NovelToon NovelToon

Hanya Sebatas Istri Kontrak

Permintaan Mama.

"Brengsek! Kerja begini saja tidak becus kalian? Sebenarnya apa yang selama ini kalian lakukan sampai semuanya menjadi kacau, aku tidak mau tahu, pokoknya besok rincian keuangan itu harus benar besok."

Daniel membanting sebuah map yang berisi laporan keuangan dari cabang restorannya di Surabaya dengan penuh amarah. Pria itu terlihat benar-benar kesal karena belakangan ini Perusahannya mengalami penurunan drastis. Selain itu ia kini juga bukan seorang atasan yang penyabar seperti dulu, ia sudah menjadi orang yang dingin dan juga arogan.

Alasannya apa? Alasannya tentu saja cinta. Cinta memang tidak memandang logika, jika kita ditolak, maka logika saja tidak bisa bekerja dengan tenang. Daniel hanya bisa terlihat tenang dan baik-baik saja jika sedang bersama Stella, wanita yang dia cintai.

"Selamat siang Tuan Daniel, maaf menganggu waktunya, Tuan Mahendra meminta saya untuk mengabari Anda jika saat ini Mama Anda sedang berada di rumah sakit." Terlihat asistennya Riko datang ke dalam ruangannya, wajahnya cukup segan namun ia tidak punya pilihan lain.

"Mama masuk rumah sakit?" Daniel begitu terkejut mendengar kabar itu, seingatnya Mamanya tadi baik-baik saja.

"Benar Tuan, sekarang beliau sedang dibawa ke rumah sakit Medika Jakarta," sahut Riko langsung.

"Aku akan segera kesana, kau batalkan saja semua pertemuanku hari ini." Daniel bergegas bangkit dari duduknya, ia memakai jas nya dengan tergesa-gesa.

"Bagaimana dengan jadwal kita ke Surabaya, Tuan?" Riko menyempatkan dirinya bertanya sebelum Daniel pergi.

"Nanti aku akan mengabari mu," sahut Daniel seraya pergi meninggalkan ruangan.

Daniel memang sangat mencintai keluarganya, baginya tidak ada yang lebih penting dari keluarganya. Mendengar Mamanya sakit saja hati Daniel sudah begitu khawatir.

Sesampainya di rumah sakit, Daniel langsung berlari ke ruang IGD. Disana terlihat Papanya duduk disamping Mamanya yang terbaring lemah di ranjang. Daniel perlahan mendekati keluarganya kalau memeluk Mamanya.

"Mama kenapa bisa kayak gini?" Daniel bertanya seraya mengelus lembut wanita yang telah melahirkannya.

"Vertigo-nya naik karena banyak pikiran, Mama kamu disuruh istirahat total beberapa hari ini," sahut Mahendra mewakili istrinya yang hanya diam saja.

"Mama mikirin apa? Nggak usah capek-capek, kalau butuh apa-apa tinggal bilang aja sama, Daniel." Daniel berucap lembut seraya memandang Ibunya teduh.

"Mama pengen kamu nikah," ucap Radha Mamanya Daniel dengan suara lirihnya.

Daniel memejamkan matanya singkat, ia sama sekali tidak terkejut mendengar permintaan Mamanya yang ini. Sudah bertahun-tahun lamanya setelah cintanya ditolak oleh Stella, Mamanya ini tidak henti membujuknya untuk menikah. Bahkan sekarang umurnya saja sudah 33 tahun, tapi sama sekali belum ada keinginan dalam dirinya untuk membangun rumah tangga.

"Iya, nanti Daniel bakalan nikah. Yang penting Mama sembuh dulu," sahut Daniel mengiyakan saja permintaan Mamanya.

"Jangan iya-iya aja Daniel, Mama beneran pengen lihat kamu nikah. Kamu nggak kasihan sama Mama udah tua tapi belum gendong cucu? Mau sampai kapan kamu menyiksa diri kamu sendiri dengan terus terbelenggu cinta Stella?" Radha sedikit membentak putranya, ia sudah mulai lelah melihat putranya yang terus menyiksa diri dengan tidak mau menikah karena terlalu sakit hati dengan Stella.

