NovelToon NovelToon

Rahim Sahabatku

Bab. 1

"Mama, aku ingin mainan itu," pinta seorang anak kecil di sebuah supermarket.

Anak kecil itu terus saja menarik baju ibunya sambil menunjuk mainan yang dia inginkan. Namun sang Ibu seperti tidak peduli hingga akhirnya membuat anak itu menjerit tidak karuan.

Jenny yang menyaksikan hal itu terlihat menahan geram. Bukan karena ia menyalahkan sang Ibu karena tidak memberikan mainan. Tetapi wanita itu justru terlihat kesal melihat anak kecil yang merengek sambil menangis di depan umum.

Rasa benci Jenny kepada anak kecil memang sudah kelihatan sejak dia masih duduk di bangku SMA. Setiap kali melihat anak kecil apa lagi ketika anak kecil itu menangis, Jenny menjadi kesal dan ingin memberinya pelajaran. Semakin dewasa justru jiwa keibuanya tidak juga muncul. Setiap bertemu dengan anak-anak justru wanita itu lebih memilih untuk menghindar daripada suasana hatinya rusak.

"Jenny, Apa yang kau lihat?" tanya Wanita yang sejak tadi berbelanja bersama dengan Jenny.

"Aku harus pergi," ucap Jenny tiba-tiba. Wanita itu mendorong barang belanjaannya ke depan. Tidak lupa wanita itu mengambil uang di dalam dompet lalu memberikannya kepada wanita tersebut. "Bayarkan semua belanjaanku. Aku ingin menemui seseorang. Letakkan saja di depan pintu apartemen. Nanti aku akan mengambilnya ketika sudah pulang." Jenny segera pergi terburu-buru meninggalkan supermarket tersebut. Sedangkan wanita tadi hanya bisa pasrah karena ini bukan pertama kalinya ia melihat Jenny berbuat seperti itu.

Jenny masuk ke mobil lalu menekan nomor seseorang. "Apa kau ada di rumah sakit?" tanya Jenny sambil menghidupkan mesin mobilnya.

"Ya. Apa kau merindukanku?" sahut pria di dalam telepon.

"Aku ingin menemuimu. Ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan." Jenny memandang ke belakang dan ke samping sebelum melajukan mobilnya.

"Datang saja sekarang juga karena kebetulan aku sedang tidak sibuk."

"Baiklah." Jenny segera memutuskan panggilan telepon tersebut lalu melajukan mobilnya lebih cepat lagi menuju ke rumah sakit.

Jenny adalah wanita karir yang tahun ini usianya menginjak 27 tahun. Hidupnya sangat bahagia meskipun di usianya yang sekarang dia belum menikah. Jenny terlalu menikmati masa sendirinya sampai-sampai dia lupa kalau kodratnya adalah menikah dan memiliki anak.

Sejak dulu memang Jenny memiliki prinsip untuk tidak menikah daripada harus menderita. Kedua orang tua Jenny sendiri tidak pernah memaksa Jenny untuk mencari jodoh. Mereka juga tidak mau sampai putri mereka bertemu dengan pria yang salah.

Setelah menempuh perjalanan hampir 15 menit, akhirnya Jenny tiba di sebuah rumah sakit. Wanita itu segera mengambil tasnya lalu turun dari mobil. Dia melangkah begitu cepat menuju ke ruangan dokter yang terletak di lantai satu.

***

"Kau yakin akan mengangkat rahimmu? Jenny, ini ide yang buruk. Pikirkan sekali lagi. Kau bahkan belum menikah tetapi sudah memutuskan untuk mengangkat rahimmu. Jika nanti kedepannya kau menyesal, semua ini tidak bisa dikembalikan lagi. Selain itu perbuatan ini juga melanggar kode etikku sebagai dokter. Kali ini permintaanmu benar-benar membuat kepalaku pusing," ucap seorang dokter yang ada di hadapan Jenny.

Jenny memegang tangan dokter itu lalu memandangnya dengan wajah memelas. "Rico, Aku bukan hanya sekali memikirkan keputusan ini tetapi sudah berulang kali dan hampir setiap malam selama hidupku. Keputusanku sudah mantap. Aku tidak mau memiliki anak. Setelah menikah aku tidak mau KB. Hanya membayangkannya saja sudah membuatku mual. Aku ingin tetap bersenang-senang dengan suamiku tetapi tidak harus menjadi anak. Apa itu bisa? Tolong bantu aku kali ini saja. Bukankah selama ini aku sudah sering membantumu bahkan sampai kau menduduki posisi direktur rumah sakit seperti sekarang."

