NovelToon NovelToon

Scandal With Maid

Scandal

"Tuan, apa yang Anda lakukan?" pekik Rara kaget, setelah apa yang dilakukan majikannya pada dirinya beberapa detik lalu. Rara tidak menyangka kalau Ken baru saja menciumnya, bahkan itu bukan ciuman biasa.

Awalnya mereka hanya bicara biasa. Rara menyampaikan rasa terima kasihnya pada Ken, karena sudah membantu membebaskan Sari, kakaknya dari penjara.

Mungkin ciuman itu terjadi sedikit banyaknya karena sikapnya yang terlalu dekat pada Ken. Sebagai ungkapan rasa terima kasihnya yang tidak terhingga, Rara tanpa sadar memberanikan diri untuk menggenggam tangan majikannya itu.

"Terima kasih banyak, Tuan. Anda tidak tahu bahwa aku sangat berterima kasih dari lubuk hatiku yang terdalam. Aku gak akan melupakan semua kebaikan hati Tuan ini," ucapnya saat itu dengan meraih tangan Ken dengan sorot mata berbinar.

Keduanya diam dalam waktu yang lama, saling memandang. Ada getaran di dada Ken kala itu, perasaan aneh yang dia rasakan pada Rara.

Kedekatan mereka selama beberapa bulan ini membuat Ken merasakan perasaan suka pada Rara. Bahkan dia yakin itu adalah perasaan cinta, tapi belum berani dia ungkapkan.

Lantas, momen haru ini membuatnya semakin terpikat oleh pesona sederhana dan tulus Rara hingga terbuai dengan sorot mata gadis itu, dan tanpa sadar mencium bibirnya.

"Aku minta maaf, Ra. Aku hilang kendali. Sejujurnya, aku menyukaimu. Aku gak tahu sejak kapan pastinya perasaan itu muncul, yang jelas, aku gak bisa membohongi perasaanku, Ra. Aku jatuh cinta padamu," bisik Ken, mengulurkan tangan ke arah pipi Rara, lalu membelai pipi gadis itu, merasakan lembutnya kulit gadis itu di jemarinya.

Rara yang tidak menyangka akan mendengar pernyataan cinta dari majikannya tentu saja terkejut. Bola matanya membulat dengan sempurna, terperangah memahami setiap kalimat yang diucapkan kepadanya. Bagaimana mungkin majikannya itu bisa jatuh cinta kepada dirinya? Jelas-jelas dia hanya seorang pelayan di rumah itu. Lagi pula Ken sudah mempunyai Tamara, yang telah dinikahinya selama 3 tahun ini.

Tamara yang sudah bersikap baik padanya, mau menerima bekerja di rumah itu sekaligus menampung Miko, membuat Rara semakin merasa bersalah kepada majikannya itu.

Walaupun tidak bisa dipungkiri, Rara juga menyimpan perasaan kepada Ken namun, dia sadar diri akan posisinya sehingga memilih untuk memendam perasaan itu.

Siapa yang tidak akan jatuh cinta kepada sosok Ken. Dia adalah pria sempurna yang diimpikan banyak wanita. Sosok maskulin yang begitu tampan dan berhati malaikat, walaupun sikapnya pada awalnya memang dingin pada Rara, namun, keberadaan gadis itu selama tiga bulan di rumah itu mampu mencairkan sikap dingin Ken terhadapnya.

Bergelar CEO dan memiliki banyak perusahaan tidak membuatnya menjadi pribadi sombong justru dia rendah hati.

Dia selalu mampu melihat kecerdasan Rara dan menghargai semua tanggapan dan juga masukan yang dimintanya, ketika mereka ngobrol berdua. Hal itu membuat Rara tersentuh karena pola pikirnya bisa dihargai, padahal dia tahu bahwa Ken jauh lebih pintar dan memiliki banyak pengalaman darinya.

"Ra, aku mohon jangan tolak perasaan ku," ucap Ken yang menyadarkan Rara dari lamunannya.

"Apa yang Tuan katakan, kita tidak bisa begini. Anda sudah menikah, dan aku gak mau mengkhianati Non Tamara," jawab Rara semakin dilema. Tentu saja hatinya kecilnya merasa gembira mengetahui kalau perasaannya pada Ken tidak bertepuk sebelah tangan.