"Mama tidak perlu khawatir, aku pasti menikah. Tapi bukan sekarang, Mama istirahat ya," ujar Daniel juga sudah lelah menjawab pertanyaan yang sama dari Mamanya.

"Nggak khawatir gimana? Kamu itu anak Mama satu-satunya, Mama mau yang terbaik untuk kamu. Kalau kamu memang tidak mau menikah, Mama bakalan cariin jodoh untuk kamu dan kamu nggak boleh menolak kalau kamu memang mencintai Mama," ucap Radha langsung saja mengambil keputusan, tidak bisa lagi jika harus menunggu putranya untuk menemukan jodohnya.

"Ma, Mama kok gitu sih. Daniel pasti menikah, nggak perlu sampai kayak gini," ujar Daniel memprotes keras keputusan Mamanya itu.

"Kapan? Kapan kamu bakalan nikah? Nunggu Mama mati baru kamu akan menikah?" sentak Radha mulai emosi.

"Mama tenang Ma, Mama masih sakit," tutur Mahendra mengelus lembut lengan istrinya.

"Nggak bisa, Mama mau Daniel menikah pokoknya, kalau kamu nggak mau, artinya kamu memang nggak sayang, Mama," ujar Radha pelan namun tegas, matanya terlihat berkaca-kaca dan penuh harapan pada putranya.

Daniel menghela nafas panjang, ia tidak bisa melihat Mamanya terluka seperti ini. Tapi ia juga tidak bisa menikah begitu saja dengan wanita yang tidak dicintainya. Ia sudah pernah mencoba membuka hatinya, tapi hasilnya tetap sama, hatinya tetap terkunci pada sosok Stella.

Setelah permintaan Mamanya hari itu, Daniel semakin menenggelamkan dirinya kedalam dunia perkejaan. Tapi, Mamanya ternyata tidak main-main, setiap hari wanita itu memintanya untuk melakukan kencan buta dengan para wanita yang dipilihkan.

"Ma, aku nggak bisa. Aku tidak mencintai mereka," kata Daniel mencoba menolak saat Mamanya kembali meminta untuk kencan dengan wanita yang tidak dikenalnya.

"Namanya Ayunda, dia anaknya Tante Ambar, kamu temui ya? Dia baru lulus kuliah di Paris, nanti Mama kasih alamatnya." Radha tidak perduli jika Daniel menolak, ia tetap memaksa pria itu agar mau menemui anak dari temannya.

Daniel berdecak kesal, ia ingin marah tapi ia tidak bisa. Malam itu akhirnya dia mau menemui wanita yang bernama Ayunda di restoran yang sudah di pesankan Mamanya. Sesampainya disana, ternyata ia harus menunggu terlebih dulu.

"Dasar menyebalkan, aku sudah menunggu setengah jam disini, tapi wanita itu belum datang juga. Sungguh memuakkan," gerutu Daniel mulai kesal karena Ayunda belum menunjukkan batang hidungnya.

Daniel hampir saja meninggalkan restoran itu sebelum seorang wanita dengan tubuh tinggi semampai mendatanginya dengan langkah yang begitu anggun. Wajahnya tidak diragukan lagi cantiknya, siapapun pasti tidak akan yang mengatakan kalau wanita itu jelek. Tapi bagi Daniel biasa saja.

"Daniel ya? Maaf udah buat nunggu, lama ya?" ucap Ayunda tersenyum sangat manis, ia tanpa ragu mencium kedua pipi Daniel membuat pria itu terkejut bukan kepalang.

"Kau? Siapa yang menyuruhmu melakukan itu?" bentak Daniel mengambil tisu untuk mengelap pipinya yang basah karena ciuman Ayunda.

"Why? Sudah biasa bukan?" Ayunda mengernyit heran, baginya sudah biasa jika melakukan pertemuan akan melakukan cipika-cipiki.

"Biasa bagimu bukan berarti biasa bagiku. Kau sudah terlambat datang 30 menit, aku tidak suka dengan hal itu. Yang kedua, kau sudah lancang mencium ku, jadi jangan pernah menemuiku lagi, pertemuan kita batal." Daniel sama sekali tidak memberikan kesempatan untuk Ayunda bicara, ia langsung saja pergi meninggalkan tempat itu.