"Kenapa kau jadi suka mengungkit-ungkit seperti ini. Jika masalah ini sampai kedengaran orang lain aku bisa dipenjarakan. Aku pikir perbuatan ini sangat beresiko. Bahkan bukan hanya merugikan dirimu sendiri tapi juga mengancam karirku," ujar dokter Rico. Terlihat jelas kalau dokter itu tidak menyetujui permintaan sahabatnya. Ia memikirkan 1000 cara agar Jenny bisa berubah pikiran. Melupakan keinginan konyolnya tersebut.

"Jenny mengambil ponselnya dari dalam tas lalu wanita itu memutar sebuah video. Dia menunjukkan video itu kepada Rico dengan wajah serius. Melihat video itu Rico langsung melebarkan kedua matanya dan berusaha untuk merebut ponsel yang ada di genggaman Jenny. Namun Jenny justru menarik ponselnya lagi lalu menyimpannya ke dalam tas.

"Kenapa kau jadi jahat seperti ini? Kau berniat mengancamku?" protes dokter Rico tidak senang. Dia merasa sangat kecewa karena Jenny bisa berbuat sejahat itu kepadanya.

"Aku sudah memiliki video ini sejak lama. Entah siapa yang mengirimkannya ke dalam ponselku. Awalnya aku ingin menghapusnya karena aku tahu jika sampai video ini tersebar karir temanku akan hancur. Aku tidak menyangka kalau hati ini bisa menggunakan video ini untuk mengancammu. Aku akan membantumu merahasiakan semua ini jika kau mau membantuku. Kali ini saja tolong bantu aku. "Aku tidak bertanggung jawab dengan resiko yang kau dapatkan setelahnya!" ujar Dokter Rico untuk kembali menyakinkan Jenny.

"Ya, kau tenang saja," jawab Jenny dengan santai. "Kapan operasinya bisa dilakukan? Menurutku satu bulan lagi saja. Kau harus memikirkannya sekali lagi."

"Bagaimana jika besok aku bertemu dengan jodohku dan aku masih memiliki rahim di tubuhku? Aku tidak siap untuk hamil dan melahirkan seorang anak. Untuk apa juga aku melahirkan anak jika pada akhirnya aku tidak bisa menyayangi dan merawatnya? Aku tidak mau menjadi pendosa karena aku tidak bisa menjadi ibu yang baik."

Dokter Rico tidak memiliki pilihan lagi saat ini selain menuruti permintaan Jenny. Video skandalnya bersama istri salah satu penguat sukses berhasil membuatnya takut.

"Baiklah aku akan segera mengangkat rahimmu. Tapi ingat untuk tidak melibatkanku di dalam masalahmu nanti!"

Jenny tersenyum lebar mendengarnya. "Terima kasih Dokter Rico yang baik hati. Senang bisa bersahabat dengan anda. Saya harap pertemanan kita tidak berhenti sampai di sini saja." Jenny mengambil ponselnya dari dalam tas dan memberikan ponsel itu kepada dokter Rico. "Kau bisa menghapus video itu sekarang juga karena memang hanya itu satu-satunya video yang aku miliki. Aku tidak mau persahabatan di antara kita menjadi hancur. Aku ingin kita tetap akrab seperti biasanya."

Dokter Rico tidak mau bicara apa-apa lagi. Pria itu segera menghapus video yang ada di ponsel Jenny lalu meletakkan pose Jenny kembali di atas meja. "Jadi kapan kau siap untuk dioperasi?" tanya Dokter Rico sekali lagi.

Jenny diam sejenak sambil memikirkan waktu yang tepat untuk proses pengangkatan rahimnya. "Malam ini!" jawab Jenny mantap.

Bab. 2

Jenny masih tetap yakin dengan keputusannya untuk mengangkat rahim yang ada di dalam tubuhnya. Operasi itu dilakukan oleh Dokter Rico. Bener jam sebelum operasi mereka masih berusaha untuk membujuk Jenny agar wanita itu membatalkan keinginannya. Namun sayangnya Jenny masih bersih keras hingga akhirnya operasi itu dilakukan dan Rahim Jenny diangkat. kedepannya jika Jenny menyesal dan ingin memiliki anak maka wanita itu sudah tidak bisa lagi. Sekeras apapun usahanya dan sebanyak apapun uang yang dia miliki.

