Seorang pria berjalan dalam kegelapan dengan mengendap-endap di tengah gelapnya malam. Dia juga memakai baju serba hitamnya, dan menutupi sebagian wajahnya dengan penutup wajah. Gerakan yang dia lakukan sangat pelan dan hampir tidak menimbulkan suara.
"Aku harus mendapatkannya dan segera pergi dari sini." Pria itu masuk ke dalam sebuah ruangan dan dengan sebuah kunci di tangannya dia dengan mudah membuka pintu besar yang terbuat dari besi yang ditempa sangat khusus.
Sekarang tepat di depannya, dia melihat sebuah bola mutiara berukuran sedang, dan bola mutiara itu memiliki warna hitam yang berkilau.
"Mutiara hitam ini sangat indah, dan pastinya dia memiliki kekuatan yang sangat besar. Aku minta maaf jika bola ini harus aku ambil karena aku tidak mempunyai pilihan lain." Pria itu menggunakan kain hitam berukuran yang lebih besar dari ukuran mutiara itu, dan dengan cepat mutiara hitam itu berpindah ke tangan pria itu.
"Sebaiknya aku segera pergi dari sini, sebelum keberadaanku mereka ketahui."
Pria itu dengan segera merapikan semuanya agar tidak tau jika bola itu telah menghilang. Dia berlari keluar dengan gerakan yang sudah dia pikirkan agar tidak menimbulkan suara.
Bruk
"Apa yang sudah kamu lakukan di tempat ini? Dan apa yang sudah kamu ambil itu?" tanya seorang pria paruh baya dengan baju serba hitamnya juga. Pria itu memiliki postur tinggi besar dan rambutnya berwarna putih merata.
"Aku tidak ada waktu untuk menjelaskan."
"Dom? Apa itu kamu? Kamu Dom, kan? Aku dapat mengenali suaramu."
Pria yang sudah dikenali identitasnya itupun tidak menjawab, dia sekali lagi ingin pergi dari sana, tapi ada sesuatu kekuatan yang tiba-tiba menahannya untuk pergi. Kaki pria yang ingin pergi dari sana seperti terbelenggu oleh rantai besar.
"Aku sudah mengetahui semua kekuatan kamu dan hal itu tidak akan bisa mempan terhadapku." Setelah mengatakan hal itu. Pria dengan wajah tersembunyi itu menguatkan sesuatu.
Terdengar suara letupan seperti suara pistol dan pria tinggi besar dengan rambut putihnya itu tumbang dengan kerasnya.
"Dom, tega sekali kamu kepadaku. Apa yang terjadi denganmu."
Pria yang bernama Dom itu hanya melihat datar dan pergi dari sana. Di dalam hatinya dia sangat menyesal jika sudah melakukan hal sejahat itu, tapi dia tidak memiliki pilihan lain.
Beberapa orang tiba di sana dan melihat tubuh pria dengan rambut putihnya terbaring dengan salah satu tangan memegang dadanya.
"Ayah!" Seorang pria tampan dengan postur tinggi besar dan memiliki alis tebal itu berjongkok untuk menyangga kepala pria yang tengah terbaring tidak berdaya itu.
"Rize, bola mutiara hitam itu kerajaan kita telah dicuri."
"Siapa yang berani mencuri bola itu, Yah?"
"Orang yang ayah sangat percayai selama ini." Pria itu berbicara dengan suara terbata.
"Paman Dom? Apa dia yang sudah melakukannya? Tidak mungkin." Wajah pria tampan dan terlihat dingin itu menatap tidak percaya. "Aku akan mengejarnya karena aku yakin dia belum jauh dari sini."
Saat akan pergi, tangan pria bernama Rize itu ditahan oleh tangan ayahnya. "Jangan, Rize! Dia berhasil membuat senjata Paladium yang kamu pasti tidak akan bisa melawannya. Ayah juga tidak tau kenapa Dom menginginkan bola itu?"
"Pangeran Rize, sebaiknya kita bawa ayah kamu kembali ke istana dan aku akan mencoba mengeluarkan peluru Paladium dari tubuh ayahmu."