"Tapi kau tahu sendiri bagaimana nasib rumah tanggaku. Tamara tidak pernah memperdulikan ku. Dia asik dengan urusannya sendiri. Aku kesepian, butuh perhatian, dan kau datang bak malaikat penuh lembut, yang bisa menghargai aku, dan juga memberi perhatian padaku. Jangan salahkan aku kalau aku jatuh cinta padamu. Kau lah sosok wanita yang aku ingin kan dalam hidupku,Ra," ucap Ken mengikis jarak yang sempat diambil Rara. Namun, Rara yang sudah berusaha mundur kembali mentok ke dinding, hingga tubuhnya terkungkung oleh Ken.

"Aku mencintaimu, Ra. Sangat," desis pria itu kembali mencium bibir ranum itu, lalu berubah menjadi lumayan, terlebih karena kini Rara ikut berpartisipasi.

Gadis itu sudah mabuk oleh sentuhan panas yang ditimbulkan Ken pada tubuhnya, membakar hingga ke sanubarinya. Rara yang semula ingat bahwa apa yang mereka lakukan adalah dosa, seketika hilang berganti hasrat yang terpancing oleh sentuhan Ken.

Keduanya kini melayang, tidak lagi 'menginjak' lantai marmer itu. Semua karena gelora hasrat dan percikan gairah yang ditimbulkan oleh sentuhan di tubuh mereka masing-masing. Ciuman itu semakin membuat keduanya lupa diri, dan Ken yang sudah semakin terbakar gairah, menggendong Rara apa bridal menuju kamarnya tanpa melepaskan ciuman mereka.

Penuh kelembutan, Ken membaringkan Rara di atas ranjangnya. Sepersekian detik keduanya saling menatap, seolah meyakinkan hati satu sama lain mengenai niat mereka ingin mendayung sampan cinta.

Tanpa melepaskan tatapannya, Ken membuka semua pakaikan, tanpa sehelai pun tersiksa di kulitnya.

Bola mata Rara semakin membulat, terlebih saat melihat senjata milik Ken yang sudah tegak berdiri, menantang ingin segera ditaklukkan.

Ken sempat menangkap tatapan bergidik di mata Rara kala melihat miliknya yang memang sangat besar. Memiliki kakek keturunan Arab membuat mewarisi kegagahan itu tanpa perlu meminum obat atau mengoleskan minyak yang katanya mampu membuatnya membesar.

Dia tidak mau membuat Rara ketakutan, lalu menyerbu bibir gadis itu kembali. Ciuman Ken ibarat penenang bagi Rara kala itu, terbukti setelah dua menit dicumbu, Rara jadi rileks dan tanpa sadar, semua pakaiannya kini sudah terlepas dari tubuhnya, terlempar berserakan di atas lantai kamar.

Rangsangan Ken mampu menghadirkan ******* ringan dari Rara yang malu-malu dia keluarkan. Ini yang pertama baginya. Dia pemula soal ini, berbeda dengan Ken yang pastinya sudah ahli, terlebih dia sudah punya istri.

Namun, permainan lembut pria itu, mampu menenangkan rasa paniknya. Dia mencoba mengikuti ritme permainan Ken. Pria itu sudah mulai menjelajahi tubuh gadis yang kini dia cintai itu. Hingga di leher mulusnya, mencium, menghisap bahkan meninggalkan tanda kepemilikan di sana yang berhasil membuat Rara terpekik kaget.

Seolah tidak puas menyiksa Rara dengan perasaan dan sensasi nikmat itu, Ken kini sudah mulai turun, memilih untuk mulai merasai puncak keindahan milik gadis itu yang menantang di hadapannya. Emutan itu membuat tubuh Rara seolah terkena sengatan listrik beberapa mega volt.

Ada sensasi luar biasa yang dirasakan gadis itu. Sangat baru, belum pernah dia rasakan sebelumnya. Tampaknya hal itu membuat miliknya basah di bawah sana.

"Tuan...," desahnya. Dia sendiri tidak mengerti atas apa yang ingin dia katakan karena akalnya sudah lumpuh atas kenikmatan yang ditawarkan Ken padanya saat ini.

Ini semua tidak mungkin akan terjadi, kalau tiga bulan lalu dia tidak datang melamar pekerjaan ke rumah Kenzio Pratama.

Kehidupannya yang sulit membuatnya tidak punya pilihan lain selain berhenti kuliah dan menjadi pelayan.

Semua ini bermula tiga bulan lalu, sebuah petaka menimpa keluarganya, hingga membuat kakaknya harus ditahan di penjara karena dituduh melakukan percobaan pembunuhan pada majikannya.

