NovelToon NovelToon

Suami Kedua

Bab. 1. Tidak Menerima Kenyataan.

"SUAMIKU TIDAK MATI!"

"Kalian jangan sembarangan bicara!"

"Jenazah yang ada di dalam peti dan kalian timbun dengan tanah itu bukanlah suamiku!"

"ALAN–KU MASIH HIDUP!"

"Dia pasti akan pulang, dia berjanji akan menemaniku selamanya ...!" Angelina terus berteriak di depan makam suaminya hingga tak sadarkan diri.

Semua mata memandangnya dengan tatapan iba. Mereka, mengerti dan memaklumi apa yang saat ini tengah dirasakan oleh calon ibu tersebut. Karena, Angelina tengah hamil besar saat ini.

Angelina belum bisa menerima kenyataan. Bahwa pria yang merupakan suaminya, Alan Jackson. Telah meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan beberapa waktu yang lalu. Ketika Ferrari miliknya mengalami rem blong kala itu, di jalur menurun.

Sungguh hari yang naas. Dimana, demi menghindari tabrakan dengan sebuah tronton bermuatan penuh, Alan terpaksa membanting setir ke kiri, hingga mobil yang ia kendarai terjun bebas ke dalam jurang setelah menabrak pagar pembatas sebelumnya. Kendaraan mewah yang membawanya itu meledak hingga menyebabkan luka bakar di sekujur tubuh.

Pria berusia dua puluh delapan tahun itu, harus kehilangan nyawanya. Setelah menemui sang klien di daerah puncak. Kebetulan, Alan pergi berdua dengan sang asisten yang bernama Roy. Namun, mereka bergiliran dalam mengemudi. Keadaan agak berkabut juga pada saat itu.

Tidak semua rencana akan berjalan seperti apa yang kita mau. Alan, pria dengan bulu tipis di rahangnya ini telah berencana sebelumnya untuk, menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat, agar ia dapat pulang lebih awal.

Karena, Alan ingin selalu menemani sang istri yang sedang hamil tua. Ia ingin mendampingi wanita yang telah mengorbankan satu ginjal padanya itu sebanyak mungkin.

Mereka berdua adalah pasangan bahagia yang tengah menunggu kedatangan anggota baru di keluarga Jackson. Kelahiran dari seorang bayi yang telah di ketahui berjenis kelamin laki-laki. Namun, siapa sangka jika nasib dan takdir berkata lain.

Ada pertemuan, maka ada juga perpisahan. Alan, benar-benar pulang lebih awal, namun bukan kepangkuan sang istri. Akan tetapi kembali ke perut bumi.

Sebuah pukulan yang teramat menyakitkan bagi yang ditinggalkan. Sesak ... seakan udara mencekik lehernya. Bahkan, Angelina merasa tak ada lagi suara untuk berteriak. Ia sudah terlalu sering memanggil nama mendiang suaminya itu dengan kencang. Akan tetapi, Alan tetap tak menjawab. Bahkan, peti Jenazahnya pun tak boleh di buka.

"Maaf, nyonya. Keadaan korban sangat mengenaskan. Karena, tubuhnya yang terbakar hampir delapan puluh persen. Luka di wajahnya membuat korban hampir tak bisa di kenali. Bagus saja, cincin di jari manis tidak ikut terbakar. Dari sanalah kami mencari informasi ini." Kabar yang di bawakan oleh petugas kepolisian itu, terus terngiang bagaikan kidung yang menyakitkan di telinga keluarganya. Damian sang Daddy, serta Katie, sang Mommy. Masih tidak percaya jika nasib buruk itu akan menimpa putra kedua mereka.

Apalagi Angelina. Ia terus menolak bahwa jenazah yang telah diidentifikasi itu bukan suaminya. Padahal, hampir semua bukti termasuk hasil tes DNA yang menunjukkan bahwa itu adalah Alan Jackson.

"Aku adalah istrinya, Dad ... Mom! Angel yakin jika Alan masih hidup dan akan kembali kesini. Dia sudah janji ... akan menemaniku saat lahiran nanti! Alan tidak mungkin bohong!" Penolakan dari Angelina berlaku selama lebih dari sepekan. Hingga, wanita hamil itu histeris tengah malam memanggil nama suaminya.