"Tapi kalau kita tidak mendapatan segera bola mutiara hitam itu, dia bisa memanfaatkan kekuatan bola itu." Rize menyuruh beberapa pengawal mencari ayahnya.
"Bola itu tidak akan bereaksi terhadap manusia seperti Dom, malah yang aku takutkan jika bola itu Dom serahkan kepada vampir lainnya yang mengetahui cara menggunakan kekuatan bola itu."
"Apa paman Dom bekerja sama dengan ras vampire lainnya? Kenapa paman Dom mengkhianati kita?"
"Rize, mungkin ada suatu hal yang membuat Dom berkhianat dan kamu harus mencari tau." Ayah Rize masih yakin jika Dom tidak akan berkhianat dengan dirinya, tapi kenapa dia sampai berani mencuri bola mutiara hitam itu? Apa ada hal yang sudah mengancamnya?
Pangeran Rize membawa ayahnya ke ruangan perawatan, dan di sana terdengar suara teriakan keras dari sang ayah yang menahan rasa sakit pada sekujur tubuhnya karena peluru yang dikeluarkan oleh paman Helius--pria yang menjadi orang kepercayaan Rize, dan penasehat utama kerajaan di sana.
"Rize, apa ayah kamu akan baik-baik saja?" tanya wanita cantik dengan rambut ikal besarnya. Wajah putih pucatnya semakin terlihat saat dia harus menyaksikan kesakitan yang sedang dirasakan oleh suami yang sangat dia cintai.
"Mama tidak perlu khawatir karena ayah pasti akan baik-baik saja."
"Ratu tidak perlu cemas karena Dom tidak benar-benar ingin melukai suamimu, dia hanya ingin melumpuhkannya saja."
Apa yang dikatakan oleh paman Helius sekali lagi membuat pangeran Rize berpikir, ada apa sebenarnya dengan paman Dom?
Ayah Rize dimasukkan ke dalam peti kayu besar tanpa tutup, dan di letakkan ke dalam suatu ruangan yang sangat dingin. Paman Helius memerintahkan salah satu tim kesehatan untuk memberi ayah Rize obat dan juga darah yang nanti dia akan siapkan. Mereka harus memberinya setiap tiga jam sekali selama satu bulan karena hal itu akan bisa menyembuhkan ayah Rize dari reaksi peluru paladium yang sempat melukai tubuh ayah Rize.
"Paman, aku akan mencoba mencari di mana paman Dom berada. Aku akan kembali mengambil bola mutiara hitam itu."
"Rize, kamu harus berhati-hati, Nak. Mama tidak mau kalau sampai kamu kenapa-napa karena hanya kamu satu-satunya putra kami."
"Aku akan berhati-hati, Ma." Rize berjalan pergi keluar dari istananya.
Di sebuah kastil yang sangat megah. Seorang pria dengan rambut sebahunya berdiri dengan menatap pria yang ada di depannya.
"Berikan bola mutiara hitam itu padaku sekarang." Tangannya menjulur pada pria di depannya.
"Mana putraku? Berikan dulu putraku dan aku akan memberikan bola mutiara hitam ini padamu, Raja Pedrona."
Pria pemilik manik mata hitam yang dipanggil Pedrona oleh manusia yang tak lain adalah paman Dom malah tertawa dengan suara besarnya.
"Jangan memerintahku manusia bodoh. Berikan itu dan aku akan memberikan putramu."
"Raja Pedrona, aku akan memberikan bola ini setelah kamu memberikan putraku. Kalau kamu tidak mau aku akan membawanya pergi dan mengembalikan ke tempat bola ini semestinya berada."
Raja Pedrona dengan cepat sudah sampai di dekat paman Dom, bahkan tangannya sudah mencengkeram kuat dagu pria yang adalah manusia itu.
"Mana putraku?"
Pria itu semakin mencengkeram kuat dagu paman Dom. Tidak lama seorang pria dengan kepala ditutupi oleh kain hitam dibawa mendekat ke arah paman Dom.
"Ini putramu, bawa dia pergi dari sini."
