NovelToon NovelToon

Cinta Untuk Cinta

Mimpi Buruk

"Tidak, ayah. Jangan tinggalkan aku di sini, aku mohon," Cinta memohon penuh harap. Dirinya bahkan berlutut di hadapan ayahnya memohon penuh harap tidak ingin di tinggalkan di tempat asing.

"Sayang, Cintanya ayah. Ayah janji akan menjemput kamu lagi ke sini. Kamu baik-baik di sini ya sayang. Tunggu ayah, besok ayah pasti kembali lagi ke sini," jawab sang ayah, dia pun berbalik dan benar-benar meninggalkan gadis kecil bernama Cinta Aurora yang masih berusia 7 tahun.

Sontak saja, Cinta menangis histeris. Dia berteriak kencang memanggil ayahnya yang saat ini berjalan ke arah pintu dan hendak mengejar. Namun, ibu panti memeluknya erat bahkan mencoba untuk menenangkan dirinya, tapi gadis kecil itu tetap saja berontak dan berusaha untuk mengejar ayahnya tersebut.

"Ayaaaaah! Aku mohon, jangan tinggalkan aku, aku mau ikut kemanapun pun ayah pergi. Tak masalah kita tidur di jalan atau makan seadanya, asalkan aku bisa selalu dekat ayah, hiks hiks hiks!" tangis Cinta benar-benar terdengar pilu dan menggelegar.

Tentu saja, usahanya meminta ayahnya untuk tidak pergi hanya sebuah usaha yang sia-sia. Ayahnya hanya menoleh ke arahnya saja, tapi laki-laki itu benar-benar keluar dari dalam ruangan dimana dia di titipkan di sebuah panti asuhan.

"Ayaaaaah! Hiks hiks hiks!"

* * *

''Ayaaaaah ...'' Cinta sontak terbangun dari tidur lelapnya.

Selalu seperti ini setiap kali dia sedang merindukan sosok ayah yang telah meninggalkan dirinya di panti asuhan 11 tahun yang lalu. Kejadian itu selalu saja mengusik tidur lelapnya. Air matanya bahkan membasahi wajah cantiknya kini. Rasa sakitnya ditinggalkan oleh sosok yang sangat dia cintai itu benar-benar menjadi luka yang sangat membekas di relung hatinya.

Akan tetapi, dia sama sekali tidak membenci ayahnya itu, karena dia yakin bahwa laki-laki itu memiliki alasan tersendiri kenapa dia di tinggalkan di panti asuhan. Cinta bahkan bertekad akan mencari keberadaan sang ayah sendiri.

"Ya Tuhan, kenapa aku terus-menerus memimpikan ayah? Apa dia baik-baik saja? Apa ayah masih hidup? Apa ayah tahu betapa aku selalu menunggu ayah datang kemari dan menjemput aku?" gumam Cinta mengusap wajahnya kasar.

* * *

Keesokan harinya.

"Kamu yakin mau mencari keberadaan ayah kamu, Cinta?" tanya Ibu panti, wanita paruh baya yang sudah dia anggap seperti ibu kandungannya sendiri.

"Iya, Bu. 11 tahun telah berlalu, ayah bahkan tidak pernah berkunjung kemari untuk melihat keadaan aku," jawab Cinta menunduk sedih.

"Kamu sudah besar, Nak. Ibu tidak bisa lagi menahan kamu untuk tetap berada di sini. Kamu berhak mencari kebahagiaan kamu sendiri mulai sekarang. Jika kamu memang ingin mencari ayahmu, maka carilah dia dan pastikan dia baik-baik saja. Namun, ibu berpesan satu hal sama kamu, jaga diri kamu baik-baik," jawab Ibu Fatimah lembut dan penuh kasih sayang.

"Terima kasih Bu. Setelah beres-beres, aku akan segera pergi. Doakan aku semoga aku bisa menemukan ayah. Aku hanya ingin tahu kenapa aku di titipkan di sini, dan kenapa ayah sama sekali tidak pernah menjemput aku lagi ke sini."

"Baiklah, ibu akan membantu kamu merapikan pakaian kamu. Ingat, sayang. Jangan mudah percaya dengan orang asing. Di luaran sana banyak orang jahat yang berkeliaran, dan kamu juga harus tetap waspada ketika bertemu dengan orang yang tidak kamu kenal.''