"Daniel, hei ...?" Ayunda berteriak-teriak memanggil Daniel, tapi pria itu sama sekali tidak menggubrisnya. Ia kesal namun juga penasaran dengan pria arogan itu.

******

"Menjijikan, semua wanita tidak ada yang baik selain Stella." Daniel tidak henti mengumpat saat dirinya keluar dari restoran tempat pertemuannya dengan Ayunda tadi.

Entah karena memang semua wanita yang dikenalnya tidak menarik, atau memang Daniel yang tidak tertarik dengan semua wanita selain Stella. Setiap apapun hal yang dilakukan oleh wanita yang dikenalnya, pasti serba salah dimata Daniel.

"Aku harus mencari cara agar Mama menghentikan ini. Lama-lama aku bisa gila karena bertemu dengan para wanita itu," gerutu Daniel mengusap wajahnya kasar.

Daniel segera menancap mobilnya meninggalkan restoran itu, namun ketika diperjalanan, ponselnya berdering membuat ia menepikan mobilnya lalu mengangkat teleponnya.

"Halo Riko?" sahutnya langsung.

"Maaf Tuan, Tuan Adam baru saja mengabari saya, besok beliau meminta bertemu karena beliau akan pergi ke luar negeri, apakah Anda keberatan?" ucap Riko.

"Tuan Adam Surabaya?"

"Iya benar, Tuan."

"Baiklah, tidak masalah. Besok kita akan kesana." Daniel langsung memutuskan penggilan itu sejenak, mungkin dengan ia pergi ke Surabaya, ia bisa beristirahat terlebih dulu dari acara pencarian jodoh Mamanya.

Happy Reading.

TBC.

Hai Hai, kembali lagi dengan cerita author Virzha ...

Mohon dukungan like, komen, vote, dan subscribe ya Kak ...

Mampir juga ke sini 👇👇

Anak Haram.

"Saat ini penyakit Ibumu sudah parah Mayra, kita harus secepatnya melakukan operasi. Kalau dibiarkan terus seperti ini, nyawa ibu kamu bisa tidak tertolong."

"Bibi, aku mau Ibu di operasi, tapi aku tidak mungkin mendapatkan uang sebanyak itu dalam satu malam."

Mayra mende sah frustasi, malam ini benar-benar menjadi malam terburuk dalam hidupnya. Saat ia bekerja, tiba-tiba ia mendapatkan kabar jika Ibunya yang selama ini mengidap penyakit kanker paru-paru pingsan di dalam kamar. Penyakit Ibunya memang sudah sangat parah dan harus segera di operasi.

Namun, karena keterbatasan ekonomi membuat Mayra hanya bisa membelikan Ibunya obat-obatan biasa. Itu pun ia harus berhutang sana sini karena harga obat itu tidak mudah. Sekarang kemana lagi dia harus mendapatkan biaya sebesar itu untuk operasi Ibunya.

"Lalu bagaimana? Apa kita bawa pulang saja? Tidak mungkin 'kan?" ujar Rika Bibi Mayra, wanita itu yang selama ini merawat Ibunya selama Mayra bekerja.

"Tidak ada cara lain, Bi. Aku harus menemui pria itu," ucap Mayra menatap Bibinya.

"May, kamu jangan gila, mereka tidak akan mau tahu urusan Ibumu. Bibi nggak mau kamu dimaki-maki oleh perempuan itu lagi," kata Rika menggeleng tidak setuju.

"Dia juga berhak tahu Bi. Selama ini sudah cukup aku membiarkan dia lepas tanggung jawab terhadap aku, sekarang aku hanya ingin dia membantu Ibuku. Biarkan aku kesana, Bi." Mayra mengusap air matanya yang sejak tadi mengalir, tidak ada cara lain selain meminta kepada pria yang paling dia benci seumur hidupnya.

"Tapi May-"

"Bibi tenang saja, jika dia memang benar-benar Ayahku, dia pasti mau membantuku. Jika tidak, anggap saja aku kurang beruntung dan aku akan benar-benar menganggapnya tidak pernah ada di dunia ini," ucap Mayra terdengar penuh kebencian, namun sorot matanya juga memancarkan kerinduan yang begitu dalam.

