"Itu... Itu benar-benar Mas Tiyo kan? Kenapa dia sama kak Atika? " Miana terpaku dengan sebuah rasa penasaran yang teramat dalam sambil bergumam sendiri, langkahnya terus berayun ketika iya mengetahui jika sang suami saat ini sedang berjalan dengan kakak kandungnya. Lebih tepatnya iya merasakan sebuah keterkejutan yang teramat sangat yang membuat dirinya terkejut setengah mati, dan ini adalah yang pertama dalam hidupnya. Langkahnya terus terayun hingga tanpa Miana sadari, iya sudah berada di sebuah hotel bintang 5. Dipandangnya lekat-lekat dua orang yang teramat iya kenali itu. Mereka berdua berjalan beriringan dengan bergandengan tangan memasuki hotel tersebut. Mereka berhenti tepat di depan resepsionis sambil mengatakan apa itu, yang pasti pendengaran Miana tak bisa menjangkau suara apa yang di katakan oleh kakak kandung serta suaminya tersebut.
"Apa yang mereka lakukan disini? " Dengan rasa penasaran yang menggebu-nggebu, Miana terus membututi mereka berdua. Setelah Tiyo dan Atika selesai melakukan administrasi, Mereka kembali bergandengan tangan dan masuk ke dalam lift dengan begitu mesra. Bagaikan sepasang kekasih.
"Aku harus tahu apa yang mereka lakukan" Setelah Tiyo dan Atika sudah tak terlihat lagi, Miana segera keluar dari persembunyiannya lalu bergegas menuju ke meja resepsionist. Dan sebelumnya iya sudah mengenakan masker wajah dan melepas ikat rambut yang menyatukan rambutnya, membiarkan mahkota hitam dan panjang itu tergerai.
"Permisi..." Ucap Miana dengan suara serak menahan panas yang membakar hatinya. Dengan segera resepsionis di depannya berdiri menyambut tamu.
"Selamat malam, ada yang bisa kami bantu? " Tanya resepsionis tersebut dengan pelayanan seramah mungkin.
"Emmm... Iya mbak, ini saya mau tanya. Mbak ingat kan dua orang yang baru saja masuk, Prasetiyo Nugraha sama Atika Marsela" Miana dengan dada sesak mencoba berbicara senormal mungkin.
"Maaf, mungkin anda salah orang" dengan senyuman seramah mungkin, resepsionis tersebut menjawab pertannyaan dari Miana.
"Jangan anda kira saya tidak tahu ya mbak... Ini..." Miana menunjukkan sebuah foto yang baru saja dia ambil, yaitu foto Tiyo suaminya dengan Atika kakak kandungnya.
"Mohon maaf nyonya, tapi kami hanya melindungi hak para pelanggan disini. Mereka adalah sepasang suami istri, kami tidak ingin istirahat pelanggan terganggu" Jawaban petugas resepsionis membuat Miana hampir tak bisa bernafas. Dengan segera iya menarik nafas panjang untuk menetralkan hatinya yang sudah sangat dipenuhi dengan nafsu amarah.
"Suami Istri? " tanya Miana penuh keterkejutan.
"Benar nyonya, mereka adalah sepasang suami istri" Resepsionis itu masih dengan sabar melayani.
"Apa perempuan itu menggunakan nama Miana Damayanti? " Tanya Miana kembali. Dan petugas resepsionis tersebut mengangguk.
"Apa kalian tidak memeriksa dengan benar siapa pengunjung yang datang? " Kali ini Miana sedikit meninggikan suaranya, dan suara yang terucap terdengan pecah saat mengatakannya. Petugas resepsionis merasa heran karena pertanyaan dari wanita didepannya itu.
"Maksud nyonya bagaimana? " Karena heran, petugas itu pun balik bertanya.
"Apa wanita yang berada didalam foto buku nikah itu sama denganku? " sebuah pertanyaan yang langsung mendapat jawaban dari ekspresi kedua petugas resepsionis tersebut. Mereka langsung membuka kembali copyan buku nikah yang digunakan oleh Tiyo dan Atika untuk menginap di hotel.
