NovelToon NovelToon

Memeluk Mentari

Part 1 - Mentari

Mentari pergi ke sebuah pantai dekat rumahnya. Mentari adalah gadis pantai yang sangat populer dikalangan pemuda.

Wajahnya yang cantik, tingginya yang semampai, dan dia adalah seorang wanita yang mandiri.

Mentari tinggal bersama kedua orang tuanya dan juga kakak sepupunya.

Bulan adalah anak dari kakak ayah mentari yang meninggal dunia ketika sedang menambak ikan. Angin kencang membuat perahu nelayan terombang-ambing sehingga menenggelamkan para nelayan. Bukan diangkat anak oleh keluarga mentari karena ibunya melarikan diri dengan pria lain.

Mentari dan bulan sangatlah akur. Dia berdua sudah seperti kakak adik sungguhan. Mereka berdua sangat akrab dan saling support.

"Tar, besok kamu gantikan aku di pasar ya. Aku ada keperluan lain." Bulan bicara kepada Mentari.

"Kak Bulan mau kemana?" tanya Tari.

"Ada deh." Bulan tersenyum tipis.

Mentari selesai mencuci beras lalu dia menanak nasi di kompor. Mentari anak yang sangat rajin. Dia selalu membantu pekerjaan rumah sebelum pergi berjualan ke pasar.

"Tari. Ingat satu Minggu lagi kamu akan menikah. Jangan pergi jauh-jauh, kata orang tua dulu pamali." Ibu dari Tari memperingati putrinya.

"Iyah ibu." Mentari menjawab dengan perasaan yang berat.

Dia sebenarnya tidak ingin menikah muda dan lagi pula ada Bulan kakak sepupunya yang belum menikah.

Bulan sudah berusia dua puluh lima tahun, sedangkan Mentari masih dua puluh tahun. Usia mereka berdua terpaut lima tahun. Bulan kesulitan mendapatkan calon suami karena kulitnya yang sawo matang dan parasnya yang tak elok. Bulan juga terkenal judesnya sama seperti ibunya.

"Kak, aku sebenarnya belum siap untuk menikah." Keluh sang adik kepada kakaknya.

"Sudah menikah saja. Usiamu sudah matang untuk menikah." Nasehat Bulan.

"Tapi, kamu saja belum menikah. Masa Iyah aku yang lebih muda menikah duluan." Mentari terlihat menjadi murung.

Bulan mengangkat dagu adik sepupunya. Dia menatap lekat ke arah Mentari.

"Menikah itu takdir. Takdir itu sudah ditentukan oleh tuhan yang menciptakan kita semua. Mungkin aku belum ditakdirkan untuk menikah sekarang. Mungkin tuhan sedang mempersiapkan pangeran berkuda putih untukku." Bulan mengulas senyuman membuat mentari juga tersenyum.

Sungguh suasana keluarga yang sangat harmonis. Mereka saling merangkul dan saling sayang.

****************

Selesai dengan pekerjaan rumah, Mentari bergegas untuk pergi ke pasar menggantikan ayahnya dan juga Bulan yang seharusnya hari ini jadwalnya menjaga lapak dagangan.

Ibu Mentari sudah pergi duluan untuk menjaga warung seafood miliknya. Mentari dan juga Bulan masing-masing memiliki jadwal yang bergantian untuk menjaga lapak di pasar dan membantu di warung seafood.

"Yah, sini aku yang gantikan." Mentari mengambil alih dagangan.

"Kemana kakakmu?" tanya Tikno ayah mentari.

"Kak Bulan katanya ada urusan Pak." Mentari menjawab sambil menghitung pendapatan lapak hasil ayahnya berjualan.

"Tiga ratus ribu. Bapak mau bawa atau Tari satukan dengan hasil penjualan berikutnya?" tanya Mentari.

"Simpan saja. Satukan dengan hasil dagangmu. Nanti kalau sudah habis segera pulang. Kalau belum habis tidak perlu buka sampai sore. Ingat kamu mau menikah." Tikno mengambil eber besar yang sudah kosong dan membawanya.

Mentari senang berada di pasar. Selama di pasar dia bisa berinteraksi dengan sesama pedagang sekitar lapaknya.

Mentari juga sangat suka menawarkan ikan-ikan yang di jualnya. Ikan jualan keluarga Tikno sangat laku. Tikno sudah terkenal selalu menjual ikan segar hasil tangkapannya.