Paman Dom curiga melihat seseorang yang kepalanya ditutup kain hitam. Tangannya dengan cepat membuka penutup itu dan ternyata ada seorang vampir baru yang sepertinya dia baru saja digigit dan menjadi vampir yang sangat haus darah.
Dorr
Seketika terdengar suara tembakan dan pria yang baru tergigit itu tumbang dan dengan cepat tubuhnya lenyap menjadi abu.
"Ahahahh! Kamu manusia ternyata pandai juga."
"Kamu yang sekarang akan aku musnahkan!" Senjata yang paman Dom bawa sekarang tepat berada di dada raja Pedrona--vampire yang berasal dari ras kegelapan penguasa kerajaan Dark Castle.
"Tidak semudah itu makhluk bodoh."
Dorr
Sekali lagi terdengar suara tembakan, dan tangan raja Pedrona terlepas dari leher paman Dom. Paman Dom yang mendapat kesempatan untuk berlari, dengan cepat dia meninggalkan tempat itu karena paman Dom tau jika senjata yang ditembakkan tadi hanya tidak sampai melukai dada sang raja Pedrona. Raja Pedrona berhasil menahan peluru yang keluar itu dengan tangannya.
Namun, peluru itu dapat melumpuhkan beberapa menit tubuh raja Pedrona. Raja Pedrona terduduk di lantai dengan tubuh melemah.
Paman Dom berlari secepat yang dia bisa, dan dia berhasil melewati penjagaan di sana dengan menembakkan peluru khusus yang dia buat untuk para vampire itu. Paman Dom berhasil berlari sampai di sebuah tempat di mana keadaannya di sana saat ini sangat sepi.
Bruk
"Aduh, sakit."
"Aku minta maaf, kamu tidak apa-apa, kan?" tanya paman Dom pada seorang gadis yang dia tabrak barusan.
"Aku tidak apa-apa, hanya saja tanganku lecet sedikit. Paman baik-baik saja?"
"Aku tidak apa-apa dan aku harus pergi dari sini." Paman Dom berlari dengan tergesa-gesa.
Gadis yang ditabrak oleh paman Dom tampak heran melihat sikap paman Dom yang seolah sedang ketakutan. "Paman itu kenapa? Apa dia baru saja melihat hantu?" Gadis itu melihat sekelilingnya yang tampak sepi. "Tidak ada siapa-siapa di sini. Apa dia takut melihat wajahku?" Tangan gadis itu meraba wajahnya sendiri.
"Sebaiknya aku pergi saja dari sini dan kembali ke tempat penginapanku." Dia segera pergi dari sana dengan membawa tas hitam yang dari tadi dia bawa.
Paman Dom bersembunyi di balik semak-semak tinggi dan dia membuka tas yang tadi dia bawa. Namun, dia sangat terkejut saat melihat bola mutiara hitam yang dia curi ternyata tidak ada di dalam tas itu.
"Ke mana bola mutiara hitam itu?" Paman Dom mencoba mengingat di mana sekiranya bola itu menghilang. "Gadis itu. Apa dia yang sudah membawa bola itu?"
"Kena, kau!"
Tiba-tiba sebuah cengkeraman kuat tepat pada leher paman Dom. Wajah paman Dom seketika memerah karena cekikan kuat yang dia terima. Tangan pria yang ternyata raja Pedrona itu mengambil tas hitam yang paman Dom bawa dan dia membukanya dengan segera, tapi kekecewaan yang ternyata dia terima karena bola mutiara hitam yang dia inginkan tidak ada di sana.
"Di mana kamu sembunyikan bola itu? Jawab aku manusia terkutuk!" Wajah Pedrona seketika terlihat sangat marah.
"Bo-la itu su-dah berdada di tempat yang aman," ucap paman Dom dengan terbata.
"Kamu harus aku musnahkan!" Seketika raja Pedrona menggigit dengan kasar leher paman Dom dan menghisap darah pria itu sampai paman Dom benar-benar menjadi pucat.
Aargh...
Terdengar suara seperti auman serigala yang sangat keras dan menggema. Raja Pedrona segera pergi dari sana.
