NovelToon NovelToon

Wanita Malam Milik Dokter Tampan

Awal berjumpa

Seorang Pria mendatangi club malam. Pria yang sedang patah hati itu memilih melarikan diri ke tempat yang dicahayai oleh lampu sorot itu.

"Berikan aku minum lagi!" ucapnya pada Bartender.

"Tapi anda sudah cukup mabuk Tuan."

"Mabuk? Hahaha... Siapa yang mabuk? Minuman ini sama sekali tidak berpengaruh denganku!" serunya kembali.

Bartender Pria itu kembali menuangkan minuman yang berakohol kedalam gelas dan menyerahkan pada Radit.

Radit tampak menikmati minuman itu. Bibirnya tersenyum sembari meracau yang tak jelas. Batinnya terasa begitu nyeri saat mengetahui bahwa wanita yang selama ini sangat dicintainya benar-benar telah menikah hari ini dengan Pria lain.

"Arumi, kenapa batinku sakit sekali melihat dirimu telah menjadi milik orang lain? Kenapa perasaan ini tumbuh begitu dalam? Ya, aku tahu semua salahku. Aku tahu kamu tidak salah apapun, aku yang tak bisa menjaga perasaanku sendiri!" racaunya sembari kepalanya tertumpu pada meja bartender.

"Hai, Mas Jo!" seru seorang wanita menyapa bartender yang bernama Johan itu.

"Hai, Mel, tumben nongol?" balas Pria itu.

"Biasa, Mas, lagi banyak orderan," ucapnya sembari menerima minuman kesukaannya yang sudah diracik oleh Johan.

"Wah mantap tuh."

Radit yang mendengar suara seorang wanita disampingnya cukup mengusik ketenangannya. Pria itu mengangkat kepalanya, dan menatap wajah wanita cantik yang berpakaian seksi.

"Arumi! Kamu datang, Sayang? Ya, aku tahu kamu pasti datang." Radit segera memeluk wanita yang ada dihadapannya.

Seketika jantung Amelia bergetar hebat saat menerima pelukan dari seorang Pria yang belum dikenalnya. Amel merasa ada yang aneh pada dirinya, karena selama ini jantungnya tak pernah berdebar saat berkencan dengan para tamunya.

"Dia siapa Mas Jo?" tanya Amel masih membalas pelukan Pria itu. Membiarkan dia mencari kenyamanan pada tubuhnya.

"Pengunjung baru. Seperti sedang frustasi," jawab Jo.

"Baiklah, hitung semuanya berapa Mas Jo."

"Dengan minuman Pria itu?" tanya Jo memastikan.

"Iya sekalian saja."

Setelah membayar, Amelia membawa Radit keluar dari clubs malam itu. Amel bingung harus mengantarkan Pria itu kemana. Akhirnya Amel memutuskan membawa Radit pulang kekediamannya.

Amel menatap wajah tampan yang sempurna, sungguh hatinya begitu nyaman saat berada bersama Pria itu. Amel menarik kain tebal menyelimuti tubuh Radit agar tidur nyenyak.

"Arum, jangan pergi!" seru Pria itu menyambar tangan Amel dan menariknya sehingga wanita itu jatuh menimpa tubuhnya.

Seketika Radit melu mat bibir Amel. Wanita itu begitu bergairah saat menerima sentuhan dari Radit. Mereka bergumul dalam satu selimut saling berbagi kehangatan.

Pagi menjelang, Radit membuka matanya dan memperhatikan sekeliling ruangan itu. Merasa asing ia segera duduk, namun ia terjingkat saat ada tangan seseorang sedang membelenggu tubuhnya.

"Hai, kamu sudah bangun?" tanya wanita cantik itu mengukir senyum manis.

"Siapa kamu? Apa yang terjadi diantara kita?" tanya Radit menyingkap kain penutup tubuh bagian bawahnya. Pria itu begitu terkejut saat melihat dirinya dan wanita itu sama-sama polos.

"Apa yang terjadi? Kamu sudah merenggut kesucianku. Dan sekarang kamu masih bisa bertanya apa yang terjadi?" ucap Amel. Ternyata wanita itu ingin menjebak Pria yang sudah membuat hidupnya lebih berwarna dan seakan kehadiran Pria itu membuatnya kembali mempunyai tujuan hidup.

"Ah, maafkan aku. Sungguh aku tidak ingat apapun," ucap Radit merasa bersalah saat melihat Amel menangis pilu.