"Pasti, bu. Aku pasti akan mengingat setiap pesan yang ibu katakan. Aku janji," lirih Cinta menatap ibu Fatimah dengan tatapan sayu penuh dengan kesedihan.

* * *

Cinta menatap rumah yang sudah dia huni selama lebih dari 11 tahun lamanya. Rumah dimana didalamnya terdapat lebih dari 50 anak-anak yatim piatu, atau anak-anak yang dengan sengaja di tinggalkan oleh orang tua mereka seperti dirinya.

"Kak Cinta, jangan lupa mampir ke sini kapan-kapan ya. Aku pasti akan merindukan Kaka," ucap salah satu anak yang mengantar kepergian dirinya.

"Sayang, Kaka pasti akan sering-sering datang kemari. Kaka bakalan bawakan kalian mainan yang banyak nanti. Doakan Kaka semoga Kaka bisa cepat ketemu dengan ayah kaka ya," jawab Cinta mengusap lembut rambut panjang anak tersebut, kedua matanya nampak berkaca-kaca, berat rasanya harus meninggalkan mereka semua.

"Ini sedikit dari ibu, semoga bisa membantu kamu sebelum kamu benar-benar mendapatkan pekerjaan di kota," ibu Fatimah tiba-tiba saja memberinya amplop berisi sejumlah uang.

"Ibu? Aku ada uang ko, bu. Lebih baik ibu gunakan uang ini untuk kebutuhan mereka semua.''

"Tidak, sayang. Saat ini kamu lebih membutuhkan uang ini. Ibu ikhlas, anak-anak masih ada persediaan uang dari donatur. Ingat pesan ibu, jaga diri kamu baik-baik. Ibu doakan semoga ayah kamu cepat di ketemukan," pesan ibu Fatimah.

Cinta memeluk ibu Fatimah penuh rasa haru. Betapa dia sudah menyayangi wanita ini melebihi cintanya kepada ibu kandungnya sendiri. Baginya, ibu Fatimah adalah wanita yang paling berjasa di dalam hidupnya setelah ayahnya sendiri.

"Aku berangkat dulu, bu.'' Cinta mulai mengurai pelukan.

"Hati-hati di jalan, Nak."

Cinta menganggukkan kepalanya. Buliran air mata pun mulai mengalir membasahi wajahnya mengiringi perpisahan yang begitu menyakitkan. Gadis itu pun perlahan mulai berjalan meninggalkan panti asuhan, tempat dimana dia telah menghabiskan waktu selama ini. Tempatnya bernaung dan berlindung dari derasnya air hujan dan dari panasnya sinar matahari.

* * *

Sesampainya di kota. Cinta sama sekali tidak tahu harus pergi kemana. Dia sama sekali tidak kenal dengan siapapun di kota asing tersebut. Ingatannya tentang kota kelahirannya itu pun benar-benar telah memudar dari otaknya.

"Kemana aku harus pergi sekarang. Dasar Cinta, seharusnya kamu pikirkan dulu mau kemana sebelum kamu datang kemari," gumamnya menatap gedung tinggi menjulang serta jalanan raya yang panjang membentang lengkap dengan mobil-mobil yang berlalu-lalang.

Cinta bahkan merasa bingung hanya untuk sekedar menyebrangi jalan, padatnya kendaraan membuat kakinya tertahan berkali-kali saat hendak melangkah ke depan. Bingung, Cinta benar-benar merasa bingung harus bagaimana.

Ckiiit!

Satu buah mobil tiba-tiba saja berhenti tepat di depannya kini. Sontak, dia pun merasa terkejut juga sontak kembali menghentikan langkah kakinya kini. Cinta bahkan berteriak merasa terkejut tentu saja.

''Haaaa!'' teriak Cinta memekikkan telinga.

''Astaga, ini cewek apaan sih? Nyebrang ko sembarangan? Untung gak ketabrak 'kan?'' ucap sang pengendara mobil terlihat kesal. Dia pun keluar dari dalam mobil hendak menegur wanita yang sama sekali tidak dia kenal tersebut.

Ceklek!

Blug!

Pintu mobil pun di buka dan kembali di tutup rapat setelah sang pemilik mobil keluar dari dalam mobil mewah berwarna hitam tersebut.

BERSAMBUNG

...****************...

Arka Wijaya

"Kamu baik-baik saja?" tanya seorang pria berdiri tepat di depan Cinta yang saat ini terduduk lemas dia atas aspal, pria tersebut pun berjongkok lalu membantunya untuk berdiri tegak.

