Namaku Nadiya Rosaline, umurku 24 tahun, aku adalah anak yatim piyatu. Pekerjaanku sebagai sekretaris di sebuh perusahaan terbesar di Asia. Delta.inc, ya... Delta.inc, sebuah perusahaan yang memiliki pemimpin yang tampan, arogan, keras kepala dan juga kharismatik. Siapapun bisa jatuh cinta padanya, bahkan aku... Terbuai olehnya.
Aku menggulung rambutku ke atas, lalu membuang isi perutku ke dalam closet. Aku sungguh mual.
Tapi itu adalah cerita lama, sekarang aku adalah seorang gadis yang pengangguran. Hey! aku lupa, aku bukan lagi seorang gadis. Karena kejadian malam itu, aku kehilangan kehormatanku sebagai wanita. Dan sekarang aku mengandung anak dari... Lelaki arogan itu.
Aku mengusap wajahku, lalu menatap wajahku yang pucat kearah cermin, setetes air mata ku meluncur begitu saja dari pipiku. Hatiku sangat sakit ketika menginggat penolakan penolakan yang dilakukan oleh lelaki itu atas janin yang aku kandung ini. Padahal dia adalah orang pertama yang menanamkan benihnya padaku. aku hancur bersama dengan penolakan itu.
Aku mengusap perutku yang masih rata, umurnya masih 2 minggu.
"Ibu tidak akan membuangmu. Kita akan pergi ketempat dimana, hanya ada kita berdua. Tidak ada ayah, hanya kita berdua."
Sudah cukup! aku menangisi dan menyesali apa yang sudah terjadi. aku harus bangkit sudah saatnya aku bahagia bersama anakku.
Aku keluar dari kamar mandi lalu berjalan menuju jendela apartemen yang sangat besar ini dan membuka hordeng yang kututup selama beberapa hari kebelakang ini.
Sinar matahari langsung meneragi tubuhku, seakan akan memberitahu bahwa 'aku harus bangkit dari keterpurukan ini'.
semua rasa sakit juga penolakan itu akan aku simpan, semoga aku akan bahagia setelah ini.
"selamat tinggal Jakarta, selamat tinggal Dirga..."
***
7 bulan kemudian.
Kling.
Suara pintu terbuka menandakan ada seorang pelanggan yang masuk kedalam toko.
Seorang wanita muda nan cantik memasuki toko itu dengan senyum yang mengembang. Ia suka wangi bunga, ia suka warna bunga, ia suka semua yang menyangkut bunga. Dia adalah Steffi Orlando. Menurut Steffi, tak ada yang lebih indah selain kecantikan bunga dan kecantikan wanita.
"Selamat datang di toko blossom, ada yang bisa saya bantu?". Tanya pelayan toko itu.
Steffi tersenyum kearah wanita muda yang sedang hamil itu.
"Saya ingin 100 bunga mawar merah". Ucap Steffi pada pelayan itu. Pelayan itu tersenyum lalu berjalan menuju bunga mawar itu berada.
Steffi mengikuti wanita itu, Steffi dapat melihat wanita itu dengan telatennya menyusun setiap mawar merah itu dengan sangat rapi.
"Kamu sedang hamil berapa bulan?". Tanya Steffi dengan sumringah. Bagi stefi menjadi ibu adalah hal yang paling ia inginkan, mungkin bukan hanya dia. Tapi itu sudah menjadi keinginan para wanita.
" Tujuh bulan". Ucap wanita itu.
"Oh iya... Kalau boleh tau, namamu siapa?". Tanya Steffi.
"Rosaline". Ucap Rosaline dengan tersenyum ramah.
"Wow... Apa ibumu menyukai bunga rose? Apa kamu juga menyukai bunga rose? Apakah anakmu nanti kamu beri nama rose juga? Atau nama bunga yang lain?". Tanya Steffi dengan antusias. Memang Steffi adalah wanita yang banyak pertanyaan dikepalanya, jika tidak ia lontarkan pertanyaan itu maka kepalanya akan pusing dengan segala dugaan yang ia pikirkan.