Beberapa dokter dan tim medis lainnya yang melakukan proses pengangkatan rahim di ruang operasi tadi terlihat bertanya-tanya. Sebenarnya apa yang menyebabkan Jenny memutuskan untuk mengangkat rahimnya. Biasanya mereka akan melakukan operasi rahim jika pasien dalam mengidap penyakit yang serius. Tetapi kali ini mereka tidak menemukan kejanggalan apapun di dalam tubuh Jenny.

Mereka juga tidak bisa banyak protes karena dokter yang memerintahkan semua ini adalah dokter senior. Para dokter juga masih menyayangi pekerjaan mereka saat ini. Dokter Rico meskipun didepan terlihat ramah, tetapi pria itu mudah sekali tersinggung. Tidak ada satu dokter atau perawatpun yang berani menyinggung perasaan dokter Rico.

Pagi harinya setelah operasi berjalan lancar Jenny kembali sadar. Wanita itu merasa sakit pada bagian perutnya namun Ia tetap bersikap biasa saja. Dokter Rico yang ada di ruangan itu segera mendekati Jenny dan memandangnya dengan tatapan penuh arti.

"Setelah rahimmu diangkat, kau tidak akan bisa menstruasi lagi. Ke depannya jika kau menikah, kau harus pintar-pintar untuk berakting agar suamimu tidak curiga," ucap Dokter Rico. Masih terlihat jelas wajah kecewa pria itu ketika membayangkan rahim Jenny sudah tiada.

"Kau tenang saja. Aku pasti bisa mengatasi hidupku nanti. Aku juga akan menikah dengan pria yang memiliki pemikiran untuk freechild. Aku tidak perlu repot-repot untuk menjelaskan keadaanku yang sebenarnya. Bukan hanya aku saja. Sudah banyak pasangan yang memutuskan untuk tidak memiliki anak seumur hidup mereka. Itu berarti aku tidak sendirian memiliki pemikiran seperti ini bukan? Hidupku akan bahagia tanpa seorang anak." Jenny tersenyum ceria seolah Ia baru saja mendapatkan undian besar. Ini membuat Dokter Rico geleng-geleng kepala karena biasanya pasien wanita yang harus menjalani pengangkatan rahim paginya akan menangis bahkan beberapa ada yang stress dan tidak mau makan lagi. Berbeda dengan Jenny yang terlihat sangat bahagia.

"Bagaimana dengan kedua orang tuamu? Mereka terus menghubungiku dan menanyakan keberadaanmu." Dokter Rico memandang Jenny dengan begitu serius.

"Benarkah? Lalu kau jawab apa?" Jenny terlihat khawatir.

"Aku jawab saja tidak tahu karena aku tidak mau terlibat di dalam masalahmu," ujar dokter Rico sebelum mengalihkan pandangannya.

Jenny memajukan bibirnya mendengar jawaban Dokter Rico. "Kau ini benar-benar sahabat yang tidak bisa diandalkan."

"Sudah sejauh ini bantuanku kau masih menyebutku sebagai sahabat yang tidak bisa diandalkan?" protes Dokter Rico tidak terima. Hal itu membuat Jenny tertawa sambil geleng-geleng kepala.

"Bukan seperti itu maksudku. Maafkan aku karena sudah membuatmu tersinggung."

Jenny memperhatikan lagi ruangan tempatnya dirawat. "Lalu kapan aku bisa pulang?"

"Meskipun hari ini kau diizinkan untuk pulang ke rumah tetapi kau harus berjanji untuk tidak melakukan aktivitas berat dulu. Kau harus benar-benar menjaga tubuhmu agar tidak terjadi pendarahan. Tetapi jika kau ragu kau bisa tinggal di sini beberapa malam lagi agar luka operasimu bisa aku periksa setiap saat. Aku juga akan memastikan kalau kondisimu tetap baik-baik saja setelah menjalani operasi pengangkatan rahim."

"Tidak tidak. Aku tidak mau tinggal di sini lebih lama lagi karena itu akan membuat kedua orang tuaku curiga. Sekarang saja aku sudah kesulitan untuk mencari alasan yang tepat," tolak Jenny. Wanita itu berusaha untuk menggerakkan tubuhnya namun Dokter Rico mencegahnya.

