NovelToon NovelToon

NILAM & VANDAM

01

Sebuah mobil sedan warna hitam memasuki area perkampungan. Seorang pria yang ada didalam mobil mengemudikan dengan perlahan, matanya menatap kerumah rumah yang berjejeran dan tersenyum saat melihat rumah yang Ia cari.

Vandam, si pengemudi mobil menghentikan laju mobilnya didepan sebuah rumah sederhana.

Ia turun dari mobil lalu disambut seorang pria yang seumuran dengannya.

"Akhirnya kau sampai juga." ucap Pria si pemilik rumah lalu memeluk Vandam.

"Kau tinggal disini?" tanya Vandam yang langsung diangguki oleh Riki nama teman Vandam.

"Ya aku tinggal disini bersama Ibu dan adik ku."

"Adik?" Vandam menatap tak percaya mengingat Riki anak tunggal yang tidak memiliki saudara.

"Adik tiri, bukankah aku sudah pernah mengatakan jika Ibuku menikah lagi? Tapi sekarang suaminya sudah meninggal jadi mau tak mau aku dan ibuku harus merawat adik tiriku itu." ungkap Riki.

Vandam hanya mengangguk mendengar ucapan Riki, Ia segera mengikuti langkah kaki Riki memasuki rumah.

"Dia Vandam, teman smp ku, apa Ibu masih ingat?" tanya Riki pada Marni Ibunya.

Marni terlihat menelisik wajah Vandam, awalnya Ia lupa namun akhirnya Marni ingat jika pria yang berdiri didepannya itu dulu pernah main kerumahnya waktu masih Smp.

"Astaga Vandam, kau sudah semakin besar." kata Marni sambil memukul lengan Vandam.

Vandam tersenyum, "Dulu aku sering datang kerumah untuk meminta makanan, apa makanan Ibu masih seenak dulu?" tanya Vandam.

Marni tertawa, "Tentu saja masih seenak dulu, wah kau terlihat semakin sukses dan tampan ya." puji Marni.

Vandam hanya tersenyum, Ia merasa kurang nyaman dengan pujian Marni.

"Kau bekerja dikota? Ajaklah Riki bersamamu agar dia juga bisa sesukses dirimu." pinta Marni.

"Aku bekerja sebagai kacung seseorang, Riki jelas tidak akan mau ikut karena jiwa Riki itu seorang pengusaha tidak sepertiku." balas Vandam.

"Apa yang kau katakan, aku juga masih sama saja menjadi kacung orang." tambah Riki sambil tertawa.

"Dan kau harus mencontoh Vandam, Lihatlah dia sukses meskipun hanya menjadi kacung orang lain."

Riki berdecak, "Sudahlah Bu, jangan mulai membandingkan aku dengan Vandam, aku juga sudah bekerja keras." protes Riki.

Marni tersenyum, "Ya sudah kalian berdua mengobrol dulu, aku akan memasak untuk makan siang kita." kata Marni lalu pergi ke dapur.

Riki mengajak Vandam duduk disofa yang sudah terlihat lusuh.

Mereka berdua bernostalgia masa sekolah mereka sambil sesekali mengucapkan gurauan yang membuat mereka tertawa bersama.

Pintu rumah terbuka membuat Vandam dan Riki menatap ke arah pintu.

Terlihat seorang gadis berseragam Sma memasuki rumah lalu tersenyum ke arah Riki.

"Kak Riki..." gadis itu tersenyum senang lalu menghampiri Riki dan mencium punggung tangan Riki, "Aku terkejut melihat Kak Riki pulang lebih awal." ucap Gadis itu sambil menatap senang ke arah Riki.

Riki mengelus kepala gadis itu, "Kau juga pulang lebih awal, apa kau membolos hmm?"

Gadis itu menggelengkan kepalanya, "Tentu saja tidak, roti goreng ku sudah habis jadi aku bisa pulang lebih awal hari ini." ungkap Gadis itu sambil memperlihatkan kotak makanan besar yang sudah kosong.

