...Hay guys jumpa lagi dengan Anggi Marlinda, di novel aku yang ke 8 ini, aku mau tulis kisah Barnes dan Nessa....
...Jadi novel ini anak dari Novel yang berjudul "BUKAN CASANOVA" jika di sini menceritakan anak-anaknya, di sana menceritakan orang tuanya....
...Monggo yang berkenan bisa ikuti sampai akhir ya, kita asik-asikan sama anak-anak SMA di sini, cuz kita baca......
...(*sB&sB*)...
Skip 16 tahun setelah Helen dan Cakra melahirkan Barnes dan Bryna, mereka kembali ke Indonesia, menetap di negara beriklim tropis, karena perusahaan Cakra perlu penanganan di negara khatulistiwa itu.
Namanya Barnes Frankins, pemuda tampan yang kini sudah berumur 17tahun itu masih duduk di bangku SMA bersama kembarannya yang bernama Bryna Frankins.
Walaupun kembar kedua nya sangat bertolak belakang, Barnes yang tampan rupawan dengan IQ yang melebihi rata-rata itu sangat malas belajar, brutal, suka ikut andil dalam tawuran-tawuran antar sekolahan.
Tapi walau nakalnya minta ampun Barnes tidak pernah respek dengan yang namanya cewek, apa lagi dia cukup kenyang juga cukup muak dengan gadis-gadis yang suka menyerahkan diri kepadanya, bahkan tak jarang cewek yang sengaja menggoda Barnes secara terang-terangan, namun berbeda dengan gadis yang bernama Nessa Ferdina, gadis yang ia kenal melalui jebakan game Truth or Dare itu berhasil merubah pandangan Barnes kepada lawan jenisnya.
Dan dengan Bryna Frankins, gadis cantik natural itu jauh lebih kalem ketimbang Adiknya, Hari-hari Bryna cukup di pandang membosankan karena hanya ia habiskan dengan buku-buku pelajaran, jika si adik genius tapi malas, berbeda dengan Bryna yang IQ standar tapi rajin nya minta ampun, bahkan guru-guru sangat hafal dengan kedua saudara kembar itu.
Pertemanan Barnes tak jauh dari kebisingan genk motor, benda tajam senjata tawuran, dan lompat pagar untuk bolos sekolah, tentunya semua dilakukan rata-rata oleh siswa cowok, sampai pada akhirnya ia terjebak oleh permainan yang diciptakan oleh teman-temannya...
Didepan laboratorium biologi, SMA Nusa Bangsa...
Truth or dare, permainan yang sangat populer dikalangan siswa SMA ini cukup memacu adrenalin, bagaimana tidak? Barang siapa yang kena pasti harus siap jujur dengan segala pertanyaan konyol yang akan diberikan temannya atau memilih tantangan yang pasti tak kalah gilanya.
Botol berwarna hijau itu terlihat berputar dengan begitu cepat, bahkan semua anak laki-laki yang mengerumuninya sangat antusias, detak jantung seolah dipacu dengan kecepatan melebihi batasan.
Mulai melambat pergerakan botol hijau itu hingga berhenti tepat menunjuk kearah__
"Barnes! Lo yang kena!" Rifki salah satu teman Barnes berucap dengan menunjuk kearah pemuda tampan dengan tampang bengis itu.
"Kok gue? Gue kan nggak ikutan!" kilah Barnes yang memang sedari awal tidak berminat untuk bermain.
"Halah Barnes mah gitu, cemen!" timpal Aldo yang duduk tepat di samping Barnes.
Tanpa menunggu nanti Barnes segera menyambar kerah seragam putih Aldo, "Apa lo bilang? Gue cemen?! Hem!"
"Wait, wait, wait, wait tunggu dong! Jangan kasar dong Bar sama temen sendiri ini." Rifki berusaha melerai mereka.
"Jangan banyak bacot lo!" masih dengan emosi yang membara Barnes melepaskan kerah baju Aldo.