Melihat raut wajah Ros yang binggung membuat Steffi meringis dan memukul mulutnya pelat.
"Maafkan aku, Rosaline. Apa kepalamu pusing? Atau kamu marah dengan ku? Atau... Ah... Maaf, aku mulai lagi". Ucap Steffi seraya memukul kepalanya.
Ros tersenyum kearah Steffi lalu menyodorkan buket bunga yang ia susun rapi menjadi satu ke arah Steffi. Ros dapat melihat mata Steffi yang berbinar binar. Ros suka pemandangan itu.
"Iya ibuku dan aku menyukai bunga rose. Dandelion, nama anaku nanti dandelion". Ucap Ros sembari membayangkan anaknya lahir nanti. Ia tidak sabar akan hal itu, tanpa sadar Ros menggelus perutnya.
"Tidak apa apa, tidak usah minta maaf atas apa yang kamu tanya kan tadi. Aku... Senang ada yang bertanya seperti itu". Ucap Rosaline yang diakhiri dengan senyuman tulus. Sehingga membuat Steffi lega.
"Lalu, kamu sendiri kenapa menyukai bunga mawar?". Tanya Ros kembali.
"Menurutku, cinta itu seperti bunga mawar. Semakin kamu menggenggamnya, semakin kamu terluka karena durinya. Tapi, jika kamu menyingkirkan durinya. Kamu akan memuja cinta itu, seperti kamu memuja bunga mawar". Ucap Steffi.
"Ya... Kamu benar". Ros tersenyum miris lalu menundukan kepalanya. Cinta? Bahkan ia tidak tau apa itu cinta yang sesungguhnya. Yang ia tau hanya cinta dari kedua orangtuanya yang kini tiada.
"Kamu... Kamu mau jadi kakak ku?". Ucap Steffi tanpa sadar. Ros menggangkat kepalanya menyapa Steffi.
"Apa? Apa kamu bilang?". Ucap Rosaline dengan nada terkejut.
Steffi tergagap karena melihat reaksi Ros yang seperti itu, mungkin Steffi salah bicara lagi dengan mulut asalnya ini.
"Aaah... Maafkan aku...". Ucap Steffi sembari sedikit membungkukan kepalanya.
"Haha... Kenapa kamu selalu minta maaf, kamu tidak membuat salah... Adikku". Ucap Ros dengan tertawa. Rosaline telah membuat keputusan bahwa, ia menerima Steffi sebagai adik angkatnya. Memang pertemuan ini sangat singkat, dan Ros yakin bahwa Steffi adalah anak yang baik dan sopan.
"A...apa? Adikku?. Kau menerimaku sebagai adikmu?". Ucap Steffi dengan wajah terkejut.
"Eumm... Aku pikir iya".
Bruk.
Steffi memeluk Ros dengan erat.
"Aku selalu ingin mempunyai kakak perempuan yang menyukai bunga. Ternyata aku tidak salah memilih toko tadi". Ucap Steffi dengan terharu. Seumur umur ia tidak akan bisa mempunyai adik lagi, karena rahim ibunya telah diangkat karena suatu penyakit. Dan Steffi hanya mempunyai kakak laki laki yang menyebalkan.
Steffi melepaskan pelukannya dan menarik satu bunga mawar, lalu menyodorkannya kepada Ros. Ros mengerutkan alisnya karena binggung.
"Untuk apa?".
"Untukmu". Ucap Steffi dengan senyum lima jarinya. Manis. Menurut Ros Steffi adalah anak yang manis.
Ros menerima bunga itu lalu Steffi menarik bunga dalam buket itu lagi dan menyodorkannya kepada Ros lagi. Baru Ros ingin berbicara namun suara Steffi lebih dulu keluar.
"Untuk anakmu". Ucap Steffi sembari menaikan satu alisnya.