"Pintar, aku benar benar bangga padamu."

Gadis itu tersenyum lalu menatap ke arah Vandam yang juga menatap ke arahnya sedari tadi.

"Dia Vandam, teman sekolah Kakak waktu masih Smp dulu." kata Riki mengenalkan.

Gadis itu tersenyum lalu mengulurkan tangannya, "Halo kak, namaku Nilam. Aku adik Kak Riki."

Vandam tersenyum dan membalas uluran tangan Nilam. Dan Vandam dibuat terkejut saat Nilam juga mencium punggung tangannya, jantungnya berdegup seketika dengan perlakuan Nilam itu.

"Nilaammmm.... Kau sudah pulang?" teriak Marni dari dapur.

"Aku akan ke belakang sekarang Kak, apa Kakak mau ku buatkan minum?" tawar Nilam.

"Boleh, buatkan kami kopi pahit."

"Baiklah Kak."

Nilam segera beranjak meninggalkan ruang tamu dan pergi ke dapur menyusul Ibunya.

"Apa jualan mu habis?" tanya Marni saat melihat Nilam berjalan ke arahnya.

"Sudah Bu, semua habis."

Marni tersenyum senang, "Cepat berikan uangnya padaku!"

Nilam mengambil uang disakunya lalu diberikan pada Marni.

"Ck, kurang 5 ribu!" protes Marni saat menghitung uang yang baru saja diberikan Nilam.

Nilam menunduk takut, "Ma maafkan aku Bu, aku tadi menggunakan uangnya untuk membeli buku."

Marni menatap kesal ke arah Nilam, "Aku tidak mau tahu, kau harus menggantinya dengan uang saku mu besok!"

Nilam menunduk sedih, "Baiklah Bu."

"Sekarang ganti baju mu dan mulailah masak, kakakmu dan temannya sudah menunggu untuk makan siang!" perintah Marni lalu pergi meninggalkan dapur.

Nilam hanya bisa menghela nafas panjang, padahal Ia sudah lelah ingin istirahat sebentar namun ibunya tidak akan membiarkan itu terjadi.

"Sudahlah Nilam, berhenti mengeluh dan segera kerjakan tugasmu!" ucap Nilam lalu bergegas ke kamar untuk ganti baju sebelum Ia mulai memasak.

Setelah semua masakan sudah matang, Marni kembali ke dapur untuk mencicipi semua masakan Nilam,

"Bagus, semakin lama masakanmu semakin enak." puji Marni.

Nilam tersenyum, jarang jarang Ibunya memuji seperti itu, "Aku akan memanggil kak Riki dan temannya untuk makan siang." kata Nilam namun Marni menahannya.

"Biar aku saja, sebaiknya kau pergi ke kamarmu sekarang." pinta Marni.

"Ta tapi Bu..."

"Jangan lupa akan statusmu Nilam, jangan mencari kesempatan untuk makan siang bersama. Kau bisa makan setelah kami selesai makan!"

Nilam menunduk lesu, "Baiklah Bu, aku akan ke kamar sekarang." kata Nilam lalu berjalan memasuki kamarnya.

Melihat Nilam sudah tidak ada, Marni segera memanggil Riki dan Vandam.

"Ayo makan siang bersama, aku sudah memasak banyak makanan untuk kalian." ajak Marni.

Riki dan Vandam segera duduk dimeja makan, mereka terlihat sudah kelaparan dan bersiap untuk makan.

"Dimana adikmu? Apa dia tidak ikut makan bersama kita?" tanya Vandam yang langsung membuat Riki menatap ke arah Ibunya.

"Dia ada dikamarnya, dia memang seperti itu. Tidak pernah makan bersama kami lagi semenjak Ayahnya meninggal." jelas Marni.

"Kenapa?" Vandam terlihat penasaran.