"Ya kalau lo nggak mau dikata cemen, terima dong kekalahan lo!" tantang Aldo yang tidak kapok dengan perlakuan Barnes barusan.
"Ok! Gue terima!" tegas Barnes.
"Jadi lo pilih apa nih? Truth or dare?" tanya Rifki dengan menaikkan salah satu alisnya.
"Gue pilih dare!" mantap sekali Barnes mengutarakan pilihannya.
"Nah gitukan enak nggak usah pake acara berantem segala." cetus Jody dengan menepuk punggung Barnes.
"Ok lo pilih dare ya..." sahut Rifki, ia mulai menimang-nimang kira-kira hal apa yang membuat Barnes berat hati untuk melakukannya.
Pada saat itulah seorang gadis dengan bola basket yang dia dribble menggunakan tangan kanannya, tengah melintas di samping para cowok-cowok nakal yang kurang kerjaan itu.
Saat itulah atensi Rifki beralih pada gadis cantik yang asik dengan bola oranye itu.
"Ok! Gue mau lo cium tu cewek!" cetus Rifki dengan menatap punggung ramping yang memakai seragam basket berwarna navy.
"Gila lo Rif! Ini sekolah men! Kira-kira dong kalau kasih tantangan!" kembali emosi Barnes mendapati tantangan tersebut.
"Kan lo sendiri yang pilih dare dan jangan lupa permainan ini ada kutukannya, kalau lo enggak ngelakuin tantangan lo gue sumpahin lo bakal kalah tawuran, di bacok sana-sini, terus mendadak IQ lo jongkok!" membola seketika netra sipit Barnes setelah ia mendengar penuturan dari Rifki.
"Tapi..."
"Kenapa? Lo nggak berani?" tanya Aldo yang kebetulan saat itu dihampiri oleh pacarnya, gadis cantik dengan tampilan jauh dari kata rapi itu duduk di pangkuan Aldo, tanpa aba-aba Aldo mengecup pipi gadis cantik yang bernama Feli itu.
"Cemen lo Bar, Aldo aja berani cium cewek di sekolah, masa lo nggak sih?!" Jody mendadak jadi kompor di tengah suasana yang cukup memanas itu.
Terdiam cukup lama Barnes hingga bel tanda istirahat selesai, kini semua siswa-siswi berbondong-bondong masuk kedalam kelas masing-masing.
"Ingat Bar, ada kutukan yang akan selalu menghantui elo, kalau elo belum lakuin tantangan yang gue sebut barusan!" cetus Rifki sebelum mereka masuk kedalam kelas yang berbeda.
Terdiam Barnes, ia masuk kedalam kelas dan berjalan mendekati kembarannya yang juga satu kelas dengannya.
"Minggir lo!" bentak Barnes kepada siswa laki-laki yang duduk di samping Bryna, tanpa membantah, cowok berkacamata dengan name tag bertuliskan Aldy di dada kanannya itu menyingkir, bukan takut, mereka lebih pilih cari aman saja dari pada harus kena bogem dari si brutal Barnes.
"Bar! Lo bisa nggak, jangan kasar! Gue sama Aldy lagi ada ngerjain tugas OSIS!" ucap Bryna.
Barnes mendudukkan pantatnya tepat di samping kembarannya, "Gue lagi ada masalah Na." berubah Barnes kala ia bersama orang-orang tertentu.
"Ada apa? Coba cerita!" tak kalah halus Bryna bertanya.
Barnes mulai menceritakan semua rentetan kejadian, hingga tak terasa guru fisika sudah duduk di depan sana.
"Barnes! Bryna! Bisa Ibu mulai ulangan hari ini? Atau kalian mau bercerita di depan sini!" cetus bu Agata, guru fisika yang terkenal tegas namun tetap terlihat cantik dengan rambut sebahunya.
Terdiam Barnes dan Bryna, keduanya sibuk dengan soal masing-masing, "Mampus gue! Ini soal apa-an sih?! Kok gue nggak ngerti sedikitpun?!"