Kringgggg....
Kringgggg....
"Oh... sebentar". Steffi merogoh tasnya dan menemukan benda pipih yang ia cari. Steffi melihat nama yang tertera dilayar ponselnya lalu mendengus kesal.
Steffi menggeser tombol hijau kesamping lalu menempelkannya di telinganya.
"Halo...". Ucap Steffi dengan lesu.
".............".
"Sebentar lagi, kau tidak bisa sabar sedikit ya?". Teriak Steffi.
".....................".
"Ah... maaf, Aku sedang berbicara dengan kakakku dan ponakanku dulu?".
"..............."
"Oke, tunggu aku. Sedikit lagi aku keluar".
Pip.
Steffi menjauhkan ponselnya lalu menatap ponselnya itu dengan garang.
"Dasar tukang marah, tukang suruh, tukang ngatur, tukang... Tukang apalagi ya?. Pokoknya kesel". Ucap Steffi dengan raut wajah yang kesal. Tapi menurut Ros wajah Steffi sangat lucu, sehingga membuat dia tertawa.
Tidak salah juga aku menerima Steffi sebagai adikku, mungkin Steffi adalah malaikat yang Allah kirim untukku, untuk menemaniku. Batin Ros.
"Ah... Kakak, maaf. Aku harus pergi sekarang, semua ini totalnya berapa?". Tanya Steffi sembari memasukkan ponselnya kedalam tas.
"Satu juta rupiah". Ucap Ros. Jika ini adalah toko miliknya, mungkin Ros akan memberikannya secara cuma cuma kepada Steffi, sayangnya ini adalah toko milik nenek tua yang ia tolong waktu itu.
Steffi menyodorkan uang kartu nama kepada Ros, kali Ros mulai menghitungnya.
"Tunggu, stefi. Uangmu kelebihan". Ucap Ros setengah berteriak, karena Steffi sudah berlari kearah pintu. Ros mengejar Steffi kedepan namun Ros sudah melihat mobil yang melaju cepat.
Ros melipat uang itu lalu memasukkannya kedalam saku celananya. Ros masuk kembali kedalam toko itu, dan melihat kartu nama yang Steffi tinggalkan.
"Orlando.inc". Gumam Ros. Kemudian Ros memasukkan kartu nama itu juga kedalam saku celananya. Mungkin ia akan menggembalikan uang Steffi ke alamat yang tertera ini.
"Orlando.inc," Ros mengucapkan kalimat itu tanpa suara, hanya pergerakan bibir saja.
Ros mendongakkan kepalanya menatap sebuah gedung pencakar langit yang sangat tinggi itu, bahkan mungkin hampir saja menembus cakrawala atau memang saja menebus cakrawala. Ros menjadi ragu, Apakah ia akan bertemu dengan Steffi disini? menggingat pekerjaan didalam pasti sedang sibuk dan ramai.
Dengan langkah ragu Ros memasuki gedung itu. Ros menggenggam erat bunga mawar merah yang ia bawa khusus untuk Steffi, Steffi pasti senang. Tapi pertanyaannya adalah Apakah Steffi akan bertemu dengannya? Ataukah mungkin Steffi sudah melupakannya.
Langkah Ros terhenti karena berbagai dugaan muncul dikepalanya. Ros menggelus perutnya dan berkata.
"Maaf sayang, sepertinya kita tidak bisa bertemu dengan Tantemu atau mungkin kita tidak akan pernah bertemu lagi," Ucap Ros yang diakhiri dengan senyuman terpaksanya.
Ros membalikan tubuhnya lalu seketika tubuhnya terdorong ke depan karena bahunya terdorong oleh seseorang dari belakang. Karena dorongan itu, Ros tak sengaja menjatuhkan bunga mawarnya ke tanah, Ros berusaha mengambilnya. Seketika tubuh Ros melemas, karena mawar itu sudah hancur diinjak oleh seorang pria yang menabraknya tadi.