"Aku juga tidak tahu."

Mendengar jawaban dari Marni, Vandam tidak bertanya lagi dan segera menikmati makan siangnya.

"Rasanya enak, lebih enak dari yang dulu." puji Vandam.

Marni terlihat sedikit kesal dengan ucapan Vandam namun Ia menahan dirinya karena Vandam tidak tahu jika yang memasak bukanlah dirinya.

"Makanlah yang banyak jika memang enak." Riki ikut menimpali.

"Tenang saja, aku pasti akan menghabiskan semuanya." kata Vandam membuat semua orang tertawa.

Sementara dibalik pintu kamar, Terlihat Nilam sedang duduk bersandarkan pintu kamarnya.

Ia sudah sangat lapar saat ini namun belum bisa makan karena harus menunggu mereka selesai makan.

Nilam menghela nafas berkali kali, mengingat betapa menyedihkan hidupnya saat ini.

Dulu semasa orangtuanya masih hidup, Nilam tidak pernah merasakan kelaparan seperti ini justru Ia yang sering menolak tawaran makan dari Ibunya namun sekarang saat Ia hidup bersama Ibu tirinya, hanya untuk makan saja Nilam masih harus menunggu seperti ini.

"Bersabarlah sebentar lagi aku akan memberi kalian makan." gumam Nilam sambil mengelus perutnya.

Bersambung.

Haloo readersss.. ini cerita baru aku... semoga kalian suka dan jangan lupa meninggalkan jejak like, vote dan komenn..

Happy reading.

02

Nilam keluar dari kamarnya setelah dirasa Marni dan kakaknya selesai makan siang.

Ia mengambil piring dan bersiap mengambil makanan namun saat membuka tudung saji, Nilam dibuat terkejut karena tak ada apapun disana.

Hanya tersisa sedikit nasi dan sepotong tempe goreng.

"Astaga mereka rakus sekali sampai tidak memikirkan aku." ucap Nilam merasa kesal dan marah namun Ia sadar tidak bisa melakukan apapun saat ini.

Nilam akhirnya mengambil semua makanan sisa yang sangat sedikit lalu mulai menikmatinya.

"Aku masih lapar tapi tidak ada yang bisa ku makan." keluh Nilam setelah menghabiskan makanannya.

Nilam beranjak dari meja makan, Ia segera mencuci piring lalu memilih tidur agar Ia tidak merasakan lapar lagi.

Sementara di ruang tamu, Vandam dan Riki yang sudah merasa kenyang terlihat menyulut rokok mereka dan kembali mengobrol.

"Kau dan adikmu terlihat tak mirip?" tanya Arga.

Riki tertawa, "Tentu saja karena dia bukan anak ibuku. Waktu itu Ibuku menikah dengan Ayah Nilam jadi kami pindah kerumah ini dan sekarang Ayahnya sudah meninggal, kami tetap tinggal disini untuk merawatnya." ungkap Riki.

Riki tengah asyik membicarakan tentang Nilam hingga keduanya dikejutkan dengan suara pintu rumah yang diketuk dari luar. Riki segera berajak dari duduknya untuk membuka pintu.

"Surprise..." suara seorang gadis membuat Vandam penasaran dengan siapa yang datang.

Vandam menatap ke arah pintu dan melihat Riki tengah dipeluk oleh gadis yang baru saja datang.

"Bagaimana bisa kau datang kemari tanpa memberitahuku." protes Riki.

"Sudah ku bilang ini surprise." Balas gadis itu.

Vandam merasa suara gadis itu terlihat tak asing untuknya, Ia pun ikut berdiri dan melihat siapa yang datang.

Dan Vandam dibuat terkejut saat melihat gadis yang berdiri didepan Riki sambil tersenyum lebar, memperlihatkan kebahagiaannya.

