NovelToon NovelToon

Military Sweet Love

Dijebak Teman

Sangketa pulau pasir sedang terjadi di negara Glowing, dengan negara barat bagian perbatasan yaitu Belangan. Dari tahun sebelumnya sudah memakan korban, sekitar 100 jiwa. Para sopir pengangkut pasir, tidak sengaja terkena serangan bom. Semenjak hal itu terjadi, presiden memang jarang tampak di layar kaca televisi. Dia sedang terbaring lemah, karena penyakit lamanya kambuh. Sampai hari ini, perlawanan masih terjadi. Pasukan prajurit Glowing berjuang, mengusir negara tetangga yang mengacau. Seperti itu keterangan, dari pembawa acara televisi nasional.

Duu Goval melempar remot ke atas meja. "Hahah... sebentar lagi rencanaku berhasil, memangnya siapa rakyat yang berani melawan pejabat tertinggi negara. Aku hebat sekali, merencanakan semuanya dengan mulus." Menepuk dada bangga.

Seorang ajudan setianya Dipang, datang membawa air kopi. "Minumlah tuan, anda pasti lelah." Meletakkan gelas di meja. "Bagaimana tentang rencana penarikan pasukan prajurit presiden Zicko?"

Menyeruput kopi selagi hangat, memasang raut wajah senyum bahagia. "Tentu jadi, supaya lebih mudah menguasai pulau pasir. Ini akan dijadikan tawar menawar, dengan temanku yang ada di negara barat."

Jenderal muda Duu Arven memasuki lapangan upacara, untuk memimpin upacara kantor militer Bungin. Dia terlihat berwibawa, wajahnya mempesona dengan senyum tulus. Menyampaikan hal penting yang seharusnya dijalankan.

"Kalian semua, selidiki siapapun yang menjadi mata-mata negara ini. Wilayah bagian pulau pasir harus dijaga dengan ketat, baik di udara, laut, dan darat."

"Siap laksanakan perintah jenderal muda Duu Arven." jawab semuanya serentak.

Ayesa Samantha berjalan menuju pintu lift, bersamaan dengan seorang laki-laki bernama Qairen Alfaaro. Mereka berbeda tujuan, Ayesa yang lebih tampak buru-buru. Baru saja menerima telepon dari sahabatnya, bahwa dia sedang diganggu pria hidung belang. Ayesa mencari nomor 25, lalu membuka pintu yang tidak terkunci. Sunyi, gelap, kosong, dan ntah kemana manusia yang dikhawatirkannya.

"Daisy, kamu di mana?" Ayesa berteriak, dengan suara lantang.

Tiba-tiba pintu terkunci, dan seorang pria muncul. Dia berdehem di belakang Ayesa, lalu dengan sigap menyeret Ayesa ke atas ranjang tidur.

"Tolong! Tolong!" Ayesa berteriak ketakutan.

Tangan pria itu merayap mulai mendekat, dan Ayesa langsung memberi tendangan. Laki-laki itu terjatuh, dan Ayesa melemparkan lampu di atas nakas.

Pyaar!

Komandan Qairen kebetulan lagi lewat, dia sedang mengawasi pergerakan mata-mata. Kabarnya menginap di hotel tersebut, jadi harus diperiksa dengan teliti. Qairen mendekatkan telinga pada pintu, terdengar suara ribut banting-banting barang.

Pyaar!

Saat hendak didekati Ayesa mengerahkan tenaga mengamuk, melakukan perlawanan sampai memecahkan kaca jendela hotel. Memecahkan gelas dengan cara dilempar, lalu menendang sofa. Membanting kaca besar ke lantai, hingga pecah berkeping-keping. Kamar sudah seperti kapal pecah, semua yang terlihat jadi sasaran amukan Ayesa. Panik? Tentu saja terpancar jelas, tidak rela hal berharga dalam dirinya diambil.

Duar!

Terdengar suara tembakan dari luar, membuat pria paruh baya itu panik. "Siapa di luar sana?"

"Dia pasti pacarku, ingin membawaku pergi dari tempat terkutuk ini." jawab Ayesa, dengan senyum sumringah.

Pria paruh baya itu membuka pintu, lalu Ayesa yang hendak keluar ditarik kepalanya. Tangan si hidung belang mengalung pada leher Ayesa, dan pisau kecil berada tidak jauh siap mengiris kapanpun.