Adam sang kakak, yang memiliki pekerjaan berat. Ia harus bisa menguatkan seluruh anggota keluarganya. Sementara, tidak ada yang mengetahui bahwa hatinya pun sama hancur. Terutama, di saat dirinya melihat istri dari adiknya itu begitu kehilangan. Hingga, Angelina begitu menolak kenyataan.

Kenyataan yang Angelina anggap bagaikan mimpi buruk. Hingga, ia berharap seseorang membuatnya segera bangun. Tanpa, Angelina sadari bahwa, keadaannya tersebut membuat Katie semakin sedih. Keadaan saat ini nampak tak adil bagi keduanya. Karena, putranya baru saja menemukan kebahagiaan sejati bersama wanita yang selama ini mencintainya dengan tulus.

Seperti kalimat dari sebuah petuah bijak. Bahwa, tak ada yang abadi di dunia ini. Karena memang takkan selamanya ragaku mendekapmu. Takkan selamanya, raga ini menjagamu. Mungkin, ini adalah ungkapan yang tepat jika di nyatakan oleh seorang Alan Jackson. Di akhir penantian kelahiran sang buah hati. Ia justru pergi dari sisi sang istri untuk selamanya.

Seperti kata alunan detak jantung, yang takkan pernah bisa melawan waktu. Bahkan semua keindahan akan ikut memudar. Cinta pun perlahan akan hilang. Mungkin, hal ini tidak akan diiyakan oleh Angelina.

Buktinya, makin hari nestapanya itu, membuat mentalnya sedemikian rapuh. Angelina ternyata belum mampu menerima kenyataan yang mengguncang kebahagiaan yang nyatanya baru sesaat ia rasakan. Hidup berdua, bersama dengan pria yang sangat ia cintai.

Seperti itulah, nasib dan takdir.

Tiada satupun manusia yang mampu merabanya.

Terkadang rasa pahit sekalipun, harus kita telan meski itu nyatanya sangat berat.

Adam, terkadang mengintip di balik dinding kamar. Selalu ia dapati sang adik ipar, Angelina termenung. Wanita itu akan mengusap perutnya yang besar sambil melamun. Hatinya ikut sakit melihat keadaan Angelina yang seperti itu. Bahkan dadanya akan terasa sesak, saat ia mendapati kantung mata Angelina yang sembab.

Maju mundur, Adam melangkah. Antara mau mendekat atau tidak. Di rumah ini hanya Katie, sang mommy yang perempuan. Akan tetapi, Angelina tidak terbuka akan perasaannya. Meskipun, Katie sering mencoba mengajak menantunya itu berbicara. Angelina, tetap mengunci mulutnya.

Adam, menguatkan hatinya untuk maju perlahan. Sore itu, ia mendapati sosok adik iparnya di belakang rumah sambil melihat ke kolam ikan. Ia tak mau kehadirannya justru menganggu Angelina menikmati kesendirian. Akan tetapi, dokter kandungan dan psikolog mengatakan hal yang hampir sama. Jika, keadaan Angelina dibiarkan begitu saja, maka akan bisa berefek pada mental serta keadaan bayi dalam kandungannya.

"Jalan-jalan yuk!" Adam sengaja mengucapkan ajakan itu. Siapa tau, Angelina mau keluar agar perasaannya lebih baik. Akan tetapi, tak ada jawaban sepatah kata pun yang keluar dari mulut Angelina. Hal itu lantas membuat Adam menoleh.

Sontak, pria bertubuh tinggi atletis itu pun, terkesiap kaget. Lantaran tatapan adik iparnya ini kosong kedepan. Dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya yang kian tirus.

Sudah hampir empat belas hari. Angelina masih belum mau berbicara dengan siapapun. Ia. hanya menangis dan berteriak-teriak histeris di waktu-waktu tertentu.

Sudah beberapa psikiater yang di datangkan oleh Damian. Semua, mengatakan bahwa Angelina terkena serangan gangguan mental. Karena, ia belum bisa menerima kepergian Alan, suaminya.

"An," ucap Adam pelan. Namun, panggilan itu justru membuat Angelina menoleh cepat. Wanita itu menelisik pria yang ada di sebelahnya. Kebetulan, Adam mengenakan kaus oblong berkerah. Dengan warna putih kesukaan suaminya. Adam juga kebetulan belum mencukur bulu di sekeliling rahangnya. Sepintas, ia nampak seperti ...