"Apakah kamu kira dengan meminta maaf bisa mengembalikan segalanya? Masa depanku sudah hancur! Hiks..." Amel masih mendrama meminta simpati Pria itu.

"Diamlah, jangan menangis. Aku akan bertanggung jawab. Kita akan menikah," ucap Radit dengan yakin. Tentu saja batin Amel bersorak gembira.

"A-apakah kamu serius?" tanya Amel ingin memastikan.

"Ya, besok kita akan menikah. Hari ini pertemukan aku dengan keluargamu," pinta Radit.

"Hah! Keluarga?" tanya wanita itu bingung sendiri.

"Ya, aku akan bicara pada ayah dan ibumu."

"Ah, aku tidak mempunyai orangtua."

"Maksud kamu?" tanya Radit bingung.

"Ma-maksud aku, kedua orangtuaku sudah meninggal dunia," jawab Amel gugup. Sebenarnya dia bingung harus menjelaskan tentang dirinya yang tak pernah tahu siapa ayah dan ibunya. Karena dia dibesarkan di panti asuhan, dan sekolah hanya lulusan SD.

"Oh, maaf, aku tidak tahu."

"Tidak pa-pa."

"Baiklah, kalau begitu bersiaplah. Aku akan bawa kamu kerumahku. Oya, aku juga ingin kamu tahu satu hal. Bahwa aku sudah pernah menikah, dan aku mempunyai seorang putra." Radit menjelaskan tentang dirinya pada Amel.

"Ah, baiklah, tidak ada masalah bagiku."

"Yasudah, aku akan mandi sebentar." Radit meraih handuk yang tersampir tak jauh dari tempat tidur itu, lalu segera masuk kedalam kamar mandi.

Amel tersenyum bahagia. Ini adalah suatu hal yang sangat ia impikan dari dahulu, yaitu bisa menikah dengan orang yang dicintainya dan membina rumah tangga bahagia, juga mempunyai anak-anak yang lucu.

Tak berselang lama Radit keluar dari kamar mandi sudah rapi menggunakan pakaiannya yang semalam. Pria itu segera keluar dan menunggu diruang tamu.

Radit menatap hunian yang cukup mewah bila di tempati oleh seorang wanita. Pria itu berpikir bahwa Amel adalah anak orang berada. Tak berselang lama Amel keluar dari kamar juga sudah rapi. Wanita itu membawa pakaiannya satu koper.

"Sudah?" tanya Radit

"Ya, apakah kamu tidak ingin minum dulu? Akan kubuatkan sebentar," ucap Amel ingin beranjak.

"Ah, tidak usah. Ayo kita jalan sekarang."

Pasangan itu beranjak meninggalkan rumah cukup mewah yang dibeli oleh Amel dari hasil BO. Amel memang mempunyai paras yang cantik dan bodi yang seksi. Maka para lelaki hidung belang berani membayarnya dengan mahal. Amel juga tidak ingin melayani Pria-pria kere, incarannya adalah Pria berkantong tebal.

Banyak dari para pelanggannya meminta untuk menjadi istri simpanan atau jadi sugar Daddy. Tetapi Amel tidak pernah tertarik. Wanita itu tidak ingin terikat oleh seseorang tanpa ada rasa.

Tetapi berbeda saat dirinya bertemu dengan Pria yang kini sedang duduk disampingnya. Pria itu mampu membuat hatinya tak berkutik. Amelia sungguh jatuh cinta pada pandangan pertama.

Sadar bahwa Radit adalah seorang Pria yang baik, tentu saja dia tidak menginginkan wanita sepertinya. Maka Amel nekat menjerat Pria itu agar jatuh kedalam pelukannya. Amel meyakinkan hatinya untuk meninggalkan dunia hitam itu.

Amel akan menata hidupnya yang berantakan agar kembali menjadi lebih baik. Amel menatap Radit dengan curi-curi pandang.

"Siapa yang membawa mobilku tadi malam?" tanya Radit masih fokus mengemudi.

"Ah, aku yang membawanya."

"Kamu bisa nyetir?"

"Bisa. kan aku juga punya mobil."

"Ah, aku tidak tahu. Apakah kamu sering ke klub?" tanya Radit ingin tahu sedikit tentang wanita yang akan dinikahinya.

"Hah? Nggak, cuma sesekali saja bila sedang bosan," jawab Amel sedikit gugup.