Tikno setiap hari selalu pergi menangkap ikan. Tikno adalah nelayan pemanen ikan. Sebelum subuh dia akan kembali ke pantai untuk mengambil ikan hasil tangkapannya lalu membawanya pulang dan selesai shalat subuh dia akan pergi ke pasar untuk menjajakan ikan hasil tangkapannya.

****************

Bulan pergi ke suatu tempat dan bertemu dengan salah satu sahabat lamanya.

"Sudah hampir tiga bulan kamu tidak menemuiku atau main ke rumahku sekedar singgah," kata seorang wanita.

"Iyah aku sedang sibuk akhir-akhir ini membantu persiapan lamaran dan sekarang membantu persiapan pernikahan." Cerita Bulan.

"Wah, kamu akan menikah Lan?" tanya temannya.

"Bukan aku, tapi mentari. Seorang pemuda salah satu anak Juragan Mukti memintanya sebagai seorang istri. Keluarga mereka tiga bulan lalu melamar Tari dan Minggu depan mereka akan menikah." Bulan terlihat muram.

"Kenapa? Apa kamu cemburu?" tanya gadis yang dikenal bernama Susi.

"Tidak, Sus. Hanya saja aku merasa mentari sangat beruntung. Dia memiliki semua yang aku impikan. Keluarga yang utuh. Orang tua yang baik dan takdir baik yang selalu menghampirinya."

Bulan bercerita sambil memandang langit yang terik sehingga matanya merem melek tak tahan dengan panasnya dan sinarnya yang terang. Mata tak pernah bisa melihat cahaya yang terlalu terang. Mungkin begitu jugalah nasibnya yang tak pernah bisa melihat masa depan yang cerah untuknya. Setiap kali ada pasti akan sirna tak lama kemudian.

Bulan dulu pernah hampir di kamar oleh seorang pria muda yang usianya hampir sama dengannya. Namun, bibi dan pamannya tidak setuju. Pria itu ternyata menikah hanya sebagai status saja karena pria itu tidak normal dan keluarganya tidak mau kalau nama mereka tercoreng.

"Bulan ini pesanan mu. Aku buatkan sesuai dengan permintaanmu. Memangnya untuk apa ini?" tanya Susi sambil memberikan kardus berisikan pesanan Bulan.

"Buat pajangan saja. Ada yang pesan juga jadi ku pikir ambil saja'kan aku jadi dapat uang." Bulan membuka kotak pesanannya dan dia tersenyum senang.

"Aku pamit dulu, Sus." Pamit Bulan.

"Iyah, Lan. Hati-hati di jalan. Jangan sampai pesananmu jatuh itu akan membuat orang lain jantungan melihatnya." Pesan Susi.

"Tenang saja, Sus." Bulan menenteng kardus dan berjalan pulang ke rumah bibi dan pamannya.

****************

Mentari selesai berjualan. Ikan yang dia jual ludes habis diborong seorang juragan beras yang katanya akan mengadakan pesta besar-besaran.

Melati membersikan lapaknya lalu berjalan pulang ke rumah.

"Sudah habis, Tar?" tanya seorang ibu-ibu yang berjualan sayuran.

"Sudah habis, Bu. Ini Tari mau pulang dulu." Tari menjawab pertanyaan ibu yang menyapanya.

" Ya sudah hati-hati. Dalam untuk ibumu, sudah lama dia tidak main ke pasar sejak kamu dilamar oleh anak juragan Mukti."

Entah ibu itu menyindir atau bagaimana. Tari hanya tersenyum saja.

Juragan Mukti adalah keluarga kaya yang merupakan pemilik wilayah hunian ikan-ikan. Ayah Mentari salah satu nelayan yang menangkap ikan di wilayahnya dan mereka saling kenal di sana.

Mentari melanjutkan perjalanannya menuju pulang ke rumahnya.

Mentari berjalan kaki untuk mencapai rumahnya.

"Mentari." Terdengar seorang wanita memanggilnya.

Ternyata yang memanggil dia adalah sahabatnya Reta.

"Hai, Ta. Kamu dari mana?" tanya Mentari.

"Dari rumah bibiku. Aku dengar kamu mau menikah, Tar?" tanya Reta.

"Benar, Ta. Aku akan segera menyusulnya kepelaminan." Tari tersenyum tipis.