"Arghh ... Sakit," ringis Cinta mencoba untuk tetap berdiri meskipun kedua lututnya terasa sakit.

"Apa kaki kamu terluka? Maaf, saya tidak sengaja tadi, kita ke Rumah Sakit sekarang ya."

"Sepertinya lutut aku terluka, sakit sekali.''

"Ya udah, kita periksa dia sana, atau kita langsung ke Rumah Sakit saja?"

Cinta menggelengkan kepalanya. Darimana dia bisa mendapatkan uang untuk biaya Rumah Sakit? Sementara dirinya harus menghemat uang agar bisa bertahan demi mencari keberadaan sang ayah yang dia sendiri tidak tahu berada di mana sekarang.

Pria tersebut pun memapah tubuh Cinta yang saat ini berjalan dengan tertatih-tatih. Keduanya duduk di halte bus. Cinta menaikan celana panjang yang dikenakannya. Benar saja, kedua lututnya nampak terluka. Darah segar pun mengalir dengan begitu derasnya kini.

"Lutut kamu berdarah. Kita harus ke Rumah Sakit. Kalau tidak, luka kamu ini bisa infeksi lho," ucap laki-laki tersebut.

"Tidak usah, aku tidak apa-apa ko. Luka ini akan sembuh dengan sendirinya nanti."

"Tidak bisa. Saya yang telah menyerempet kamu, maka saya harus bertanggung jawab. Masalah biaya, kamu tidak usah khawatir. Saya akan menanggung semua biaya pengobatan kamu.''

Cinta diam seraya menatap luka di kedua lututnya. Seketika dirinya pun teringat akan pesan ibu Fatimah yang memintanya untuk berhati-hati kepada orang yang tidak dia kenal. Cinta menatap wajah laki-laki tersebut. Jika di lihat dari raut wajahnya, laki-laki ini sepertinya bukanlah laki-laki jahat.

Teduh dan dewasa, laki-laki ini bahkan terlihat tampan dengan mengenakan stelan jas hitam lengkap dengan dasi berwarna merah. Dia juga sepertinya bukanlah orang sembarangan.

"Gimana? Apa kamu bersedia saya bawa ke Rumah Sakit? Saya bukan orang jahat ko, ini kartu nama saya." Laki-laki tersebut menyerahkan selembar kartu nama berukuran kecil dan langsung di terima oleh Cinta.

Arka Wijaya.

Direktur PT Putra Sejahtera.

Seperti itulah tulisan yang tertera di dalam kartu nama tersebut. Cinta pun membacanya dengan seksama lalu kembali menatap wajah laki-laki bernama Arka tersebut.

"Saya hanya ingin bertanggung jawab. Kalau luka kamu tidak di obati dengan benar, bisa infeksi nanti. Lukanya memang akan mengering seiringan dengan waktu, tapi membutuhkan waktu yang lama. Saya mohon kamu bersedia untuk saya bawa ke Rumah Sakit ya," bujuk Arka kemudian.

Cinta akhirnya menganggukkan kepalanya. Tidak ada pilihan lain lagi baginya selain menerima tawaran tersebut. Gadis berusia 18 tahun itu pun memutuskan untuk mempercayai Arka.

"Ya sudah, saya bantu kamu masuk ke dalam mobil."

Cinta kembali menganggukkan kepalanya. Dia pun kembali berdiri dengan di bantu oleh Arka yang juga memapahnya untuk masuk ke dalam mobil yang di parkir sembarang di tepi jalan.

Ceklek!

Blug!

Pintu mobil pun di buka dan di tutup kemudian setelah Cinta duduk manis di dalamnya. Arka segera berlari ke arah samping dan masuk ke dalam mobil tersebut. Sedetik kemudian, mobil pun melaju meninggalkan tempat itu menuju Rumah Sakit.

Di perjalanan.

"Nama kamu siapa?" tanya Arka tanpa menoleh, matanya nampak lurus menatap ke depan.

"Namaku Cinta, Tuan.''

"Cinta ... Nama yang bagus. Eu ... Maaf kalau saya banyak bertanya, apa kamu pendatang baru di kota ini? Kamu terlihat kebingungan tadi."

"Iya, Tuan. Aku memang baru sampai dari kampung. Selama ini aku tinggal di panti asuhan,'' jawab Cinta dengan begitu polosnya.

"Apa kamu datang kemari untuk mencari pekerjaan?"

