NovelToon NovelToon

Ratu Malam

Part 1 - Keputusan Arga

Melisa berjoged bersama teman-temannya. Mereka bersenang-senang sambil terus mencicipi berbagai macam jenis makanan yang sudah tersedia.

"Guys, waktunya pesta."

Melisa naik ke atas panggung dan mulai memainkan piringan hitam. Melisa sangat mahir dalam memainkannya. Banyak macam lagu yang dia mainkan.

Semua teman-temannya langsung menikmati permainan Melisa. Tak hanya teman Melisa, tetapi kekasihnya Orlando turut ikut menikmati alunan lagu sambil merengkuh pinggul kekasihnya itu.

Melisa sangat senang karena Orlando selalu ada di sisinya. Mereka selalu ke club malam itu berdua karena memang mereka berdua di pertemukan di sana. Melisa menatap sesekali ke wajah kekasihnya sambil terus memainkan alat DJ.

Melisa di sana terkenal sebagai Ratu Malam karena dia adalah seorang DJ di club malam itu. Dia selalu datang malam dan pulang subuh.

******

"Mami, Dady."

Melisa pulang dengan tubuh yang sudah hanyut oleh minuman beralkohol.

"Lihat anak ini. Dia selalu begitu. Tidak pernah pulang dalam keadaan sadar. Sampai kapan dia akan terus begini?"

Arga pusing melihat kelakuan putrinya yang tak pernah bisa mendengarkan kata-katanya. Sudah berbusa mulut Arga yang selalu memarahi putrinya saat siang hari dan akan diulangi lagi oleh Melisa di saat malam hari.

"Mami juga bingung, Dad. Gimana cara agar anak ini bisa hidup disiplin dan tidak ugal-ugalan seperti ini. Ditambah dia pacaran sama si Orlando itu. Sudah makin rusak akhlaknya."

Katty sudah pening kepalanya sampai dia harus terus memijat dahinya saat membahas tentang putrinya.

Kriiing kriiing kriiing

Ponsel Arga berdering. Dia langsung mengangkat teleponnya dan ternyata itu panggilan telepon dari bapanya di kampung halaman.

"Assalamualaikum, Pak."

Arga mengangkat telepon dan menyapa bapaknya dengan sangat santun.

Daddy Melisa adalah pria yang bertanggung jawab, gigih, rajin dan santun. Sedangkan Maminya, wanita yang sibuk dengan urusan bisnis kulinernya. Dia jarang memperhatikan Melisa, tapi dia sangat sayang kepada putrinya. Katty juga wanita yang mandiri. Dia membangun usaha saat masih duduk di bangku kuliah. Hanya saja entah kenapa putri mereka tak menuruni satupun sikap mereka.

"Sebenarnya dia ini anak kita apa ketuker sih? Sikapnya ini gak ada satupun yang mencerminkan diri kita berdua." Arga bicara dengan nada frustasi setelah menutup telepon.

"Dad! Tentu dia anak kita dong. Kalau dia bukan anak kita. Hasil darahnya tidak akan sama dengan kita." Katty menyentak suaminya.

Mereka pernah melakukan tes darah saat Melisa berusia lima tahun. Sebab Melisa sedari usia lima tahun itu memang sudah memiliki sikap menjengkelkan.

"Ya, Daddy tahu, Mih. Daddy hanya lagi kesal saja bukan maksud tidak mengakui darah daging kita. Daddy sangat sayang kepada Melisa." Tegas Arga.

"Kalau dia sudah bangun, bawa dia ke rumah eyangnya. Biar bapak yang mendidiknya." Lanjut Arga yang sudah frustasi akhirnya memutuskan hal itu.

"Dirumah bapak? Apa kamu yakin? Di sana kan desa, honey. Buka kota seperti di sini." Protes Katty.

"Justru itu. Biar dia bisa merasakan hidup sederhana. Kamu tahu tagihan dia hari ini?"

Katty menggeleng ketika suaminya bertanya akan tagihan putri mereka.

"Sepuluh juta! Dalam semalam anak ini menghabiskan sepuluh juta. Di kali tiga puluh hari total tiga ratus juta. Apa kamu tidak tahu kalau itu adalah jumlah yang besar?" Arga sangat kesal memikirkan angka yang fantastis dari pengeluaran putrinya.

Kalau semua itu di kumpulkan mungkin setiap bulan mereka akan punya satu unit rumah baru ukuran  tipe enam puluh di komplek sederhana.