"Maksud nyonya bagaimana, foto ini sangat mirip dengan anda? " Dengan perlahan petugas tersebut mencocokan kemiripan antara wanita yang ada di foto dan wanita yang berada di depannya tersebut.
"Kalian harus tahu, wanita itu adalah kakak kandung saya, sedangkan laki-laki yang bernama Prasetiyo Nugroho itu adalah suami saya" Kali ini tangis Miana sudah bernar-benar jatuh. Iya sudah tak sanggup lagi menahan rasa sakit dihatinya.
"Apa kami harus percaya kepada anda nyonya. Siapa tahu, anda punya rencana lain dengan mengaku sebagai Miana Damayanti, istri dari tuan Prasetiyo" Dengan santai petugas resepsionis tersebut menjawab. Iya pun juga harus menjaga hak kepuasan pelanggan hotel dengan tidak memberikan informasi kepada orang lain.
"Jadi kalian tidak percaya? Apa aku harus memberikan bukti lain? " Ucap Miana, yang saat itu ada beberapa orang yang juga tengah mengantri di belakangnya. Dengan sigap Miana membuka ponselnya, dan memnunjukkan sebuah wallpaper yang ternyata itu adalah dirinya, Tiyo dan ke dua putrinya.
"Bagaimana ? " terdengar petugas resepsionis tersebut menyenggol lengan teman sejawatnya untuk memutuskan permasalahan ini.
"Kalau sampai terjadi sesuatu kepada mereka berdua, kalian akan saya tuntut" Kali ini Miana mengancam. Dan kedua resepsionist tersebut pun terlihat cemas.
"Bisa kita bicarakan terlebih dahulu. Tapi biarkan mereka yang mengantri saya layani terlebih dahulu nyonya" Dengan sopan, petugas resepsionis yang sudah ketakutan tersebut menawarkan sesuatu. Dan dibalik masker yang dikenakan Miana, sebuah bibir melengkungkan sebuah senyum. Sebuah senyum kegetiran, takut jika apa yang iya angankan akan menjadi kenyataan. Dengan perlahan,Miana mundur mempersilahkan beberapa tamu yang akan menginap untuk dilayani terlebih dahulu. Iya pun berjalan duduk di sebuah kursi yang berada di lobby.
Hampir 25 menit berlalu. Beberapa orang yang mengantri telah pergi.
"Nyonya, apa yang bisa saya lakukan untuk membantu anda? " Tanya seorang petugas resepsionis di depan Miana.
"Saya minta nomor kamu" Miana membuka sebuah kode QR supaya mendapatkan apa yang iya dapatkan. Setelah itu, iya pergi. Iya tak mungkin membuat keributan di hotel tersebut. Hingga akhirnya, iyapun harus mengikhlaskan apa yang akan terjadi malam ini antara suami dan kakak kandungnya yang sudah menjanda itu.
Miana menggenggam ponselnya dengan erat. Dengan segera iya memanggil sopirnya untuk ke lobby. Iya tak bisa berfikir jernih, lupa jika Parlan sedang diajak berpura-pura keluar kota. Namun anehnya, Parlan tetap datang. Dengan gerakan secepat mungkin, Miana segera berjalan cepat menuju ke kendaraan dengan plat nomor yang sangat mudah dihafal. Seseorang keluar dari mobil berniat untuk membukakan pintu mobil untuk Miana. Namun terlambat. Miana sudah melakukannya sendiri. Dan disaat akan masuk, sepatu hak tinggi yang digunakan Miana terkilir. Belum sempat iya terjatuh, dua buah tangan kekar menopang tubuhnya yang kini terasa begitu lemah. Tubuh tegap yang kini membopong tubuh Miana, dengan tatapan yang dalam memperhatikan dengan seksama. Sebuah wajah lesu dengan sorot mata terlihat begitu lelah. Iya... Miana seakan tak memiliki tujuan hidup, sorot mata itu terlihat begitu putus asa. Lelaki itu masih terus menatap Miana. Beberapa saat pandangan itu bertemu dan mengunci tatapan satu sama lain. Hingga sebuah suara menyadarkan mereka berdua. Miana dengan keterkejutannya, dan lelaki asing itu dengan ekspresi dinginnya.