"Tidak, aku datang ke sini untuk mencari ayah aku, Tuan."

"Ayah?"

Cinta menganggukkan kepalanya seraya menatap ke arah samping, menatap jalanan dimana kendaraan hampir memadati jalan raya tersebut.

"Kamu tahu dimana alamat ayah kamu itu?"

Cinta kembali menggelengkan kepalanya dengan wajah datar.

"Astaga, Cinta. Kamu jauh-jauh datang ke kota untuk mencari ayah kamu, tapi kamu sama sekali tidak tahu alamat ayah mu dimana? Apa kalian berpisah sedari kecil?'' tanya Arka seketika merasa iba mendengar apa yang baru saja diceritakan oleh gadis bernama Cinta yang sepertinya masih berusia sangat muda.

"Seperti itulah kira-kira, ayah menitipkan aku di panti asuhan dari semenjak aku berusia 7 tahun. Beliau berjanji akan kembali menjemput aku, tapi sampai saat ini ayah sama sekali tidak pernah kembali bahkan hanya untuk sekedar nengokin aku di panti,'' lirih Cinta kedua matanya seketika mulai berkaca-kaca.

"Hmm ... Kasihan sekali kamu, Cinta. Eu ... Kalau kamu mau, saya bisa membantu kamu untuk mencari keberadaan ayah kamu. Itu juga kalau kamu tidak merasa keberatan.''

Cinta kembali diam seolah sedang berfikir. Lagi-lagi dia mengingat ucapan ibu Fatimah untuk lebih berhati-hati terhadap orang asing. Gadis itu pun menarik napas berat lalu menghembuskannya kasar. Dia belum menjawab tawaran laki-laki bernama Arka Wijaya tersebut.

Mobil yang dikendarai oleh Arka pun akhirnya tiba di tempat tujuan. Sebuah Rumah Sakit besar tentu saja. Perlahan mobil tersebut pun mulai melipir lalu berhenti di area parkir kemudian.

Ckiiit!

Mobil pun berhenti, Arka keluar dari dalam mobil dan segera berlari ke arah samping untuk membantu Cinta keluar dari dalam mobil miliknya. Perlahan tapi pasti, pintu mobil pun di buka dan Cinta benar-benar keluar dari dalam sana dengan di bantu dan di papah oleh Arka untuk masuk ke dalam Rumah Sakit tersebut.

Di dalam Rumah Sakit.

"Apa lukanya akan baik-baik saja, Dok?" tanya Arka, sesaat setelah sang Dokter memberikan pertolongan pertama dan membalut luka di kedua lutut Cinta.

"Lukanya tidak apa-apa, Tuan. Hanya saja, untuk beberapa hari ini sepertinya adik anda harus banyak beristirahat. Jangan terlalu banyak bergerak juga," jawab sah Dokter.

'Adik? Kenapa Dokter ini bilang bahwa aku ini adiknya, Tuan Arka,' (batin Cinta).

"Baik, Dok. Terima kasih, tapi dia bukan adik saya, Dok,'' ucap Arka berbicara jujur apa adanya.

"O ya? Hahahaha! Maaf, saya pikir dia adik anda. Wajah kalian mirip soalnya.'' Tawa sang Dokter terdengar nyaring.

"Masa? Astaga, Dokter bisa saja. Hmm ... Kalau lukanya sudah selesai di obati, boleh saya bawa dia pulang sekarang?''

"Tentu saja boleh. Saya akan meresepkan obat luar dan obat dalamnya juga supaya lukanya bisa cepat mengering.''

''Baik, Dokter.''

Cinta hanya diam mematung di tempatnya. Pulang? Cinta seketika mengerutkan kening. Kemana dia harus pulang sementara dirinya sama sekali tidak memiliki tempat untuknya berteduh saat ini. Apa dia terima saja tawaran Arka tadi?

BERSAMBUNG

...****************...

Tempat Tinggal Sementara

"Kita pulang sekarang," pinta Arka berdiri tepat di samping Cinta yang saat ini duduk di kursi di dalam ruangan pemeriksaan.

"Maaf, Tuan. Tapi aku gak punya tempat untuk pulang. Aku belum menemukan tempat tinggal sama sekali,'' lemah Cinta dengan nada suara berat.

"Hmm ... Begitu rupanya."