"Aku belum mengizinkanmu untuk duduk jadi tetaplah berbaring seperti itu jika kau butuh sesuatu katakan saja padaku. Aku berada di ruangan ini karena ingin membantumu jika kau butuh sesuatu." Jenny tersenyum bahagia mendengarnya. "Terima kasih Dokter Rico sayang," ujarnya dengan senyuman manis.

"Dia wanita yang cantik dan manis. Andai saja aku diijinkan untuk meluluhkan hatinya mungkin kemarin aku akan membujuknya untuk tidak mengangkat rahim itu. Tapi sayang sejak dulu dia tidak pernah membuka hatinya untukku. Mungkin kami memang ditakdirkan untuk sebagai sahabat saja. Seperti ini saja sudah cukup bagiku asalkan aku selalu ada di dekat Jenny," gumam dokter Rico di dalam hati.

...***...

"Jadi sekarang kau tidak memiliki rahim lagi? Seumur hidupmu tidak akan pernah mengandung dan melahirkan anak?"

"Kecilkan suaramu. Jika kau berteriak seperti itu satu apartemen bisa dengar," protes Jenny sambil memasukkan potongan buah apel ke dalam mulutnya.

"Gila kamu, Jen. Nekat bener sih." Wanita itu mengambil pisau lalu mengupas kulit buah apel yang ada di meja. "Semalam pulang dari supermarket, orang tua kamu juga datang ke sini. Mereka nitipin ini." Wanita itu mengeluarkan sebuah kotak lalu memberikannya kepada Jenny.

"Apa isinya?" tanya Jenny pemasaran.

"Memangnya boleh aku buka duluan?"

Jenny hanya mendengus kesal mendengar ocehan sahabatnya itu. Dia segera membuka kotak itu. "Apa ini?" Jenny terlihat bingung melihat sebuah kertas di dal kotak tersebut. Tidak ada satu benda berharga di dalamnya.

"Seperti surat undangan. Sini aku cek." Dia merebut kertas yang di pegang Jenny. "Untuk putriku tercinta. Mulai sekarang kau bukan anak kamu lagi!"

Jenny segera merebut kertas itu untuk membacanya. Wanita itu melebarkan kedua matanya ketika membaca alamat sebuah cafe di sana. Sepertinya orang tua Jenny sudah lelah menghuni putrinya hingga memutuskan untuk meninggalkan surat seperti itu.

"Apa yang ingin mereka katakan? Kenapa firasatku tidak enak?" Jenny menurunkan surat tersebut.

"Mungkin mereka ingin menjodohkanmu dengan pria yang menginginkan anak," ledek wanita itu sambil tertawa.

"NIRMA!" teriak Jenny kesal. Wanita itu segera beranjak dari kursinya lalu mengejar sahabatnya untuk memberi perhitungan.

Bab. 3

Beberapa bulan kemudian

Siang ini adalah jadwal Jenny untuk perawatan rambut. Dia tidak ditemani oleh Nirma. Wanita itu memiliki kesibukan sendiri sehingga tidak bisa ikut ke salon bersama dengan Jenny. Jenny memilih salon yang berada di salah satu mall terbesar yang ada di kota tersebut. Sebelum ke salon wanita itu ingin membeli beberapa perhiasan untuk dikenakan di acara nanti malam. Jenny dan keluarga besarnya akan menghadiri sebuah pesta pernikahan.

"Nona, ada yang bisa kami bantu?" tanya salah satu pelayan toko perhiasan tersebut

"Aku ingin membeli sebuah kalung dan gelang. Modelnya simple tapi tetap terlihat mewah. Dan pastinya sangat cocok untuk ku pakai," ucap Jenny lagi hingga membuat karyawan toko di depannya tersenyum.

Karena terlahir dari keluarga berada, Jenny sudah terbiasa untuk berfoya-foya. Wanita itu tidak pernah merasa pusing jika berhubungan dengan uang. Ia selalu menghabiskan penghasilan yang ia miliki hanya untuk bersenang-senang. Ketika kekurangan dia hanya tinggal meminta kedua orang tuanya saja.