"Alan ...," lirih Angelina. Hingga, wanita itu menghadap Adam dan menatap wajahnya intens. "A–Alan," sebutnya lagi. Bahkan, kini Angelina mengulurkan tangannya untuk menyentuh dan menyusuri wajah Adam.

"Alan." Tiga kali sudah Angelina menyebut Adam dengan nama Alan. Bahkan, kali ini wanita yang tengah hamil besar itu meringis dan sontak memeluk dirinya.

Kedua mata almond milik Adam pun membola, karena ujung perut Angelina yang keras mengenai perutnya juga. Ia takut, jika wanita itu melupakan keadaannya sekarang. Karena, Angelina berusaha melekatkan tubuhnya.

...Bersambung...

Bab. 2. Aku Adam, bukan Alan.

"An. Ku mohon jangan seperti ini. Ingat perutmu," tahan Adam agar wanita ini tidak memeluknya terlalu erat. Ajaib. Kali ini untuk pertama kali, Angelina mendengar ucapannya. Karena, sudah beberapa hari ini wanita hamil itu tidak pernah merespon omongan orang lain. Ia seakan asik dengan dunianya sendiri yang di penuhi kesedihan.

"Alan, kenapa tak bilang kalau mau kembali? Aku tau, kau pasti akan pulang." Angelina berkata lembut dengan senyum yang tercipta di wajah yang pucat itu. Lalu, ia menunduk dan menarik ujung dress yang ia kenakan. "Ah, aku bahkan belum mandi. Maafkan aku ...," lirih Angelina penuh sesal. Nampak matanya sudah di genangi air mata yang sebentar lagi mungkin akan tumpah, karena ia kini mendongak untuk menatap, Adam. Pria yang merupakan kakak iparnya, namun ia kira sebagai suaminya.

Adam tak bisa menjawab. Karena, sejak tadi wanita di hadapannya ini terus memanggil namanya dengan sebutan Alan.

'Hei! Jadi, sejak tadi dia mengira bahwa aku adalah Alan? Bagaimana bisa? Aku dan adikku itu berbeda rupa dan postur tubuh. Bagaimana, Angelina bisa mengira orang lain sebagai suaminya?'

Adam sungguh tak habis pikir. Kecuali Jika dia dan Alan adalah saudara kembar. Kemungkinan mirip itu pasti lebih besar. Akan tetapi, dia dan Alan sangat jauh berbeda. Bahkan mereka terpaut usia lima tahun. Bagaimana mungkin, Angelina bisa mengira bahwa dia adalah suaminya.

"An, aku ini ... Adam. Bukan Alan!" tegas Adam seraya menatap kedua mata Angelina.

"Kau ini, jangan meledekku begitu. Aku tidak pernah menyukai abangmu. Sejak dulu sekolah, aku hanya mencintaimu seorang Alan. Tolong jangan cemburu lagi," ucap Angelina seraya merajuk. Tak lama kemudian ia kembali memasang senyumnya. Bahkan di tengah air matanya yang sedang berderai membasahi pipinya itu.

Adam tak mampu berkata-kata lagi. Ia paham jika saat ini, Angelina berada di alam bawah sadarnya. Tapi ...

'Astaga! Kenapa dia menciumku! Oh ... Alan maafkan aku. Angelina yang melakukannya.'

Adam panik, namun hanya bisa berteriak dalam hati saja. Karena, bibirnya terbungkam oleh ciuman dari Angelina. Bibir yang kenyal itu sedikit terasa asin. Karena, telah bercampur dengan air mata. Ya, mau tak mau Adam ikut menelan air mata Angelina yang sedikit pahit seperti kisah hidup wanita itu.

Bukan gak ingin menjaga kesucian dari adik iparnya ini. Akan tetapi, Adam tak bisa melepas rangkulan dan ciuman Angelina yang begitu erat. Selain ia menikmati juga, sesapan demi sesapan dari wanita hamil yang sangat agresif ini.