Mayra Adelia, wanita sederhana yang tinggal bersama Ibunya yang penyakitan. Mayra tumbuh besar tanpa sosok seorang Ayah karena dulu Ibunya merupakan seorang wanita malam yang sering bergonta-ganti pasangan. Kelahirannya juga bukan kesengajaan, dia hanya anak hasil dari bibit rame-rame yang entah siapa pelaku utamanya.

Namun, selama ini Ibunya sering bercerita jika dia adalah anak dari seorang pria yang bernama Brandon Malvis. Seorang petinggi polisi yang bertugas di Kapolres kota Surabaya. Mayra hanya pernah menemuinya sekali, itupun saat ia kecil dan pria itu datang memberikan Ibunya uang.

Ketika ia bertanya, Ibunya tidak pernah bercerita panjang. Hanya sekedar jawaban sambil lalu yang membuat Mayra sendiri enggan untuk bertanya. Dalam lubuk hatinya, Mayra sangat membenci kedua orangtuanya, ia benci karena harus lahir tanpa ikatan pernikahan. Bahkan selama ia hidup di dunia ini, hidupnya tak henti menjadi bahan cemoohan orang-orang di sekitarnya.

Hal itu juga yang mempengaruhi pria Mayra yang menjadi sosok wanita keras tapi jauh dilubuk hatinya, Mayra merupakan wanita yang penuh kasih sayang.

"Ingin bertemu siapa?"

Mayra sudah sampai di depan bangunan rumah yang terlihat begitu megah, ia sempat gugup saat melihat rumah itu, namun ia sudah bertekad ingin menemui pria yang menjadi Ayahnya itu.

"Aku ingin bertemu Pak Brandon," ucap Mayra kepada seorang satpam yang bertugas di depan rumah.

"Kamu siapa? Ini sudah malam, kenapa baru bertamu?" Satpam itu menatap Mayra dari atas sampai bawah, pandangannya penuh selidik seolah Mayra adalah pencuri.

"Katakan saja kepada dia, Mayra datang. Dia pasti tahu," kata Mayra tak sabar.

"Tuan Brandon tidak bisa diganggu, beliau lagi sibuk," ucap Satpam itu begitu ketus.

"Aku bilang ingin bertemu dengannya, cepat panggil dia kemari!" Bentak Mayra mulai emosi karena tidak diizinkan masuk.

"Kau ini tuli ya? Tuan Brandon tidak bisa di ganggu, kau pergi saja dari sini," kata Satpam itu lagi.

"Brengsek! Aku bilang panggil dia! BRANDON, KELUAR KAU! AKU TAHU KAU ADA DI DALAM!" Mayra yang sudah hilang kesabaran langsung berteriak sangat keras, ia tidak perduli sudah membuat keributan. Malam ini ia harus menemui Ayahnya san mendapatkan uang untuk biaya operasi Ibunya.

"Dasar wanita kurang ajar! Tutup mulutmu dan pergi darisini." Satpam itu juga tidak tinggal diam, ia mencekal tangan Mayra dengan kasar.

"Lepas! Aku ingin bertemu atasanmu, cepat panggil dia. BRANDON!" Mayra berontak seraya terus berteriak-teriak keras.

"Kau pikir Tuan Brandon mau menemui wanita rendahan sepertimu? Jangan harap!" Satpam itu juga tidak mau kalah, ia terus menarik tangan Mayra lalu mendorongnya hingga tersungkur di aspal.

Mayra tidak menangis, ia hanya mengepalkan tangannya erat. Ia baru saja ingin mamaki, namun ia urungkan saat melihat pria paruh baya yang masih tampak gagah berjalan kearahnya.

"Kurdi, apa yang kau lakukan?" Brandon membentak penuh kekesalan saat melihat Mayra jatuh tersungkur gara-gara ulah Kurdi.

"Wanita ini hanya ingin membuat kekacauan, Pak. Saya hanya ingin mengusirnya," kata Kurdi si Satpam songong membela dirinya.

