...༻◩༺...
"Gracias..."
Seorang gadis membeli satu buket bunga besar. Mengucapkan terima kasih setelah mendapat uang kembalian. Dia baru saja melakukan transaksi di meja kasir.
Raquel Fernandez namanya. Dia terlihat lesu. Langkahnya bahkan begitu berat. Seolah sedang membawa batu besar di sana.
Setelah sekian menit berjalan, Raquel akhirnya tiba di panti asuhan. Tempat yang telah menjadi naungannya sejak berusia lima tahun.
"Kenapa lama sekali?" ujar Belinda. Penjaga panti yang telah dianggap seperti ibu oleh Raquel dan anak-anak panti.
"Aku jalan kaki," jawab Raquel dengan raut wajah sendu. Dia menghela nafas sejenak.
"Kau baik-baik saja kan?" tanya Belinda.
"Aku hanya merasa ini seperti mimpi, Bibi." Raquel menjelaskan sambil mengangkat bahunya bersamaan.
Belinda membawa Raquel duduk ke sofa. Mengajak perempuan itu bicara baik-baik.
"Kau harus pikirkan baik-baik. Karena ini juga terkait dengan masa depanmu. Jangan merasa terbebani karena memikirkan nasib panti asuhan. Jika masih ragu, sebaiknya kau tidak usah menerima lamaran Tuan Felipe," tutur Belinda.
Raquel menggeleng sambil tersenyum. "Tidak! Keputusanku sudah bulat untuk menerima lamaran Tuan Felipe. Lihatlah! Aku juga sudah membelikan bunga untuknya," ujarnya. Raquel sengaja menyembunyikan kegelisahannya dengan cara berpura-pura ceria.
Sosok lelaki yang ingin menikahi Raquel adalah seorang duda. Nama duda itu adalah Felipe Edwardo. Dia merupakan pengusaha bisnis di bidang wine dan sampanye. Felipe sendiri sering memberi bantuan kepada panti asuhan Mariana. Dia juga membiayai semua pendidikan yang ditempuh oleh anak-anak panti. Termasuk biaya kuliah Raquel.
Namun kini Felipe berhenti memberi bantuan karena sedang sakit keras. Akibat sakit, omset bisnisnya menurun drastis.
Panti asuhan Mariana lantas dilanda kesulitan ekonomi. Raquel terpaksa berhenti kuliah dan kembali. Dia bekerja untuk membantu ekonomi di panti asuhan.
Sampai di suatu waktu, Felipe mengirim sekretarisnya memberitahu sesuatu. Yaitu memberitahukan tentang keinginannya untuk menikahi Raquel. Salah satu mantan anak panti asuhan Mariana. Felipe berjanji akan memberi bantuan secara permanen jika Raquel bersedia menikah dengannya.
Alasan Felipe ingin menikahi Raquel karena perempuan tersebut selalu mengingatkannya dengan mendiang sang istri. Jadi Felipe ingin melihat Raquel setiap hari sebelum ajalnya menjemput. Lelaki paruh baya itu juga membutuhkan orang yang dipercaya untuk menjaga kedua putranya.
Raquel sempat mengalami dilema. Jika dia menolak lamaran Felipe, maka panti asuhan Mariana bisa saja terancam dihilangkan. Hari demi hari semakin banyak anak yang dipindahkan. Mengingat lokasinya ada di desa Castellano. Panti asuhannya sangat jarang menerima bantuan dari orang besar seperti Felipe.
Raquel juga ingin kembali melanjutkan kuliah agar nanti dirinya bisa dapat pekerjaan yang menjanjikan. Namun di sisi lain dia merasa masih terlalu muda untuk menikah. Usia Raquel baru 21 tahun sekarang. Usia yang dianggap masih terlalu muda untuk menikah. Terutama dalam budaya modern Spanyol.
Selama tiga hari Raquel diberi waktu untuk berpikir. Namun di akhir, Raquel memilih menerima lamaran Felipe. Sebab Raquel tidak mau panti asuhan Mariana kesulitan. Selain itu, dirinya juga ingin terus lanjut berkuliah.