"Ih... suara apa itu?" Seorang pria dengan penampilan culun dan sederhananya sedang berjalan sendirian di tengah kegelapan malam. Dia tampak ketakutan setelah mendengar suara yang dia yakini adalah suara bintang buas. "Coral ini ke mana? Kenapa dia malah pergi sendirian malam-malam begini?"
Pria itu terhenti langkahnya karena melihat seseorang yang tengah tergeletak di atas tanah. Dia berusaha mendekat karena dia juga mendengar rintihan pria yang ternyata adalah paman Dom.
"To-long," suara paman Dom terdengar serak.
"Dia manusia, dan sepertinya dia terluka."
Pria itu mendekati lagi paman Dom dan alangkah terkejutnya saat dia melihat paman Dom mengeluarkan banyak darah. "To-long, aku," ucap paman Dom sekali lagi.
"Pak, Anda kenapa? Apa Bapak baru ditabrak oleh seseorang?"
"Tolong bunuh aku."
"Apa? Bu-bunuh?" Pria itu tampak terkejut. "Aku tidak bisa membunuh Anda Pak. Aku bahkan tidak pernah membunuh seekor nyamuk, nyamuk itu saja aku biarkan menghisap darahku."
"Kalau kamu tidak membunuhku, aku akan menghisap darahmu sampai kamu akan berubah sepertiku."
Pria dengan wajah polos dan sederhananya itu melihat paman Dom dari atas sampai bawah. "Aku akan membawa Anda ke rumah sakit saja."
Pria itu mengangkat tubuh paman Dom dan tangannya menyangga pinggang paman Dom. Paman Dom di bawah di keluar dari semak-semak gelap di sana.
"Tolong, bunuh saja aku."
"Bapak kenapa mau mati? Mati itu tidak enak walaupun hidup kita sangat menderita. Kata ibuku, dunia memang akan sangat kejam jika kita berpikiran seperti itu, tapi jika kita berpikiran sebaliknya, dunia tidak akan sekejam pemikiran kita."
Seketika tubuh pria itu di dorong dengan keras oleh paman Dom sampai membuat pria itu kaget." Anda kenapa, Pak?"
Paman Dom dapat melihat jelas wajah pria itu karena tepat di bawah penerangan lampu taman. "Siapa namamu?"
"Zio," jawab pria itu tegas.
Paman Dom tidak berkata apa-apa dan terduduk di tanah dengan menahan sesuatu yang ingin sekali keluar dari tubuhnya. Paman Dom akan berubah menjadi vampir baru yang akan sangat haus akan darah, tapi dia tidak ingin menjadi seperti itu apa lagi sampai melukai pria bernama Zio itu.
"Tolong bunuh aku, tikam aku dengan kuat."
"Aku akan membawa Bapak ke rumah sakit." Zio mendekati paman Dom, tapi sekarang dia terkejut saat melihat wajah paman Dom memucat manik mata paman Dom berubah hitam. "Anda kenapa, Pak?"
Tangan paman Dom mengambil belati yang dia simpan pada bajunya dan menikam dirinya sendiri tepat di dadanya. Zio sangat terkejut melihat hal itu dan dia berusaha menarik belati itu, tapi paman Dom malah memeluk erat Zio sampai akhirnya belati itu menikah dada paman Dom dengan dalam.
Zio tampak ketakutan dan dia menjauh dari tubuh paman Dom yang sudah benar-benar tergeletak di tanah tidak berdaya.
"Pak, Anda baik-baik saja." Zio perlahan mendekat dan dia menarik tubuh pria itu.
"Aku senang bisa bertemu denganmu." Tangan paman Dom mengusap pipi Zio dan tubuh paman Don itu perlahan-lahan menghilang seperti abu.
Zio sangat terkejut melihat kejadian itu. Wajah Zio sampai terlihat pucat menyaksikan hal yang baginya tidak masuk akal. Mana ada orang meninggal dan tubuhnya lenyap, terbang seperti angin?
Zio yang masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat, akhirnya pergi dari sana, dia berlari secepat kilat sampai dirinya tidak sengaja menabrak seseorang.