Untuk pertama kalinya Barnes gagal dalam ulangan fisika nya, sepulang sekolah rautnya muram, Bryna sudah lebih dulu pulang bersama sopir yang menjemputnya, sedangkan Barnes masih di parkiran sekolah.
"Kenapa tu muka? Kusut amat kek jalan berbatu yang belum diaspal." cetus Jody yang sudah lebih dulu tiba di parkiran.
"Njir untuk pertaman kalinya gue dapet nilai jelek!" umpat Barnes dengan menaiki kuda besi kesayangannya.
"Dah lupain pelajaran yang ada! Mending sekarang kita alun-alun kota, katanya di sana ada kerusuhan loh." ajak Rifki.
"Rusuh? Siapa yang berani bikin rusuh?" tanya Barnes seketika jiwa brutalnya bangkit, persetan sudah tentang nilai fisikanya yang anjlok.
"Katanya masalah rebutan cewek sih, terus anak dari SMA kita ada yang luka parah gegara rebutin tu cewek." jelas Aldo yang saat itu baru tiba di parkiran, tak lupa di lengan kanannya melekat gadis cantik yang tak lain adalah Feli.
"Terus lo ke tempat kerusuhan mau bawa-bawa cewek?" tanya Barnes yang sudah berpikir bahwa membawa cewek disaat-saat genting itu hanya akan menambah beban keribetan.
"Sorry ya Bar, cewek gue bukan cewek manja kek cewek-cewek yang ngejar-ngejar lo kok, aman, lagi pula dia bawa temen." jelas Aldo yang membanggakan Feli.
"Duh masih nungguin cewek lagi ini? Pasti dah lama! Ck!" berdecak kesal Barnes sudah memasang tampang garangnya...
Menunggu cewek memang sangat menyebalkan bagi Barnes, tapi kekesalannya kini terbayarkan dengan pesona yang belum pernah dia dapatkan dari gadis manapun.
Lihat saja, gadis dengan seragam putih tapi bawahannya sudah ia ganti dengan celana jeans, di tangan kanan nya ada bola basket yang selalu setia dibawanya, tak lupa rambut panjang yang ia cempol asal menambah kesan berbeda di mata Barnes.
"Cielah segala bawa bola basket segala lo Nes, udah pacaran aja sama bola basket!" cetus Feli yang melihat Nessa atau gadis yang mereka tunggu sudah tiba.
"Hahaha lo tau sendiri kalau gue nggak bawa ni bola ntar dia di rumah beranak bisa berbae gue!" sahut Nessa.
"Gue sama siapa nih? Nggak mungkin gue ikut tapi bawa mobil, kan?" tanya Nessa yang mampu membuyarkan lamunan Barnes.
"Astaga mikir apa gue barusan, dia itu tetep cewek yang super duper ribet pasti!" batin Barnes dengan menyimpan besi standar motornya.
"Eh, eh Bar! Lo sendirian kan?" Rifki menghentikan Barnes yang baru saja akan melajukan motornya.
"Nggak! Gue sama tas!" ketus Barnes.
"Ya elah, bawa cewek kek sekali-kali, gue sama Jody ini!" Rifki memohon.
Mendengus kesal akhirnya Barnes mengiyakan permintaan dari Rifki, "Ya udah ayok!"
"Nes, lo bareng sama Barnes yak!"
"Ok!" sahut Nessa singkat, gadis itu kini sudah nangkring di atas jok motor, tepatnya di belakang punggung Barnes.
"Bar! Tas lo ngabisin jok belakang tuh! Kasihan Nessa ntar jatuh lagi, anak orang itu." Jody berucap.
"Kan, apa gue bilang? Cewek selalu ngeribetin!" batin Barnes dengan memindah tas punggungnya di depan.
BRUMMM...
