Sinar mentari pagi yang menerangi cakrawala dan membangunkan tidurku, dengan langkah yang berat karena kelelahan, dan bangkit untuk beres-beres sebagai mana biasanya.
Sambil mengurus keperluan Adam adikku, kemudian ke dapur untuk memasak makanan untuk kami berdua.
Setelah kedua orang tua kami meninggal dunia, kini tinggallah aku bersama Adam adikku yang menderita leukimia.
Butuh dana besar untuk membuatnya tetap bertahan hidup, tapi apalah dayaku. Untuk melanjutkan kuliah saja tidak bisa.
Sebenarnya ada harapan untuk kesembuhan bagi Adam, dengan kemajuan dan perkembangan dunia medis, dokter berkata bahwa Adam bisa disembuhkan.
Akan tetapi membutuhkan biaya yang sangat banyak, sementara rumah peninggalan orang tua kami sudah tergadaikan untuk berobat Adam.
Selesai makan dan mengurus Adam, baru teringat kalau harus belanja stok pulsa dan paket internet, yang aku jual di kios kecil di depan rumah ini.
Mengendarai motor matik yang sudah berumur dan sambil berkhayal, semoga saja emas dan berlian berjatuhan dari langit, agar bisa aku jual untuk biaya berobat Adam.
Tanpa terasa akhirnya sampai juga di grosir pulsa untuk membeli dagangan.
Hanya sedikit yang bisa aku beli, karena keterbatasan modal, kemudian pulang dengan mengambil jalan pintas.
“ya ampun bu.....”
Seorang wanita paru baya terkapar lemah di pinggir jalan pintas ini, tanpa berpikir panjang langsung aku naikkan ke motor matic dan tubuhnya ku ikat dengan sweater yang aku kenakan.
“dok..... tolong dokter.....”
Dengan mengendong ibu tersebut lalu membawa ke IGD (instalasi gawat darurat) dan dokter itu langsung melakukan pertolongan medis.
Ternyata si ibu membutuhkan donor darah, dan beruntung nya kami memiliki golongan darah yang sama.
Dokter yang menanganinya ternyata mengenal wanita paru baya itu, setelah mendapatkan pertolongan pertama, lalu petugas medis menghubungi keluarganya.**
Tiga bulan berselang waktu tanpa terasa berlalu begitu saja, dan kesehatan Adam semakin drop.
Dokter sudah menyarankan agar mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit, sementara keuangan kami tidak sanggup.
Cuci darah minimal tiga kali dalam seminggu, sudah menguras keuangan, hanya air mata yang mengalir saat melihat keadaan Adam yang semakin drop.
Disela-sela pikiranku yang kacau, bingung serta bimbang. duduk melamun sambil melihat orang-orang yang lalu lalang di depan kios kecil ini.
Seorang wanita anggun turun dari mobil dengan pengawal pribadi yang berpakaian rapi.
“Sarah, kamu gadis cantik, lembut dan jiwa keibuan. Tapi nasib buruk yang membuat mu harus berhenti kuliah.
Rumah ini sudah kamu gadaikan untuk biaya pengobatan adikmu, sementara tagihan sudah menunggak dua bulan.
Ibu akan membayar semuanya, termasuk biaya perawatan adikmu, asal kamu mau menikah dengan anakku yang sudah hampir berkepala empat.”
bu Lila namanya, nama itu aku ketahui dari dokter yang menanganinya tiga bulan yang lalu.
Hanya mengatakan seperti itu, lalu meninggalkan kartu namanya dan pergi lagi bersama para pengawal itu.
Sejenak aku berpikir keras, dan masih bertanya-tanya dari mana ibu itu mengetahui keadaanku.
Tapi melihat mobil mewahnya dan juga pengawal nya, mungkin saja ibu Lila mengirimkan mata-mata untuk menyelediki kehidupan ku.
Tapi yang menjadi pertanyaan besar, anaknya yang hampir berkepala empat dan belum menikah, kenapa harus aku yang di pilih?
Mungkin ini adalah rejeki buat Adam, atau mungkin ini adalah musibah bagiku.
Melihat kesehatan Adam yang sudah drop, persediaan obat dan sudah seharusnya Adam melakukan cuci darah.
Ditambah lagi persediaan makanan yang menipis dan tunggakan tagihan rumah yang harus dibayarkan.
Lalu aku menghubungi nomor handphone yang ada dikartu nama itu dan sambutan nya begitu lembut.