Anjani... gadis itu adalah Anjani. Satu satunya gadis yang membuat Vandam jatuh cinta untuk pertama kalinya. Meski begitu, Vandam tidak pernah mengungkapkan perasaannya, Ia memendam perasaannya dan hanya menceritakan pada Riki.

Namun sekarang, Riki berhasil memiliki gadis itu.

Riki terlihat gugup, seperti sudah tertangkap basah melakukan sesuatu.

"Bukanlah dia Vandam?" tanya Anjani menatap ke arah Vandam yang berdiri dibelakang Riki.

"Apa kau masih mengingatku?" tanya Vandam berjalan mendekat lalu mengulurkan tangannya pada Anjani.

"Tentu saja aku masih ingat, dulu kalian berdua selalu pergi kemanapun bersama. Bagaimana kabarmu sekarang?" tanya Anjani masih ramah seperti dulu.

"Aku sangat baik." balas Vandam sesekali menatap ke arah Riki yang tidak berani menatap ke arahnya.

"Ku dengar kau bekerja dikota, apa mobil yang ada didepan itu milikmu?"

Vandam mengangguk,

"Kau sangat hebat Vandam." puji Anjani.

"Sudah sudah, sebaiknya kita duduk disofa." ajak Riki terlihat cemburu mengetahui kekaguman kekasihnya pada Vandam.

Mereka bertiga akhirnya bernostalgia bersama sesekali Anjani mencuri pandang ke arah Vandam yang terlihat acuh.

"Sepertinya aku harus pulang sekarang." pamit Vandam setelah Ia merasa bosan berada dirumah Riki.

"Kenapa buru buru?" tanya Anjani seolah masih tak ingin Vandam pergi.

"Jika kau ingin pulang, aku akan mengantarmu ke depan." kata Riki langsung beranjak dari duduknya.

Vandam mengangguk paham, Ia mengikuti langkah kaki Riki keluar dari rumah.

"Maafkan aku..." ucap Riki saat Vandam akan memasuki mobil.

"Maaf untuk?" Vandam tak mengerti maksud Riki.

"Maaf karena aku bersama dengan Anjani padahal aku tahu kau sangat menyukai Anjani, aku tidak bisa menahan diriku." ungkap Riki merasa bersalah.

Vandam tersenyum lalu menepuk bahu Riki, "Itu hanya cinta monyet, jangan dipikirkan. Lagipula sekarang aku sudah tidak mencintai gadis itu lagi. Nikmatilah harimu bersamanya. Santai saja."

Riki ikut tersenyum dan sorot matanya terlihat lega, "Terimakasih sudah mau mengerti."

Vandam mengangguk, "Aku akan pulang sekarang."

Riki akhirnya membiarkan Vandam memasuki mobil dan kembali masuk ke dalam rumah.

Vandam tersenyum sinis melihat punggung Riki yang berjalan memasuki rumahnya.

Vandam ingat betul beberapa bulan yang lalu saat tak sengaja bertemu dengan Riki diluar kota, Ia sempat menanyakan kabar Anjani karena setelah lulus smp, Vandam melanjutkan sekolah dikota jadi Ia kehilangan kontak dengan Riki dan teman temannya yang lain.

Waktu itu Riki mengatakan jika Ia sudah tidak pernah bertemu dengan Anjani lagi.

Vandam tersenyum karena Ia merasa sudah dibohongi oleh sahabatnya sendiri.

"Dasar pengkhianat!"

...****************...

"Aku masih tidak menyangka, sekarang Vandam terlihat keren dan sukses." puji Anjani berkali kali membuat Riki kesal.

"Apa kau menyukai Vandam?"

"Tentu saja tidak sayang, jangan marah." kata Anjani lalu memeluk Riki.

Riki hanya diam, mendadak Ia memikirkan tentang Vandam yang pasti terkejut mengetahui fakta jika saat ini Ia menjalin kasih dengan Anjani yang Riki tahu jika Anjani adalah gadis yang disukai oleh Vandam.