"Mohon maaf nyonya, tuan..." Seorang sopir yang dipanggil Miana tadi membuyarkan lamunan keduanya.
"Terimakasih tuan, anda sudah menolong nyonya saya. Jika tidak, nyonya Miana akan terjatuh. Terimakasih banyak" Dengan sopan, sopir Miana yang bernama pak Parlan tersebut mengatakan semuanya. Lelaki tersebut segera melepaskan Miana, lalu mengangguk.
"Jaga dia baik-baik" Hanya itu jawaban yang diberikan oleh lelaki bermasker itu, setelahnya iya pergi.
Hayoo readerku tercintaah, jangan lupa tinggalkan jejak ya.
Like dan coment dari reader begitu berarti untuk mengetahui kualitas dari novel ini. Jangan lupa yaa, tinggalkan jejak.
Terimakasih.
"Sayaaang..." Suara serak Atika membangunkan Tiyo di atas ranjang terdengar sangat manja. Dalam hitungan detik, pria itu membuka matanya.
"Kenapa? " Dengan suara lirih terdengar malas khas bangun tidur.
"Aku laper... Kita keluar yuk" Atika memeluk dada bidang Tiyo sambil terus mengusapnya.
"Ayo, bersiaplah" Tiyo dengan perlahan bangkit dari tidurnya lalu segera mengenakan pakaiannya yang tercecer di lantai kembali. Menuruti keinginan si wanita yang merasa kelaparan setelah pergulatan panas yang mereka lakukan. Setelah mencuci mukanya di wastafel, Tiyo dan Atika keluar dari kamar hotel.
"Mau makan apa? " Suara Tiyo terdengar sangat memperhatikan Atika, yang jelas-jelas wanita itu adalah kakak iparnya yang telah beberapa tahun menjadi janda. Entah setan apa yang membuat Tiyo mampu berpaling dari Miana.
"Apa saja, aku sudah lapar banget" Seakan tak ingin kehilangan Tiyo, Atika semakin erat memegang lengan kokoh Tiyo, si adik ipar yang kini menjadi lelaki brengs*k. Mereka bergandengan tangan masuk kedalam lift. Setibanya di lantai tujuan, Mereka sudah berada di lobby, sedangkan sang sopir sudah berada di depan menyambut dua sejoli beringas tersebut dengan membukakan pintu mobil. Siapa lagi jika bukan pak Parlan. Sopir yang baru saja beristirahat dari mengantarkan nyonya nya kembali dengan kesedihan tanpa sepengetahuan Tiyo. Sebenarnya, Parlan mengetahui semuanya, namun iya hanya bisa diam mengingat siapa dirinya.
"Silahkan tuan, nyonya" Kata yang terucap terdengar begitu sopan dan ramah, namun siapa sangka, sebenarnya dalam hati Parlan memendam emosi disaat mengetahui Miana, sang majikan yang teramat baik kepada siapa pun merasakan sakit. Bagaimana mungkin tidak, jika pak Parlan yang dulunya adalah sopir keluarga Miana yang dikhususkan untuk menjaga Miana. Hingga akhirnya Miana meminta Parlan untuk tetap bersamanya setelah menikah. Sebenarnya ingin sekali Parlan melaporkan kelakuan Tiyo kepada orang tua Miana, namun Miana melarang. Miana tidak ingin orang tuanya mengetahui kelakuan bejat sang suami beserta putri sulungnya. Iya ingin menyelesaikan semua masalah ini terlebih dahulu.
"Kita kemana tuan? " Pertanyaan Parlan dengan sopan.