Ros menelan Salivanya, Ros berusaha menahan kesabaran.
'Sabar Ros.... Sabar... Ingat anakmu... Sabar....'. Ucap Ros yang tak henti hentinya.
Namun, hati dan tubuh Ros sedang tidak sejalan. Jadi ia berjalan menghampiri pria yang sedang memainkan ponselnya itu dengan kesal.
Ros berjalan lalu menarik tangan pria itu agar menghadap kearahnya. Ros baru sadar, kalau lelaki itu tingginya tak ketulungan. Sehingga membuat Ros harus mendongakkan kepalanya, untuk melihat wajah pria itu. Pria itu menundukkan kepalanya, ia menaikkan satu alisnya menatap Ros dengan mulut terbukanya itu.
'ya...ya...ya... Susah juga punya muka tampan dari lahir'. Ucap pria itu dalam hati.
Pria itu mendekati wajahnya kearah wajah Ros, wajah mereka sangat dekat. Pria itu tak tau kenapa ia ingin melakukan ini, tapi melihat perut buncit wanita itu membuat dia menarik lagi kepalanya.
"Ada apa ibu hamil? Ini bukan tempatnya USG," Ucap pria itu nada bingung lalu pria itu memasukan ponselnya kedalam saku celananya.
"Kamu menjatuhkan bunga mawar ku! lalu kamu menginjaknya dan berjalan tanpa dosa!" Ucap Ros sembari menunjuk kearah dimana mawarnya hancur.
Pria itu menaikan satu alisnya lalu melihat kearah yang ditunjukkan oleh Ros dan benar saja, bunga itu telah hancur. Tapi, ia tidak merasa ia yang menginjak jadi ia menyangkal.
"Aku tidak menginjaknya," Bela pria itu.
"Ya!. Kamu menginjaknya, karena kamu sibuk dengan ponselmu!" Kekeh Ros sembari menujuk kearah pria itu.
"Tidak..."
"Iya!"
"Tidak..."
"Dasar pria tak punya hati!" Ucap Ros dengan diiringi air mata, mungkin ini efek dari kehamilannya sehingga membuatnya mudah sekali menangis.
Ros mengusap air mata yang jatuh, lalu membalikkan badannya dan berniat pergi untuk meninggalkan pria itu.
"Tunggu..." Ucap pria itu. Namun Ros tak menggubrisnya ia sibuk menenangkan dirinya sendiri.
"Hey, aku minta maaf," Lalu pria itu mengejar Ros dengan langkahnya yang lebar.
Gap.
Dengan cepat pria itu bisa menangkap tangan Ros yang kecil. Lalu pria itu memeluk Ros dengan erat dan menggelus kepala Ros dengan sangat hati hati, takut kalau pria itu bisa menyakiti Ros dengan belaiannya.
"Ros... Aku rindu," Ucap lelaki itu, seketika tangisan Ros berhenti. Ros mendorong pria itu lalu menatap pria itu dengan binggung, alis Ros menyatu tanda ia sedang berfikir.
Pria itu terdiam, menunggu jawaban Ros. Ia tau Ros sedang berfikir, karena itu terlihat dari alisnya yang menyatu. Pria ini tau semua tentang Ros, bahkan pria ini tau semua kebiasaan yang Ros lakukan.
"Ka...kau siapa?" Tanya Ros dengan terbata bata.
Pria itu terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Ros. Pertanyaan dari Roa sukses membuat hati pria itu mencelos. Pria itu membuang nafasnya dan berusaha sabar.
"Kau lupa denganku?" Tanya pria itu dengan wajah kesal.
"Eum... Tidak! Aku mengingatmu," Ucap Ros dengan keyakinan 70 persen.
Pria itu menaikan satu alisnya karena binggung dengan Ros. Oh... Mungkin karena efek kehamilannya. Pikir pria itu
"Kalau begitu, siapa aku?" tanya kembali pria itu. Seketika tubuh pria itu menengang. Mungkin saja, memang Ros masih mengingatnya.