Bersambung....

Happy reading 🥰

"

Berusaha membujuk

Setibanya dikediaman Dr Radit, Amel mengikuti langkah Pria itu untuk masuk kedalam rumah itu. Radit menunjukkan kamar untuknya.

"Papa!" panggil Rafif menyongsong sang Papa.

"Hei, anak Papa lagi ngapain?"

"Lagi bantuin Bibik kasih makan ikan hias di belakang," ucap Rafif sembari memeluk sang Papa dengan manja.

"Papa kenapa tidak pulang tadi malam? Terus, Tante itu siapa?" tanya Rafif menatap Amel ingin tahu.

"Hai, Tampan, yuk kita kenalan. Namaku, Amelia. Kamu bisa panggil aku Mama Amel," ucap wanita itu tersenyum gemas.

"Mama?" tanya Rafif bingung sembari menatap Papanya, tatapan bocah itu ingin meminta penjelasan.

"Ah, Rafif Sayang, dengarkan Papa. Besok Papa dan Tante Amel akan menikah, jadi mulai sekarang kamu panggil Mama ya?" jelas Radit pada sang Putra.

"Kenapa Tante Amel? Kenapa tidak dengan Tante Arumi saja? Aku mau Papa menikah dengan Tante Arumi!" ucap bocah itu membuat hati Amel sedikit terusik.

Amel berusaha untuk tidak menanggapi terlalu dalam ucapan Rafif. Dia akan berusaha mengambil hati bocah itu. Mungkin Rafif belum terbiasa dengannya.

"Rafif Sayang, dengarkan Papa dulu, Nak. Mulai sekarang kita lupakan Tante Arumi ya, karena Tante Arumi sudah menikah dengan Om Khenzi. Jadi, Rafif harus belajar menerima Tante Amel." Radit masih berusaha membujuk Putranya.

Rafif tidak menyahut lagi,dia segera berlari masuk kedalam kamarnya. Radit hanya menggelengkan kepalanya.

"Tidak apa-apa Mas Radit. Aku tahu Rafif masih perlu waktu untuk itu semua. Aku yakin nanti lambat laun dia akan menerimaku," ujar Amel berusaha memahami.

"Terimakasih ya. Aku harap kamu tetap sabar menghadapi sikapnya. Rafif memang sedikit agak keras," balas Radit.

"Iya, Mas, tenang saja, aku pasti bisa memahaminya."

"Kalau begitu istirahatlah. Aku akan ke RS dulu. Nanti malam kita bahas kembali."

Amel baru menyadari bahwa Pria yang akan menikahinya adalah seorang Dokter, Semula dirinya mengira bahwa Radit orang kantoran.

"Maaf, Mas Radit seorang Dokter ya?" tanya Amel memastikan.

"Ya, aku Dokter Sp penyakit dalam. Maaf aku harus bersiap sekarang, soalnya sebentar lagi jam visit pagi sudah dimulai. Nanti sore kita akan ngobrol kembali," ucap Pria itu pamit undur.

"Ah, baiklah, Mas."

Setelah Radit berangkat ke RS. Kini Amel bengong sendiri dikamarnya. Wanita itu bingung harus berbuat apa. Amel keluar menuju dapur untuk sekedar bertegur sapa dengan dua Art di rumah itu.

"Selamat pagi, Bik," sapa Amel dengan senyum ramah.

"Ya, pagi kembali Non, apakah Non Amel ingin Bibik buatkan sarapan sesuatu?" tanya Art itu dengan ramah. Karena Radit sudah memperkenalkan Amel pada mereka bahwa Amel akan menjadi nyonya rumah itu.

"Boleh deh, Bik. Buatin aku salad buah saja ya. Soalnya aku tidak terbiasa sarapan pagi dengan yang berat-berat."

"Baiklah,Non, tunggu sebentar Bibik buatkan ya." Amel mengangguk.

Sembari menunggu, Amel beranjak menuju ke taman belakang untuk kembali menemui bocah kecil yang tadi sangat jutek dengannya.

"Hai, Ante boleh ikut main?" tanya Amel mencoba mengakrabkan diri pada calon anak tirinya itu.

"Tidak! Aku tidak ingin bermain dengan Tante!" jawab Rafif masih jutek.

"Baiklah, kalau begitu Tante jadi penonton saja ya," ucap Amel belum menyerah.