Kuda besi milik Barnes kini sudah melaju membelah jalan raya, sedikit bertanggung jawab, Barnes meraih tangan Nessa, dan ditariknya tangan itu agar berpegangan pada pinggangnya.
"Pengangan! Ntar jatuh, gue lagi yang kena marah!" sedikit berteriak Barnes berucap.
"Iya!" sahut Nessa dengan berteriak juga.
Tak membutuhkan waktu lama, sekitar 15 menit Barnes dan kawan-kawan sudah tiba di lokasi, yang sudah nampak kacau.
Turn dari motor Barnes sedikitpun tak menghiraukan gadis yang tadi di bonceng nya.
Kerusuhan masih terjadi di tanah lapang alun-alun, sepertinya dua kubu ini sudah sepakat untuk adu fisik di sini.
Barnes masih menatap dati kejauhan, Rifki kini sudah berdiri di sampingnya dengan tongkat baseball yang di bawanya.
"Sekarang?" tanya Rifki, Barnes hanya mengangguk, mereka segera berlari masuk ke dalam kerusuhan itu.
Menyerang secara membabi buta, Barnes awalnya bisa melumpuhkan beberapa anggota dari kubu lawan.
Dengan tangan kosong Barnes layaknya Takiya Genji yang tengah melawan ribuan musuh.
Merasa musuh mulai mundur secepat ini Barnes merasa heran, "Ada apa ini? Apa ini jebakan?" batinnya dengan melihat ke sekeliling.
Saat itu lah matanya terpaku pada gadis yang hampir kewalahan melawan musuh. Indah sekali gerakan gadis itu, dengan bola basket yang ia pantulkan menggugurkan lawannya satu demi satu, dan kerennya lagi bola Oranye itu kembali ke tangannya, seolah binatang peliharaan yang sudah nurut saja.
Terpaku dengan pesona gadis dengan bola oranye ungu yang tak lain adalah Nessa, lengah Barnes hingga__
Bugh...
Siiiiiiinnngggg!!!
Mendadak pandangan Barnes gelap, laki-laki tampan dengan darah yang menghiasi kedua tangan dan juga ada goresan-goresan di wajah itu menoleh ke arah belakang dengan memegangi tengkuknya, dan__
Brugh...
Sudah tak terlihat lagi semua pemandangan, semua gelap, Barnes terkapar tak berdaya di tanah lapang penuh kerusuhan itu.
...("sB&sB")...
"Gila tu orang, berani-beraninya dia nyerang Barnes, minta di mutilasi emang." samar indera pendengaran Barnes menangkap suara-suara tak asing.
"Tumben banget ini Barnes kena serangan!" lagi-lagi ada ucapan itu.
"Kalian gimana sih? orang namanya berkelahi ya pasti bakal ada luka lah!" kali ini ada suara gadis.
"Awas kalian minggir, biar gue obatin dia! Cowok bukannya gerak cepat malah gibah! Ntar kalau temen kalian ini mati gimana coba?!"
"Eh jangan gitu dong Nes ucapan lo! Kubu kita bakal kalah besar kalau sampe Barnes kenapa-kenapa!"
Perlahan Barnes merasakan perih ditangan, ia merasa kulit halus dan dingin itu menyentuh kulit tangannya yang penuh luka.
Perlahan terbuka mata sipit nan tajam itu, "Lo ngapain?!" tersentak Barnes mendapati Nessa yang tengah duduk di samping dirinya berbaring.
"Diem lo! Sini biar gue obati dulu!" cetus Nessa dengan menarik kembali lengan yang sempat Barnes jauhkan dari tangan Nessa.
"Aduh aw! Sakit bego!" Ketus Barnes kala salah satu lukanya di tekan oleh jemari lentik Nessa.
"Makanya diem!" Akhirnya Barnes mengalah.
"Nurut aja kenapa sih Bar! Lagian hari ini lo kacau banget kenapa coba?!" tanya Rifki, jujur saja kekalahan Barnes hari ini membuat banyak hati yang kecewa.