"Lain kali jangan seperti itu, dia putriku." Brandon menatap satpam itu semakin kesal, ia lalu mendekati Mayra yang sudah bangkit dan menepuk-nepuk celananya.

Kurdi si satpam songong itu terkaget-kaget mendengar ucapan atasannya. Ia menelan ludahnya kasar, entah kenapa ia merasa takut sekarang karena sudah bersikap seenaknya.

"Mayra, Ayah sudah menunggu waktu ini. Ayah sangat merindukanmu, Nak." Brandon mengulas senyum manisnya pada sosok putrinya yang selama ini ia sia-siakan.

"Aku tidak mau basa-basi, aku kesini ingin meminjam uang untuk biaya berobat Ibuku. Jika kau menganggap dirimu Ayahku, kau tentu bisa membantuku kali ini," kata Mayra datar, wajahnya begitu dingin membuat siapapun membeku.

Brandon menghela nafas panjang, ia tidak kaget jika Mayra bersikap seperti ini padanya. Ini memang salahnya, dosa masa lalu yang tidak ia tebus dan kini sedang berdiri menantangnya dengan begitu berani.

"Pasti, Ayah pasti akan membantumu. Sebaiknya kau masuk dulu, ini sudah malam," kata Brandon perhatian.

"Tidak perlu, cukup berikan aku uangnya saja. Aku tidak punya cukup waktu untuk singgah di rumah mewah mu, lagipula aku juga tidak mau mengotori rumahmu dengan kedatangan anak haram sepertiku," kata Mayra tajam menusuk membuat Brandon terdiam.

"Mayra, jangan berkata seperti itu, Nak. Ini salah Ayah, tolong maafkan Ayah, jangan terus membenci Ayah seperti ini," ucap Brandon sendu tatapannya.

Mayra berdecih sinis, tangannya mengepal erat menyimpan emosi yang mendalam. "Sudah terlambat, jika kau memang benar-benar mengaku Ayahku. Tolong bantu aku kali ini saja, Ibuku membutuhkan uang dan harus di operasi," kata Mayra pelan.

"Ayah pasti hantu, tapi kamu masuk dulu," kata Brandon memberanikan diri merangkul pundak putrinya untuk membawanya masuk kedalam rumah.

Mayra menepis tangan Ayahnya kasar, tapi pria itu begitu kuat membuat Mayra hanya diam tidak berkutik. Ia mengikuti kemana Ayahnya membawanya pergi.

Namun, sebelum ia menginjak pintu utama, terdengar suara wanita yang berteriak dengan penuh amarah.

"JANGAN COBA-COBA MENGINJAKKAN KAKIMU DI RUMAHKU ANAK HARAM!"

Happy Reading.

TBC.

Bonus Visual Daniel dan Mayra.

Dunia Begitu Tidak Adil.

Mayra mengepalkan tangannya erat begitu mendengar suara wanita yang tidak lain adalah istri dari Ayahnya. Inilah hal yang paling membuat Mayra malas, wanita ini pasti hanya akan menghinanya saja.

“Tasya, jaga bicaramu. Mayra juga berhak datang ke rumah ini,” tegur Brandon menatap istrinya dengan tatapan kesal.

“Dia sama sekali tidak berhak, untuk apa lagi dia datang ke rumah ini? Ingin meminta uang?” tukas Tasya melirik Mayra dengan tatapan sinis.

“Kau sama sekali tidak berhak melarang,” ujar Brandon.

“Kenapa tidak? Aku adalah istrimu, jadi semu pengeluaran harus dengan persetujuanku.” Tasya semakin menatap Mayra begitu tajam.

"Kau memang istriku, tapi dia juga putriku. Sudah Mayra, ayo kamu masuk dulu, jangan pedulikan dia," kata Brandon tetap membawa Mayra masuk ke rumahnya.

"Aku bilang jangan bawa dia masuk, dia hanya anak haram yang sama sekali tidak punya hak disini. Semua yang terjadi dalam hidupnya sudah menjadi tanggungan Ibunya yang pe la cur itu. Untuk apalagi dia datang kemari?" Tasya nyatanya tidak mau berhenti, ia semakin menghina Mayra dengan kata-kata kasarnya.