Mentari setiap ada yang bertanya tentang pernikahannya. Dia merasa berat untuk menjawabnya.

Part 2 - Persiapan Pernikahan

~Hati yang masih gundah~

Keluarga Mentari sedang mempersiapkan segala sesuatunya. Pernikahan Mentari dengan seorang pria yang terkenal ketampanannya sebentar lagi.

Mentari harus dipingit karena sebuah tradisi yang mengharuskannya seperti itu.

Mentari tidak boleh pergi keluar rumah. Dia harus tetap berdiam diri di rumah dan tidak menemui siapapun.

Mentari seharian berada di rumah pernikahannya dua hari lagi akan segera di selenggarakan.

Mentari akan menikahi pria dari keluarga yang cukup kaya. pemuda itu berparas tampan bertubuh tinggi ideal layaknya artis-artis ibukota, tapi entah kenapa tidak menginginkan pernikahan ini meskipun ia tahu suaminya kaya dan sangat tampan.

"masih aja pengantin murung kayak gitu." bulan menghampiri Mentari yang berada di dalam kamar.

"Kak aku bener-bener nggak mau nikah aku benar-benar belum siap untuk menghadapi yang namanya rumah tangga." Mentari mencebik.

"Sudah aku yakin kamu akan dibuat bahagia olehnya aku yakin masa depanmu dengan dia akan cerah jadi sekarang belajarlah untuk menerima pernikahanmu dan pria itu." Bulan memeluk Mentari.

Mentari sangat beruntung memiliki Kakak seperti Bulan. Mentari dan Bulan adalah sama-sama anak tunggal dari keluarga mereka masing-masing. Hanya karena Bulan lebih tua daripada Mentari maka Bulan dan Mentari seperti adik kakak kandung sebenarnya.

"Kak bulan tidak pergi ke pasar?" tanya Mentari.

"Tidak," jawabnya

Bulan hari ini tidak pergi ke pasar. Karena pamannya meminta dia untuk menemani Mentari di rumah.

"Kak, sebelum Aku menikah. Aku ingin kita tidur berdua dan menghabiskan waktu bersama. Aku yakin kita akan banyak kehilangan momen kebersamaan setelah aku menikah." Mentari terlihat sedih lagi.

"Hei, kita ini kan masih satu kampung rumahnya. Jadi kapanpun kita mau bertemu, itu tinggal bertemu saja. Dan kapanpun kamu rindu denganku. Kamu tinggal bilang lagi pula ini bukan zaman dahulu kala yang tidak ada telepon genggam. sekarang Semua serba canggih Mentari." Bulan mengelus rambut adik sepupunya.

"Jadi Apa yang sebenarnya kamu khawatirkan? aku yakin bukan karena kita tidak bisa bertemu setelah kamu menikah pasti ada yang lain'kan?" Lanjut Bulan.

Mentari menaik turunkan kepalanya. Namun, belum bisa menceritakan apa kekhawatiran yang sebenarnya dia rasakan.

"Tari kita hidup bersama sudah sejak kita masih duduk di bangku Sekolah menengah pertama. Kamu tidak perlu menyembunyikan apapun lagi dariku. Bukankah kamu sudah menganggapku sebagai kakak kandungmu sendiri?" tanya Bulan.

Mentari bukan menjawab pertanyaan bulan dia malah memeluk bulan dan genangan air mulai keluar dari sudut matanya.

"Aku ... aku takut kalau dia bukan pria baik." Mentari mengusap air yang membasahi pipinya.

"Tari, orang tuamu tidak akan mungkin memberikan kamu kepada pria yang tidak baik. Aku yakin keputusan yang mereka ambil ini sudah mereka pikirkan baik-baik dan mereka sudah tahu bibit, bebet dan bobot dari pria itu dan juga keluarganya." Bulan terus membuat adik sepupunya yakin dengan keputusan orang tua.

Mentari juga sebenarnya yakin kalau kedua orang tuanya tidak akan pernah menjerumuskannya. Mana ada orang tua yang ingin kehidupan anaknya hancur.

Mentari mulai memantapkan hatinya. Dia berusaha menerima dan berpikir yang baik-baik tentang pria itu dan pernikahannya nanti.

Bulan meninggalkan Mentari di kamarnya sendiri. Hati Mentari juga sudah lebih tenang dan lapang. Malam nanti mungkin Mentari bisa tidur sedikit lelap daripada hari-hari biasanya. Karena hatinya yang masih gundah gulana.

