kala melihat ada banyak bekas memerah, keunguan bahkan ada kulit yang robek.

Pelayan meminta Faylan duduk, ia pun duduk dengan kebingungan. Faylan bertanya-tanya, mungkinkah bau amis dari tubuhnya belum juga hilang? Padahal Faylan sudah menghabiskan sebotol sabun dan juga shampo.

Faylan tertegun kala melihat sang pelayan mengambil kotak p3k, lalu mengobati luka di sekujur tubuhnya, termasuk keningnya yang membengkak.

"Tubuh nona sangat indah dan sempurna, sayangnya ada banyak luka. Apa nona tidak merasa sakit?"

Bukannya menjawab, Faylan justru menitikkan air mata. Sudah terbiasa diperlakukan tak baik oleh orang-orang di rumahnya, menjadikannya amat sensitif bila ada yang peduli padanya.

"Nona kenapa? Apa obat ini membuat Nona merasa sakit?" tanya sang pelayan khawatir.

Faylan langsung memeluk pelayan dengan erat, lalu berkata, "Semenjak ibu meninggal, tidak pernah seorang pun bertanya apakah saya merasa sakit. Saya bahkan tidak peduli pada luka-luka ini, terima kasih karena Bibik telah bertanya," tutur Faylan terisak.

"Nona sangat cantik, jadi jangan menangis lagi."

Perkataan itu membuatnya teringat akan almarhum sang ibu. Tubuh Faylan pun bergetar dan lagi-lagi air matanya mengalir deras tak bisa ia kendalikan.

Kecantikan serta kemolekan tubuh Faylan didapat dari sang ibu. Sama sepertinya, kecantikan dan kemolekan itu justru menjadi boomerang yang menghancurkan mereka. Faylan ingin menjadi gadis biasa, yang penting bisa hidup tenang tanpa penderitaan yang terus berdatangan tanpa henti.

"Saya adalah Unlucky Bride, Bibik tidak takut terkena sial?"

"Saya tidak percaya dengan lelucon itu. Ini, kenakan lingerie ini, sebentar lagi tuan Allison akan datang." Faylan menerima lingerie seksi itu.

"Sebenarnya taun Allison adalah pria yang baik. Nona hanya perlu patuh padanya," pesan sang pelayan, kemudian keluar dari kamar, meninggalkan Faylan seorang diri.

"Setidaknya ada Bibik yang baik di rumah ini. Kamu harus kuat Faylan, kamu pasti bisa! Kamu tidak boleh menyerah!" Faylan menyemangati dirinya sendiri, kemudian membentang lingerie seksi yang diberikan padanya.

"Baju kurang bahan ini lagi," gumamnya langsung berdiri dan mengenakannya. Faylan naik ke atas ranjang, menyembunyikan tubuh seksinya di balik selimut.

Tak lama kemudian, pintu kamar dibuka, masuklah seorang pria tampan jelmaan pangeran disney yang nyata. Dari ujung kaki sampai ujung rambut, Allison memang sangat sempurna.

Garis wajahnya persis seperti patung dewa yunani, mata sipit dengan netra biru terang, hidung lancip serta bibir tipis kemerahan. Tingginya mencapai 190 cm, disempurnakan oleh otot-otot yang besar dan keras. Jangan lupakan suara khas sedalam lautan. Kaum hawa mana yang tidak tertarik pada kesempurnaannya?

Lihatlah bagaimana Faylan menelan saliva, menggelengkan kepala, mengerjabkan mata, menyadarkan diri karena hampir terhipnotis oleh ketampanan Allison.

Semakin dekat Allison melangkah, semakin cepat pula detak jantung Faylan. Allison duduk di pinggi ranjang tanpa mengalihkan pandangan dari Faylan, pasangan netra mereka saling bertautan erat.

"Tu-tuan mau apa?" Faylan menahan selimut disaat Allison ingin menarik selimutnya.

"Sebenarnya taun Allison adalah pria yang baik. Nona hanya perlu patuh."

Perkataan sang Bibik membuat Faylan langsung melepaskan genggamannya. Faylan membiarkan Allison menyingkirkan selimut hingga tampaklah tubuhnya, Faylan berusaha menutupi dengan telapak tangan seadanya.

Allison menatap tubuh Faylan lama, setelah itu ia bangkit, lalu melemparkan selembar kertas yang di pres ke wajah Faylan.

"Apa ini, Tuan Son?"

"Kau bisa baca?"

"Bisa, Tuan." Faylan pun mulai membacanya satu persatu.

"Patuhi semua peraturan itu!" tegas Allison akan pergi.

"Tunggu!" cegat Faylan. Allison membalikkan badan.

"Peraturan yang ini, Tuan. Di sini tertulis saya tidak boleh ke luar dari rumah. Lalu, bagaimana kalau saya mau sekolah?"

"Ya sekolah saja." balas Allison melenggang pergi.

"Apa peraturan ini dibuat untuk dilanggar?" tanya Faylan tak mengerti.

Usai menyerahkan selembar kertas berisi peraturan, Allison pun pergi. Faylan menghela napas lega. Mengingat besok ia harus pergi sekolah, mau tidak mau Faylan menghubungi sang ayah dengan menggunakan ponsel jadulnya. Faylan meminta untuk dikirimkan sepeda serta seragam sekolah. Meski harus memohon, tapi Redmir benar-benar mengirimkan barang-barang putrinya itu. Tak hanya sepeda dan seragam sekolah. Tapi, juga baju-baju lusuh milik Faylan.

***

Keesokan harinya, Faylan telah siap dengan seragam, tas lusuh serta sepeda ontelnya kesayangan peninggalan almarhum ibunya.

Tak seberapa jauh darinya, tepatnya di dalam mobil lamborghini keluaran terbaru berwarna putih, tampak Allison sedang memperhatikan Faylan yang mulai menaiki sepedanya.

"Nona akan berangkat sekolah, Tuan." lapor Asisten Juan yang duduk di kursi kemudi.

"Catat berapa kali dia melanggar peraturan dalam sehari," titah Allison tersenyum smirk.

"Baik, Tuan."

"Ikuti dia," Allison kembali memberi titah. Asisten Juan mulai melajukan mobil mengekor di belakang Faylan yang mengayuh sepeda ontelnya menuju sekolah.

Setelah mamastikan Faylan memasuki sekolah, barulah Allison melanjutkan kembali perjalanan menuju perusahaan.

***

Di suatu negara, tempat di mana Tuan Torres tengah menikmati liburan bersama dengan para wanitanya. Bahkan, ia tak peduli dengan Melvin, putra semata wayangnya yang tengah menjalani tradisi di kerajaan Oesteria.

Perjalanan bisnis menjadi alasannya untuk bersenang-senang. Meski begitu, Tuan Torres dikenal sangat mencintai istrinya. Ia dicap sebagai laki-laki bucin yang akan melakukan apa pun demi istrinya. Hanya saja ia tak bisa menghentikan kebiasaannya. Bila topengnya dilepas, maka ia akan menjadi sosok yang berbeda.

"Masih hidup?"

"Benar, Tuan. Dan sekarang dia menjadi Unlucky Bride-nya Prince Allison."

"F U C K! REDMIR PLAVIUS, BERANINYA KAU MEMBOHONGIKU!"

Semua alat yang ada di atas meja berakhir mengenaskan usai tuan Torres sapu dengan tangan kekarnya.

"Bagaimana pun caranya, gadis itu harus MATI!"

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!