Nanti malam aku di undang untuk datang ke sebuah Kafe dan dari namanya aja itu sudah seperti kafe yang mahal.
Yah ...
Benar saja, kafe yang luar biasa, dan seorang pelayan langsung menghampiriku.
Setelah menyebutkan nama dan keperluan untuk bertemu dengan ibu Lila, saya langsung dibawa ke suatu ruangan yang sangat mewah.
Di ruangan itu sudah ada bu Lila bersama seorang laki-laki yang tampan.
“terimakasih ya Sarah, karena sudah menemui ibu, silahkan duduk.”
Ucapnya dengan begitu ramah, tapi berbeda dengan pria yang tampan itu yang terlihat begitu sinis terhadapku.
“kenalin ini anak ibu, namanya Satria dan inilah yang ingin ibu jodohkan kepada mu.”
Pria yang bernama Satria itu tidak menolehku, dan bu Lila langsung menyodorkan sebuah dokumen.
“sebelum kita makan malam, kita bahas dulu apa yang paling terpenting saat ini.
Dalam perjanjian itu sudah dirincikan ya, jika nak Sarah bersedia menikah dengan Satria anak ibu, maka.
Adikmu akan dibawa ke rumah sakit Lila, rumah sakit milik keluarga kami dan adikmu akan perawatan yang sudah mempuni.
Semua biaya perawatan sampai sembuh akan di tanggung oleh rumah sakit sepenuhnya alias gratis.
Lalu nak Sarah akan mendapatkan uang belanja setiap bulan nya senilai dua ratus juta Rupiah, serta fasilitas kartu kredit dan mobil pribadi yang lengkap dengan supir nya.
Rumah kamu yang tergadaikan akan segera ditebus dan dikembalikan kepada mu.
Jika Satria menceraikan mu karena perselingkuhan dengan wanita lain, maka setengah harta keluarga kami akan jatuh ke tangan kamu.
Tapi jika nak Sarah yang selingkuh, kamu tidak akan mendapatkan apapun, kecuali uang belanja mu dan juga rumah yang telah ditebus nantinya.
Baik apakah sudah paham, atau masih ada yang kurang?”
“Sarah paham bu, semuanya sudah pas kok bu. Tapi saya ingin bertanya.
Saya bukan wanita berpendidikan, anak yatim-piatu dan miskin.
Diantara banyaknya gadis-gadis yang jauh lebih dari segalanya, kenapa ibu memilihku?”
Bu Lila tersenyum menanggapi perkataan dan pertanyaan dariku, lalu membubuhkan tandatangan serta cap jempol di dokumen tersebut, kemudian menyuruh anaknya untuk melakukan hal sama.
“kamu memang gadis yang miskin, tapi kamu sangat cantik demikian juga dengan hati mu.
Tanpa berpikir panjang nak Sarah langsung mendonorkan darah kepada ibu, dan memberikan jaminan berupa uang mu yang hendak kamu gunakan untuk biaya pengobatan adikmu dan biaya kalian sehari-hari.
Ibu juga ingin bertanya, kenapa nak Sarah melakukannya?”
Pertanyaan yang berbalik tapi setidaknya aku mendapatkan jawaban yang jelas.
“Mohon maaf ya bu, kucing terkapar lemah aja saya tolong bu, apalagi melihat ibu yang terkapar lemah dengan darah yang bersimbah.
Kalau donor darah mungkin itu hal biasa ya bu, karena kata dokternya juga, donor darah itu membuat tubuh sehat karena akan ada generasi darah yang baru.
Kalau untuk jaminan itu, Sarah yakin kalau Tuhan sudah mengatur rejeki setiap umatnya.
Buktinya, setelah menolong ibu. dagangan Sarah laku keras bu.”
Hahahaha hahahaha hahahaha hahahaha hahahaha hahahaha hahahaha hahahaha
Ibu Lila tertawa lepas dan kemudian melambaikannya tangannya, lalu dua orang pelayan kafe yang berpakaian sangat bagus mendatangi kami.
“nak Sarah mau makan apa?”
“terserah aja bu, yang penting ada nasi dan sayurnya.”
Ibu Lila hanya tersenyum dan memesan paket menu yang sudah komplit.
Makam malam yang agak kaku, karena bersama anaknya yang super kaku dan pertemuan pertama kali bagiku.
Di sela-sela makan malam, bu Lila meraih handphone nya dan menghubungi seseorang, terdengar bu Lila mengucapkan terimakasih.