Arka nampak terdiam sejenak. Dia pun menatap wajah Cinta dengan tatapan iba. Sebenarnya, dirinya ingin sekali menawarkan bantuan untuknya, tapi dia tidak yakin kalau gadis ini akan menerima bantuan darinya. Namun, apa salahnya mencoba, bukankah dia hanya ingin berniat baik?

Arka menarik napas berat lalu menghembuskannya secara perlahan. Dia pun akan menawarkan bantuan itu kepada Cinta. Dirinya pun menghembuskan napasnya secara perlahan sebelum dia mengutarakan apa yang akan dia ucapkan.

"Begini--"

"Bisakah Tuan membantu saya?" Sela Cinta membuat Arka menghentikan ucapannya.

"Tentu saja, katakan apa yang bisa saya bantu?" tanya Arka kemudian.

"Bisakah Tuan mencarikan saya tempat tinggal. Hanya Tuan orang yang aku percaya saat ini. Maaf kalau saya merepotkan Tuan.''

Bagaikan pucuk di cinta bulan pun tiba. Arka tidak perlu bersusah payah menawarkan bantuan kepada gadis ini karena dia sendiri yang meminta bantuan kepadanya. Laki-laki itu pun tersenyum lebar merasa senang tentu saja.

"Tentu, Cinta. Dengan sedang hati saya akan membantu kamu. Eu ... Kalau kamu tidak merasa keberatan, kamu bisa tinggal sementara di rumah saya sampai kita menemukan tempat tinggal untuk kamu.''

"Di rumah, Tuan? Eu ... Apa istri Tuan akan baik-baik saja nantinya?"

"Istri? Saya belum menikah Cinta. Saya masih bujangan ko. Di rumah saya hanya tinggal sendiri, lebih tepatnya saya tinggal sama seorang asisten rumah tangga.''

Cinta terdiam seolah sedang berfikir. Apa tidak akan ada masalah nantinya jika dia tinggal di rumah orang yang baru saja dia kenal? Bukankah akan lebih baik jika dirinya mengontrak atau ngekos satu kamar? Tapi, dia tidak ada pilihan lain lagi. Cinta seketika merasa dilema.

"Kamu tidak usah khawatir, saya bukan orang jahat ko. Lagi pula kita tidak hanya tinggal berdua saja di sana, ada bibi, asisten rumah tangga yang setiap hari menginap di rumah saya juga.''

"Eu ... Maaf jadi merepotkan, Tuan."

"Tidak apa-apa, saya tulus membantu kamu ko. Kita pulang sekarang?"

Cinta menganggukkan kepalannya tidak ada pilihan lain. Dirinya pun mencoba untuk berdiri tegak dengan di bantu oleh Arka tentu saja. Luka di lututnya benar-benar masih menyisakan rasa sakit membuatnya merasa kesulitan untuk hanya sekedar berdiri apalagi berjalan.

Arka memapah gadis itu untuk berjalan keluar dari dalam ruangan tersebut dan akan membawa gadis itu ke rumahnya. Laki-laki itu benar-benar merasa iba melihat dan mendengar kisah hidup gadis yang sebenarnya baru dia kenal. Dia pun berniat akan membantu gadis itu untuk mencari ayahnya.

* * *

Sesampainya di kediaman Arka.

Ceklek!

Pintu rumah pun di buka. Arka mempersilahkan Cinta untuk masuk ke dalamnya. Bibi yang saat ini sedang melakukan pekerjaan sehari-hari tentu saja merasa terkejut karena majikannya itu tiba-tiba saja pulang dengan membawa seorang gadis cantik.

"Selamat sore, Tuan," ucap sang bibi membungkuk hormat.

"Bi, siapkan kamar untuk gadis ini. Perkenalkan namanya Cinta, dia akan tinggal sementara di rumah ini,'' titah Arka kemudian.

"Baik, Tuan,'' jawab Bibi patuh, dia pun mengalihkan pandanganya kepada gadis yang saat ini berdiri tepat di samping Arka.

"Silahkan ikut saya, Nona," pinta Bibi kemudian.

"Ba-baik," jawab Cinta merasa gugup tentu saja.

"Tunggu, Cinta."

Cinta menghentikan langkah kakinya.

"Iya, Tuan."

"Setelah kamu istirahat, saya ingin mengobrol sama kamu. Saya akan membantumu untuk mencari keberadaan ayah kamu itu.''

"Tuan serius mau membantu saya mencari ayah?" Kedua mata Cinta seketika berbinar merasa sedang tentu saja.