"Sayang, kita ke restoran china ya, yang diujung jalan itu" Kali ini Atika berkata, Dan semakin membuat Parlan muak mendengar kata sayang. Bukannya menjaga marwah disaat sudah menjadi janda. Menghargai suami yang telah berpulang ke hadirat Tuhan. Namun Atika malah menjadikan reputasi janda semakin buruk. Dan apa yang bisa dilakukan oleh Parlan, Seorang sopir yang dibayar dengan uang. Sedangkan Atika adalah orang kaya, anak dari majikannya juga, sama seperti Miana. Namun mereka memiliki sifat yang sangat berbeda.
"Baik sayang..." Tiyo mengecup kening Atika penuh kemesraan, Mereka berdua benar-benar layaknya seorang suami istri yang saling menyayangi dan mengasihi. Atika mengangguk dan kembali memeluk Tiyo tanpa rasa bersalah dan tanpa memikirkan apapun.
Beberapa menit dalam perjalanan, mobil yang membawa pelakor dan penghianat itu telah sampai pada sebuah restoran mewah. Mereka pun turun setelah Parlan membukakan pintu.
"Sayang, kamu sudah mengurus si Parlan untuk menutup mulut kan? " Atika berbicara ketika mereka sudah masuk dan duduk di dalam restoran.
"Beres sayang, dengan uang orang-orang seperti Parlan akan menutup mulutnya dengan mudah. Kan memang itu yang mereka cari" Tiyo mebalas pertanyaan Atika dengan sombong. Merasa jika dirinya memiliki segalanya, dan segalanya bisa dinilai dengan uang.
"Kamu tahu kan, Parlan itu sopir Miana dari kecil. Aku cuma khawatir aja dia ngadu ke Miana" Atika sedikit cemberut saat mengatakan itu.
"Apa yang tidak bisa aku lakukan sayang? Kamu bahkan tahu sendiri bagaimana kemampuanku kan? " Tiyo yang saat ini masih bisa membanggakan diri kembali berkata.
"Oke oke, aku percaya sama kamu. Terus kapan kamu akan menceraikan Miana, wanita lemah dan bodoh itu tidak pantas menjadi adikku" ucapan Atika benar-benar terdengar penuh kebencian.
"Kamu tenang saja, kita tunggu waktu yang tepat" Tiyo berkata dengan menyendokkan makanan kedalam mulutnya.
"Oh iya, tadi tante Aya chat aku. Dia siap membantu aku buat memperlancar perceraian kamu sama Miana" Atika pun melakukan hal yang sama dengan Tiyo.
"Bagus itu... Aku bangga sama kamu" Tiyo memuji wanita licik di depannya itu.
"Ayuk makan dulu" Tiyo kembali berkata. Dan mereka berdua lahap menikmati makanan mahal yang belum tentu enak tersebut.
Sedangkan didalam sebuah kamar, Miana meringkuk di atas ranjang. Matanya terasa lelah, hatinya terasa rapuh serta harapannya mungkin sudah tidak ada lagi. Dua anak yang kini tumbuh semakin besar, harus kehilangan ayahnya. Miana memikirkan nasib kedua anaknya. Setelah dipastikan mereka benar-benar tertidur, Miana meminta tolong kepada seorang baby sitter untuk menemani anak-anaknya. Sedangkan dirinya ingin menyendiri di kamar sebelah agar tangisnya tak diketahui siapapun.
"Apa yang kalian fikirkan, kenapa kalian tega menghancurkan semuanya. Atika, Tiyo... kenapa kalian begitu tega menghancurkan rumah tangga yang sudah kubangun bertahun-tahun" Isak tangis Miana terdengar begitu pilu sambil bergumam lirih.
"Ayah... Bunda... Apa Miana bisa melewati semua ini. Apa Miana sanggup menanggung semua ini sendirian. Miana butuh kalian" Dalam hati Miana berkata hingga air mata kembali menetes. Terdiam, hanya itu yang bisa Miana lakukan. Sebisa mungkin iya menutupi semuanya agar anak dan orang tuanya tidak tahu. Hatinya terasa kebas merasakan sakit karena penghianatan yang tampak jelas di depan mata. Alasan pergi keluar kota untuk mengurusi bisnis ternyata hanya alasan. Dan Prasetiyo Nugroho lebih memilih wanita lain untuk menghabiskan waktunya. Atika Marsela, kakak ipar yang saat ini bersama suaminya telah menghancurkan semuanya. Kecurigaan Miana terbukti disaat iya menyaksikan dengan mata kepala sendiri.