"Aduh, sakit!" erangnya memegang hidung mancungnya yang menabrak dada seseorang.
"Apa kamu tidak bisa berjalan dengan baik?" Zio melihat aneh pada pria tinggi dan dengan penampilannya yang sedikit aneh karena menggunakan baju yang tidak biasa. "Apa yang kamu lihat?"
"Kamu manusia, kan?"
"Apa maksud kamu?" tanya ketus pria yang ditabrak oleh Zio.
"Aku minta maaf, tadi aku terburu-buru karena ada orang yang tiba-tiba lenyap. Aku tidak melakukan apa-apa terhadapnya," ujar Zio ketakutan karena dia takut dituduh sudah membunuh paman Dom.
"Orang lenyap?"
"Aku mau pergi saja."
"Tunggu!" Tangan Zio dengan cepat ditahan oleh pria di depannya itu.
"Ada apa?"
Pria yang mencengkeram tangan Zio terdiam karena dia melihat sebuah bayang-bayang seperti puzzle bergerak tidak beraturan dalam pikirannya. Sebuah kejadian yang baru saja Zio alami tampak di dalam pikirannya.
"Paman Dom."
"Lepaskan tanganku pria aneh."
Ternyata pria itu adalah pangeran Rize. Dia segera melepaskan tangan Zio dan Zio berlari pergi dari sana.
Pangeran Autum Rize dengan para pengawalnya pergi ke arah di mana Zio bertemu dengan paman Dom. Di sana Pangeran Autum Rize melihat ada belati milik paman Dom dan Rize mengambilnya. Seketika dia melihat lagi bayangan kejadian apa yang di alami paman Dom selama batu itu dibawa oleh paman Dom.
"Gadis itu? Apa bola mutiara hitam terbawa oleh gadis itu? Lalu, di mana aku bisa mencarinya?" Rize tampak berpikir sejenak.
Lalu, salah satu pengawal pangeran Autum Rize yang baru saja berkeliling di tempat itu mencari bola mutiara hitam memberitahu pangeran Rize jika di sana ada sebuah penginapan dan banyak sekali manusia yang tinggal di sana karena ada kegiatan sekolahnya.
"Pangeran, mungkin saja bola itu ada di sana."
"Besok pagi aku akan mencarinya sendiri. Kalian sebaiknya kembali ke kastil lebih dulu untuk melakukan perketat penjagaan di sana."
"Baik, Pangeran."
Di sebuah penginapan, seorang gadis dengan penampilan sederhana dan terkesan culun itu berjalan mengendap-endap masuk ke dalam kamarnya. Dia adalah gadis yang tadi tidak sengaja bertabrakan dengan paman Dom.
"Syukurlah tidak ada yang melihatku masuk ke dalam kamar. Mereka pasti sudah tidur semua." Gadis itu mengeluarkan isi dari tas hitam yang dia bawa.
Ternyata isi tas itu adalah batu-batu kerikil yang gadis itu sengaja kumpulkan karena dia mendapat perintah dari temannya yang suka sekali membullynya di sekolah.
Tadi pagi, gadis bernama Coralia itu mendapat perlakuan buruk dari teman-teman sekolahnya. Dia disuruh mengumpulkan sebanyak-banyaknya batu kerikil yang bentuknya tidak biasa, dan jika dia tidak bisa mengumpulkannya, maka dia akan mendapat siksaan dari teman sekolahnya.
"Ini apa?" Coralia atau Coral tampak heran melihat ada satu batu kerikil yang bentuknya lebih besar dari semua batu kerikil yang dia ambil. "Warna hitamnya mengkilap sekali, tapi aku tidak ingat mengambil batu seperti ini di mana?" Coral tampak mengingat-ingat hal itu.
Coral memandangi batu yang tak lain adalah bola mutiara hitam milik kerajaan pangeran Rize. Bola yang dicuri oleh paman Dom, dan tadi tidak sengaja menggelinding masuk ke dalam tas Coralia.
Tiba-tiba bola mutiara hitam itu mengeluarkan sebuah cahaya, dan Coral tampak silau dengan sinar itu, tapi akhirnya Coral pingsan.