Terdiam Barnes, ia malah menatap lekat wajah Nessa yang masih fokus dengan luka di tangannya.
"Kira-kira kutukan lo tadi beneran nggak ya?" gumam Barnes tiba-tiba, Rifki yang berdiri di tak jauh darinya tidak begitu mendengar, sedangkan Nessa tetap fokus dengan pengobatannya.
"Apa?" tanyanya Rifki, tapi kali ini malah Barnes sedikitpun tak menyahutinya.
"Dah tangan lo selesai, sekarang maaf ya." mengatakan kata maaf Nessa melepas jepit rambut yang menyimpan rambut poni panjangnya, kemudian ia gunakan untuk menjepit rambut poni milik Barnes.
Ctak...
Tersentak Barnes dari lamunannya, "Sudah." ucap Nessa, kedua mata remaja beda gender itu saling bertemu satu sama lain.
Bibir dengan warna pink natural itu membuat Barnes terpaku, terdiam cukup lama Barnes dengan pandangan itu juga dengan pikiran kutukan yang Rifki berikan...
Perlahan Barnes membingkai wajah Nessa dengan kedua telapak tangannya, sontak gadis itu balas memandang dirinya.
Perlahan tapi pasti Barnes memangkas jarak diantara keduanya, sedikit memiringkan wajah, remaja tampan itu mempertemukan kedua bibir yang terasa manis itu.
Barnes mulai merasakan rasa manis yang semanis permen milkita, hingga__
Pick...
Pick...
Pick...
"Woy!!! Udah selesai, ini kalau mau permennya pegang sendiri, udah mending dikasih, masih mau di suapin," gerutu Nessa sambil membereskan Kotak P3K yang tadi digunakannya.
Tersentak Barnes mendengar suara jentikan jari di depan wajahnya, juga suara Nessa bahkan permen lolipop milkita yang menempel di bibirnya.
Barnes membuka matanya yang terpejam dan "Astagah!" keluhnya, ternyata yang barusan itu hanya bayangan kotornya saja.
Barnes melahap permen yang masih dipegang Nessa, "Thanks, ya!" cetusnya dengan menggigit gagang permen yang digigitnya.
"It's no problem! btw lo bisa bawa motor nggak nih? Kalau nggak bareng gue aja gimana?" tanya Nessa.
"Nggak makasih, gue bisa sendiri!" tolak Barnes, ia masih menjaga jarak apalagi dengan otak mesum yang sempat merasuki otak geniusnya...
Yuk dukung dan beri vote biar othor makin semangat up nya... see y0u next episode...
Pagi yang cerah selalu berhiaskan sinar hangat sang mentari, bahkan tak malu-malu lagi sinar kuning soft itu menembus tirai jendela kamar seorang pemuda yang masih asik bergelut di dalam selimut.
"BARNEEEEEEESSS!!! BANGUN!! SUDAH SIANG SAYANG!!!" terdengar suara yang sangat mengganggu indera pendengaran, namun pemuda itu malah semakin menyembunyikan kepalanya di balik bantal.
TOK... TOK... TOK...
"Bar! Bangun woy! bantuin gue ngerjain PR!!" kali ini suara Bryna yang membangunkan kembarannya itu.
Tersibak dengan kasar selimut tebal berwarna navy itu, "Apa sih?" suara serak terdengar dari balik bibir yang masih enggan untuk berbicara.
"Bantuin gue ngerjain PR ini!" rengek Bryna yang tanpa permisi sudah membuka pintu kamar yang jarang sekali di kunci itu, mau tak mau Barnes segera memberikan buku tugasnya, dengan senang hati Bryna menyalinnya.
Setelah selesai dengan drama pagi di rumahnya, Barnes segera berpamitan dengan Helen sang Momy cantik juga Cakra si Daddy gagahnya, hal yang sama dilakukan juga oleh Bryna.