"Bajingan kalian berdua... Tapi tidak ada gunanya aku mengumpat disini. Aku harus kuat demi anak-anak. Aku tidak boleh kalah, tidak boleh lemah. Aku akan membuat kalian menyesal atas apa yang pernah kalian lakukan" Miana bangkit, iya bertekad untuk tetap berpura-pura tidak mengetahui apapun. Walaupun itu sulit, Tapi iya akan mencobanya. Tiba-tiba, Miana teringat dengan kedua resepsionis hotel tempat dimana Tiyo dan Tika menginap.
"Aku harus membuat perhitungan dengan kalian. Tapi sebelumnya aku akan tetap bersikap seperti biasa saja" Miana mengambil ponselnya, lalu mengetikan sebuah pesan ke sebuah nomor yang baru iya dapatkan.
'Aku tahu, didalam hotel itu ada rekaman CCTV. Aku ingin semua rekaman CCTV mulai dari pertama kali Prasetiyo Nugroho dan Atika marsela menginjakkan kaki di sana. Satu lagi, rekaman yang berada di dalam ruangan kamar tempat Tiyo dan Atika tidur"'Klik Pesan terkirim dan bercentang dua. Tak menunggu lama, Pesan Miana terbalas.
"Mohon maaf nyonya, kami tidak bisa memberikan apa yang anda inginkan. Ini sama saja dengan menganggu privasi pengunjung lain' Balas resepsionist tersebut.
'Berapa nomor rekeningmu? ' Miana harus menggunakan uang agar resepsionis tersebut mau membantunya.
"Oh... Baik nyonya. Akan kami usahakan apa yang anda inginkan' Balasnya membuat Miana tersenyum menang.
"Kita mulai perang, Atika Marsela" Gumam Miana. Dan disaat yang bersamaan, sebuah pesan berupa angka masuk ke ponselnya.
"Uang memang segalanya, tapi tidak segalanya bisa dinilai dengan uang. Tiyo, Tika... Tunggu saja saat yang tepat" Miana bangkit, seakan iya memiliki kekuatan baru. Pesan baru masuk kembali, Miana segera membukanya.
Hayoo readerku tercintaah, jangan lupa tinggalkan jejak ya.
Like dan coment dari reader begitu berarti untuk mengetahui kualitas dari novel ini. Jangan lupa yaa, tinggalkan jejak.
Terimakasih.
Miana segera menghubungi Parlan Lewat sambungan telepon.
"Parlan... Kamu tadi kenapa langsung datang ketika aku telepon. Padahal aku sedang tidak bisa berfikir dengan baik" Suara serak Miana terdengar dari seberang telepon milik Parlan.
"Saya sudah melihat semuanya nyonya. Tuan Tiyo tidak pantas menyakiti anda. Anda terlalu baik" Parlan mengutarakan isi hatinya.
"Tapi, bagaimana kalau Tiyo tau kamu tadi mengantarkan aku pulang? " Miana merasa khawatir.
"Nyonya tenang saja, Tuan tidak mengetahui" Parlan sebisa mungkin bersikap normal. Inilah yang disukai oleh Miana dari dalam diri Parlan. Seorang sopir yang sudah seperti kakak laki-lakinya. Selalu melindungi Miana. Karena Parlan adalah anak dari sopir sang ayah. Sebenarnya ayah Miana, Agung Sandika sudah menyuruh Parlan untuk bekerja di perusahaan, namun iya menolak karena lebih memilih menjadi sopir pribadi Miana.
"Nyonya tidak apa-apa? " Parlan menanyakan keadaan Miana.
"Kamu tenang saja, aku baik-baik saja" Miana menarik nafas dalam meringankan beban di fikirannya.