"Kamu yang mendorong bahu ku beberapa menit yang lalu! lalu kau menginjak Mawar ku! lalu kamu mengatakan hal yang membuat hatiku kesal!" Ucap Ros sembari menunjukan jarinya karena mengabsen setiap pertemuannya dengan pria itu tadi.
Seketika pria itu menundukkan kepalanya sembari membuang nafasnya. Tangannya memijit batang hidungnya yang sedikit pusing. Ia mulai berfikir, bagaimana caranya agar Ros kembali mengingatnya.
Melihat tingkah pria itu, membuat Ros tambah binggung dan bertanya tanya. Apakah pria ini, mempunyai penyakit jiwa atau tidak?. Mengingat tingkah laku aneh yang dilakukannya.
Pria itu menggangkat kepalanya lalu melihat Ros dengan mata yang sedikit menyipit.
"Kau benar benar lupa denganku?" Tanya pria itu sekali lagi, sebelum pria itu memberitahu Ros. Pria itu ingin Ros sendiri yang mengingatnya, tapi ekspetasi berbanding balik dengan realita.
"Kan aku sudah bilang kalau kau...." Ucapan Ros terhenti, karena pria itu mengangkat tangannya ke udara. Ros tau apa arti dari bahasa tubuh itu, itu artinya Ros harus diam. Ros mengunci mulutnya rapat rapat, Ros menunggu pria itu berbicara. Karena terlihat dari wajahnya, sepertinya pria itu tengah menyusun kalimat yang ingin dia bicarakan.
"Kau suka mawar merah?" tanya pria itu, untuk memastikan kalau ini adalah wanita yang ia duga.
"Iya," Ucap Ros dengan mantap.
"Apakah ayah dan ibumu, sudah tiada?" Tanya kembali lelaki itu.
"Kenapa kamu banyak tanya?!" Ucap Ros dengan kesal. Sebenarnya Ros terkejut dengan pertanyaan yang terlontar dari pria itu. Disini, di daerah ini. Hanya Nancy - pemilik toko bunga - yang tau, kalau orang tuanya telah tiada.
"Cepat jawab saja," Desak pria itu.
"Iya..." Ucap Ros dengan air mata yang mulai berkumpul. Hey, ayolah Ros. Tidak usah sedih, ada anakmu yang setia menemanimu. Ucap Ros pada dirinya sendiri.
"Sudah ku duga," Ucap pria itu sembari menganggukan kepalanya dengan mantap.
"Kau sudah menduga apa?"
"Banyak tanya."
Ros seketika mata Ros melotot mendengar perkataan pria itu.
"Hey, pria bau tengik! Kau yang dari tadi banyak tanya tau!" ucap Ros dengan berkoar koar. Kalau saja ini adalah komik, mungkin Ros sudah digambarkan dengan api yang mengelilingi tubuhnya saat ini.
"Hey, Jagan emosimu. Apa kau tidak kasian dengan anakmu?" Tanya pria itu kembali sembari berdecak pinggang.
Ros membuang nafasnya, ia lelah bertengkar dengan pria yang ada dihadapannya ini. Itu sama saja seperti Ros yang dengan cuma cuma membuang tenaganya.
"Sudahlah... Aku lelah bertengkar denganmu," Ucap Ros yang sudah pasrah. Ros membalikan badannya dan berniat untuk pergi dari hadapan cowok itu. Ros ingin pergi ke suatu tempat dimana ia bisa menenangkan dirinya sendiri.
Namun, dengan cepat pria itu kembali menahan tangan Ros. Ros terdiam dan kembali membalikan badannya menatap pria itu dengan lelah. Ros melihat pria itu dengan tatapan 'ada apa lagi?'. Pria itu melontarkan kalimat yang sukses membuat Ros melemas, seakan akan kalimat itu kembali membawanya ke masa lalunya. Ros sekarang tau, siapa sebenarnya pria yang ada dihadapannya ini.