Ada perasaan sedikit bersalah pada Vandam karena Ia merebut Anjani dari Vandam namun Riki tidak bisa menahan diri waktu itu jika Ia juga menyukai Anjani dan lagi Riki mendapatkan kesempatan untuk menjadi kekasih Anjani, tentu saja Riki tidak akan menyia nyiakan kesempatan emas itu.

Sore harinya...

Nilam baru saja bangun dari tidurnya namun Ia masih merasa lapar.

Nilam bergegas pergi kedapur untuk melihat apakah ibunya sudah belanja untuk makan malam atau belum namun didapur Nilam tak menemukan apapun.

"Apa Ibu belum pulang?" heran Nilam.

Nilam mengelilingi rumah untuk mencari Ibunya barangkali masih ada dirumah namun nihil, rumahnya kosong tidak ada Ibunya maupun Kak Riki.

"Kemana mereka?" batin Nilam.

Nilam akhirnya memilih mengerjakan pekerjaan lain sambil menunggu Ibu dan Kakaknya pulang. Hingga Nilam selesai mencuci baju dan mengepel lantai, Ibu dan Kakaknya masih juga belum pulang.

Pukul 9 malam barulah Ibu dan kakaknya pulang kerumah.

Marni terlihat membawa kantong plastik besar yang langsung membuat Nilam tersenyum senang.

Nilam pikir kantong plastik itu berisi bahan makanan untuk makan malam namun ternyata hanya berisi bahan untuk membuat donat.

"Apa kita tidak masak makan malam bu?" tanya Nilam.

"Tidak, aku dan Riki sudah makan malam diluar." balas Marni dengan santainya lalu pergi meninggalkan Nilam.

"Lalu bagaimana dengan aku?" batin Nilam menunduk sedih.

Riki yang masih berada disana terlihat menghela nafas panjang, memandang wajah sedih Nilam sejenak lalu ikut pergi meninggalkan Nilam.

Nilam mengelus perutnya yang sangat lapar. Tidak ada yang bisa Nilam lakukan saat ini, Ia akhirnya mengambil gelas yang di isi dengan gula lalu diseduh air hangat.

Nilam meminum air gula itu hingga habis karena setelah ini Ia masih harus bekerja membuat donat yang akan Ia jual besok disekolahan.

Nilam membuat donat sedikit santai mengingat tubuhnya yang lemas karena kurang makan.

Tiba tiba Riki datang dan memberikan sesuatu pada Nilam.

"Nasi goreng, makanlah di kamarmu agar Ibu tidak melihat." kata Riki lalu meninggalkan Nilam yang tersenyum senang karena akhirnya Ia bisa makan malam ini.

Bersambung....

03

Saat ini Vandam sedang mendapatkan cuti dari Arga untuk liburan. Awalnya Vandam berencana liburan keluar negeri namun karena sempat bertemu dengan Riki membuat Vandam mengurungkan niatnya pergi keluar negeri dan memilih pulang ke kota masa remajannya itu.

Vandam berencana mengajak Riki untuk mengelilingi kota sekaligus bernostalgia bersama namun mengetahui pengkhianatan Riki membuat Vandam kecewa dan malas bertemu dengan Riki lagi.

Siang ini Vandam berjalan jalan mengelilingi kota kelahirannya tanpa tujuan yang jelas. Ia benar benar sangat bosan dan tak tahu lagi harus melakukan apa.

Vandam menghentikan mobilnya didepan taman kota. Ia ingin keluar namun karena cuaca diluar sangat panas, Vandam memilih berada didalam mobil. Melihat orang orang berlalu lalang ditaman hingga matanya tak sengaja melihat seseorang yang tak asing untuknya.

"Bukankah itu Nilam." gumam Vandam melihat adik dari temannya sedang berjalan mengelilingi taman sambil menawarkan kue donat buatannya.