Melamar Pekerjaan

3 Bulan sebelumnya,

"Tolong, Pak. Lepaskan Mbak saya," ucap Ratna, yang biasa dipanggil Rara, gadis 19 tahun, mahasiswa cantik mengandalkan beasiswa. Air matanya sejak tadi tidak hentinya berderai kala dua orang polisi menyerbu masuk ke dalam rumahnya untuk membawa kakaknya ke kantor polisi, karena mendapat laporan dari majikannya bahwa wanita itu sudah mencoba melakukan pembunuhan.

"Tolong, Pak. Mbak saya gak bersalah, lepaskan, Pak," kembali Rara memohon tapi tetap saja pria tinggi tegap dengan seragam sangarnya itu menarik paksa Sari untuk ikut bersama mereka.

Miko, keponakan juga terus memegang ujung baju ibunya, tidak mengizinkan sang ibu dibawa darinya. Kini bocah lima tahun itu menangis sesunggukkan dalam pelukan Rara, melihat kepergian ibunya dari sisi mereka.

Kesedihan Rara seolah tidak ada putusnya. Baru seminggu lalu dia kehilangan ayahnya, satu-satunya orang tua yang mereka punya, dan kini kakak nya juga harus menderita dibalik penjara.

Rara mencoba menghubungi beberapa temannya yang mungkin bisa membantu, atau memberi saran, apa yang harus dia lakukan agar bisa membebaskan Sari dari penjara. Namun, tidak satupun dari mereka memberikan kepastian, hanya mengatakan sabar dan akan mencoba menghubungi sanak saudara mereka yang pengacara.

Rara tahu, dia tidak mungkin berpangku tangan. Dia dan Miko butuh makan. Belum lagi rumah yang mereka tempati sudah akan diambil oleh pemiliknya. Saat ayahnya masih hidup dan menjalani perawatan di rumah sakit, mereka sepakat menjual ruang petak kecil itu guna pengobatan sang ayah, dan memohon pada pemilik rumah untuk memberikan mereka tenggang waktu mencari kontrakan.

Kini semua sia-sia. Rumah, satu-satunya harta yang mereka miliki sudah terjual demi pengobatan sang ayah selama enam bulan lamanya di rumah sakit, tapi tetap, yang Maha Kuasa berkehendak lain, memanggil ayahnya.

Baru saja memikirkan perihal tempat tinggal dan mencari pekerjaan, wanita pemilik rumah sudah datang mengingatkan dirinya untuk segera mengosongkan rumah itu.

"Saya kasih waktu tiga hari untuk mengosongkan rumah ini!" ujar wanita bertubuh gemuk itu sebelum meninggalkan rumah Rara.

Selepas kepergian si pemilik rumah, Rara hanya bisa duduk termangu memikirkan langkah selanjutnya. Sudah jelas dia tidak akan bisa melanjutkan kuliahnya. Dia harus bekerja untuknya dan Miko, serta berjuang untuk membebaskan kakaknya.

Rara sadar, akan sangat sulit mencari pekerjaan di ibukota ini, terlebih hanya mengandalkan ijazah SMA.

"Apa yang harus aku lakukan Tuhan? Kemana aku akan mencari kerja dalam tiga hari ini?" batinnya dengan tatapan kosong, menatap anak-anak kecil bermain di halaman rumahnya.

Miko sudah mau bermain, walau tidak ada keceriaan seperti dulu.

"Kenapa melamun? Bagaimana perkembangan kasus Sari? Bude percaya kakak kamu itu gak bersalah. Dasar aja majikannya itu yang gila. Bisa saja suaminya yang justru menggoda Sari," ucap Bude Yati, tetangga sebelah rumah yang sangat baik pada mereka.

Seminggu setelah kepergian Sari, wanita itu sering kali mengantarkan makanan untuknya dan juga Miko.

"Eh, iya Bude. Makasih udah baik sama kita, udah percaya Mbak Sari itu orang baik," jawab Rara menghapus air matanya. Setiap ada yang membahas Sari, Rara pasti akan sedih dan tidak bisa menahan laju air matanya.

"Tadi Bude dengar, yang punya rumah datang, jadi gimana rencana mu selanjutnya?"

Belum sempat menjawab, Markonah yang juga tetangga sekaligus teman sekolah Rara sewaktu sekolah dasar dulu datang ke rumahnya.