Katty memikirkan apa yang di katakan oleh suaminya. Dia tidak sadar kalau ternyata putrinya setiap bulan akan bisa menghabiskan uang sekitar diatas dua ratus lima puluh juta. Bahkan diam-diam Katty pernah membayarkan tagihan kartu kredit Melisa sebesar lima ratus juta.

Mereka memang orang kaya dengan uang yang tak berseri. Namun tetap saja jika harus begini setiap bulannya. Mereka juga lama-lama bisa kehabisan uang.

"Kalau kamu tidak setuju. Lebih baik kamu urus dia dan didik dia sendiri. Jika kamu tidak bisa mendidik Melisa sebaiknya kita serahkan kepada bapak dan ibu di kampung."

Arga memilih pergi meninggalkan istri dan putrinya yang masih tertidur di sofa akibat tak sadarkan diri.

Biasanya Arga dan Katty yang akan membopong putri mereka ke kamar yang seperti kamar ratu itu.

Katty hanya bisa melihat suaminya yang kali ini mengacuhkan putri mereka. Dia kemudian langsung berpikir sambil menatap wajah cantik putrinya.

Melisa mirip sekali dengannya dan Arga. Perpaduan wajah mereka membuat Melisa cantik sempurna. Dengan tubuh tinggi dan putih mulus karena Katty keturunan Belanda Indonesia.

"Mama bukan tidak sayang. Menurut mama ini keputusan yang terbaik untuk masa depanmu kelak yang akan menjadi pewaris tunggal perusahaan Daddy."

Katty membelai lembut wajah putrinya.

"Bantu saya membawanya ke dalam kamar."

Katty meminta beberapa pengawal yang sejak tadi menjadi patung di depan pintu.

Mereka membawa Melisa masuk ke dalam ruangan yang di tutup oleh pintu kembar. Mereka membuka pintu dan masuk ke dalam kamar yang ranjangnya king size. Dengan dipan yang terbuat dari kayu jati yang kokoh dan diukir seperti dipannya para ratu.

Kamar itu juga memiliki walk-in closet, kamar mandi di dalam, serta ruang belajar yang dilengkapi sofa, laptop dan kulkas portabel.

Sungguh kamar yang nyaman dan idaman bagi setiap orang. Mungkin bagi orang lain kamar itu akan sempurna untuk mereka berdiam diri di kamar sambil terus berkreasi. Sedangkan bagi Melisa kamar itu tidak membuatnya betah di rumah. Dia selalu pergi pada malam hari dan tidur di kamar itu karena mabuk.

******

Melisa terbangun. Kepalanya sangat terasa pusing sekali. Ini semua dia rasakan setelah pulang dari club.

Melisa memegangi kepalanya sambil mengubah posisinya.

"Ah, sakit sekali kepalaku. Pasti semalam aku terlalu banyak minum lagi."

Melisa bangkit dari tempat tidurnya dan pergi ke kamar mandi.

Di luar kamar, Maminya sedang sibuk menyiapkan sup agar pengar di kepala dan mual diperut putrinya berkurang.

Setiap hari dia harus melakukan hal itu sebelum pergi mengunjungi beberapa cabang bisnisnya.

"Bi, berikan ini kepada Melisa. Bilang kalau selesai sarapan dia diminta untuk ke ruangan saya."

Katty harus bicara empat mata dengan putrinya mengenai keputusan suaminya itu.

Pria yang menanam benih di rahimnya itu sudah sangat putus asa menghadapi buah hatinya yang semakin dewasa, tapi tak bertindak sesuai seusianya.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu terdengar. Melisa yang mendapat pesan dari asisten pribadinya alias baby sitter yang dulu merawatnya. Langsung bergegas pergi ke ruang kerja maminya.

Part 2 - Malam terakhir

Melisa menghampiri maminya yang berada di ruangan kerja.

"Mami memanggilku?"tanya Melisa.

"Duduklah di samping mami."Katty duduk di sofa dan melipat kedua tangannya di dada.

Katty dan Melisa saling berpandangan. Katty menatap wajah anaknya lekat-lekat. Ada rasa tidak tega di dalam hatinya. Dia juga tidak rela hidup terpisah dengan Putri satu-satu.

Katty menarik nafas dan menghembuskannya perlahan.