"Ka...kau... Cosmos Orlando?" Tanya Ros ketika kesadarannya sudah kembali.
"Ya... Rosku," Ucap Cosmos dengan senang. Berakhirlah pencarian Cosmos. Ia rindu dengan kalimat itu, ia rindu dengan semua yang ada pada Ros. Sepertinya alam sedang berkonspirasi terhadapnya dengan Ros. Ia bersumpah tidak akan melepaskan Ros lagi, karena baginya Ros adalah separuh jiwanya yang telah kembali. Persetanan dengan suami Ros. Hanya dia yang akan menjadi suami Ros. Itu adalah janji seorang Cosmos.
'Sepertinya, takdir tengah mempermainkan kita'.
***
Rintik hujan membahasi bumi dengan suka rela, angin malam pun ikut serta didalamnya. Ros menggerakkan jaketnya dengan erat. Ros tidak tau kalau malam ini akan turun hujan, jadi ia tidak membawa payung.
Ros terus berjalan dengan cepat, berharap ia cepat sampai di kontrakannya. Ros berbelok di gang yang sangat sepi, di ujung jalan Ros dapat melihat bayangan seorang lelaki yang sedang meniupkan asap rokok keudara. Ros terus berjalan maju, sebenarnya perasaan Ros sudah tidak enak sejak tadi.
Lama kelamaan bayangan itu berubah menjadi seseorang lelaki dengan wajah garangnya. Ros terus berjalan tanpa melihat ke arah lelaki itu. Ros terus memanjatkan doa dalam hati, berharap ia dan anaknya akan baik baik saja sampai rumah nanti.
"Hey, nona!" Teriak lelaki itu sembari membuang puntung rokoknya di genangan air.
Seketika tubuh Ros terasa kaku dan Ros mempercepat langkahnya.
"Tunggu, nona!" Teriak kembali lelaki itu, lelaki itu sedikit berlari untuk mengejar Ros.
Gap.
Lelaki itu berhasil menangkap tangan Ros. Ros berusaha melepaskan tangan lelaki itu dari tangannya, namun tenanga lelaki itu lebih kuat dibandingkan dirinya.
Lelaki itu menarik Ros lalu membentur kan Ros ke arah tembok, Ros meringis menggingat ia sedang hamil.
"Tolongg..." Teriak Ros.
"Tolong .... Siapa saja! tolong aku! " teriak Ros kembali.
"Lepaskan aku, keparat sialan!" Bentak Ros kepada lelaki itu sembari memukulnya dengan menggunakan tas miliknya.
Karena kesal lelaki itu menarik tas milik Ros, lalu membuangnya ke sembarang arah yang membuat isi tas itu berantakan. Lalu lelaki itu mendekatkan dirinya kearah Ros. Ros bisa mencium aroma alkohol dari tubuhnya. Dia mabuk. Pikir Ros.
"Mau bermain main dulu? dengan Keparat ini?" Bisik Lelaki itu tepat ditelinga Ros.
Bugh.
Ros menendang area vital lelaki tersebut, sehingga membuat lelaki tersebut tersungkur di atas aspal yang basah. Masa bodo dengan masa depannya. Ros berlari sekuat yang ia bisa, Ros berharap anaknya tidak apa apa di dalam sana. Ros sungguh takut, melihat Ros yang kabur membuat lelaki itu geram, lelaki itu bangun lalu mengejar Ros kembali.
Dan untuk kedua kalinya, Ros tidak berhasil menghindar dari Lelaki tersebut. Lelaki itu mencengkram tangan Ros dua kali lebih kuat daripada yang sebelumnya. Ros memukuli lelaki itu tanpa henti dan berharap lelaki itu akan melepaskannya.