"Konah, kamu ke sini," sapa Rara mencoba tersenyum.

"Iya, aku ke sini mau menawarkan kerjaan. Kemarin malam kamu chat tanyain kerjakan, Toh? Aku ada, kalau kamu mau, tapi ya itu, cuma jadi ART, alias babu rumah tangga orang kaya," terang Markonah dengan aksen nyablaknya.

"Wah, kebetulan' kan, Ra. Saran Bude kamu terima aja. Semua pekerjaan itu halal. Baik itu kantoran atau pun pelayan, yang penting kita bisa melakukan dengan ikhlas, biar uangnya juga halal," ucap Bude memberi nasehat.

Benar kata mereka, Rara tidak punya pilihan lain. Dia harus bekerja, dan kalau harus menjadi pelayan, kenapa tidak? Toh, itu pekerjaan halal, terhormat. Kakaknya juga pelayan, walaupun mendapatkan majikan yang salah. Namun, Rara yakin, tidak semua majikan itu jahat.

"Gimana, Ra? beliau butuh cepat. Kalau kamu gak mau, aku kasih ke orang lain. Soalnya harus hari ini aku bawa orang. Enak loh bekerja di komplek perumahan elit, gajinya besar, dapat fasilitas tepat tinggal layak. Apa lagi rumah tempatmu bekerja nanti ini, hanya berisi dua orang, suami istri yang belum punya anak. Mereka juga jarang di rumah, jadi kamu gak akan sibuk. Coba, kurang enak apa. Mau gak?" papar Markonah tetap mendesak Rara untuk memberi jawaban.

Rara diam sejenak. Mengingat dia mendapat tempat tinggal, Rara setuju. Sebenarnya hati kecilnya takut kalau apa yang menimpa Sari juga akan terkena padanya. Namun, dia tidak punya pilihan lain, selain menerima tawaran ini.

"Aku mau, Konah, tapi apa boleh aku bawa Miko? Aku gak mungkin meninggalkannya sendiri, lagi pula harus ku bawa kemana dia?" tanya Rara berharap.

"Kalau itu sebaiknya kau omongkan saja sama mereka. Kalau mau, bersiap'lah. Aku akan membawamu ke sana," ucap Markonah lagi.

"Sudah, Ra. Kamu pergi saja. Biar Bude yang jaga Miko sementara waktu. Mudah-mudahan, majikanmu mau mengizinkanmu membawa Miko," sambar Bude.

Merasa mendapat dukungan, Rara akhirnya mantap ingin ikut dengan Markonah menemui calon majikannya.

***

Rumah berlantai dua itu memang sangat luas dengan taman yang begitu indah, dan kata Markonah, kebun itu sudah ada yang mengurus, ahli tanaman yang dipekerjakan oleh si pemilik rumah.

"Siang, Pak Komar. Aku ada janji sama Bu Tamara, mau mengantar pelayan barunya," ucap Markonah tersenyum genit. Sahabat Rara yang sudah lama menjanda itu tersenyum genit pada sang satpam yang membukakan pintu setelah mereka menelan bel tadi.

"Oh, silakan masuk, Konah. Makin cantik aja kamu," balas si satpam jelalatan, memperhatikan bagian dada Markonah yang membusung tinggi. Kadang Rara berpikir, apakah sahabatnya itu tidak lelah membawa 'gunung' sebesar itu, terlebih dia memakai pakaian yang ketat.

Keduanya segera masuk, dan menunggu dengan sopan di ruang tamu, setelah Komar memberitahukan pada Tamara kedatangan mereka.

Setelah 10 menit berlalu, barulah pemilik rumah datang. Sosok cantik dan anggun yang sering Rara lihat warna Wiri di televisi.

Saat di perjalanan tadi, Markonah memang sudah memberitahukan padanya, bahwa calon majikannya adalah artis terkenal.

"Pokoknya, kalau kamu diterima bekerja di sana, Kamu beruntung banget, Ra. Majikanmu artis, kamu pasti bangga bekerja sama dia." Begitulah Markonah menyampaikan secara berapi-api.

"Selamat siang, jadi siapa diantara kalian yang akan menjadi pelayan di rumah saya?"

*

*

*

Mampir gais

Permohonan

Tatapan tajam Tamara seolah menguliti tubuh Rara. Dia sudah berpakaian rapi, bahkan kemejanya untuk kuliah lah yang dia pakai. Walaupun kemeja itu dia beli dari barang bekas, tapi masih bagus dan layak pakai.