"Melisa sampai kapan kamu mau bersikap seperti ini? Tiap malam kamu pergi dan pulang ketika matahari sudah terbit. Kamu tahu semalam Daddy sudah sangat marah," tutur Katty.

"Aku kan sudah bilang. Aku akan berhenti ketika memang aku ingin sekarang aku masih ingin menikmati hari-hariku. Jadi jangan paksa aku untuk berhenti sekarang."Melisa beranjak dari tempat duduknya.

"Tunggu Melisa. Jika kamu keras kepala seperti ini. Mami tidak bisa menghalangi Daddy mu, untuk mengirim ke rumah eyang."jelas Katty.

"What ke rumah eyang? Nggak mau Mih. Rumah eyang kampungan banget mih. AC aja nggak ada, apa lagi kasur empuk." Sergah Melisa.

"Ya kalau memang kamu nggak mau dikirim ke rumah eyang. Kamu ubah sikapmu. Jangan sampai Daddy mu naik pitam."

Melisa geleng-geleng kepala dan dia keluar dari ruangan Maminya.

"Apa-apaan sih mami sama Daddy ini. Mereka mau kirim aku ke rumah eyang. Jelas aku nggak mau dong." Melisa mendumal setelah menutup pintu ruangan Maminya.

Dia melangkah dengan sangat keras hingga terdengar suara hentakan kakinya.

Katty yang berada di dalam ruangannya hanya bisa menyesali apa yang terjadi kepada putrinya.

Dulu Melisa adalah anak yang sangat manis. Karena Katty memilih untuk mengurus bisnisnya. Dan tidak banyak waktu untuk mengurus Melisa. Ia rasa saat inilah Melisa memberontak kepada orang tuanya.

*****

Melisa memasukkan beberapa barangnya ke dalam tas yang cukup besar.

"Pokoknya gue nggak mau tahu. malam ini kita harus tetap pergi ke club dan paginya gua pulang ke rumah Lo."

Melisa menutup panggilan telepon ya dan menyeleting tas miliknya. Ya menenteng tas besarnya itu dan keluar dari kamar.

Beberapa asisten rumah tangga melihat aksi Melisa yang membawa tas besar. Namun, mereka tidak berani menghentikan langkah anak majikannya itu.

"Cepat kamu beritahu Nyonya. Jika Tuan sampai tahu Nona Melisa pergi dari rumah. Pasti akan ada keributan seperti semalam."

Siti tidak langsung menjalankan perintah temannya itu. Dia tidak berani untuk mengadukan hal ini kepada majikannya.

"Siti ayo cepat."

"Aku nggak berani mbok. Aku takut kalau nanti Nona Amerika tahu kita mengadukan kelakuan daripada nyonya. Pasti kita akan kena semprot Nona Melisa," ucap Siti.

"Kamu ini takut dimarahi sama Nona Melisa atau lebih takut kalau kamu kehilangan pekerjaan?"

"Yo kehilangan pekerjaan lah mbok. Mencari kerjaan di mana lagi aku. Wong sekarang susah cari kerja." Tutur Siti yang kental dengan logat jawanya.

"Yo wes kalau begitu sekarang cepat kamu bilang nyonya. Simbok mau ikutin Nona Melisa."

Mbok Darmi bergegas keluar dari persembunyian dan melihat kemana Melisa pergi.

*****

Melisa masuk ke dalam mobilnya dan langsung menyalakan kendaraan besinya itu.

Mobil Mini Cooper clubman berwarna maroon. Yang baru-baru ini rilis di negara tetangga yaitu Singapura. Melisa menginjak gas dengan kencang dan mobil melesat dengan cepat keluar dari gerbang.

Melihat mobil putrinya sudah keluar dari gerbang rumah. Katty semakin ketar-ketir. Dia takut suaminya akan lebih marah daripada semalam.

"Aduh Melisa kelakuan kamu itu. Mami udah bener-bener hilang kendali atas kamu."

Katty benar-benar menyesali keputusannya satu tahun lalu. Dia sibuk terbang keberbagai negara untuk mengembangkan bisnis pribadinya di bidang kuliner dan juga fashion.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Jika aku bilang kepada Mas Arga. Sudah pasti dia akan semakin kesal."

Katty membalikkan badannya dan kembali masuk ke dalam rumah.

Dia memanggil Di mbok dan juga Siti. Katty sudah benar-benar kehabisan akal untuk menjadikan putrinya anak yang manis seperti dulu.