"Sebenarnya sudah beberapa minggu yang lalu saya memberitahu nyonya, tapi anda tidak menghiraukan. Dan anda lebih percaya kepada tuan Tiyo daripada saya" Parlan mengatakan penyesalannya, juga untuk penyesalan atas kebodohan Miana.
"Sudahlah... Kamu paham kan bagaimana aku" Miana pun terdengar begitu merasa bodoh.
"Kamu awasi saja mereka. Aku akan tetap berpura-pura tidak tahu apa-apa" Kini Miana mulai bisa berkata dengan suara jelasnya.
"Sebenarnya tuan Tiyo menyuap saya sebagai uang tutup mulut nyonya, dan uang itu masih ada. Saya tidak menyentuhnya sama sekali" Parlan melanjutkan obrolannya.
"Bisa ngga jangan panggil nyonya. Kamu sedari dulu selalu sulit dibilangi" Miana merasa kesal atas panggilan sopirnya tersebut. Mereka sudah bersama sejak kecil, namun Parlan masih juga menjaga jarak, tak seperti Miana yang sudah menganggap Parlan sebagai saudaranya sendiri. Dan orang tuanya tak mempermasalahkan itu. Lain halnya dengan Atika. Yang selalu pemilih dalam mencari teman.
"Jangan mengurusi hal sepele nyonya. Bagaimana pun juga, saya ini hanya seorang sopir" Parlan pun tetap merendah walaupun sudah dianggap saudara.
"Terserahmulah..." Seperti biasa, Miana pun terdengar menyerah dengan sikap dingin dan keras kepala sopirnya.
"Jangan terlalu difikirkan, saya akan membantu nyonya. Tuan sudah keluar, saya matikan dulu" Tanpa menunggu persetujuan dari Miana, panggilan pun terputus.
"Dasar... Parlan... Tapi, mau kemana lagi Tiyo? Ini sudah benar-benar larut. Dan si Parlan juga belum istirahat" Gumamnya sendiri sembari meletakkan ponselnya. Miana merasa lelah sekaligus rasa kantuk tiba-tiba menyerang.
"Kita kembali ke hotel! " Sambil membukakan pintu mobil, Parlan mendengar suara Tiyo. Setelah keduanya masuk, Parlan pun juga masuk ke kursi kemudi. Melajukan mobilnya dengan perlahan. Dan tak menunggu waktu lama, mereka telah kembali ke hotel.
"Kamu duluan ya sayang, aku mau urus si Parlan terlebih dahulu" Bisik Tiyo didekat telinga Tika.
"Oke" Tika pun keluar dari mobil dan menunggu Tiyo. Setelah dirasa Tika menutup mobilnya dengan rapat, Tiyo kembali mengatakan kepada Parlan.
"Ini ada sedikit uang untuk kamu. Rahasiakan apa yang kamu lihat. Dan lagi, anggap semua ini tidak pernah terjadi" Sebuah amplop coklat dengan isi yang lumayan tebal di letakkan oleh Tiyo disamping Parlan. Tak ada jawaban dari Parlan karena Tiyo langsung keluar tanpa menunggu jawaban. Setelah dua orang itu berjalan masuk melewati lobby hotel, Parlan menginjak gas. Iya kembali ke tempatnya sendiri. Sebuah apartment yang tak terlalu jauh dari sana yang selama ini menjadi tempat tinggalnya.
Pagi telah menjelang, setelah melaksanakan kewajibannya, Miana segera menghampiri kedua putrinya. Dara dan Jelita. Dipandangnya dalam-dalam gadis gadis yang masih berusia 7 dan 9 tahun itu. Tak terasa air matanya menetes. Dan disaat yang bersamaan, seorang ART mendatangi Miana dengan membawa ponselnya.
"Maaf nyonya, ini tuan Tiyo mencari anda" Dengan menunduk ART tersebut memberikan ponsel kepada Miana.
"Terimakasih" Dengan mengambil ponsel dari tangan ART didepannya, Miana berucap.