Hari ini Raquel dan Belinda akan berangkat ke kota Madrid. Proses pernikahan Raquel dan Felipe akan dilakukan di mansion besar keluarga Edwardo. Bukan sejenis pernikahan mewah. Namun lebih pada pernikahan rahasia yang dilakukan dengan sah demi Felipe.
Perlu memakan waktu berjam-jam untuk sampai ke kota Madrid. Raquel sendiri tidak asing dengan kota tersebut. Sebab di kota itulah dia pernah berkuliah.
Meski tinggal di panti asuhan sudah melewati batas usia yang ditentukan, Belinda tidak mempermasalahkan keberadaan Raquel. Lagi pula keberadaan perempuan itu sangat membantu keadaan di panti asuhan.
Mobil baru melewati gerbang mansion keluarga Edwardo. Raquel dan Belinda berdecak kagum melihat bagaimana tampilan mansion tersebut. Mereka sendiri di antar oleh Erik. Lelaki baik yang tinggal tidak jauh dari panti asuhan.
Kedatangan Raquel disambut oleh seorang kepala pelayan bernama Inna. Ia segera menunjukkan jalan menuju kamar Felipe.
Pintu kamar perlahan dibuka oleh Inna. Raquel dan Belinda segera dipersilahkan masuk ke dalam. Felipe tampak terbaring lemah di atas ranjang. Namun dia tersenyum saat diberi kabar bahwa Raquel telah datang.
Awalnya atensi Raquel tertuju pada Felipe. Setelah itu, barulah ke arah tiga lelaki yang berdiri di sebelah Felipe.
Deg!
Jantung Raquel berdebam keras. Bagaimana tidak? Ada seorang lelaki yang sangat dikenalnya dengan jelas. Yaitu Luiz Edwardo. Lelaki yang tak lain adalah mantan kekasihnya sendiri.
Raquel sempat mematung. Matanya dan Luiz sama-sama membulat. Jelas Luiz juga kaget dengan kehadiran Raquel.
'Apa-apaan ini? Dia siapanya Tuan Felipe?' batin Raquel.
"Kemarilah Nona Raquel dan Bibi Belinda," ujar Romi. Dia sendiri merupakan sekretaris pribadi Felipe.
Raquel masih membeku. Tetapi saat sentuhan tangan Belinda menyentuh pundak, dia langsung tersadar.
"Raquel?" tegur Belinda.
"I-iya," tanggap Raquel kikuk. Dia segera berjalan mendekati Felipe. Lelaki berusia lima puluh delapan tahun itu tersenyum lembut. Menatap Raquel dengan lekat.
"Hai..." sapa Felipe.
"Halo, Tuan..." Raquel membungkuk hormat sambil memberikan buket bunga pembeliannya. Dia tersenyum dengan canggung pada calon suaminya itu.
"Aku tidak percaya kau setuju menikah denganku. Terima kasih... Aku yakin sekarang bisa pergi dengan damai," ungkap Felipe yang menerima dengan senang hati buket bunga dari Raquel.
"Ayah!" tegur Liuz. Dia benci mendengar ayahnya pasrah begitu.
Felipe terkekeh sambil mengalihkan bola matanya ke arah Luiz. Tidak lupa juga Julio yang merupakan adiknya Luiz.
"Kenalkan mereka adalah putraku. Luiz dan Julio. Meski kami tidak sedarah, kami selalu menyayangi layaknya keluarga. Aku bersyukur mereka setuju untuk membiarkanku menikah denganmu, Raquel..." ucap Felipe.
"Putra?" Raquel merasa semakin syok. Lagi-lagi dia bertukar pandang dengan Luiz.
Apa ini nyata? Itulah kalimat yang terus terulang dalam benaknya. Dia bahkan bisa mengingat jelas masa-masa pacarannya dengan Luiz. Mereka bahkan pernah beberapa kali berhubungan intim. Raquel sendiri lupa seberapa banyak dirinya bercinta dengan Luiz. Lalu sekarang? Dia harus menikah dengan ayahnya Luiz. Raquel merasa benar-benar aneh dan tidak nyaman. Namun apalah daya. Ia sudah terlanjur setuju.