Vandam tersenyum dan segera keluar dari mobil untuk menghampiri Nilam.

"Aku mau beli donatnya." pinta Vandam membuat Nilam berbalik dan langsung terkejut melihat Vandam.

"Bukankah kau..." Nilam tampak sedang mengingat pria tampan yang berdiri didepannya itu. Nilam akhirnya ingat jika pria itu adalah Vandam teman Kak Riki yang tak menyisakan makan siang untuknya.

"Apa aku tidak boleh membeli donatnya?" tanya Vandam saat Nilam tak segera membuka box berisi donat yang masih banyak.

"Boleh tapi Kakak harus membayar donat ini."

Vandam tergelak mendengar ucapan Nilam, "Apa aku terlihat seperti preman yang hanya ingin makan gratisan?"

Nilam menggelengkan kepalanya, "Bukan begitu kak, tapi Kakak ini temannya Kak Riki jadi aku takut kalau Kak Vandam hanya meminta gratisan." ungkap Nilam, Ia tak ingin pulang membawa uang kurang yang berakhir mendapatkan omelan dari Ibunya.

"Berikan aku 1, aku ingin mencobanya lebih dulu." pinta Vandam.

Nilam mengangguk lalu memberikan 1 biji donatnya, "Harganya 2000."

Vandam sempat tertawa lagi dan kini Ia mulai mencicipi donat buatan Nilam.

"Enak..." puji Vandam.

"Mana uangnya?" tagih Nilam.

Lagi lagi Vandam dibuat tertawa oleh ucapan Nilam, "Donatmu masih berapa?"

"Apa kakak ingin membeli semuanya?" tanya Nilam penuh harap.

Vandam mengangguk membuat Nilam tersenyum senang dan langsung menghitung donat yang tersisa dibox miliknya.

"Ada 40 kak jadi semuanya 80ribu."

Vandam tersenyum lalu mengulurkan 5 lembar uang seratus ribuan pada Nilam.

Nilam mengerutkan keningnya, "Hanya 80ribu kak, itu terlalu banyak."

"Ambil saja semua untukmu."

Nilam menggelengkan kepalanya, "Tidak kak, hanya 80ribu jangan melebihkan sebanyak itu."

Vandam berdecak, "Biasanya orang lain akan senang jika mendapatkan uang seperti ini tapi kenapa kau malah menolak!" heran Vandam.

"Maafkan aku kak, tapi aku tidak bisa menerima uang lebihmu itu."

Vandam menghela nafas panjang, "Jika memang tidak bisa, aku tidak jadi membeli donatmu!"

Mata Nilam lamgsung saja melotot mendengar Vandam ingin membatalkan membeli donatnya padahal Ia sudah merasa senang karena bisa pulang lebih awal.

"Bagaimana?"

Nilam akhirnya menerima 5 lembar uang seratus ribuan itu.

"Jangan berikan semua pada Ibumu, kau juga harus menyimpannya untukmu sendiri."

"Tapi kak..."

"Sudah jangan banyak protes lagi, turuti apa yang ku ucapkan." pinta Vandam.

Nilam akhirnya mengangguki permintaan Vandam.

"Setelah ini kau mau kemana?" tanya Vandam.

"Pulang kak."

"Ikutlah denganku," ajak Vandam.

"Kemana kak?"

"Kemana pun kau ingin pergi."

Nilam terlihat sedang berpikir, "Tapi aku takut minta izin pada Ibuku kak."

Vandam tersenyum, "Itu hal yang mudah, apa kau ingin pergi menginap bersamaku?"

Nilam terkejut dengan ajakan Vandam, sedetik kemudian Nilam langsung menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak berani kak, aku takut Ibu tahu dan marah."

"Aku akan membuatkan surat izin palsu dari sekolahan, kau bisa memberikan pada Ibumu dan kita bisa pergi."