"Mbok. Kenapa kalian tidak segera memberi tahukan saya tentang ini? Lihat sekarang Melisa sudah pergi dengan mobilnya."

Katty memijat keningnya. Dia benar-benar pusing sekarang.

Katty duduk di sofa dan wajahnya langsung menjadi lesu. Si Mbok yang melihatnya buru-buru membuat teh manis hangat.

"Diminum dulu nyonya." Si mbok memberikan secangkir teh.

"Terima kasih, Mbok." Katty meraih gagang cangkir dan meneguk air yang ada di dalamnya.

*****

"Joy, gue udah di depan rumah Lo nih." Melisa menelepon teman dekatnya.

Dia menunggu Joy membukakan pintu rumah untuknya.

"Mel, Lo serius mau minggat dari rumah?" tanya Joy ketika Melisa sudah memarkir mobilnya.

"Serius lah. Oh Ya, nanti malam kita ke club pakai mobil Lo ajah ya. Biar bokap enggak tahu keberadaan gue." Melisa masuk ke dalam rumah Joy tanpa perlu Joy mempersilahkannya masuk.

*****

Malam tiba, Joy dan Melisa bersiap untuk pesta malam seperti biasanya. Hanya saja, Joy biasanya tidak pernah pulang pagi. Dia hanya akan di club malam sampai jam dua belas malam.

"Mel, gue kayak biasa ya. Jam dua belas cabut." Joy bicara sambil menyalakan mesin mobilnya.

"Ah, Lo mah enggak asik. Masa Iyah kita disana cuma sebentar." Keluh Melisa.

"Ya mau gimana lagi. Orang tua gue cuma bolehin di club sampe jam segitu. Dari pada gue enggak boleh keluar rumah lagi. Yang rugikan gue."

Joy dan Melisa pergi ke club malam. Joy yang mengendarai mobil, sedangkan Melisa duduk santai di kursi sebelah pengemudi.

"Sampe," seru Joy seraya mematikan mesin mobilnya.

Melisa dan Joy yang sudah di kenal oleh petugas langsung masuk tanpa perlu menunjukkan kartu member.

"Hay, guys." Melisa menyapa beberapa temannya yang sudah siap berpesta bersama.

"Hay, Mel. Malam ini Lo jadikan bawain lagu permintaan gue?" tanya Jenny.

"Okeh baby. Tenang ajah, lagi liburan gue kantongin." Melisa mengerlingkan satu matanya.

Melisa naik ke atas panggung dan seorang pelayan langsung memberikan minuman kepadanya.

Satu gelas champagne yang diberi tiga butir es batu langsung di teguk habis olehnya. Ini adalah ritual unik yang selalu Melisa lakukan sebelum mulai memainkan piringan hitam diatas panggung.

Semua langsung hanyut dalam permainan musik yang dibawakan oleh Melisa.

Setelah beberapa jam dia berada diatas panggung dan banyak mengkonsumsi minuman beralkohol. Pandangan Melisa mulai kabur dan matanya terasa berat.

Dalam hitungan kelima tubuhnya langsung tumbang. Dia sudah menghabiskan satu botol white wine selama menjadi DJ malam ini.

Segerombolan orang berjas hitam masuk dan membawanya.

"Kirim dia ke Bandung. Bilang kepada Pak Lesmana untuk mengurusnya."

Arga menaikkan kaca mobil dan segera pergi dari tempat putrinya bersenang-senang.

Ada sesak di dalam hati Arga. Namun, dia harus melakukan hal ini demi kebaikan Putrinya.

*****

Matahari tinggi. Melisa yang merasa matanya terkena sorot sinar matahari. Perlahan membuka matanya. Dia merasakan sinar matahari sangat menusuk lensa matanya.

Dia terbangun dan terduduk. Dirasakan olehnya tempat yang menampung tubuhnya itu terasa keras. Dan ketika dia sadar. Ternyata dia sudah di dalam kamar yang baru saja kemarin dia hina.

"Kamu sudah bangun? Apa tidurmu nyenyak?" Muncul sosok wanita yang rambutnya khas di cepol kebelakang.

"Yangti?" Pekik Melisa ketika matanya jelas melihat wajah eyang putrinya.

.

.

Bersambung...

Part 3 - Desa Cemara

"Ada apa ini? Kenapa kalian membawa cucuku dalam keadaan seperti ini?" Seru Yangti Jamila.