Selesai menelpon dan bu Lila menatapku seraya tersenyum manis, kemudian meraih gelasnya yang berisi minum.
“nak Sarah...”
Bu Lila menyebut namaku setelah selesai minum dan meletakkan gelas itu ke meja dan itu terlihat sangat anggun.
“adikmu sudah di bawa ke rumah sakit, selesai kita makan, kamu langsung ke rumah sakit.”
Secepat itu Adam dibawa ke rumah sakit, dan tanpa terasa air mata ini mengalir.
“sudah nak Sarah, ngak perlu nangis. sisanya akan di urus oleh asisten ibu ya, kamu tinggal beres saja.”
Tidak bisa berkata-kata lagi, dan hanya air mata yang menjawab pertanyaan dan pernyataan bu Lila.
Seorang laki-laki yang berbadan tegap menghampiri bu Lila dan kemudian mereka berdua menatapku.
“ini namanya nak Sarah, calon istri Satria. tolong kamu antar ke rumah sakit Lila ya.”
Lidah ini rasanya kelu dan bu Lila menyuruhku untuk segera ke rumah sakit, tanpa pamit dan langsung pergi ke rumah sakit bersama pria yang berbadan tegap itu.
Sudah jam sepuluh malam dan jalanan tidak terlalu macet, hanya butuh lima belas menit dalam perjalanan.
Akhirnya sampai juga di rumah sakit dan langsung berlari ke arah meja administrasi.
“adikku yang bernama Adam, di ruangan mana mbak?”
Dengan napas yang terengah-engah saat bertanya kepada perawat itu, dan rekannya langsung menuntunku ke suatu ruangan.
Tanpa memakai baju dan tubuh Adam penuh dengan selang medis, wajahnya yang lesu nan pucat.
Ketika melihatku masuk ke ruangan tersebut, Adam tersenyum.
“Pasien harus cuci darah terlebih dahulu ya bu, selanjutnya kita melihat reaksi dari obat nya dan selanjutnya kami akan melakukan tindakan medis lagi.”
Ujar seorang dokter yang menangani Adam, lalu dokter dan petugas medis itu menyuruhku keluar ruangan.
Di ruang tunggu ini, dengan segala kecemasan dan ketakutan karena melihat wajah Adam yang sudah pucat.
Dua orang perempuan yang didampingi seorang laki-laki, sepertinya mereka akan menghampiriku.
“mbak Sarah ya?”
Air mata yang mengalir, langsung aku bersihkan menggunakan telapak tangan ku dan kemudian mengganguk kepada ke-tiga orang tersebut.
“nama saya Rina, dan kedua asisten saya. Namanya Dian dan yang cowok namanya Agus.
Kami dari Lila fashion yang akan mengurus pakaian pengantin dan tata riasnya.
Kami datang untuk mengukur pakaian mbak Sarah nantinya.
Mohon kerjasamanya ya mbak, karena kami bertiga akan kena sangsi jika gagal melaksanakan tugas.”
Rasanya sulit untuk bicara dan aku hanya mengangguk dan mereka bertiga langsung melaksanakan tugasnya untuk mengukur badan ku.
“terimakasih atas kerjasamanya mbak, kami harus segera kembali untuk kejar target. Karena gaun pengantin ini harus selesai lusa.”
Mereka bertiga terlihat sangat buru-buru dan langsung pamit.
Pikiranku sangat kacau, Adam yang lemah karena penyakitnya sementara aku harus segera menikah.
Setelah selesai cuci darah, Adam di pindahkan ke ruang rawat dan itu di luar dugaan.
Adam ditempatkan di ruangan VIP dan dokter serta perawat yang siaga untuk Adam.
Karena efek obat tidur sehingga Adam terlihat tertidur pulas.
Tok.... tok....
Suara ketukan pintu dan dua orang perempuan cantik yang berpenampilan elegan menghampiriku.
“selamat malam ibu, saya Devi dan ini rekan saya namanya Tina, kami berdua adalah sekretaris pribadi bu Lila.
Kedatangan kami berdua kemari adalah untuk memberitahukan hari dan tanggal pernikahan ibu Sarah dan pak Satria.
Kami yang akan mengurus semuanya, mulai dari akad nikah sampai resepsi.
Apakah ibu ada permintaan khusus?”
Bingung harus menjawab pertanyaan dari bu Devi, karena pikiran yang labil saat ini.
Menggelengkan kepala untuk menanggapi nya dan besok sore mereka akan menjemput ku dari sini.