"Kau! Berani beraninya memukul ku seperti itu! Dasar wanita murahan!, Kau sendiri tidur dengan bosmu! Hingga kau hamil kan!" Teriak lelaki itu didepan wajah Ros. Ros jadi teringat dengan lelaki ini, lelaki ini adalah mantan satpam diperusahaan dimana tempat ia berkerja dulu.
Krek.
Ros merasakan hatinya remuk kembali. setelah sekian lama ia berusaha melupakan masalalu itu, Tetap saja masalalu itu akan kembali kepadanya. Ini seperti boomerang baginya. Ros sudah tak bisa membendung air matanya lagi, Ros menangis sejadi jadinya.
"Tidak usah menangis, sialan!" Teriak lelaki itu.
Plak.
Lalu lelaki menampar Ros dengan sangat kuat. Ros tersungkur di atas aspal dengan kuping yang berdengung, kepalanya berputar hebat dan bisa Ros pastikan kalau bibirnya juga sobek. Ros berusaha untuk bangun, namun ia sudah tidak kuat. Sebelum Ros menutup matanya ia menggelus perutnya lalu melihat lelaki itu juga jatuh tak sadarkan diri disampingnya. Lalu Ros menutup matanya, samar samar Ros dapat mendengar suara lelaki yang memanggil namanya.
"Ros... Bangun Ros..."
"Hey sayang... Buka matamu. Bangunlah,"
"Can you hear me? Maafkan aku, karena aku terlambat menolong mu,"
Dan Ros tak sadarkan diri.
***
Ini adalah mimpi buruk bagi setiap wanita. Dan terutama untuk ku, aku harap setiap kali aku membuka mata, mimpi ini akan berakhir. Ya... Mimpi buruk ini tentunya.
Ros membuka kedua matanya lalu Ros memerjapkan kedua matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk.
Aku tidak pernah menyalahkan yang maha kuasa atas segala sesuatu yang menimpaku. Mungkin Dimatanya akulah manusia terkuat yang ada di muka bumi, sehingga aku mendapatkan ujian ini.
Ros mendudukan tubuhnya, lalu Ros mengabsen satu persatu apa yang ia lihat. Ada hamparan rumput yang luas, pohon yang rindang, suara burung yang saling beradu, kupu kupu yang saling berkejaran, langit yang cerah, dan awan yang putih. Sangat indah. Pikir Ros.
Terkadang aku berfikir untuk mengakhiri hidup ini...
Terkadang aku berfikir... kalau saja, aku bukanlah aku.
Terkadang aku berfikir... bagaimana jika aku terlahir dengan menjadi orang lain.
Akankah hidup ku lebih indah daripada ini?. Dan aku menemukan jawabannya, yaitu... Aku sudah bahagia menjalani hidupku hanya berdua dengan anakku.
Ros berdiri lalu mengelus perutnya yang semakin membuncit itu. Ros terkejut, karena Ros tengah memakai baju gaun putih hingga semata kaki. Lalu Ros menundukkan kepalanya melihat ujung kakinya yang ia mainkan.
"Bungaku!"
"Rosaline!"
Merasa namanya dipanggil pun, Ros menoleh kebelakang dan betapa terkejutnya dia karena mereka adalah...
"Ayah... Ibu..." Seketikan air mata Ros jatuh begitu saja. Ros berlari kearah mereka, namun Ros malah semakin jauh, jauh dan jauh. Dan sebelum semakin menghilang ibu Ros berkata.
"Jaga dirimu baik baik, hiduplah dengan benar. Ayah dan ibu sayang kamu, jaga cucu kami dan berbahagialah..." Ucap mereka, lalu mereka hilang dari pandangan Ros dan itu membuat hati Ros perih.
"Ros ingin ikut kalian..." Ucap Ros disela tangisannya.
Karena lelah, Ros terjatuh lalu masuk kedalam lubang hitam yang menghisapnya.
Dan memang, hidup itu mempunyai banyak kejutan yang tak terduga. Terkadang hidup itu penuh misteri dan teka teki yang harus dipecahkan, untuk bisa menjalani kehidupan yang selanjutnya.