"Mendiang Nyonya Edwardo menderita kelainan pada rahimnya. Jadi dia dan Tuan Felipe memutuskan untuk mengadopsi anak," jelas Romi.
Raquel mengangguk. Dia memilih bersikap tidak mengenal Luiz. Begitu pun sebaliknya.
Tak lama kemudian pendeta datang. Setelah saling mengucap janji, Raquel dan Felipe resmi menikah.
Felipe duduk menyandar di ranjang. Dia dan Raquel saling menggenggam tangan.
"Sekali lagi terima kasih, Raquel. Kita bisa lakukan secara perlahan," tutur Felipe sembari tersenyum tipis. Sedangkan Raquel hanya mengangguk.
Di belakang, Luiz memejamkan rapat matanya. Dia juga merasa syok seperti Raquel. Andai Luiz tahu calon ibu tirinya adalah Raquel, mungkin dirinya tidak akan pernah setuju dengan pernikahan ini.
"Sial! Aku tidak menyangka ibu kita akan semuda ini!" keluh Julio. Berbisik ke telinga Luiz. Dia adalah remaja yang sudah berusia 16 tahun.
...***...
Catatan Kaki :
Gracias : Terima kasih dalam bahasa Spanyol.
...༻◩༺...
Selepas melakukan prosesi pernikahan, Felipe menyarankan Raquel dan Belinda untuk beristirahat. Mereka pasti lelah karena harus menempuh perjalanan jauh.
Akan tetapi Belinda menolak. Dia ingin langsung pulang saja bersama Erik. Dirinya tidak bisa meninggalkan anak-anak di panti terlalu lama. Alhasil Belinda memilih pamit pulang bersama Erik.
"Jaga dirimu baik-baik," ucap Belinda. Dia dan Raquel saling berpelukan. "Pintu selalu kubuka untukmu, Raquel. Jika ada apa-apa, jangan malu-malu untuk datang lagi," sambungnya.
"Aku pasti akan berkunjung lagi. Kau dan orang-orang di panti Mariana adalah keluargaku," ungkap Raquel.
"Aku tahu. Sampai jumpa," pamit Belinda. Dia dan Raquel sudah berhenti berpelukan.
"Jaga dirimu, Raquel. Aku akan merindukan pie apel buatanmu," pamit Erik yang juga harus kembali ke desa Castellano.
"Bye, Erik." Raquel melambaikan tangan. Tak lama kemudian Belinda dan Erik menghilang dari pandangannya.
Setelah melepas kepergian Belinda, Inna mengajak Raquel pergi ke kamar yang telah disiapkan. Saat telah tiba di kamar itu, Raquel lagi-lagi berdecak kagum. Sungguh kamar yang terlampau luas untuk ditiduri satu orang.
"Bukankah ini terlalu besar?" tanya Raquel. Menatap Inna dan dua pelayan lain yang berdiri di dekat pintu.
"Tuan Felipe memang telah menyiapkan kamar ini untuk Nona. Setidaknya sampai Nona bersedia tidur satu kamar dengannya," jawab Inna. Ia tersenyum melihat Raquel yang tak berhenti memperhatikan keadaan kamar.
Mendengar ucapan Inna, Raquel berhenti mengamati keadaan kamar. Ia memasang wajah sendu seraya memegangi tengkuk. Karena menikah atas dasar balas budi, Raquel tentu enggan jika harus tidur satu kamar dengan Felipe.
"Silahkan beristirahat, Nona." Inna dan dua pelayan lain pergi.
"I-iya. Terima kasih," ucap Raquel tergagap. Tepat sebelum Inna dan dua pelayan pergi.
Saat Inna hendak menutup pintu, sebuah tangan mendadak menghentikan. Pemilik tangan itu tidak lain adalah Luiz.
"Tinggalkanlah. Aku ingin bicara dengan ibu baruku," kata Luiz yang langsung ditanggapi Inna dengan anggukan. Wanita paruh baya itu segera pergi bersama dua pelayannya.
Luiz masuk ke kamar Raquel. Ia tak lupa menutup pintunya.