Dokter dan perawat yang akan menjaga dan mengawasi Adam selama di rawat disini, sementara aku dan Satria akan menikah.
Setelah kepergian sekretaris pribadi bu Lila, dan hanya air mata yang mengalir deras di pipi untuk menemani malamku yang suram.**
Dokter dan perawat membangunkan tidur Ku yang terlelap di samping Adam, dokter dan perawat itu memeriksa keadaan Adam.
Lalu membawa Adam ke ruang kemoterapi dan hanya bisa melihatnya dari pintu kaca.
Akhirnya Adam selesai kemoterapi dan dikembalikan ke ruang rawat.
Adam muntah karena efek samping dari kemoterapi, rasa bimbang dan kebingungan melihat keadaan Adam saat ini.
Setelah beberapa jam kemudian, Adam sudah terlihat tenang.
Lalu sekretaris pribadi nya bu Lila sudah datang menjemput Ku, dan aku meninggalkan Adam yang masih tertidur di ranjangnya.
Lagi-lagi air mataku mengalir karena mengingat Adam dengan segala kondisi nya.
Bu Devi dan rekan nya ternyata membawa ku ke kamar hotel mewah, disini sudah tersedia segala sesuatu yang aku butuhkan.
Kedua sektretaris itu sudah pergi, bayangan akan Adam yang saat ini di rumah sakit yang membuat ku cemas.
Ting... nong.....
Bel pintu berbunyi awalnya sulit membuka nya, setelah berhasil membuka pintu dan Satria berdiri di depan pintu dengan raut wajahnya yang terlihat kesal kepadaku.
Masuk dan duduk di sofa, sementara aku hanya berdiri menghadapnya .
Satria membuka tasnya dan mengambil map dokumen dan meletakkan nya di meja.
“itu sertifikat rumah yang sudah ditebus, selamat ya, selamat karena kamu bisa merayu mama ku.
Strategi mu bagus juga, kamu sengaja kan mendekati mama?”
Ucapan dan pertanyaan dari pria yang kaku ini sungguh membuatku bingung, dan setelah mengatakan demikian, pria kaku itu langsung pergi begitu saja.
Baru beberapa jam tertidur, terdengar suara bel pintu berbunyi secara berulang-ulang dan Rina bersama dua asistennya mendatangiku.
Kedatangan mereka untuk meriasku, mereka bertiga saling bekerjasama untuk memberikan pelayanan terbaik.
“waouuuuu......
Kecantikan yang sempurna, wajar saja pak bos begitu terburu-buru ingin menikahi mbak Sarah.”
Agus asisten nya Rina begitu mengagumi penampilan Ku, begitu dengan Rina.
“sudah jam delapan, sebelumnya kita sarapan dulu.”
Ujar Rina dan rekannya yang bernama Devi langsung membuka kotak yang berisi makanan serta minuman.
Rina menyuapiku, katanya aku harus sarapan walaupun sedikit.
Lalu mereka bertiga membawa ku turun menuju ballroom hotel dan disana sudah ada Satri dengan penghulu.
Syah....
Begitu lah kata-kata yang keluar dari beberapa tamu undangan yang tidak aku kenal.
Kini aku sudah resmi menjadi istri seorang pria yang kaku dan baru dua kali bertemu dengannya.
Lanjut ke resepsi dan tidak satupun keluarga atau sahabat Ku yang hadir, semua tamu undangan yang hadir tidak satupun yang aku kenal.
Kesepian di tempat keramaian, dan para tamu undangan yang menjunjung tinggi nilai tata krama, monoton dan benar-benar membosankan.
Mulai dari akad nikah sampai resepsi, aku tidak melihat kehadiran bu Lila.
Ekspresi wajah Satria yang tidak menggambarkan kebahagian di hari pernikahan kami ini, dan hal itu membuat pertanyaan di benak ini.
Ballroom hotel secara berangsur sudah sepi, satu persatu dari tamu undangan sudah pulang.
“ibu kemana mas? “
Dengan segenap keberanian yang sudah berhasil aku kumpulkan untuk bertanya, tapi pertanyaan dariku hanya mendapatkan tatapan yang tajam.
Lalu mas Satria menarik tanganku dengan begitu kuat, hingga akhirnya kami berdua keluar dari ballroom hotel menuju dropship.
Masih memakai gaun pengantin, lalu mobil mewah berhenti dihadapan kami kemudian mas Satria memaksa Ku untuk masuk ke dalam mobil tersebut.