Rafif tak menghiraukan. Dia kembali menendang bolanya bermain dengan sang pengasuh. Amel hanya tersenyum melihat wajah bocah yang menggemaskan itu.

Saat Amel ingin berdiri, bola yang di tendang Rafif mengenai bahunya. Seketika wanita itu mengerang dengan aktingnya.

"Aaawwh!" pekik Amel mengusap bahunya.

"Maaf, Tante, aku tidak sengaja," ucap bocah kecil itu merasa bersalah.

"Hiks... Hiks... Ini sakit sekali. Kenapa kamu jahat sekali? Hu hu." Amel masih mendrama berpura-pura menangis menyembunyikan wajahnya.

"Sungguh Tante, aku tidak sengaja. Maafkan aku ya," ucap Rafif masih memohon maaf.

"Huu.. Tante akan memaafkan asalkan ada syaratnya," balas Amel masih berpura.

"Syarat apa, Tan?"

"Rafif harus mau berteman dengan Tante, gimana mau nggak?" tanya Amel menahan tawa masih menyembunyikan wajahnya dibalik kedua telapak tangannya.

Sesaat bocah itu terdiam seperti sedang menimbang. Akhirnya dia mengangguk dan mengiyakan.

"Baiklah, mulai sekarang kita berteman," ucap bocah itu mengulurkan tangannya. Amel segera menerima uluran tangan Rafif dengan senyum bahagia.

"Rafif, boleh Tante peluk kamu sebentar saja?" tanya Amel sembari merentangkan kedua tangannya.

Rafif hanya mengangguk dan segera masuk kedalam pelukannya. Amel mendekap dengan sayang. Ada gelayar hangat dalam hatinya, sudah lama sekali dia mengharapkan momen ini, mempunyai keluarga yang utuh. Ia merasa hidupnya sekarang sudah lengkap.

Tanpa terasa wanita itu menitikkan air mata. Amel sangat merindukan pelukan seorang anak, selama ini ia hidup dalam kesepian. Tak ada sanak famili, bahkan dirinya tidak mengenal garis keturunannya. Amel hanya seorang anak terbuang yang tak diinginkan.

"Tante kenapa masih menangis? Apakah masih sakit? Jika masih sakit, aku akan telpon Papa agar segera mengobati Tante," celoteh bocah itu.

"Tidak, jangan Sayang, Tante tidak apa-apa, Tante hanya senang saja, karena Rafif mau berteman dengan Tante, jadi ini adalah tangis bahagia," jelas Amel dengan jujur.

"Benarkah?"

"Benar sekali, Sayang."

"Baiklah, kalau begitu ayo kita main bola bareng. Apakah Tante bisa?"

"Oh, bisa dong! Ayo kita main, siapa takut!" seru Amel tertawa bersama bocah itu.

Wanita itu mencoba mengikuti permainan sang bocah. Hingga Rafif menyerah karena lelah. Amel hanya tersenyum membimbing bocah itu untuk masuk kedalam rumah.

"Ayo kita sarapan dulu, nanti jika keringatnya sudah kering baru mandi ya," ucap Amel membawa Rafif ke meja makan.

"Baiklah, Tan."

Calon ibu dan anak tiri itu sarapan bersama. Rafif sudah mulai terbiasa dengan segala perhatian dari Amel. Terlihat bocah itu sudah mulai nyaman.

Sore hari saat Rafif dan Amel berada di taman belakang. Dr Radit pulang dengan raut wajah sedikit lelah, karena hari ini pasiennya membludak lantaran ini hari Senin.

"Rafif mana, Mbak?" tanya Radit pada pengasuh anaknya.

"Den Rafif ada di taman belakang bersama Nona Amel, Tuan," jawab pengasuh itu.

"Oh, terimakasih." Radit segera menuju taman belakang untuk menghampiri sang Putra.

"Rafif, Papa pulang!" seru Pria itu.

"Papa!" Rafif segera berlari menyongsong Papanya.

"Hap! Aduh berat banget kamu sekarang. Makin gendut anak Papa nih!" ucap Radit sembari menggendong bocah gembul itu.

Amelia tersenyum melihat tingkah kedua lelaki yang sudah berada dalam hatinya. Hati yang dulu sunyi tak berpenghuni kini telah ditempati oleh ayah dan anak itu.

"Hai, kamu sudah berhasil membujuknya," ucap Radit duduk disamping Amel. Sementara Rafif kembali bermain bersama Mbak pengasuhnya.