Memang, terkadang hormon di trisemester terakhir akan membuat beberapa wanita hamil menjadi lebih agresif dan mudah terbakar karena rangsangan. Jadi, apa yang Angelina lakukan adalah hal wajar. Apalagi, ia mengira jika pria berada di hadapan saat ini adalah suaminya.

Adam pada akhirnya berhasil mendorong wajah Angelina. Alan tetapi, dengan cepat wanita itu kembali mencium Adam dengan ganas. Bahkan, ia sampai menarik kerah kemeja Adam, hingga kancingnya lepas dan berjatuhan.

Dari ujung tangga di ruang sebelah, Damian baru saja turun hendak menuju ruang kerjanya. Namun, mendengar ada suara decapan, maka pria paruh baya itu memutuskan untuk berbelok dan ...

"ADAM!!" suara baritonnya pun menggelegar.

Mau tak mau Adam dengan sekuat tenaga, mencoba melepaskan tautannya dengan Angelina. Meskipun, ia harus mendorong wanita itu lebih bertenaga.

"Dad, tolong jangan salah paham. Ini, tidak seperti kelihatannya," jelas Adam kelabakan. Karena ia tak mau sampai Damian salah paham.

"Pelayan!" Damian berteriak kencang memanggil para pelayan. Hingga, dalam waktu singkat dua hingga tiga pelayan datang tergopoh-gopoh menghampiri ruang belakang.

"Tolong antar nona muda kalian kembali ke kamar. Dan, jika keluar kamar jangan di tinggal sendirian seperti ini. Mengerti!" titah Damian dengan suara tegasnya. Hingga, sebut membuat para pelayan mengganggu cepat.

Ketika, mereka hendak mendekati Angelina. Wanita itu justru bersembunyi di belakang tubuh Adam. Kemudian, Angelina pun menjerit dan menangis.

Di sela tangisnya ia berkata. "Aku tidak mau kembali ke kamar dengan mereka. Aku mau sama kamu Al. Kamu kan udah janji sama aku ...!"rintih Angelina menyayat hati.

Melihat itu, Adam langsung bingung. Pria itu tak tau harus menjawab apa. Ia pasrah, membiarkan Angelina kembali merangkul pinggangnya. Bahkan, Damian sendiri terlihat menghela napas berat.

Nampaknya, gangguan mental yang dialami oleh Angelina sudah semakin parah. Kini, dia bahkan menganggap jika Adam adalah suaminya. Padahal, Adam dan Alan adalah dua sosok yang berbeda. Mereka hanya memiliki tinggi yang sama. Bahkan kontur wajah serta postur tubuh sangat berbeda jauh.

Damian terlihat memijat pangkal hidungnya. Ia pun berlalu setelah mengatakan perintahnya, agar Adam segera menemuinya diruang kerja. Lalu, Adam segera mengusir para pelayan karena Angelina terus terisak.

Adam menarik lengan Angelina, dan ia berbalik agar dapat melihat kedua mata wanita itu. Lalu, Adam pun berkata, seraya mengusap air mata yang berderai di pipi tirus Angelina. Kesedihannya selama hampir dua pekan ini, sungguh memakan habis tubuhnya. "An, kembalilah ke kamar. Aku ... aku akan menyusulmu nanti," ucap Adam terbata, berusaha membujuk Angelina dengan janji yang ia tak tau bagaimana jadinya nanti. Karena tak mungkin ia masuk ke dalam kamar mendiang sang adik.

"Jangan ingkari janjimu lagi. Aku akan menunggumu di kamar," ucap Angelina, seraya melabuhkan ciumannya kembali ke bibir Adam. Tentu saja, hal itu membuat kedua mata Adam kembali membola.

Lagi! Oh, Alan. Ini sungguh berbahaya. Apa kau tau jika selama ini aku jatuh cinta pada istrimu. Kenapa dia terus menciumku. Aku ingin melupakan perasaan ini. Tapi kenapa kau malah pergi ...!

Adam dengan cepat memundurkan wajahnya. Memaksakan kedua sudah dari bibirnya melengkungkan senyum. Ia tak mau, Angelina menyadari penolakannya dan kembali mengguncang jiwa wanita itu. Entah kenapa, setelah mereka berciuman tadi, Angelina nampak kembali seperti sedia kala.