"Maaf, Bu. Saya...," ucapnya tersenyum kaku.

Rara memang sering melihat Tamara di layar kaca, wanita itu selalu pasang wajah senyum, santun dan cantik, jauh dari gosip apa lagi kesan sombong. Namun, hal itu tampaknya hanya sajian di layar kaca, karena aslinya, Tamara memang sombong. Lihat saja bagaimana cara dia menatap jijik pada Rara dan juga Markonah.

Sebenarnya, Tamara tanpa sengaja bertemu dengan Bu RT ketika pulang beberapa hari lalu, dan tidak sengaja mengatakan membutuhkan pembantu.

Pelayannya yang lama sudah kabur bersama kekasihnya, bahkan membawa sejumlah uang cash yang ada di lemarinya.

"Jadi, Mbak Tamara butuh asisten rumah tangga?" tanya Bu RT memahami kesusahan di hati Tamara yang mengeluh karena belum mendapatkan pelayan baru.

"Benar, Bu. Siapa tahu ibu ada tahu, bisa suruh datang ke rumah saya, tapi saya butuh cepat ya Bu. Soalnya rumah udah berantakan gak diurus selama seminggu ini," jawabnya mencoba ramah.

Memang tidak mudah mendapat pekerjaan di komplek elit seperti itu walau hanya sekedar pembantu. Biasanya mereka akan menghubungi agen penyalur pembantu, yang bisa dipercaya. Namun, kali ini Tamara jera menghubungi pihak penyalur, karena terbukti pelayan yang mereka rekomendasikan ternyata pencuri. Jadi, wanita itu memutuskan untuk bertanya pada tetangganya saja. Bisa dilihat, setiap pagi saat dia berangkat kerja, banyak para pelayan di komplek itu yang berkerumun pada gerobak tukang sayur, dan orangnya itu-itu saja, tidak ada yang jahat dan tidak setia.

"Baik'lah Mbak, nanti saya tanyakan pada pelayan saya, si Markonah ya," jawab Bu RT.

"Kamu udah pernah bekerja sebagai pelayan sebelumnya?" tanya Tamara sinis. Dia tidak mau mempekerjakan seorang amatiran, karena bagi Tamara, dia sangat memperhatikan kebersihan dan keteraturan rumahnya. Terlebih dia mau pembantu yang juga bisa melayani kebutuhan suaminya yang sedikit bicara dan sangat keras.

"Maaf, Bu. Belum, tapi saya biasa bersih-bersih di rumah, pernah juga bantu kakak saya bekerja di rumah majikannya dulu," sambar Rara. Dia tidak boleh kehilangan pekerjaan ini. Markonah sudah mengatakan berapa gaji yang akan di dapat, dan itu lebih dari cukup untuknya dan juga Miko.

"Tapi... kamu jujur'kan? Begini ya," ucap Tamara yang sedikit tidak enak hati karena pertanyaan yang terlalu spontan. "Sebelumnya, saya punya pelayan, dan pada akhirnya dia kabur membawa uang saya. Jadi, kamu pasti paham, kalau saya harus lebih teliti dan selektif memilih pelayan," lanjut Tamara.

Rara mencoba tersenyum. "Iya, Bu. Gak papa. Insyaallah, saya jujur, dan akan menjaga kepercayaan ibu," jawab Rara dengan lembut.

Tamara mengangguk. Kemudian dia ingat ada yang mengganggu pikirannya. "Terus itu, kamu jangan panggil saya Ibu, ketuaan buat saya. Panggil Nyonya, atau Non saja," jawabnya memberi pilihan.

"Baik, Non," jawab Rara memilih jawaban itu. Lagi pula dia tahu itu yang diinginkan Tamara, terbukti seutas senyum membingkai bibirnya.

"Baik'lah kalau begitu, aku menerima mu bekerja di sini. Sembari waktu berjalan, aku akan menuliskan beberapa peraturan dan apa saja pekerjaan mu. Apa yang boleh dan tidak kau lakukan di sini. Gajimu setiap bulan tiga juta rupiah selama masa uji coba," lanjut Tamara.

Wajah Rara berubah cerah. Dia tidak menyangka kalau gajinya hampir senilai umr di kota ini. Padahal tadi Markonah mengatakan kalau gajinya berkisar dia sampai dua setengah juga sebulan, nyatanya dia menadapat lebih.