"Ini model terbaru yang baru saja masuk hari ini Nona. Anda bisa melihatnya. Semoga saja anda menyukainya," ucap karyawan toko sambil menunjukkan kalung terbaru milik toko tersebut. Kalung itu masih ada di dalam kotak dan tertata dengan begitu rapi. Jenny memandang kalung itu dengan begitu serius. Pada pandangan pertama sudah membuatnya jatuh cinta pada kalung tersebut. Jenny ingin memiliki kalung itu segera.

Tiba-tiba seorang pria berdiri di samping Jenny. Mereka tidak saling memandang satu sama lain. Karyawan toko yang lain segera melayani pria tersebut.

"Saya butuh kalung," ucap pria tersebut.

Jenny mengernyitkan dahinya karena suara pria itu sangat tidak asing di telinganya. Setelah memakai kalung pilihannya, wanita itu memandang ke samping. Alisnya saling bertaut ketika hatinya berkata kalau pria yang berdiri di hadapannya adalah kakak kelasnya waktu di SMA dulu.

Namun bedanya, sekarang pria itu sangat tampan dan gagah. Sangat jauh berbeda dengan penampilannya ketika di SMA dulu. Jenny merasa yakin itu memang kakak kelasnya di SMA dulu. Tetapi ketika ingin menyapa, Jenny ragu. Dia juga tidak mau sampai salah orang.

"Apa di dunia ini ada orang yang mirip hingga hampir 90%? Tapi aku yakin, ini Kak Ali," gumam Jenny di dalam hati.

Karena Jenny terus saja memperhatikannya, akhirnya pria itu juga miring ke samping lalu memandang wajah Jenny. Berbeda dengan Jenny yang sejak awal merasa ragu untuk menyapa. Justru pria itu langsung mengenali Jenny sejak pertama kali bertemu.

"Jenny?" sapa pria itu sambil tersenyum hangat.

"Kak Ali?" ucap Jenny masih dengan nada yang ragu.

"Ya, Kebetulan sekali kita bisa bertemu di sini. Sudah lama kita tidak bertemu. Sekarang kau terlihat semakin cantik," puji Ali hingga membuat Jenny semakin melayang.

"Terima kasih Kak." Jenny tersenyum malu-malu sembari menyelipkan rambutnya di balik telinga. Wanita itu mengukir senyum lagi dengan hati yang bahagia. Tidak bisa dipungkiri betapa senangnya kini Jenny pernah bertemu dengan Kak Ali. Kak Ali bukan hanya sekedar senior di SMA. Tetapi Ali merupakan cinta pertama Jenny. Dulu Ali tidak pernah memandang Jenny sama sekali. Jenny kalau saing dengan para wanita cantik yang selalu berada di sekitar Ali. Berbeda dengan sekarang. Ketika sudah menjadi wanita dewasa, Jenny justru terlihat semakin cantik. Tidak hanya cantik, wanita itu juga mandiri. Dia memiliki karir yang bagus. Pria mana yang bisa menolaknya?

"Apa kau sibuk?" tanya Ali.

Jenny geleng kepala. "Tidak. Setelah membayar perhiasan ini aku akan ke salon. Bagaimana dengan Kak Ali?" Jenny melirik kalung pilihan Ali yang sedang dibungkus. "kak Ali beli kalung untuk siapa?"

"Untuk Mama. Nanti malam mama ulang tahun. Aku mau belikan kalung ini untuk kado ulang tahun mama." Ali mengeluarkan sebuah kartu untuk membayar kalung pilihannya. Begitu juga dengan Jenny. "Tadinya aku pikir kau tidak sibuk. Aku ingin mengajakmu untuk mengobrol di cafe sana," tunjuk Ali ke arah kafe yang letaknya tidak jauh dari posisi mereka berdiri.

"Nanti malam memang aku ada acara. Tapi dari sekarang sampai sore aku akan berada di salon. Sepertinya aku masih memiliki waktu untuk mengobrol dengan Kak Ali," jawab Jenny. Tentu saja wanita itu tidak ingin menghilangkan kesempatan untuk berduaan dengan Ali begitu saja. "Ini benar-benar rezeki nomplok. Bisa-bisanya aku bertemu dengan Kak Ali di saat seperti ini. Ternyata dia semakin tampan saja. Aku jadi jatuh cinta padanya," gumam Jenny di dalam hati.

"Baiklah. Ayo kita ke sana."

Jenny mengangguk sebelum melangkah. Mereka berdua berjalan bersama-sama menuju ke cafe.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!