Angelina kembali ke kamar dan Adam berniat menemui, Damian di ruang kerja. Ternyata, susah ada Katie, wanita paruh baya cantik yang merupakan Mommy-nya.

"Ad, kemarilah, Nak," panggil Katie lembut. Wanita paruh baya ini tak hanya pernah mengeluarkan suara dengan nada kencang dan tinggi sekalipun ia marah.

Adam lantas segera menghampirinya. Duduk di depan mereka, kedua orangtuanya. Damian telah menatapnya begitu serius. Pertanda ada hal besar yang akan diucapkan oleh pria itu. Hingga, Adam merasa kesusahan saat menelan ludahnya. Jakunnya naik-turun pertanda tegang.

"Ad, Mommy tau jika selama ini, kamu menyimpan perasaan terhadap adik iparmu. Tapi, kami saat ini tidak sedang bermaksud untuk membahas itu. Kami berdua ... tau, bahwa kau itu paling mengerti bagaimana menempatkan diri. Maafkan kami, jika meminta pengorbanan darimu demi, Alan," tutur Katie ambigu, sehingga hal tersebut justru menciptakan buliran keringat sebesar jagung di pelipis, Adam.

"Ad ..." Adam lantas menoleh ke arah Damian ketika ia mendengar suara bernada tak seperti biasa keluar dari mulut pria yang sangat ia hormati itu. Terlepas, dari sikap tegas dan kerasnya.

"Nikahilah, Angelina!"

Duarr!

Adam seketika merasa tak lagi memijak pada bumi.

...Bersambung ...

Bab. 3. Pernikahan Kedua Angelina.

Adam mencoba memberi ketenangan dalam hatinya. Ia paham dan mengerti. Jika kedua orang tuanya telah mengambil keputusan maka itu adalah satu-satunya jalan yang terbaik.

"Bagaimana cara menyampaikannya pada Angelina?" tanya Adam, seraya menatap serius kepada kedua orangtuanya bergantian. Damian mengambil napas panjang sebelum menjawab pertanyaan putranya itu.

"Katakan saja jika kalian nikah ulang. Karena pernikahan awal kalian atas keterpaksaan. Di tengah goncangan jiwa yang tidak stabil. Angelina pasti tidak akan banyak bertanya," jelas Damian. Ia tentu saja telah memikirkan hal ini sebelumnya. Lagi-lagi anak pertamanya yang harus menanggung akibat perbuatan, Alan. Meksipun, ini semua terjadi bukan karena keinginan siapapun.

"Mommy akan segera pesan gaun untuk Angelina. Kalian harus sudah resmi sebelum ia melahirkan. Apalagi, setelah mendengar apa yang Daddy-mu katakan. Mommy sangat khawatir. Jika kau tidak bisa menahan dirimu," tutur Katie.

Wanita, itu sebenarnya sangat mengerti apa yang sang putra rasakan. Bagaimana pun, Adam harus membohongi hatinya juga Angelina demi kebaikan wanita itu dan calon bayi yang tak lain cucunya sendiri.

"Daddy, akan meminta Henry mengurus semuanya!" Damian pun bangun dari kursinya. Pria berwajah serius itu berjalan ke arah jendela. Itu pertanda bahwa tak ada lagi yang bisa mereka bicarakan. Semua sudah selesai. Karenanya, Katie mengajak sang putra keluar dari ruangan tersebut.

Sesampainya di luar. " Mommy tau, apa yang kau rasakan, Ad. Mommy sangat paham. Betapa kau menyayangi Angelina juga bayi yang ada di dalam perutnya. Karena itulah, hanya kau yang mampu menyembuhkan gangguan mental yang mengguncang sedikit kewarasan Angelina. Agar ia bisa melahirkan dalam keadaan tenang dan mengurus bayinya nanti dengan baik dan benar. Karena, jika di biarkan ini dapat mengancam nyawa keduanya," tutur Katie.

"No, Mom! Hal itu tidak boleh terjadi. Mereka berdua harus tetap hidup. Adam akan melakukan apapun. Termasuk ... mengorbankan perasaan ini," ucap Adam serak. Merasa kerongkongannya tiba-tiba tercekik. Dengan ucapannya sendiri.

Karena, menjalankannya tentu tidak semudah ucapan. Adam harus menyiapkannya hatinya. Karena, pasti akan terluka berkali-kali.