"Wah, selamat Ra. Kamu beruntung punya majikan baik seperti Non Tamara," timpal Markonah ikut senang. Tamara yang mendengar pujian Markonah semakin melambung. Setidaknya, dia tidak perlu mengundang wartawan dan melakukan tindakan amal guna mengangkat citranya sebagai artis berakhlak yang baik.

"Ada lagi yang mau kamu tanya'kan?"

"Maaf, Non, saya boleh minta sesuatu sama Nona. Maaf kalau saya terkesan ngelunjak," jawab Rara sedikit gugup, meremas jemarinya.

Tamara tampak memicingkan mata, menatap ke arah Rara, ada rasa tidak senang di sana. Namun, dia memilih ingin mendengarkan terlebih dulu apa permintaan gadis itu. "Katakan!" serunya dengan dagu terangkat.

"Mmm.. Non, boleh'kah, saya membawa anak saya untuk tinggal di sini?" tanya Rara masih gugup.

"Anak?" pekik Tamara. Dia tadi hanya menanyakan perihal nama dan juga asal Rara, lupa bertanya perihal status gadis itu.

Rara menoleh pada Markonah dengan ketakutan. Mengakui Miko sebagai puteranya adalah gagasan Markonah, agar diizinkan, karena ada pembantu di komplek itu yang juga membawa anaknya untuk bekerja.

Dengan lemah Rara mengangguk.

Untuk sesaat Tamara memandang ke arah Rara. Dari kacamata dia bisa menilai kalau Rara masih sangat belia untuk punya anak. "Kau sudah punya anak? Lalu kalau kau bekerja dan tinggal di sini, bagaimana dengan suamimu?"

Glek!

Susah sekali untuk menelan salivanya. "Sudah berpisah, Non." Akhirnya Rara bisa kembali menemukan lidahnya, sembari meminta maaf karena sudah berbohong pada Tamara.

Lama Tamara diam. Berganti mengamati Rara dan juga Markonah. Tentu saja dia tidak mau menerima wanita yang sudah punya anak dan sekaligus membawa anaknya untuk tinggal di rumahnya ini. Selain karena tidak suka rumah berantakan dan bising, gaduh oleh suara anak-anak, pada dasarnya, Tamara memang tidak menyukai anak-anak!

Namun, kalau dia tidak menerima Rara, dia yang akan kerepotan mengurus keperluan Kenzio, suaminya. Dua Minggu tidak punya pembantu, lihat saja sudah rumahnya sudah seperti kapal pecah, berantakan dimana-mana. Selain itu dia juga jadi tidak leluasa untuk berpesta lewat tengah malam bersama teman-temannya, karena harus pulang guna menyiapkan keperluan suaminya keesokan harinya.

Begitulah, susah susah gampang mencari pelayan, terlebih yang pas di hati sang majikan. Merasa tidak punya pilihan lain, akhirnya Tamara memutuskan untuk menerimanya.

"Baiklah, dengan satu syarat. Anakmu hanya boleh berkeliaran di dapur dan juga taman belakang. Jangan sekalipun masuk ke ruang tengah, apalagi rumah tamu. Aku gak mau dengar suara berisik, menangis atau pun kegaduhan apapun di dapur. Kalau bisa selama aku dan suami ada di rumah, jangan anakmu kurung saja di dapur!" serunya tajam.

Kali ini, Rara yang saling adu pandang dengan Markonah seolah meminta pendapat dari sahabatnya itu. Lalu setelah Markonah mengangguk Rara pun mengungkapkan persetujuannya atas syarat yang diberikan oleh Tamara.

"Baiklah kalau begitu. Kau boleh pulang dan besok pagi kau sudah harus masuk kerja, kalau bisa pukul 06.00 pagi kau sudah ada di sini karena aku pasti akan sangat membutuhkan bantuanmu," lanjut Tamara.

Rara kembali hanya bisa mengangguk sopan sebagai jawabannya. Dia bersyukur karena akhirnya mendapatkan pekerjaan itu. Tidak lama, setelah Tamara menjelaskan apa saja yang menjadi tugas pokoknya, Rara dan Markonah pamit pulang.

Tepat saat di pintu ke luar, mereka berpapasan dengan Kenzio yang baru pulang, dan untuk persekian detik, tatapan Rara dan calon majikan terkunci dalam satu titik lurus yang akan mendatangkan banyak cerita.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!