Mentari keluar dari kamarnya. Lia lihat bulan sudah tidak ada di rumah.

"Mungkin kak bulan sudah pergi. Sebaiknya aku ke pasar untuk menggantikan kak bulan. Pasti bapak sibuk di pasar."

Mentari bersiap untuk pergi ke pasar. Dia akan menemani bapaknya yang sejak subuh tadi sudah pergi untuk mengais rezeki.

Selama perjalanan menuju pasar, beberapa warga menyapa Mentari. Mentari cukup populer di antara kalangan remaja lainnya.

Mentari memang bukan seorang anak dari juragan kaya ataupun dari keluarga yang terlahir dengan ekonomi menengah atas.

Mentari cukup populer. Karena Mentari termasuk anak yang cerdas, cantik dan juga sangat ramah.

Mentari juga anak seorang nelayan yang sangat rajin. Bapaknya mentari bernama Tikno yang dikenal sebagai nelayan yang rajin dan juga jujur. Sebagai seorang nelayan Dia banyak membantu nelayan lainnya dan juga warga sekitar yang membutuhkan makanan atau ikan. Banyak orang yang senang membeli ikan dari Tikno. Selain ikannya segar harganya pun cukup murah.

"Hei, Mentari. Anak gadis yang mau menikah, tidak boleh keluyuran keluar rumah."

Teriak salah satu warga yang kemungkinan usianya sama dengan ibunya Mentari.

"Iya, wak. Aku hanya pergi ke pasar sebentar. Membantu bapak karena Kak Bulan sedang pergi."

Mentari berjalan kembali. Dia tak menghiraukan tentang pendapat orang lain. Bukan karena tidak percaya dengan adat tersebut. Namun, bagi Mentari membantu orang tua adalah kewajibannya sebagai seorang anak.

Mentari sampai di lapak bapaknya. Dia memegang beberapa ikan yang sedang dijajakan oleh bapaknya di atas meja lapak.

"Sudah mau habis Pak ikannya?" tanya Mentari kepada bapaknya.

"Lho, Tar. Kok kamu di sini?" Tikno terkejut ketika melihat putrinya berada di pasar.

"Untuk menggantikan Kak Bulan, Pak."

"Ke mana memang kakakmu itu?"

"Kata Kak Bulan, dia ada urusan sebentar keluar. Dia ingin bertemu dengan temannya mungkin,"jawab Mentari sebelum mengambil alih lapak.

"Biar Tari yang jaga, Pak."Mentari masuk ke dalam lapak bapaknya dan mulai menata kembali ikan yang ada di ember untuk ditaruh di atas meja.

"Benar kamu tidak apa-apa jaga lapak?" tanya Tikno.

"Nggak apa-apa, Pak. Sudah biasa juga aku menjaga pasar bergantian dengan Kak Bulan."

Mentari dan bulan memang kerap kali bergantian menjaga lapak di pasar milik kedua orang tua Mentari.

"Bukan itu maksud bapak. Kamu kan mau menjadi pengantin. Seharusnya calon pengantin itu tidak boleh keluar-keluar rumah."

Tikno berpendapat sama dengan warga lainnya.

"Tidak apa-apa Pak. Menurut Mentari lebih baik membantu orang tua daripada diam saja di rumah tidak bermanfaat."

Selesai menata ikan-ikan di atas meja lapak. Mentari duduk dan mengibas-ngibaskan kemoceng untuk mengusir lalat yang hinggap.

"Kalau begitu Bapak pergi dulu ke pantai."

Mentari menyalami bapaknya. Dia melihat bapaknya berjalan menjauh dari lapak. Sebenarnya dia sudah tidak tega lagi melihat bapaknya harus bekerja menjadi seorang nelayan. Pekerjaan sebagai nelayan bukanlah pekerjaan yang ringan. Sering terjadi resiko yang tidak terduga kepada para nelayan yang sedang mencari ikan.

Mentari terkadang khawatir ketika bapaknya harus pergi mencari ikan di lautan. Orang sering bilang jika hilang di tengah laut. Maka tak akan pernah bisa kembali ke daratan.

Part 3 - Hari bahagia

~Tragedi membawa luka~

Mentari mengguyur tubuhnya dengan air. Dia juga menggosokkan sabun mandi ke tubuhnya.