Nilam hanya diam, Ia belum pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya, membohongi ibunya hanya karena ingin pergi ke suatu tempat.

"Kau ingin kemana? Ke pantai?" tebak Vandam.

Ya, aku sangat ingin kesana kak, batin Nilam ingin mengatakan itu namun Ia tidak memiliki nyali.

"Ikutlah bersamaku." ajak Vandam menarik tangan Nilam dan membawanya masuk ke mobilnya.

"Kita mau kemana kak?" tanya Nilam.

Vandam tak menjawab, Ia melajukan mobilnya meninggalkan taman.

Nilam pun memilih diam, menikmati betapa enaknya naik mobil ber Ac seperti ini karena memang kali pertamanya Nilam naik mobil.

Vandam menghentikan mobilnya ditempat fotocopy, membuat Nilam keheranan dengan apa yang ingin Vandam lakukan.

Vandam membuka laptopnya lalu mengetikan sesuatu disana, "Apa nama sekolahmu?"

"Smk Nusa bangsa kak."

Vandam kembali mengetikan sesuatu lalu Ia keluar dari mobil dan memasuki tempat foto copy.

Vandam kembali memberikan secarik kertas untuk Nilam.

Mata Nilam langsung saja melotot membaca isi kertas yang tak lain adalah permintaan izin untuk pergi berkemah selama 5 hari.

"Ini palsu kak, aku takut ketahuan."

Vandam tersenyum, "Tidak akan, berikan saja pada Ibumu dan Ia akan percaya."

"Tapi aku takut kak." ucap Nilam dengan bibir bergetar.

"Jangan takut, bukankah kau ingin pergi ke pantai? Aku akan mengajakmu ke luar kota, kita akan ke pantai dan bersenang senang disana."

Nilam terlihat diam memikirkan tawaran Vandam.

"Ayolah jangan terlalu lama berpikir, sesekali kau harus seperti ini. Apa kau tidak bosan waktu liburan harus kau gunakan untuk menjual donat?"

Nilam tertunduk, Sejujurnya Ia juga bosan apalagi jika mengingat teman temannya pergi ke suatu tempat saat liburan, Nilam juga ingin seperti temannya namun apalah daya, Nilam tidak akan pernah bisa.

"Jika memang tidak mau, aku akan mengantarmu pulang." kata Vandam kembali melajukan mobilnya.

Raut wajah Nilam terlihat kecewa, bukan karena Vandam namun karena dirinya sendiri yang tak berani mengambil keputusan.

Keduanya sama sama diam hingga akhirnya saat akan sampai di gang masuk rumah, Nilam memberikan keputusannya, "Aku mau kak, aku akan memberikan surat itu pada Ibu."

Vandam tersenyum lebar mendengar jawaban Nilam, "Kau memilih keputusan yang benar Nilam."

"Rasanya aku juga ingin seperti teman temanku yang bisa pergi ke suatu tempat saat liburan."

Vandam mengangguk paham, "Bawalah beberapa baju karena kita akan menginap, aku akan menjemputmu besok pagi disini."

Nilam membuka pintu mobil, Ia berniat keluar namun Ia malah kembali menatap Vandam, "Kenapa kau baik padaku kak?"

Vandam tersenyum, "Kau adiknya Riki yang artinya kau juga adik ku."

"Tapi kenapa Kakak tidak minta izin pada Ibuku sendiri jika memang ingin mengajak ku pergi?"

Vandam berdecak, "Apa kau yakin Ibumu akan mengizinkan?"

Nilam menggelengkan kepalanya, "Tidak kak, pasti Ibu tidak akan membiarkan aku bersenang senang." balas Nilam dengan sedih.

"Dan aku membuatnya seperti ini agar kau bisa pergi."

Nilam tersenyum, "Terima kasih banyak kak."

Nilam segera keluar dari mobil sementara Vandam tersenyum senang.

"Aku tidak menyangka semua akan semudah ini."

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!