"Cukup! Jika kau memang tidak bisa membantuku, aku akan pergi. Tidak perlu menghina Ibuku Nyonya. Aku sangat tahu posisiku, terimakasih atas basa-basi nya. Aku janji, ini terakhir kalinya aku menginjakkan kaki disini," ujar Mayra melepaskan tangan Ayahnya dengan kasar. Sudah cukup semua penghinaan yang ia dapatkan selama ini, seharusnya ia memang tidak datang ke tempat sialan ini.

"Tunggu dulu, jangan pergi Mayra!" teriak Brandon mencoba mengejar putrinya.

Mayra sama sekali tidak menggubris, ia terus saja berlari dengan membawa seluruh lukanya. Air matanya perlahan meleleh tanpa bisa dicegah.

"Brengsek! Kau tidak boleh sedih hanya karena masalah seperti ini, Mayra." Mayra memaki dirinya sendiri, ia tidak ingin menangis, dan seumur hidup ia tidak pernah menangis meski dimaki-maki oleh orang.

Namun, malam itu Mayra benar-benar kalah. Kakinya yang tadi berlari mulai goyah hingga ia menyerah dengan menjatuhkan tubuhnya ke tanah. Ia menutup kedua wajahnya dan menangis sekeras-kerasnya.

Dunia benar-benar kejam, kenapa dunia begitu tidak adil dengannya? Tak puas kah selama ini membuat hidup Mayra dalam kesengsaraan. Mau sampai kapan lagi, ya Tuhan.

Sekarang dimana lagi ia harus mencari pinjaman uang yang tidaklah sedikit itu. Siapa lagi yang harus ia mintai tolong. Apakah ia harus menjadikan dirinya seperti Ibunya agar bisa mendapatkan banyak uang?

"Tidak, tidak, aku tidak mau menjadi seperti Ibu. Melakukan pekerjaan terhina hanya demi uang," gumam Mayra mengusap air matanya kasar.

Entahlah dia akan mencari kemana lagi uang sebanyak itu malam ini. Ingin mengajukan pinjaman ke kantor pun mustahil, atasannya juga tidak mungkin semudah itu mau memberinya pinjaman uang.

Saat ia tengah melamun, tiba-tiba tidak sengaja ada mobil yang berhenti disampingnya. Mayra tidak perduli, ia masih sibuk dengan pikiran-pikirannya hingga tidak sadar jika kini ia sedang berada di area lampu merah.

Daniel yang malam itu baru sampai di Surabaya sedikit mengernyit saat melihat sosok Mayra. Ia seperti pernah melihatnya, tapi ia lupa dimana. Ia terus menatap Mayra sampai mobilnya perlahan meninggalkan tempat itu menuju rumahnya.

Mayra sendiri masih sibuk dengan memikirkan cara, hingga ia hanya menemukan satu cara, yaitu meminjam uang di restorannya meski hal itu mustahil.

Tapi, tidak ada salahnya mencoba 'kan?

Ya benar, mungkin ia bisa mengajukan pinjaman uang di restoran tempatnya bekerja.

"Semoga bisa," gumam Mayra buru-buru bangkit dari duduknya.

Malam ini ia harus membujuk Dokter untuk memberikan keringanan terlebih dulu kepada dirinya, karena tidak mungkin bagi Mayra untuk datang ke restoran malam-malam begini.

******

"May, usahain cepet. Nanti kata Dokter kalau kelewat jam 12, Dokter sudah tidak bisa melakukan apapun."

Pagi hari sebelum Mayra berangkat ke tempat kerjanya, Bibi Rika kembali mewanti-wantinya untuk mendapatkan uang itu.

"Do'akan saja yang terbaik, Bi." Mayra tidak bisa berjanji apapun. Ia sendiri tidak tahu apakah dia berhasil atau tidak, yang penting sudah ada usaha.

"Yasudah, kamu berangkat dulu. Bibi akan menemani Ibumu," ujar Bibi Rika lagi.