Mentari menikmati hari-hari terakhirnya mandi di rumah dan menikmati suasana rumahnya.

Mentari menggosokkan shampo ke rambutnya. Acara pernikahannya akan segera digelar besok. Dia semakin menyiapkan mentalnya untuk menikah dengan pria pilihan kedua orang tuanya.

Mentari membilas tubuhnya dengan air bersih dan setelah tidak ada lagi sisa-sisa sabun serta shampo dia mengelap tubuhnya dengan handuk kering.

Mentari menggunakan pakaian di dalam kamar mandi. Dia juga menggosok giginya dan setelah selesai semua. Dia keluar dari kamar mandi menuju kamarnya.

"kejutan." Teriak Bulan.

Bulan membawa kotak hadiah untuk adiknya. Dia memberikan dengan wajah penuh keceriaan.

"Buat aku?" tanya Mentari sambil menutup pintu kamar.

"Iyah lah, 'kan kamu yang mau nikah. Jadi kakak kasih kamu hadiah." Bulan menarik tangan Mentari dan mereka duduk di tepi ranjang.

"Ini hadiah khusus yang kakak pesan untuk kamu. Janji kamu akan selalu menjaganya." Bulan tersenyum.

Mentari merasa sangat terharu dengan apa yang kakaknya lakukan untuk dirinya. Meski mereka hanya sebatas saudara sepupu. Perhatian dan kasih sayang mereka lebih kental dari adik kakak kandung.

"Terima kasih ya, Kak. Seharusnya aku yang kasih kakak hadiah. karena aku melangkahi kakak untuk menikah." Mentari menatap kotak hadiahnya.

"Hei. Enggak perlu. Itu hanya tradisi supaya yang dilangkahi merasa tidak bersedih. Kakak sama sekali tidak sedih. Malahan sangat bahagia dengan takdir ini."

Mereka berdua saling berpelukan. "Aku bersyukur memiliki kakak seperti Kak Bulan."

Mentari lagi-lagi bersyukur. Dia selalu bahagia dengan perhatian-perhatian sederhana dari kakaknya.

"Terima kasih." Sekali lagi Mentari mengucapkannya.

Kata orang memiliki kakak perempuan adalah anugrah terindah. Ada sosok yang bisa memberikan perhatian dan menjadi sandaran bagi kita di kala butuh bahu untuk bersandar.

****************

Hari semakin berlalu lebih cepat. Mentari dan keluarganya duduk di ruang tamu dan berbincang-bincang bersama sanak keluarga yang datang untuk menyaksikan pernikahannya.

"Mentari, kalau nanti sudah menikah. Jangan lupa main-main ke rumah Bibi dan Pamanmu ya?"

"Ya enggak mungkin lupa lah. Pasti nanti mentari akan main ke sana dengan suaminya," timpal ibu mentari.

Mentari hanya diam saja tak bergeming. Dia masih terus memikirkan perasaannya yang tak menentu. Dia juga masih ragu untuk meninggalkan kedua orang tuanya. baginya hari ini terasa begitu berat.

Menjadi anak penurut  demi kebahagiaan orang tua atau menjadi anak pembangkang demi kebahagiaan sendiri.

Ini adalah suatu hal yang membuatnya berat. d QQia akhirnya memilih untuk pilihan pertama yaitu kebahagiaan orang tua.

****************

Malam berganti menjadi pagi. mereka semua sudah bersiap untuk pelaksanaan. Acara akan dilaksanakan di gedung serbaguna. Kedua mempelai dan juga keluarga mempelai pengantin berkumpul di gedung sejak subuh.

Pelaminan sudah menunggu raja dan ratu sehari itu untuk duduk berdampingan.

"Cantiknya kamu, Mentari." Ibu mentari memuji putrinya sendiri.

"Sangat cantik, riasannya pangling." Salah satu sanak saudara memujinya.

Semua sudah siap semua. Mentari di ajak untuk menuju tempat akad nikah. Dia berjalan perlahan karena memakai kain Sido Mukti ciri khas dari pakaian pengantin.

Saat mereka hampir sampai ke tempat akad nikah. Ada kabar yang sangat mengejutkan dan kehebohan yang membuat sebagian orang menjerit histeris.

Keluarga Mentari segera mencari tahu ada apa sebenarnya.

"Ada apa?" tanya ibu Mentari.

"Itu, calon pengantin pria. Dia ... Dia."