"Maaf ... sekali lagi, kami meminta bantuanmu," ucap Katie seraya mengusap bahu kekar putranya itu. Entah terbuat dari apa hati Adam.

"Tenanglah, Mom. Aku baik-baik saja." Adam gantian mengusap punggung tangan Katie, seraya menampilkan senyumnya.

"Sebelum resmi. Berusahalah menjaga jarakmu dari Angel. Bahkan, setelah kalian menikah nanti. Kau belum boleh menyentuh Angelina, hingga wanita itu melahirkan dan mendapat haid pertamanya," jelas Katie kemudian. Karena, ia takut Adam tak mampu mengontrol dirinya.

"Aku, mengerti, Mom. Ku harap semua bisa ku hadapi dengan baik," ucap Adam.

Adam kini berdiri di depan pintu kamar Angelina. Tangannya ragu untuk mengetuk. Karena, ia tak mungkin tidur satu kamar sebelum mereka berdua resmi menikah. "Apa yang harus aku lakukan?" desahnya pelan.

Kenapa kau harus pergi secepat ini, Al. Bahkan menyisakan kesulitan untukku.

Adam menggenggam buku jarinya erat. Mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu. Tanpa ia tau di dalam sana, Angelina tengah menggigit kuku jarinya. Wanita itu gelisah, karena suaminya belum juga tiba di kamar. Sementara, hari semakin malam. Ia terbiasa tidur di dalam pelukan.

"Apa mungkin, Angelina sudah tidur. Bagaimana ini?" desah Adam kembali. Namun, akhirnya ia memutuskan untuk memutar kenop pintu. Karena Angelina tidak pernah mengunci pintu kamarnya. Wanita itu, selalu berharap di setiap malam. Bahwa Alan akan kembali. Adam tau, karena pria itu sering mengintip keadaan adik iparnya ini.

Klek

Pintu di buka perlahan. Namun, betapa kagetnya Adam. Karena Angelina ternyata masih terjaga.

"Kenapa kau baru datang, Al!" Angelina langsung menubrukakan dirinya pada Adam. Wanita itu bahkan menghirup dalam aroma tubuh pria yang saat ini ia dekap erat. Seakan takut jika pria di hadapannya pergi lagi. Hingga ia pun kembali berkata. " Aku takut. Kau tau?"

Mendengar ucapan Angelina yang lirih, serta tubuhnya yang terasa gemetar. Adam, secara reflek mengusap punggung wanita itu lembut. Perasaan terdalamnya ikut sedih melihat keadaan batin Angelina yang rapuh ini.

"Aku tidak akan pergi lagi. Kau tenanglah, dan jangan takut," sahut Alan.

Angelina semakin mengencangkan dekapannya. Tangannya telah melingkar di pinggang Adam. Namun, ia tetap jaga jarak agar perutnya tidak terhimpit.

Perlahan ia mendongak untuk menetap wajah Adam. "Jangan membuatku khawatir. Semua orang bilang kau sudah pergi jauh dan takkan kembali lagi padaku. Tapi, aku yakin suatu saat kau lagi kembali untuk dapati janjimu, padaku dan juga anak kita," ucap Angelina lirih.

Adam langsung tersentak. Entah bagaimana bisa Angelina sungguhan menganggap jika dirinya adalah Alan. Padahal, mereka adalah dua sosok yang sangat berbeda. Satu hal, yang menusuk hingga ke relung jiwanya adalah, perasaan cinta yang tidur dalam itu terpancar melalui sepasang mata almond milik, Angelina.

Entah dorongan darimana. Adam, menundukkan wajahnya lebih dalam untuk melakukan kecupan pada kening Angeline. Wanita itupun memejamkan matanya syahdu. Menerima, aliran hangat dari sentuhan yang sangat ia rindukan.

"An, secepatnya. Aku ingin mengadakan pesta pernikahan kita. Aku, ingin kita mengulang semuanya dari awal. Kau mau kan?" tanya Adam, was-was. Takut, jika Angelina mencurigainya.

Namun, di luar dugaan. Wanita berwajah pucat itu mengangguk cepat dengan seulas senyum. Adam pun dapat menghela napas lega setelahnya. Ia pun menggiring Angelina ke tepi tempat tidur.