Mendengar pintu tertutup, Raquel menoleh. Pupil matanya membesar saat melihat Luiz.
"Luiz..." panggil Raquel. Dia hampir lupa kalau Luiz adalah putranya Felipe. Kemegahan mansion yang akan menjadi tempat tinggalnya benar-benar membuatnya lupa diri.
"Apa yang sudah kau lakukan pada ayahku?" timpal Luiz.
"Kau pikir aku tahu kalau kau adalah putranya Tuan Felipe? Andai aku tahu, aku juga tidak akan mau menerima lamarannya!" sahut Raquel. Dia sangat membenci Luiz. Begitu pun sebaliknya. Itu karena penyebab dari berakhirnya hubungan mereka karena kesalahpahaman. Hingga sekarang keduanya saling menganggap salah satu sama lain. Jujur saja, hubungan mereka saat berpacaran telah sering mengalami putus nyambung.
Sebenarnya salah satu alasan kembalinya Raquel ke panti asuhan adalah karena ingin menjauh dari Luiz. Tetapi pada kenyataannya dia harus berhadapan lagi dengan lelaki itu.
"Harusnya kau mencari tahu lebih dulu! Bahkan sebelum menikahi ayahku kau tidak pernah berkunjung ke sini!" balas Luiz.
"Bukankah kau juga tidak mencari tahu?!" Raquel berkacak pinggang sambil menyalangkan mata.
Luiz tersenyum miring. "Aku terpaksa menerimamu demi ayahku. Tapi jangan harap aku akan bersikap baik kepadamu. Hubungan kita hanya akan harmonis saat di hadapan ayahku," ucapnya.
"Tentu saja. Kau tidak perlu khawatir, aku akan menjaga ayahmu dengan baik. Aku menikahinya karena ingin membalas budi," tanggap Raquel.
"Aku harap begitu." Luiz segera keluar dari kamar Raquel. Pembicaraan mereka berakhir disitu.
Luiz pergi tanpa menutup pintu kamar. Raquel lantas terpaksa menutupnya sendiri. Namun Julio tiba-tiba muncul dan memotretnya dengan ponsel.
Raquel membulatkan mata. Dia tentu kaget dengan apa yang dilakukan Julio.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Raquel.
"Aku memberitahu teman-temanku kalau aku punya ibu tiri muda yang hot," sahut Julio gamblang.
"A-apa kau bilang?" mata Raquel berkedut. Dia bingung harus merespon perkataan Julio. Dia merasa itu seperti ejekan, tetapi di sisi lain dirinya juga merasa itu pujian.
"Selamat beristirahat, Mom!" kata Julio. Dia segera pergi sambil tak berhenti bermain ponsel.
Di sisi lain, Luiz baru masuk ke kamarnya. Dia membanting pintu dengan perasaan kesal.
"Aaarghhh!!! Kenapa harus dia!" keluh Luiz berteriak. Dia mengacak-acak rambutnya sendiri.
Luiz mengambil kotak dari kolong tempat tidur. Kotak itu sendiri berisi segala kenangannya saat berpacaran dengan Raquel.
Dengan langkah cepat, Luiz keluar dari kamar. Lalu berteriak memanggil pelayan
"Iya, Tuan Muda!" Inna dan beberapa pelayan lain mendekat.
Luiz menyerahkan kotak kardus di tangannya kepada Inna. "Bakar ini sampai habis!" titahnya.
"Baik, Tuan." Inna mengangguk patuh.
"Dan jangan coba-coba melihat isinya! Aku akan mengamatimu dari kejauhan!" tambah Luiz.
"Baik, Tuan." Inna menjawab untuk kedua kalinya. Dia segera pergi untuk melakukan semua perintah Luiz.
Setelah itu, Luiz kembali ke kamar. Dia berdiri di depan jendela. Memperhatikan Inna dan pelayan lain yang siap membakar kotak kardus milik Luiz.
Kini Luiz memandangi dari kejauhan. Saat itulah kenangannya bersama Raquel muncul.
Hal yang pertama Luiz ingat adalah momen pertama kali dirinya bertemu Raquel. Dia mengenal perempuan itu sebagai perempuan yang cantik dan sederhana. Memandang segala hal dengan apa adanya.