Radit menatap wanita cantik yang ada disampingnya. Sepertinya sudah waktunya membuka hati untuk wanita lain. Radit tak ingin lagi berharap pada Arumi, karena wanita itu sudah bahagia dengan pasangan hidupnya.

Bersambung...

happy reading 🥰

Bab 3

"Iya dong, membujuk anak kecil itu mudah, tetapi yang sulit itu membujuk orang dewasa kalau sedang merajuk itu yang sulit. Hehe..." Amel tertawa cengengesan.

"Kamu kalau merajuk susah ya membujuknya?" tanya Radit.

"Hah? Nggak tahu, karena selama ini tidak pernah ada orang yang membujuk saat aku menangis atau bersedih. Bahkan aku tidak pernah merasakan nyamannya bahu seseorang," jawab Amel yang membuat Radit heran.

"Apakah kamu tidak mempunyai saudara? Apakah kamu anak tunggal?" tanya Radit kembali. Pria itu penasaran tentang kehidupan calon istri dadakannya.

"Ya, aku hanya anak tunggal." Amel berbohong tentang kehidupannya. Ia merasa minder dengan Pria baik itu. Sementara hidupnya tidak jelas. Sebenarnya ia menyimpan rasa cemas, bagaimana jika suatu saat Radit mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya.

Tetapi Amel sudah terlanjur melabuhkan perasaannya pada Pria itu. Amel sudah siap menanggung resiko bila suatu saat Radit mengetahui dan meninggalkan dirinya. Setidaknya dia pernah memberikan hatinya pada orang yang dicintai.

"Amel, besok kita urus dokumen nikah ke KUA ya. Aku minta izin untuk tidak ke RS," ucap Radit yang ingin menikahi Amel secara sah dimata hukum dan agama.

"Baiklah. Apakah orangtua Mas Radit sudah tahu tentang pernikahan kita?" tanya Amel, karena Amel tidak melihat siapapun dirumah itu selain ayah dan anak itu dan para Art.

"Papa dan Mamaku sudah meninggal. Aku juga anak tunggal sama sepertimu. Ada saudara tetapi jauh di pulau Jawa. Tetapi nanti aku akan memberi kabar kepada mereka saat tanggal pernikahan kita di tentukan," jelas Pria itu.

Amel hanya mengangguk paham. Walaupun kedua orangtua Radit sudah meninggal, tetapi dia tahu dari garis keturunan keluarganya. Sudah tentu mereka dari orang baik dan berakhlak, contohnya Pria itu menjadi pribadi yang baik dan sangat sopan, dan juga penuh kelembutan. Berbeda dengannya yang tak pernah tahu asalnya entah dari keluarga seperti apa, sehingga hidupnya terjerumus ke dunia hitam.

Cukup lama mereka duduk ngobrol cukup banyak yang mereka bahas, sehingga merembes pada wanita yang membuat Radit patah hati.

"Siapa sih wanita cantik yang beruntung dicintai Pria baik seperti Mas Radit?" tanya Amel menatap wajah tampan disampingnya. Terlihat Pria itu memalingkan muka dengan perasaan entah saat wanita itu disinggung kembali.

Radit hanya menghela nafas dalam, dia tak berminat untuk menjelaskan atau menjawab pertanyaan Amel.

"Kok diam, Mas?" tanya Amel masih penasaran.

"Aku rasa tidak perlu menjelaskan, karena itu akan menjadi masalalu. Mulai sekarang mari sama-sama belajar membuka hati," jawab Radit tenang.

Hatiku sudah terbuka saat pertama kali kita bertemu, Mas. Aku sudah jatuh cinta padamu.

"Maaf bila pertanyaan aku membuat mood Mas Radit rusak. Baiklah, aku janji tidak akan pernah menanyakan hal itu lagi," balas Amel tersenyum manis.

"Hmm, baiklah, aku masuk dulu ingin mandi." Radit beranjak meninggalkan Amel yang masih duduk di bangku taman belakang.

Sepertinya sikap Pria itu masih dingin. Mungkin hatinya belum bisa terlepas dari wanita yang sudah menempati hatinya yang selama ini kosong setelah sang istri meninggal dunia. Radit baru bisa membuka hatinya setelah bertemu dengan Arumi, yaitu perawat pendampingnya di RS. Namun,wanita itu sudah mencintai lelaki lain dan juga sudah melangsungkan pernikahan sebelum Radit sempat mengungkapkan perasaannya pada wanita itu.