"Bar, jangan nakal sama teman-teman kamu! Mommy nggak mau kalau sampai harus dipanggil guru!" wejangan pagi itu di dapat oleh Barnes, karena banyak luka di kulit putih putranya itu, Helen tak banyak tanya dia tau bagaimana luka itu di dapat, anak laki-laki dekat dengan kata perkelahian, itu sudah biasa.
"Iya Mom..." sahut Barnes dengan memutar bola matanya.
Di sekolah...
Lapangan basket sudah terisi dengan team basket putri, ya kapten team bernama Tasya tengah men dribble bola kemudian mengopernya kepada Nessa.
"Nes tangkap!" suara yang menggema itu membuat Barnes yang baru saja melintasi lapangan terpaksa tercuri atensinya.
Barnes menoleh kearah sumber suara, dan di sana ia melihat gadis yang kemarin mengobati lukanya tengah berlari dengan bola oranye yang terus di dribble nya, langkah kaki yang menghindari lawan itu terlihat indah dimata Barnes dan HAP!!
Satu kali lempar bola oranye itu sudah berhasil memasuki ringnya...
Brugh...
Tak sengaja Barnes menabrak seseorang, "Woy meleng lo ya?!" tersentak Barnes dengan hardikan dari laki-laki di depannya.
Plak!!!
"Njir! Lo Rif! Gue kira siapa!" Barnes menepuk keras kepala Rifki yang baru saja di tabrak nya.
"Dih! Sejak kapan lo bego! Ya iya lah ini gue! Lo liat apa sih jalan sampe meleng gitu?!" tanya Rifki dengan melirik sinis kearah Barnes.
Dan saat itu Barnes kembali melirik ke tengah lapangan basket, "Gawat, kayaknya Barnes mulai simpatik nih sama Nessa, duh emang kesalahan gue sih." batin Rifki yang mengikuti arah pandang netra sipit Barnes.
Plak!!!
"Udah sembuh luka lo?" sengaja Rifki menepuk punggung Barnes demi mengalihkan atensinya.
"Eh... iya, udah kok, aman gue, luka beginian doang." sahut Barnes yang segera di rangkul pundaknya oleh Rifki.
"Ke depan lab. Yok!" ajak Rifki yang segera melangkahkan kaki.
Barnes terpaksa ikut meninggalkan area lapangan basket karena ditarik oleh Rifki.
"Eh bentar dong, gue mau nero tas dulu ke kelas!" ucap Barnes dengan menepis pelan lengan Rifki yang bertengger di bahunya.
Rifki hanya memandang berlalunya punggung tegap Barnes, entah ada rasa tidak ikhlas saat ia melihat Barnes menaruh perhatian lebih kepada Nessa.
Setibanya di dalam kelas Barnes segera meletakkan tasnya, lagi-lagi bayangan Nessa yang men-dribble bola oranye melintas didalam benaknya.
Tak sengaja senyum tipis tersungging di ujung bibir remaja bengis itu.
"Ssttt... ssstttt... sssttt... Barnes senyum wey! Kesurupan dia?" cetus salah satu teman sekelas Barnes.
Bryna yang mendengarnya segera melihat kearah Barnes yang kebetulan sudah duduk di sampingnya.
"Kesurupan lo?" tanya Bryna kepada adik kembarnya itu.
"Hah? Enggak, apa an sih?!" sahut Barnes yang segera keluar dari ruang kelas itu.
...("sB&sB")...
Semenjak nilai nya anjlok, dan juga kalah tawuran, Barnes mulai berpikir, "Apa benar kutukan dari game itu nyata? Kok gue jadi mendadak bego gini sih?!" batin Barnes dengan menikmati segelas es lemon tea.
"Woy bengong aja lo!" Aldo dan Jody tiba-tiba duduk di hadapan Barnes, mereka sedikit mengagetkan temannya itu.
"Njir, kaget gue!" gertak Barnes dengan geram.
"Mikirin apa sih lo?" tanya Jody yang dengan PD nya mencomot gorengan yang ada di piring Barnes.