Luiz dan Raquel sendiri bertemu ketika menonton teater di pusat kota. Meski duduk berjauhan, kala itu keduanya tak sengaja saling menatap. Mereka langsung merasa tertarik satu sama lain.
Hubungan Luiz dan Raquel semakin dekat saat mereka dipertemukan dalam projek film kampus. Raquel sendiri dulu berkuliah di jurusan perfilman. Sedangkan Luiz kuliah di jurusan seni dan teater. Kebetulan dalam projek tersebut Raquel berperan sebagai sutradara, sedangkan Luiz adalah aktor utama.
Projek film dilakukan selama hampir satu bulan. Cinta Raquel dan Luiz bersemi kala itu. Mereka sering menghabiskan waktu bersama. Raquel juga membelikan sebuah kalung perak untuk Luiz.
"Aku tahu ini tidak mahal bagimu. Tapi bagiku, ini adalah kalung termahal yang pernah kubeli." Kalimat yang diucapkan Raquel ketika memberikan kalung itu tidak pernah dilupakan Luiz.
Luiz menenggak salivanya sendiri saat tenggelam dalam kenangan. Apalagi saat dirinya mengingat momen ciuman pertamanya bersama Raquel. Begitu menggebu dan menggairahkan. Hingga Luiz akhirnya terbayang bagaimana bentuk tubuh Raquel yang telanjang. Jantungnya langsung berdegup kencang.
Sungguh, masih ada cinta di hati Luiz untuk Raquel. Dia sudah mencoba memacari perempuan lain setelah putus dengan Raquel. Tetapi tidak ada satu pun perempuan yang bisa menggantikan Raquel dihatinya. Alhasil Luiz berlari keluar kamar. Terutama saat melihat Inna hampir membakar kotak kardus.
"Hentikan!" teriak Luiz.
Inna yang mengerti, sontak menendang kotak yang sudah dimasukkan ke api. Dia terpaksa melakukannya karena luap api yang cukup besar. Kotak tersebut terguling di tanah.
"Maaf, Tuan. Aku tidak bermaksud mengambilnya dengan cara begitu." Inna buru-buru membungkuk dan minta maaf. Sementara dua pelayan lain yang membantunya berusaha keras menahan tawa. Tendangan yang dilakukan Inna tadi merupakan pemandangan langka dan lucu.
Luiz sendiri tak merespon permintaan maaf Inna. Dia hanya bergegas membuka kotak kardus. Lalu mengambil kalung yang tersimpan di sana.
"Sekarang kalian bisa membakarnya!" ujar Luiz sembari pergi dari hadapan Inna dan dua pelayan.
...༻◩༺...
Satu malam berlalu. Raquel bangun pagi-pagi sekali karena ingin mengurus Felipe dengan baik. Kini Raquel sedang sibuk menyuapi Felipe makanan sebagai sarapannya.
Raquel berusaha memperlakukan Felipe dengan baik. Sejujurnya, dia selalu menganggap lelaki itu seperti ayahnya sendiri. Raquel tak menyangka Felipe malah memandangnya dengan cara lain.
"Kau sangat baik, Raquel. Persis seperti mendiang istriku," ungkap Felipe yang tak berhenti menatap kagum Raquel. Dia persis seperti orang yang sedang jatuh cinta.
"Kalau boleh tahu, bagian mana yang mirip, Tuan?" tanya Raquel penasaran.
"Oh god. Kumohon jangan bicara formal denganku. Kau sudah menjadi istriku," jawab Felipe.
"Maaf, aku akan mencoba," sahut Raquel canggung.
"Mata dan sikapmu, Raquel... Dua hal itu selalu membuatku melihat mendiang istriku dalam dirimu," tutur Felipe. "Kau punya iris mata hijau yang indah," sambungnya.
"Terima kasih." Raquel tersenyum sembari menyuapi Felipe sesendok bubur.
"Kau pasti masih merasa tidak nyaman dengan hubungan ini," cetus Felipe.
Raquel tersenyum kecut untuk menanggapi. Dia juga tidak membantah.