Kini Amel hadir secara tiba-tiba dalam hidupnya, meskipun pertemuan mereka karena suatu kesalahan satu malam. Radit sudah berniat akan mencoba membuka hatinya untuk Amel. Ditambah Rafif juga sudah mulai nyaman bersama Amel.

Ya, bagi Radit kenyamanan Putranya lebih penting, sebab Radit sudah berjanji dalam hati bila dirinya menikah lagi, maka dia akan mencari wanita yang bisa menyayangi sang anak dengan sepenuh hati.

Satu minggu berlalu, kini persiapan pernikahan mereka sudah selesai. dua hari kedepan mereka akan melangsungkan akad dan resepsi sederhana, namun cukup elegan. Itu sudah mereka sepakati, tak ingin mengadakan resepsi besar, cukup sederhana tetapi berkesan.

Malam ini setelah makan malam, pasangan itu bercengkrama bersama bocah kecil itu diruang keluarga. Rafif sudah begitu menyayangi Amel. Selama satu minggu ini Amel begitu menikmati perannya sebagai seorang ibu pengganti untuk bocah kecil yang menggemaskan itu.

Amel benar-benar sudah meninggalkan dunia kelamnya. Wanita itu sudah menghapus semua aplikasi yang selama ini ia gunakan untuk mencari pelanggan. Amel juga menghapus semua sosial medianya dan menukar ponsel dengan yang baru. Ia benar-benar ingin terlepas dari masalalu kelamnya, karena sekarang ia sudah menemukan masa depan yang akan membawanya menuju bahagia.

"Tuan, di depan ada tamu yang mencari," ucap Bibik pada Radit.

"Ah, baiklah. Mel, aku tinggal sebentar ya," pamit Pria itu pada calon istrinya.

"Ya, Mas." Amel kembali menemani bocah itu bermain dan juga bercerita.

"Hai, Vin! Tumben malam-malam kesini, ada apa?" tanya Radit mempersilahkan tamunya untuk duduk.

"Yaelah, kamu tidak senang aku datang kesini?"

"Haish! Bukan tidak suka Bro. Hanya heran saja, kan biasanya kamu tidak pernah datang malam," balas Radit menjatuhkan tubuhnya di sofa.

"Aku kesini ingin membahas tentang pekerjaan kamu besok yang harus aku handle. Tadi mau aku tanyain di RS tidak sempat.

"Hmm, baiklah. Tadi ada tiga orang pasien aku yang tidak sempat aku periksa karena harus menjalani pemeriksaan lanjut. Dan dua orang harus dirujuk ke ahli bedah. Tetapi, tadi aku sudah jelaskan pada perawatku yang bertugas besok. Kamu bisa minta jadwal pasien yang tadi terpending," jelas Radit pada temannya yang juga seorang Dokter.

Dr Alvin juga seorang Sp, PD. Dia yang akan mengambil alih pekerjaan Radit, karena besok lusa Pria itu akan menikah, jadi Radit sudah mengambil cuti selama lima hari.

"Baiklah, akan ku urus besok. Kalau ada yang tak aku pahami, harap nomormu selalu aktif," ucap Alvin.

"Oke, nomorku selalu aktif dua puluh empat jam."

"Rafif, ayo tidur Sayang!" panggil Amel sembari mengejar bocah kecil itu yang masih berlarian.

"Nanti saja tidurnya, Tante, aku mau tidur dengan Papa!" seru bocah itu berlari menyongsong sang Papa yang sedang ngobrol di ruang tamu.

"Kenapa, Sayang?" tanya Radit segera membawa bocah itu duduk di pangkuannya.

"Rafif belum mau tidur, Mas, aku sudah..."

"Amelia? Benar kamu Amel 'kan?" tanya Alvin yang membuat Amel menghentikan ucapannya.

Ya, Alvin adalah salah satu pelanggan yang sering menggunakan jasanya. Amel terpaku, lidahnya terasa kelu untuk menjawab pertanyaan lelaki itu.

"Kalian sudah saling kenal?" tanya Radit menatap Amel dan Alvin secara bergantian.

"Ya tentu saja kenal. Gila ya kamu. Udah mau nikah masih saja jajan diluar. Apakah kamu tidak takut ketahuan dengan calon istrimu?" tanya Alvin tersenyum sembari ngeledek teman sejawatnya.

Bersambung....

Happy reading 🥰

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!