"Keluarlah! " Miana memerintahkan pelayan tersebut untuk keluar kamar karena tak ingin ada yang mendengar pembicaraannya.
"Baik nyonya, saya permisi" Art itupun segera berlalu. Miana menarik nafas dalam-dalam, membuat sikapnya senormal mungkin. Iya tak ingin Tiyo tahu jika dirinya sudah mengetahui segalanya. Dengan perlahan, Miana memencet nomor dan memulai panggilan dengan suaminya.
"Selamat pagi sayang..." Suara Tiyo menggelegar bagaikan petir yang menghantam hati Miana.
"Masih bisa membual juga dia" Gumam Miada dalam hati.
"Hmmm, pagi juga. Bagaimana perjalananmu? " Miana memulai pertanyaan. Apakah suaminya akan berkata dengan apa adanya, atau malah akan menutupi semuanya.
"Lancar sayang. Ini aku baru saja sampai dan mencari tempat istirahat. Anak-anak sudah bangun? " Miana merasa muak dengan apa yang dikatakan oleh suaminya. Hatinya merasakan sebuah kegetiran yang teramat dalam mengetahui kenyataan jika suami yang sangat iya percaya bisa melakukan hal serendah itu. Dan rela berbohong demi menutupi boroknya.
"Ini masih pada tidur" Miana merasa malas, bercampur dengan rasa sakit hatinya, iya mencoba menjawab dengan baik pertanyaan suaminya.
"Aku... Aku mau nyiapin perlengkapan anak-anak dulu ya, nanti teleponlah lagi" Miana tak ingin meneruskan percakapan dengan suami brengseknya itu.
"Oke sayang... Aku menunggu kabarmu. Jangan lupa sarapan. I love you" Kata yang terucap dari mulut Tiyo dan terderang di seberang telepon itu terasa sangat memenuhi kepala Miana. Hatinya terasa mual ketika mendengar kata-kata manis dari Tiyo.
"Hmmm..." Hanya itu jawaban Miana. Akhirnya sambungan telepon berakhir, Miana merebahkan tubuhnya di sofa dengan air mata yang langsung terjatuh karena sejak tadi iya memaksakan air mata itu kembali. Lebih tepatnya, Miana membendung air mata agar Tiyo tidak curiga.
"Sungguh, serigala berbulu domba" Gumam Miana sembari mengusap air matanya.
Di sisi lain, Tika yang sejak tadi memperhatikan Tito menelpon istrinya merasa kesal. Iya segera berjalan ke arah jendela dan menatap keluar. Karena kesal, bibir Tika manyun beberapa Centi meter ke depan. Dan hal tersebut di sadari oleh Tiyo. Tiyo pun segera menghampiri kekasih gelapnya yang kini sudah menjadi terang saat Miana mengetahui semuanya.
"Jangan marah, aku tidak bermaksud menyakitimu" Ucap Tiyo sambil memeluk Tika dari belakang dan melingkarkan kedua tangannya ke perut Tika.
"Tapi kamu terlalu mesra saat menelpon Miana. Mana sanggup aku lihat kamu bermesraan dengan wanita lain? " Atika yang sedang cemburu mengungkapkan perasaannya.
"Jangan cemburu, dihati aku cuma ada kamu" Tiyo mulai merayu kembali, dan semua itu membuat Tika mabuk kepayang. Dengan sigap Tiyo mengangkat Tika dalam gendongannya, lalu berjalan menuju ke atas ranjang. Dengan perlahan menurunkan wanita itu. Dan mereka yang sedang dibutakan oleh cinta, melakukan kembali sebuah kesalahan yang tak seharusnya mereka lakukan
Sedangkan di rumah, Miana membuka pesan, ada beberapa teks, foto dan video yang terkirim. Dan disaat membuka videonya, Miana menutup mulutnya karena terkejut.
Hayoo readerku tercintaah, jangan lupa tinggalkan jejak ya.
Like dan coment dari reader begitu berarti untuk mengetahui kualitas dari novel ini. Jangan lupa yaa, tinggalkan jejak.
Terimakasih.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!