Brak!

Tiba-tiba koper dilempar ke kepalanya, dan kesempatan Ayesa untuk menjauhkan diri. Menginjak kaki pria tersebut, bersamaan dengan sikut ganasnya. Pisau kecil terjatuh, dan koper dilempar ke sembarang arah.

Pria itu marah, karena Qairen ikut campur. Mereka saling serang, dengan melakukan gerakan tinju-meninju. Ayesa yang sedari tadi menaruh curiga, karena melihat senyum komandan Qairen tampak tidak biasa. Di dalam pintu lift sebelumnya, Ayesa fokus pada koper yang dibawa Qairen.

Ayesa membuka koper, lalu melihat catatan rahasia penyerangan. Kedua bola matanya melotot, menyentil area yang ditandai. Saat Ayesa menoleh ke arah mereka, pertengkaran sudah selesai. Komandan Qairen dengan cepat menyahut peta. Catatan rahasia militer, dimasukkan kembali ke dalam koper. Pria yang hendak mengganggu Ayesa tewas, saat berniat menusuk malah ditendang Qairen. Tanpa sengaja pisau terlempar ke udara, menghampiri dirinya yang terlentang di lantai.

"Terima kasih telah menolongku." Hendak lari begitu saja.

Qairen dengan cepat menarik lengannya. "Nona, bertanggungjawab sedikit. Terlalu tidak sopan, bila lari setelah mencuri."

"Aku mencuri apa, aku tidak mengambil apapun." Ayesa mengelak.

"Masih tidak mau mengakui. Melihat barang rahasia tanpa izin, itu sama saja pencuri." jawab Qairen.

Dijadikan Sandera

Duu Arven bertemu dengan Adrim dan Aziz, di tempat janjian biasanya. Sebuah tempat yang tidak terlalu ramai, dan juga tidak terlalu sepi. Hanya sebuah taman perumahan, yang jarang dikunjungi.

"Jenderal muda, kamu terlihat berbeda hari ini." ucap Aziz.

"Apanya yang berbeda, hanya mengenakan baju dinas biasanya." jawab Duu Arven.

"Bedanya, kamu terlihat lebih murung." Aziz terus terang.

"Ayah menyuruhku cepat menikah, padahal aku tidak tertarik dengan perempuan manapun." Duu Arven curhat.

"Keluarga Duu keren iya, menikah pun harus sistem paksa."

"Bukan sistem paksa, lebih tepatnya perjodohan. Aku dengar dari Childith, Paman Duu Goval ingin menjodohkannya dengan jenderal muda." sahut Adrim.

"Sudahlah, kalian jangan membuatku bertambah hilang selera. Kalian yang paling tahu, sampai sekarang aku masih menyukai Ayesa." jawab Duu Arven.

Ayesa ditarik paksa keluar dari hotel, lalu dibawa masuk ke dalam mobil. Ayesa meronta-ronta, sampai tangannya diikat. Ayesa semakin takut saat dirinya didorong paksa, masuk ke dalam mobil. Ayesa bingung dirinya akan dibawa kemana, sampai mobil berbelok pada area parkiran luas. Kantor militer Chenida, itulah yang Ayesa baca. Sebuah ukiran nama terpampang jelas, pada ketinggian gedung.

"Lepaskan aku!" Ayesa meronta-ronta.

"Maaf nona, sementara waktu tinggal di sini." jawab seorang pengikut setia, bernama Duckin.

Mendengar penuturan Duckin, Ayesa malah semakin ingin mencekiknya hidup-hidup. Jelas-jelas dia harus pergi ke apotek, malah ditahan tidak tahu sampai kapan. Ayesa merasa khawatir, dengan keadaan ayahnya.

"Hei, apa maksudnya melakukan ini padaku?" Ayesa berkacak pinggang.

"Hal paling teringan nona hanya ditahan, dan mungkin hal yang berat nona dihukum mati." Duckin memberitahunya dengan santai, tanpa ekspresi lagi.

Ayesa menunjuk Duckin, lalu menendang betisnya dengan berani. "Hei, kamu belum tahu siapa aku. Kalau sudah lepas dari sini, aku suruh ayahku mencincang komandanmu." Menyayat leher sendiri dengan jari telunjuk.