"Sekarang tidur ya. Aku temani," ajak Adam. Seraya menaikkan kedua kaki Angelina ke atas kasur kemudian menyelimutinya hingga sebatas perut. Adam sempat terpaku sesaat, ketika melihat penampakan perut Angelina yang besar.

Hal itu tentu saja membuat Angelina mengerutkan keningnya. Karena, pria yang ia pikir adalah suaminya ini tidak melakukan hal yang seperti biasanya. Justru, Adam malah bertanya.

"Bagaimana kabar dia?"

"Dia?" Angelina semakin berkerut bingung.

"Ah, maksudku. Ba–bayi kita?" ulang Adam membenarkan pertanyaannya tadi dengan kikuk.

"Bayi kita ... dia tidak baik-baik saja," jawab Angelina murung. Hal itu lantas membuat Adam kaget.

"Dia kenapa? Maksudku bayinya kenapa? Apa kita perlu periksa ke dokter?" cecar Adam panik.

"Tidak baik, bukan mau ketemu dokter. Tapi, Papanya," cicit Angelina.

Glek!

Adam pun menelan ludahnya kasar inilah yang ia takutkan.

"Iya nanti. Sebaiknya ... sekarang kita tidur saja ya." Adam berusaha mengalihkan suasana. Tak lupa, ia mengusap perut dan melabuhkan kecupan singkat di atas perut yang besar itu. Rasanya, ngeri sekali. Ia takut jika perut Angelina meledak seperti balon. Bahkan, Adam sampai menggelengkan kepalanya. Kala membayangkan balon meletus.

"Kau kenapa, Al?" heran Angelina.

"Ah, tidak! Sudah, pejamkan matamu. Kau harus cukup tidur agar kantung mata ini hilang," tunjuk Adam pada bagian bawah mata Angelina yang sedikit hitam.

"Tapi, peluk!" pinta Angelina, dimana hal itu kembali membuat Adam mendesahkan napasnya.

Huft! Maafkan aku, Al. Ini kemauan Angelina, istrimu.

Mereka berdua pun tidur berpelukan hingga pagi. Sampai, Adam merasakan pegal di pergelangan tangannya. Karena, saat sini hari. Angelina merasakan keram pada perut dan memintanya terus mengusap hingga fajar. Barulah, wanita ini kembali tertidur.

"Ternyata, punya istri lagi hamil itu berat juga," guman Adam.

Beberapa hari kemudian. Pernikahan Adam dan Angelina di gelar. Damian hanya mengundang orang-orang tertentu. Mereka sebagian adalah karyawan dan kaki tangannya yang mengetahui tentang cerita kepergian Alan untuk selama-lamanya. Hari ini, adakah pernikahan kedua bagi Angelina. Namun, ia tak sadar akan hal itu. Damian Jackson telah menikahkan dua putranya dengan wanita yang sama.

Akan tetapi bukanlah hal itu yang ia permasalahkan. Satu hal yang menekan sisi lembut seorang dan injection yang keras dan tegas adalah, lagi-lagi putra pertamanya harus berkorban demi kebahagiaannya sendiri. Sebab, Damian yang tidak tahu jika Adam, sebenarnya memang memiliki perasaan lebih terhadap Angelina.

Bagus saja, Angelina tidak protes ketika nama Adam yang di sebutkan. Karena, ia telah tersihir kebahagiaan yang ia rasakan kini. Ketika, kedua mertuanya menatap penuh kasih sayang terhadapnya. Bahkan, Damian mengecup keningnya.

Adam membawa, Angelina. Adik ipar yang telah menjadi istrinya ini kedalam kamar mereka. Untuk membuat Angelina semakin bahagia. Katie, telah menghias kamar pengantin tersebut seindah mungkin. Damian telah mengatur, agar Angelina pindah ke kamar yang terdapat di lantai bawah.

"Kau lelah tidak? Mau aku pijat?" tawar Adam, seraya membuka sepatu dan kaus stoking yang di kenakan istrinya ini. Meksipun, sepatunya datar dan empuk, tetap saja kaki Angelina pegal.

"Aku tidak lelah, Al. Ayo, kita belah duren!"

...Bersambung ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!