***
Keesokan harinya. Coral yang terbangun dari tidurnya merasa terkejut karena dia malah ketiduran. Seharusnya dia semalam mengerjakan kerajinan tangan milik salah satu temannya dengan bahan utama kerikil yang dia pungut di pantai dekat tempat dia menginap.
"Bagaimana aku ini? Kalau aku belum membuat kerajinan tangan ini, bisa-bisa Luana akan mempermalukan aku di depan teman-teman lainnya, dan dia bahkan akan menyiksaku."
Coral tampak bingung, dia mondar mandir di depan tempat tidurnya. "Tunggu! Bola hitam yang berkilau itu ke mana, ya?" Coral melihat di atas tempat tidurnya hanya ada batu kerikil kecil-kecil saja. Coral seketika mencari di setiap sudut tempat tidurnya, tapi dia tidak dapat menemukan bola itu.
Tok... Tok... Tok
Coral terkejut mendengar suara ketukan di pintu kamarnya, dia tampak ketakutan melihat ke arah pintu kamarnya.
"Coral, buka pintunya!" suara seorang pria yang Coral kenali. Dia segera berlari ke arah pintu dan dengan cepat membuka pintunya.
"Zio, masuk!" Coral dengan cepat menarik tangan Zio sampai Zio terkejut.
"Coral, kamu jangan menarik seenaknya begini. Membuat orang kaget saja."
"Zio, aku takut," ucapnya.
"Takut kenapa?"
"Aku belum membuat tugas kerajinan itu, dan aku juga belum membuat punya Luana marah padaku, kamu, tau, kan, bagaimana sikap Luana selama ini kepadaku?"
Zio tampak berpikir sejenak. Dia sebenarnya ke sana mau menceritakan kejadian yang baru saja kemarin malam dia alami, tapi saat melihat kesedihan dan ketakutan sahabatnya itu Zio jadi kasihan dan merasa harus mencari cara.
"Aku sudah membuat kerajinan tangan itu kemarin, kalau begitu kamu berikan saja milikku itu pada Luana."
"Apa? Kalau aku berikan punyamu, nanti tugas kamu bagaimana? Kamu tidak dapat mengumpulkan tugasmu."
"Tidak apa-apa, aku akan menemani kamu mendapat hukuman karena tugas yang tidak kita kerjakan."
Coral tampak terkejut mendengar apa yang sahabatnya itu katakan. "Kamu bukanya tidak mengerjakan, Zio, tapi kamu berikan padaku untuk menolongku. Sedangkan aku memang tidak mengerjakan karena aku tidak sempat membuatnya. Aku harus membuatkan punya Luana lebih dulu," terangnya dengan wajah sedih.
"Terumbu karang yang cantik, kamu tidak perlu bersedih seperti itu. Kamu berikan saja milikku dan kita terima hukumannya. Aku yakin jika hukuman yang kita dapatkan tidak terlalu berat dibandingkan dengan nanti apa yang akan Luana lalukan padamu." Tangan Zio merangkul leher Coral. Zio mencoba membuat agar sahabat baiknya itu tidak sedih.
Coral dan Zio pergi menemui Luana di kamarnya dan mereka memberikan kerajinan tangan dengan bahan utama batu kerikil pada Luana.
"Bagus juga hasil pekerjaan kamu. Oh ya! Kalian berdua harus ingat untuk tidak menceritakan hal ini pada siapapun, apa lagi pada guru kita itu. Kalau sampai aku mendapat masalah karena hal ini. Kalian berdua, terutama kamu gadis culun! Aku akan membuat hari-hari kamu di sekolah menjadi seperti di neraka. Kamu paham, kan?" ancam gadis dengan rambut panjang terurainya.
"Luana, sebaiknya kamu segera berganti baju dan berdandan yang cantik karena di luar ada seorang pria yang sangat tampan dan dia sepertinya sedang mencari seseorang. Siapa tau kamu bisa mendekatinya. Dia benar-benar tampan!" seru seorang gadis yang tiba-tiba berada di sana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!