Duckin berpangku tangan. "Nona kurang kenal, dengan komandan Qairen. Dia selalu menang dalam peperangan, dan nona ini hanya gadis kecil. Sebaiknya menurut saja, karena bukan lawan yang pantas." Tersenyum mengejek.

"Komandan kalian itu terlalu sombong. Tidak perlu berkenalan saja aku sudah tahu, terlihat dari caranya yang licik. Ternyata, dia mau menyerang wilayah negara sendiri. Orang seperti kalian ini, bisa dihukum oleh presiden. Dasar pengkhianat negara, tidak menghargai tempat bumi berpijak." Ayesa mencaci maki Qairen dan Duckin.

Duckin berbalik badan, dengan meninggalkan satu kata. "Oh." Berjalan meninggalkan Ayesa, yang sedang mengepalkan telapak tangan.

Jenderal muda Duu Arven menikmati perjamuan dari koki terkenal, mengobrol sejenak dengan presiden Zicko yang sakit-sakitan. Sumpit mulai beraksi, bersamaan dengan lincahnya tangan Duu Arven.

"Aku sarankan kamu makan yang banyak, nanti kalau perang tidak bisa mencicipi makanan ini lagi." canda Zicko.

"Heheh... tuan besar tenang saja, aku sangat menghargai kesempatan dengan baik." Duu Arven melahap makanan dengan semangat.

"Bagus, anak muda tidak boleh lemah. Laki-laki ini pemimpin dunia, semangat harus berkobar." Zicko menasehati orang yang sudah lama dikenalnya.

Duu Arven tersenyum ke arah Zicko. "Terima kasih atas nasehat tuan besar."

"Jenderal muda, kondisi negara kurang baik. Bagaimana tanggapan Ayahmu terkait hal ini?" tanya Zicko.

"Ayah akan mengirim telegram pada negara bagian Utara. Dia ingin meminta bantuan, untuk mengatasi sangketa pulau pasir." jelas Duu Arven.

"Cukup bagus juga Ayahmu bekerja, aku tidak sia-sia membantunya naik jabatan. Dia tidak mengecewakan aku, sangat setia pada negara. Begitu ada serangan, dia langsung bertindak." Merasa mulai tenang, tanpa tahu yang sebenarnya.

Duu Arven manggut-manggut. "Kita memang harus mementingkan rakyat Glowing. Kalau terjadi peperangan, akan banyak korban berjatuhan." Kembali meneguk air minum. "Ayesa di mana tuan besar?" Dari tadi matanya tidak berhenti mencari, perempuan yang paling dia sukai.

"Aku menyuruh pengurus rumah membeli obat, namun dia yang merebut tugas tersebut. Katanya bosan mengurung diri dalam rumah, dia ingin melihat sekitarnya." jelas presiden Zicko.

"Tidak berubah, masih ketus." Dulu Arven lucu sendiri.

"Dia bagaimana pun putri kecilku, meski sudah tumbuh dewasa." jawab presiden Zicko.

Pesta Perjamuan Presiden

Sebuah kampus militer, seorang laki-laki berlenggak-lenggok. Sudah seperti model busana wanita, yang berdiri di depan penonton.

"Kamu kenapa jadi sinting, baru tidak bertemu beberapa hari." ucap Aziz.

"Aku ini sedang menghiburmu." ujar Adrim.

Tiba-tiba Aziz dan Adrim melihat seorang perempuan yang diseret oleh instruktur. Di belakangnya ada salah satu teman sekelas mereka. Pandangan Aziz dan Adrim sudah beralih, fokus ke arah keramaian.

"Aku beritahu kalian, tidak boleh berpacaran di kampus militer. Kalian lihat ini Azim, dari ruangan semester 7. Dia sudah memberi contoh tidak bagus, untuk mahasiswa di sini. Ditemukan seorang perempuan SMA di asramanya." Instruktur Pango memperingati yang lainnya.

"Siap patuhi instruktur Pango." jawab semuanya.

Setelah kepergian instruktur Pango, seorang dokter melewati Aziz dan Adrim. Air liur terasa ingin jatuh, karena terpesona oleh kecantikan yang natural. Adrim jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Dokter datang untuk memeriksa semua mahasiswa." ucap Steffy.