Sepanjang perjalanan mas Satria hanya diam, yang membuat susana kaku dan terkesan menegangkan.
Perjalanan yang membosankan karena jalanan sudah macet, dan akhirnya kami sampai juga disebuah rumah sakit.
Rumah yang sama dimana Adam di rawat saat ini, lalu naik lift dan menuju ruangan yang sangat mewah.
“ibu kenapa? Kemarin itu masih sehat-sehat saja.
Apa kecelakaan itu yang menyebabkan ibu seperti ini?”
Sungguh mengherankan dan semakin penasaran, tentang apa yang terjadi saat ini. Tapi bu Lila hanya tersenyum menanggapi pertanyaanku.
Lalu bu Lila menarik selang oksigen dari hidung nya, tatapannya yang sayu tapi masih sanggup tersenyum.
“kenapa iya ibu terlambat mengenal mu?”
Bu Lila belum menjawab pertanyaan dariku, tapi malah bertanya. Lalu tatapan yang tajam ke arah mas Satria yang berdiri di samping kananku.
“Satria sudah memenuhi semua kemauan mama, sekarang apa lagi ma”
Sepertinya pertanyaan dari mas Satria membuat ibu Lila sedikit kesusahan bernapas, dan tatapan itu semakin teduh kepada mas Satria.
“Sarah ini adalah gadis yang tepat untuk menjadi Istrimu, sayangi dan cintailah nak Sarah.
Firasat ibu tidak pernah salah, semoga pernikahan kalian berbahagia, cepatlah kalian dikaruniai anak dan semakin bertambah rejeki nya.
Sekarang mama berikan semua apa yang ibu miliki untuk mu, pergunakanlah dengan baik dan bijaksana.
Penuhilah kebutuhan Istrimu baik fisik maupun rohani nya, serta berikan cinta dan kasih sayang terhadap istri serta kelak anak mu nantinya.
Mama titipkan Sarah kepada mu, tolong cintai dan sayangi dia.”
Teett.......tett.........
Suara dari monitor komputer itu, dan bu Lila menghembuskan nafas terakhirnya.
Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba seperti ini?
Pertanyaan demi pertanyaan yang ada dalam benakku dan belum terjawab hingga bu Lila menghembuskan nafas terakhir Nya.***
Aneh bin ajaib dan benar-benar mengherankan, kematian bu Lila sepertinya di rahasiakan.
Pemakaman almarhumah bu Lila hanya kami berdua saja, bahkan jenazah almarhumah tidak dibawa ke rumah.
Menunggu semalam suntuk di rumah sakit, dan esok paginya langsung dikebumikan.
Saya tidak bisa menggambarkan ekspresi dari mas Satria yang terlihat datar dan seolah-olah tidak terjadi apapun.
Bahkan aku memakai gaun pengantin untuk pemakaman bu Lila, setelah selesai pemakaman dan kami berdua naik mobil mewah.
Tidak berapa lama akhirnya sampai juga disebuah komplek yang mewah dan kemudian mobil mewah yang kami tumpangi berhenti di halaman rumah yang sangat mewah.
Mas Satria menarik tangan Ku setelah turun dari mobil.
Tangan Ku yang ditarik oleh mas Satria, seperti mau patah rasanya. Tibalah disebuah kamar tidur yang sangat luas dan mewah.
“itu pakaian mu dan kamu tidur di sofa.”
Sambil menunjuk ke arah lemari dan juga sofa yang akan menjadi tempat tidurku nantinya.
Nada bicara mas Satria yang terdengar seperti pemerintah kepada budak, setelah mengatakan demikian lalu mas Satria pergi keluar dari kamar ini.
Masih memakai gaun pengantin dengan riasan wajah yang sudah mulai pudar, rambut yang sudah acak-acakan.
Perlahan aku membuka lemari, terdapat begitu banyak pakaian yang sangat bagus. di bawah nya terdapat laci yang menyimpan handuk bersih.
Lalu melangkah ke arah mandi, kamar mandi ini tidak kalah mewah dengan kamar mandi hotel tempat ku semalam menginap.
Gaun pengantin akhirnya terbuka, dan membasahi tubuh ini dengan air pancuran shower yang hangat.
Rambutku yang berantakan susah untuk diberishkan, dibawah guyuran shower air mata ku menyatu dengan air dari shower.
Perlakuan mas Satria serta Adam adikku yang saat ini sendirian di rumah sakit, yang membuat perihnya hari ini.