Ros membuka matanya keduniaan nyata, Nafasnya tersengal-sengal.
"Ros!, akhirnya kau sadar!" Seru Steffi. Steffi keluar dari ruangan Ros untuk memanggil tim medis. Dan tak lama tim medis pun memeriksa keadaan Ros. Sebelum keluar dari ruangan Ros, dokter pun berbincang dengan Steffi mengenai keadaan Ros saat ini.
"Ros..." Panggil Steffi pada Ros, yang sedang memijat kepalanya. Ros menoleh dengan lemah ke arah Steffi.
"Bagaimana keadaanmu saat ini?" Tanya Steffi sembari mendekat ke arah Ros yang sedang berusaha mendudukkan tubuhnya dan dengan sigap Steffi membantunya untuk duduk.
"Tidak lebih baik daripada ini," Ucap Ros dengan diakhiri dengan senyuman, walaupun senyuman tidak selebar biasanya karena bibirnya sangat perih. Lalu mereka berdua saling terdiam. Ros hanya ingin melupakan kejadian itu dan Steffi tidak mau mengungkit kejadian malam itu juga.
"Terimakasih..." Ucap Ros sembari memilin jari jarinya.
"Untuk apa?" Tanya Steffi dengan heran.
"Menolongku, pada malam itu," Ucap Ros dengan wajah sendu. Pelecehan malam itu sangat menyakitkan hatinya. Walaupun Ros tau, dia bukan wanita baik baik. Tapi, dia tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi. Seketika air mata Ros berkumpul dipeluk matanya.
Dengan cepat Steffi memeluk Ros dengan erat. Ros memejamkan matanya menahan air mata yang mendesak ingin keluar, Steffi mengelus rambut Ros dengan penuh kasih sayang.
"Syukurlah, kau masih selamat, kak," Ucap Steffi yang juga berusaha menahan air matanya.
Ros tidak kuasa menahan air matanya lagi, menangis sejadi jadinya dalam pelukan Steffi. Dari banyak hari yang ia lewati, baru kali ini lagi ia menerima pelukan dari seseorang lagi. Ros membalas pelukan Steffi dengan erat.
"Dan... Ucapkan terimakasih mu kepada pria yang ada didepan," Ucap Steffi
Clek.
Pintu kamar Ros terbuka. Dan menampilkan sesosok pria bertubuh tinggi, putih dan memiliki wajah yang sangat tampan. Ros mendongakkan kepalanya menatap ke arah pintu dan seketika tubuh Ros melemas, karena pria itu adalah sosok yang ia hindari sejak bulan bulan sebelumnya dan pria itu juga menatap Ros dengan sendu.
Ros melepaskan pelukannya dengan Steffi. Steffi menatap perubahan raut wajah Ros dengan binggung, Steffi mengikuti arah pandang Ros dan berujung pada seorang pria. Steffi tersenyum kepada pria itu lalu memberi isyarat agar pria itu mendekat kearahnya, dan pria itu berjalan perlahan mendekati Ros dan Steffi berada.
"Kak Ros... Kenalkan dia adalah calon tunangan aku," Ucap Steffi yang di akhiri dengan senyuman bahagia. Mendengar ucapan Steffi membuat Ros makin melemas.
'Tolong, kuatkan hati hamba mu ini yaallah'. Batin Ros.
"Dan... Dirga, ini Rosaline," Ucap Steffi dengan antusias.
Dengan gerakan perlahan tangan Dirga terangkat dengan sendirinya. Setelah cukup lama tangan Dirga menggantung di udara Dirga menarik tangannya kembali. Namun sebelum Dirga benar benar menarik tangannya, tangan Ros menyambarnya.
"Ros...Rosaline," Ucap Ros dengan wajah datar.
"Dirgantara Delta. Senang bisa bertemu denganmu... Ros."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!