"Iya, tapi pulihkan dulu luka di kaki kamu. Kata Dokter kamu tidak boleh terlalu banyak bergerak dulu.''

"Baik, Tuan. Terima kasih. Saya benar-benar beruntung bertemu dengan orang sebaik Tuan. Saya sangat-sangat berterima kasih."

Arka hanya teesenyum kecil.

"Bi, bantu Cinta berjalan. Lututnya terluka,'' pinta Arka dan langsung di jawab dengan anggukan patuh oleh wanita paruh baya tersebut.

Pelan tapi pasti, bibi pun membantu Cinta berjalan menuju kamar yang akan dijadikan tempatnya untuk bernaung sementara ini.

"Terima kasih, Bi," ucap Cinta menatap wajah bibi dengan tatapan sayu.

"Sama-sama, Non. Kamar Nona ada di belakang. Saya akan bantu Nona."

Cinta menganggukan kepalanya lalu berjalan secara beriringan dengan Bibi tentu saja. Sampai akhirnya mereka berdua pun sampai di kamar tersebut.

Ceklek!

Pintu kamar pun di buka, keduanya masuk ke dalam kamar kemudian.

"Ini kamar Nona. Tuan meminta Nona untuk beristirahat, saya akan siapkan makanan untuk Nona."

"Terima kasih, Bi."

"Sama-sama,'' jawab Bibi. Dia segera keluar dari dalam kamar tersebut setelah memastikan gadis bernama Cinta itu berbaring di atas ranjang dengan nyaman.

Ceklek!

Blug!

Pintu kembali di buka dan tutup kemudian setelah Bibi kaluar dari dalam kamar tersebut. Sepeninggal Bibi, Cinta pun bangkit lalu duduk tegak, matanya nampak menatap sekeliling kamar dengan tatapan mata berbinar. Kamar tersebut benar-benar luas, dia bahkan belum pernah tinggal di kamar yang seluas itu.

Ranjang dimana tempatnya duduk saat ini bahkan terasa empuk, Cinta menggoyangkan tubuhnya secara berkali-kali. Dirinya tidak pernah merasakan berada di kamar seluas ini apalagi tidur di ranjang besar dan juga empuk seperti ini.

"Ya Tuhan, kasurnya empuk sekali. Di panti, aku bahkan harus berbagi kamar dengan penghuni lain. Ranjangnya juga tidak seempuk ini," gumam Cinta terus saja menggoyangkan tubuhnya sedemkian rupa. Andai saja kedua lututnya tidak sedang terluka, mungkin dirinya sudah berdiri dan loncat-loncat di atas ranjang tersebut.

"Hmm ... Tapi tetap saja. Rasanya pasti akan lebih menyenangkan jika aku berbagi tempat tidur ini dengan teman-teman di panti. Ibu Fatimah, aku kangen ibu," lirih Cinta seketika menghentikan gerakan tubuhnya dan termenung saat mengingat teman-temannya di panti yang sudah dia anggap seperti saudara sendiri.

* * *

Keesokan harinya.

Cinta merentangkan kedua tangannya. Dia pun mengedipkan pelupuk matanya pelan saat sinar matahari terasa hangat menyentuh permukaan wajahnya kini. Sampai akhirnya, kedua matanya pun terbuka sempurna.

"Huaaa! Tidur aku nyenyak sekali, tidur di ranjang ini nyaman juga ternyata," gumamnya, dia pun bangkit lalu duduk tegak kemudian.

Tok! Tok! Tok!

"Cinta, ini saya. Apa kamu sudah bangun? Boleh saya masuk?" tanya Arka di luar sana.

"Masuk, Tuan. Saya sudah bangun," jawab Cinta kemudian.

Ceklek!

Pintu pun di buka lebar. Arka masuk ke dalam kamar lalu berdiri tempat di tepi ranjang.

"Gimana tidur kamu, Cinta?"

"Tidur saya nyenyak sekali, Tuan."

"Syukurlah, saya tunggu kamu di ruang makan. Kita akan mulai mencari ayah kamu, tapi saya membutuhkan beberapa informasi tentang ayahmu itu."

Cinta merasa senang tentu saja, dia menatap wajah Arka dengan tatapan sayu juga merasa terharu. Apakah Arka adalah malaikat yang kirimkan oleh Tuhan untuknya? Kenapa dia begitu baik terhadapnya, padahal mereka baru saja bertemu selama satu hari.

BERSAMBUNG

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!