Tidak mungkin mundur dari perjanjian, karena inilah kesempatan bagiku agar bisa membawa Adam ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis yang intensif.
Rambut yang acak-acakan akhirnya bisa bersih juga, lalu membasuh tubuh yang penat ini.
Selesai mandi dan kemudian berpakaian, lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan cermin yang besar.
Mengeringkan rambut dengan hairdryer, di iringi dengan air mataku yang mengalir deras di pipi.
Bagaimana keadaan Adam saat ini?
Bagaimana nasibku kedepannya?
Apa sebenarnya terjadi kepada bu Lila? Kenapa pemakamannya terlihat seperti di rahasiakan?
Bagaimana latar belakang keluarga ini? dan bagaimana sikap dari seorang Satria yang sebenarnya?
Semua pertanyaan itu belum terjawab dan masih bersarang dibenak ku hingga saat ini, perasaan yang bergejolak dan sulit untuk di unangkapkan.
Pernikahan seharusnya adalah hari bahagia, tapi pernikahan ini seperti neraka bagiku.
Benar kata orang tua, jangan pernah menikah dengan laki-laki yang sangat kaya, karena akan ada ketidak seimbangan status yang membuat terpojokkan.
Saat ini aku merasa sudah terpojokkan, sikap mas Satria mulai dari bertemu, sampai tadi pagi, selalu kasar dan juga kaku.
Sepertinya aku hanya alat baginya untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Kruk..... kruk......
Bunyi dari perut Ku, memang sejak tadi malam tidak terisi apapun.
Dengan segenap tenaga untuk melangkah keluar dari kamar untuk mencari makanan.
“nyonya lapar? Mari ikut saya ke meja makan.”
Ujar seorang perempuan paru baya, yang seperti berdiri sudah menunggu sejak mas Satria membawaku masuk ke dalam kamar.
Di meja makan yang mewah dengan hidangan makanan serta minuman yang luar biasa dan seketika itu juga pikiranku melayang ke adikku Adam.
Apakah Adam sudah makan? Bagaimana keadaannya sekarang?
Pertanyaan di benakku yang baru dan tidak akan terjawab.
“silahkan dimakan nyonya.”
Pinta dari perempuan paru baya itu, setelah menyajikan makanan di piring yang ada dihadapan ku ini.
Suapan demi suapan masuk ke mulut ini, begitu juga dengan air mataku yang mengalir.
Meja makan yang sepi, hanya suara dari mulut ini yang terdengar.
Tidak ada yang bertanya kenapa aku menangis, semuanya diam membisu.
Sangat canggung karena susana yang menegangkan.
Belum juga terjawab semua pertanyaan yang membuat penasaran, kini sudah tiba pria paru baya yang datang bersama seorang wanita yang seumuran dengan almarhumah bu Lila.
Ternyata pria itu adalah ayah dari mas Satria dan wanita itu adalah ibu tirinya.
Apa yang sebenarnya terjadi?
“kamu Sarah ya? Apakah kamu hamil sehingga Satria harus menikahi mu?”
Baru juga kenalan tapi wanita paru baya yang bernama Friska itu bertanya masalah pribadi.
“ngak bu, saya ngak hamil.”
“ngak hamil ya, pasti karena ingin hartanya Satria kan?
Tapi terlepas apapun itu alasan mu, dan yang terpenting adalah kamu harus memberikan keturunan secepatnya untuk Satria, sebagai penerus keluarga ini.
Apa Satria sudah meniduri mu?”
Perkataan dan pertanyaan dari bu Friska, yaitu mama tirinya mas Satria begitu sangat menyakitkan.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala, yang pertanda bahwa mas Satria belum menyentuhku.
“Nanti ibu racik jamu kuat untuk Satria, kamu juga harus terlihat seksi agar Satria mau menyentuhmu.
Oh iya, keluarga mu ngak ada riyawat mandul kan?”
Lagi-lagi aku hanya bisa menggelengkan kepalaku untuk menjawab si mulut pedas itu.
“Kali aja maling ngaku, penuh tu penjara.”
“Maksud ibu apa?”
“Ngak usah belagak bego Sarah, tapi kita lihat saja sebulan ke depan. Apakah kamu hamil atau tidak.”
Ya Tuhan, baru saja menikah. Bagaimana langsung punya anak?
Mungkin inilah nasib yang harus aku jalani kedepannya, suami yang cuek dan aneh, serta ibu tirinya sang suami yang super mulut pedas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!