"Ada apa? Ada apa dengannya?"

Semua orang menjadi panik dan histeris.

Beberapa orang mulai berlarian. Begitu pula dengan bapak Mentari. Tikno menghampiri tempat orang berkumpul.

"Ada apa ini?" tanya Tikno.

Tikno bertanya kepada beberapa orang yang berdiri di sampingnya. Dia ingin masuk ke dalam ruangan tapi pintu masuk dipenuhi oleh orang yang bergerumul.

"Saya juga tidak tahu ada apa, tapi katanya ada yang pingsan."

Salah satu kerabat menjawab pertanyaan dari Tikno.

Tikno menjadi bingung. Dia bertanya siapa yang pingsan dan kenapa bisa pingsan.

Di ruangan lain Mentari dan ibunya sedang merasa khawatir. Katanya terjadi sesuatu kepada calon mempelai pria.

"Bu ada apa ini, bu."

Mentari menggenggam erat kedua tangan ibunya. Tangannya sudah berkeringat dan juga gemetar. Dia sangat khawatir di hari yang sakral ini sesuatu hal yang buruk terjadi.

Sebab beberapa hari sebelum terlaksananya acara pernikahan ini. Mentari bertemu dengan seorang pria. Pria itu datang dan menghampirinya. Dia mengingatkan Mentari kalau harus berhati-hati. Dia bilang jangan pernah percaya dengan orang terdekatmu.

Mentari tidak tahu apa maksud dari perkataan pria itu. Pria itu muncul dan pergi melalui pantai yang biasa Mentari datangi.

"Tidak mungkin. Itu semua hanyalah sebuah mimpi. Apa mungkin sesuatu? Apa mungkin pria yang datang kepadaku dalam mimpi itu adalah seorang malaikat? Tapi apa yang akan terjadi? Ada apa dengan calon suamiku itu?." Mentari membatin di dalam hatinya.

Mentari dan ibunya bergegas untuk pergi menuju ruangan di mana ruangan itu adalah ruangan rias khusus mempelai pria dan keluarganya.

"Eh Mentari." Bulan menghampiri mentari yang sedang berjalan menuju suatu ruangan.

"Kak Bulan syukurlah kamu di sini. Katanya ada sesuatu yang terjadi kepada calon suamiku."Mentari menceritakan berita yang ia dapatkan dari salah satu kerabatnya.

"Ada apa Tari? Ada apa dengan calon suamimu?"

Bulan yang baru saja datang dari toilet merasa tidak mendengar kabar apapun.

Bulan akhirnya menemani Mentari dan juga bibinya melangkah lebih maju untuk mendekat ke ruang rias pengantin pria.

"Pak Ada apa ini?"mereka bertemu dengan bapaknya Mentari di ambang pintu.

"Papa juga tidak tahu Bu. Tapi sepertinya ada sesuatu hal yang gawat yang terjadi."

Tikno dengan perasaan berat hati menyampaikan berita gawat itu. Meski dia belum tahu pasti apa yang terjadi di dalam.

"Anakku ... anakku."

Terdengar jelas gerungan seorang wanita sedang menangis dan memanggil-manggil anaknya.

"Pak sepertinya kita harus masuk."Ibu Mentari memaksa untuk melihat keadaannya agar mereka tahu dan jelas apa yang terjadi.

"Tapi mereka belum mengizinkan kita masuk Bu. Tadi Bapak sudah menawarkan diri untuk masuk. Mereka melarangnya."

Mentari merasa ini tidak benar. Apa mereka dihalangi untuk bertemu dan melihat keadaan. Sedangkan acara akad nikah akan segera dimulai. Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi. Penghulu pasti sebentar lagi akan sampai.

"Pak kita harus masuk, sebentar lagi pak penghulu pasti datang."ujar Mentari.

"Permisi apakah kami boleh masuk?"tanya tikno kepada salah satu orang yang ada di depan pintu.

"Sebentar Pak Dokter sedang memeriksa kondisi dari calon pengantin."seorang orang kerabat dari calon mempelai pria memberitahu bahwa ada seorang dokter di dalam sana.

"Dokter? Sebenarnya apa yang terjadi?"

Semua memiliki rasa penasaran yang sama. Semua memiliki pertanyaan yang sama. Apa yang terjadi di dalam sana? Apa yang terjadi kepada calon mempelai pria?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!