"Maaf nyonya. Kami diperintahkan oleh Pak Arga untuk membawa Nona Melisa ke desa Cemara." Seorang pria berjas dan berkacamata hitam menjawab pertanyaan dari yangti Jamila.

"Tapi kenapa? Arga tidak ada bicara apapun kepada saya." Yangti Jamilah semakin tidak mengerti.

"Bu, aku di sini." Arga menunjukkan batang hidungnya.

"Arga Ada apa yang sebenarnya?" Yangti Jamilah bertanya.

Arga menceritakan semua tentang kelakuan Melisa selama di Jakarta. Mereka berdua sebagai orang tua tidak bisa mendidik putrinya dengan baik.

"Arga mohon kepada ibu dan juga bapak. Untuk mau mendidik Melisa seperti dulu bapak dan ibu mendidik Arga." Arga memohon kepada kedua orang tuanya.

"Pasti ... Arga pasti. Bapak akan mendidik putrimu. Bapak akan berusaha menjadikan putrimu seorang putri yang mandiri dan membanggakan kedua orang tuanya."

Arga menyalami kedua orang tuanya. Dia bersimpuh di kedua kaki orang tuanya. Tangisnya pecah Karena rasa penyesalan yang begitu dalam. Dia tak bisa mendidik Putri semata wayangnya.

"Kamu jangan khawatir dan tenang-tenanglah di Jakarta bersama istrimu. Putrimu di sini akan baik-baik saja dan akan kembali ke Jakarta membawa cerita baru untuk kalian."

Mereka bertiga saling berpelukan sebelum Arga meninggalkan desa Cemara.

Desa Cemara adalah desa di mana Arga dilahirkan dan dibesarkan. Dia tumbuh besar di sana sebagai pemerah susu sapi. Kini Arga sudah menjadi pengusaha susu kotak.

Arga sangat berharap putrinya Melisa bisa menjadi seperti dirinya. Mengerti bagaimana menjadi seorang peternak sapi agar bisa mengelola bisnis dengan lebih baik.

*****

Melisa bangun dan ia melihat sekitar."Di mana aku?"tanyanya dengan mata yang masih sayup-sayup.

"Kamu sudah bangun?"suara wanita paruh baya menyadarkannya.

"Yangti?" Melisa terkejut melihat eyangnya.

Iya lalu membuka matanya lebih lebar lagi. Terlihat jelas ia sudah berada di dalam kamar yang selama ini sangat dibenci. Kamar dengan dipan yang beralaskan kasur kapuk.

"Kenapa aku bisa di sini?"tanyanya sambil menoleh ke arah eyang Jamila.

"Daddy mu yang mengirimmu kemari. Kamu akan tinggal di sini untuk sementara waktu." Yangti Jamila keluar kamar Melisa.

Melisa tidak habis pikir ternyata ancaman Daddy nya dan maminya benar-benar terjadi.

Melisa *******-***** rambutnya dan tertunduk frustasi. Dia tidak menyangka kalau harus tinggal di kampung halaman Daddynya.

Melisa melihat jendela besar. Dia langsung turun dari kasur dan memeriksanya.

"Bagus, ada jalan keluar." Melisa menjentikkan jarinya.

Melisa bersiap-siap. Dia berusaha naik ke atas kusen jendela. Namun, suara pintu terbuka terdengar. Dia mengurungkan niatnya.

"Kamu hanya ingin berdiam diri di kamar?" tanya yangti Jamila.

"Iyah, eyang. Nanti Melisa akan keluar kamar."

"Melisa keluar sekarang. Ada yang ingin Yangkung bicarakan." Teriakan seorang pria yang terdengar khas suaranya di telinga Melisa.

Mendengar suara Yangkungnya. Dia langsung keluar dan menghambur pelukan.

"Melisa, apa kabarmu?" tanyanya.

"Melisa baik eyang. Hanya saja, Melisa kesepian." Keluhnya agar kedua eyangnya merasa iba.

"Lalu kamu keluyuran malam dan pulang pagi?" tanya Brahma.

Melisa mendengar nada bicara eyangkungnya yang tak biasa.

"Yangkung pasti sudah mendengar cerita tentang kenakalanku di Jakarta. Daddy pasti sudah membongkar semuanya. Kalau tidak mana mungkin Yangkung bicara dengan nada serius seperti sekarang," ujarnya dalam hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!