Mayra mengangguk cepat-cepat, ia bergegas mengambil tasnya lalu segera berangkat ke kantor dengan menggunakan bus. Tempat kerjanya tidak terlalu jauh, jadi hanya membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit untuk Mayra sampai.

Tempat yang dituju oleh Mayra pertama kali tentu saja ruang manager. Ia harus mendapatkan uang itu terlebih dulu, baru ia bisa tenang.

"Selamat pagi Pak Yanto," sapa Mayra seraya mengetuk pelan ruangan atasannya itu.

"Pagi Mayra, tumben sudah datang jam segini?" ujar Pak Yanto sedikit mengernyitkan dahinya.

Mayra hanya tersenyum canggung. "Boleh saya masuk, Pak?" kata Mayra.

"Ya, masuk saja," sahut Pak Yanto tidak keberatan sama sekali. "Jadi ada apa? Mau pinjam uang?" tanyanya langsung seolah tahu apa yang akan Mayra sampaikan.

"Betul Pak, maaf jika sebelumnya saya lancang. Saya ingin mengajukan pinjaman uang, nanti saya akan mencicil dari gaji saya setiap bulan," ucap Mayra sudah tidak punya malu lagi, masa bodoh jika Pak Yanto menganggapnya tukang meminjam uang.

"Mayra, Mayra, pinjaman kamu yang beberapa bulan lalu saja belum lunas. Sekarang mau pinjam lagi? Yang benar saja, kamu mau bikin restoran ini bangkrut?" ujar Pak Yanto sinis.

"Saya mohon Pak, ini terakhir kalinya saya meminjam uang. Saya janji tidak akan melakukannya lagi, saya mohon ..." Mayra mengatupkan kedua tangannya memohon.

"Memangnya berapa yang kamu butuhkan?" tanya Pak Yanto.

"500 juta Pak," kata Mayra langsung.

"Apa? 500 juta? Jangan gila kamu, mau bayar pakai apa uang sebanyak itu nantinya," tukas Pak Yanto terkejut dengan nominal yang disebutkan oleh Mayra.

"Saya pasti bayar, Pak. Saya mohon pinjamkan saya uang itu." Mayra langsung menjatuhkan dirinya dikaki Pak Yanto. Ia membuang semua harga dirinya agar bisa mendapatkan uang itu.

Pak Yanto terdiam sesaat, ia menatap Mayra yang kini menatapnya dengan raut wajah memohon. "Baiklah, jika kau ingin memdapatkan uang itu, aku akan memberikannya, tapi kau harus mau memuaskanku sekarang," kata Pak Yanto menatap Mayra penuh gairah.

Mayra membesarkan matanya, wajahnya langsung mengeras penuh amarah. Ia bangkit dari duduknya dengan begitu kesal. "Lebih baik aku tidak mendapatkan uang daripada harus melakukan hal itu. Dasar menjijikan!" seru Mayra geram.

"Dasar orang miskin sombong, Ibumu itu sudah terkenal di seluruh kota ini. Aku yakin kau juga pasti sama dengannya, ayolah Mayra, mumpung restoran masih sepi. Sebentar saja tidak masalah," ucap Pak Yanto sepertinya sudah kehilangan akalnya. Ia malah menarik tangan Mayra hingga wanita itu jatuh dipangkuannya.

"Lepaskan! Aku tidak mau brengsek!" teriak Mayra berontak dari pangkuan Pak Yanto. Sampai mati pun ia tidak akan sudi disentuh bandot tua ini.

"Diam! Semakin kau menolak, semakin membuatku bergairah, Mayra." Pak Yanto membentak dan mendorong Mayra hingga jatuh ke lantai, ia tanpa ragu langsung mendidihnya.

"Ba ji ngan! Lepaskan aku! TOLONG!!!!" Mayra kembali berteriak seraya terus berteriak, berharap bisa ada yang membantunya.

Pak Yanto sendiri sepertinya sudah tidak sabar untuk menggagahi tubuh molek bawahannya itu. Ia tak segan menampar Mayra agar wanita itu diam. Ia hampir saja melu cuti baju atasan Mayra.

Namun, tiba-tiba terdengar pintu ruangannya terbuka.

"Yanto?"

Happy Reading.

TBC.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!