"Gue kepikiran sama kutukan permainan kemarin, beneran nggak sih?" tanya Barnes dengan mengaduk minumannya.
"Halah barang kutukan permainan doang dipikirin, makanya kalau ada tantangan langsung aja, biar nggak kek punya hutang!" cetus Aldo.
"Tau nggak, lo dari kemarin kacau, udah muka kek emak-emak yang dikejar rentenir tau nggak!" imbuhnya.
"Bacot lo! Asal ngelakuin gimana coba, orang bukan siapa-siapa mana boleh asal cium, yang ada gue kena gaplok lagi!" sahut Barnes dengan menyesap minumnya.
"Kemarin tu Rifki cuma mau buktiin kalau lo tu bener-bener laki-laki tulen yang masih bisa suka sama cewek tau." cetus Jody masih dengan bakwan yang dikunyah nya.
Terdiam Barnes, ia kali ini tak marah dengan ucapan teman-temannya, lagi pula otak nya masih dipenuhi gadis dengan bola oranye yang masih menari-nari di benaknya.
"Otak gue perlu di steam deh kayaknya, kenapa cewek itu lagi sih yang muncul di sini? Aaarrrggghhh!!! Bisa gila gue ini mah!" batin Barnes dengan menjambak pelan rambutnya.
"Nes lo mau pesan apa?" terdengar suara cewek tak jauh dari tempat duduk Barnes dan and the genk.
"Gua mau, es teh anget aja deh!" seorang gadis menyahut yang suaranya sangat tidak asing di indera pendengaran Barneh, mendadak atensi laki-laki itu menoleh kearah sumber suara.
"Es teh anget bacot lo Nes! Es ya es, anget ya angey, yang bener coba." celetuk teman Nessa yang lain.
"Hahaha... Sorry-sorry gue mau es teh manis aja." dengan tawa renyahnya Nessa mampu mencuri penuh atensi Barnes.
Lihat saja pemuda yang terkenal dengan kebengisan dan kebrutalannya itu kini tengah fokus memandang gadis yang tengah bersenda gurau dengan teman-teman yang lainnya.
"Gue mau ke toilet dulu ya?" ucap Barnes kemudian beranjak menuju toilet yang tersedia di kantin.
Di dalam toilet...
Barnes baru selesai dengan buang air kecil, ia keluar dan mencuci tangan di salah satu wastafel yang ada.
"Hay? Bar, Barnes kan?" suara tak asing itu menyapa Barnes kala pemuda tampan bertampang bengis itu fokus dengan cuci tangannya.
Mendadak Barnes menatap kearah depan, dari pantulan cermin ia melihat bayangan gadis cantik yang tak lain adalah Nessa yang tengah berdiri di belakangnya.
"Woy! Ditanya malah bengong, kenapa? Gue cantik ya?" mendengar pertanyaan konyol itu membuat Barnes sontak menoleh menatap wajah cewek yang tingkat kepercayaan dirinya tinggi.
"Hahaha... canda Bar, gitu amat sih respon nya, udah sembuh luka lo?" tanya Nessa dengan menyentuh pipi Barnes yang ada bekas lukanya.
"Eh... udah kok, btw makasih ya udah mau ngobatin, jadi lukanya cepat sembuh deh." sahut Barnes dengan menepis pelan tangan Nessa yang masih bertengger di pipinya, kemudian Barnes menggaruk tengkuknya tanpa alasan.
"Sama-sama, gue Nessa," dengan senyum yang mengembang Nessa mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Barnes.
"Gue... "
"Lo Barnes, gue udah tau kok, lagian cewek mana yang nggak kenal sama Barnes, btw penggemar lo banyak juga ya?" sela Nessa, untuk pertama kalinya Barnes bersabar karena ucapannya di sela oleh orang lain.
"Ah mereka aja yang lebay! Gue mah biasa aja!" sahut Barnes.
" Berati gue juga lebay dong kalau gue ngefans sama lo?...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!