Adrim senyum lalu mendekat. "Secara khusus aku memberikan penghargaan." Berusaha mendekati Steffy, dengan memberikan kalung.

"Ayo semuanya, segera ke ruangan medis." Steffy pergi begitu saja, mengabaikan ketulusan dari Adrim.

Sampai ke ruangan, dilakukan sampel darah. Adrim senyum-senyum sendiri, memandang Steffy dari kejauhan. Aziz menepuk pundak Adrim, sambil tertawa-tawa tidak jelas sebabnya.

"Aku mau mengajak kamu bertaruh." ujar Aziz.

"Apaan tuh?" tanya Adrim.

"Siapa yang bisa mendapatkan hati dokter Steffy, dialah pemenangnya. Siapapun di antara kita harus mundur." Aziz mengulurkan tangannya.

Adrim menjabat tangan Aziz. "Sepakat!"

Steffy pergi ke perjamuan rumah istana presiden, lalu disambut baik oleh pengurus rumah. Dia sudah tahu, bahwa Steffy teman keponakannya. Childith langsung memeluk Steffy, dengan perasaan rindu mendalam.

"Kemana saja, kenapa baru muncul sekarang?"

"Aku 'kan baru kembali dari luar negeri." jawab Steffy.

"Kenapa tidak tinggal di negara Glowing saja." ujar Childith.

"Aku mencari pengalaman, di negara selatan. Pokoknya negara Belinyan itu indah, kapan-kapan kita pergi bersama." Steffy mencubit hidung Childith, kebiasaan lamanya. "Oh iya, di mana Jenderal muda?"

"Kamu bertanya padaku, tentu aku tahu. Dia sedang mengobrol bersama Paman, namun sayangnya tuan Duu Goval tidak datang. Aku calon istrinya, sebentar lagi kami menikah." Sudah pamer duluan, padahal orang yang dimaksud belum tentu bersedia.

Jenderal muda dan presiden Zicko sangat lama berbincang. Kapan lagi kalau tidak di pesta, biasanya hanya masalah politik. Mereka jarang membahas mengenai hal pribadi, selain urusan negara yang sangat rumit.

"Jenderal muda, sebenarnya ada hal penting yang ingin aku bicarakan." ucap presiden Zicko.

"Tuan besar jangan sungkan, katakan saja." Duu Arven menjawab lembut.

"Hal seperti ini, harus menunggu Ayah kamu."

Duu Arven tersenyum. "Baiklah, kalau tidak bisa sekarang, aku berpamitan untuk pulang. Ada hal penting, yang harus aku urus di kantor militer."

Sebelumnya wakil presiden Duu Goval mengirim telegram pada negara barat, janji memberikan pulau pasir jika memasok dana pasukan pada kediamannya. Tidak sesuai yang diucapkan di depan putra kandungnya, dia bilang mengirim telegram ke negara Utara untuk minta bantuan.

Duckin membawakan makanan, ke dalam ruangan sandera. Dia meletakkannya di meja, lalu menoleh ke arah Ayesa. "Silakan dimakan nona."

"Aku tidak mau makan, lepaskan aku dari sini." Ayesa berteriak.

"Ini bukan kewajiban ku." Pergi begitu saja.

Ayesa mengumpat dalam hati. ”Dasar pengikut setia sialan, main pergi begitu saja.”

Ayesa bergerak perlahan, mendekat ke arah meja. Ayesa terus menggesekkan tali, dan lama-lama putus. Ayesa membuka tali, yang mengikat kedua kakinya. Dia membuka jendela, lalu melarikan diri diam-diam.

"Ada prajurit lagi di gerbangnya, aku harus alihkan perhatian." monolog Ayesa.

Melempar batu besar ke arah kanan dan kiri, lalu prajurit segera pergi untuk memeriksa. Ayesa berhasil melarikan diri, dengan menyinggahi taksi yang kebetulan lewat. Duckin segera melaporkan ke komandan Qairen, tentang Ayesa yang kabur begitu saja.

"Cepat cari dia, jangan sampai membocorkan rahasia penyerangan." titah Qairen.

"Siap laksanakan titah komandan Qairen." jawab Duckin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!