"Sebenarnya bisa saja aku juga menjadikanmu anakku. Hal itu bahkan beberapa kali terlintas dalam otakku. Tapi..." Felipe menghela nafasnya sejenak. "Hatiku memiliki perasaan yang berbeda saat melihatmu. Itulah alasan aku memilih melamarmu dibanding mengadopsimu menjadi anak," terangnya.
"Jadi anda benar-benar jatuh cinta kepadaku?" tanya Raquel.
"Jika tidak, aku pasti sudah mengadopsimu." Felipe menjawab sambil menggenggam tangan Raquel. "Aku senang saat mendengar kau bersedia menerima lamaranku."
Tanpa sepengetahuan Raquel dan Felipe, Luiz menguping dari depan pintu. Ia mendengar semua pembicaraan mereka.
"Menarik. Apa kau sempat berpikir kalau ayah kita seorang pedofil?" ujar Julio. Kemunculannya yang tiba-tiba membuat Luiz kaget sampai berjengit.
"Sial! Apa yang kau lakukan?!" timpal Luiz dengan dahi berkerut dalam.
"Sama sepertimu. Aku juga penasaran dengan hubungan mereka," jawab Julio.
Luiz mendengus kasar. "Jangan pernah berpikir hal buruk tentang ayah. Karena kita tidak akan hidup sebaik ini tanpa dia. Dan mengenai Raquel, ayah hanya terpesona padanya karena mempunyai kemiripan dengan mendiang ibu," omelnya seraya mendorong kepala Julio.
"Iya, iya. Aku mengerti," tanggap Julio dengan raut wajah cemberut. Luiz segera membawanya pergi ruang makan.
Di waktu yang sama, Raquel baru selesai memberikan sarapan untuk Felipe. Sekarang dia terlihat merapikan selimut lelaki tersebut.
"Kau sudah sarapan?" tanya Felipe.
"Belum." Raquel menggeleng.
"Kalau begitu sarapanlah bersama Luiz dan Julio. Mereka sekarang pasti sudah di meja makan," saran Felipe.
"Baik." Raquel menurut. Dia yang memang lapar, segera pergi ke ruang makan. Benar saja, di sana sudah ada Luiz dan Julio. Terlihat juga ada Inna dan beberapa pelayan.
Raquel saling bertukar lirikan dengan Luiz. Tanpa harus bicara, mereka sepakat untuk bersikap seperti orang asing. Raquel bahkan berniat ingin memperlakukan Luiz layaknya seorang anak.
"Kalian sudah makan?" tanya Raquel.
"Belum, Mom. Ayo kita sarapan bersama." Hanya Julio yang sudi menjawab. Sementara Luiz tampak tak acuh. Menatap Raquel saja dia enggan.
Raquel mengamati makanan yang ada di atas meja. Dia melihat semua makanan sudah tersedia. Raquel hanya perlu duduk dan sarapan.
Saking banyaknya makanan, Raquel sampai bingung harus makan apa.
"Makanan di sini ada banyak, Mom. Tapi favoritku adalah sandwich roket super!" seru Julio.
Luiz yang mendengar, berusaha menahan tawa. Itu karena dirinya tahu kalau Julio sedang mencoba mengerjai Raquel.
"Sandwich roket super?" tanya Raquel penasaran.
"Ya, itu adalah sandwich buatanku. Sebagai ucapan terima kasihku karena sudah bersedia menikah dengan ayah, aku akan membuatkan sandwich roket super untukmu." Julio berdiri. Kemudian ke dapur untuk membuatkan sandwich yang dia maksud.
"Julio, kau tidak perlu repot-repot untuk--"
"Tidak apa-apa. Ini hal yang kecil," potong Julio yang segera masuk ke dapur.
Sekarang di meja makan hanya ada Raquel dan Luiz berduaan. Di sekitar mereka juga ada Inna dan pelayan lain.
"Apa kau akan pergi kuliah hari ini?" tanya Raquel. Dia terpaksa bicara karena merasa suasana sangat canggung.
Luiz tak menjawab sama sekali. Dia tampak sibuk bermain ponsel sejak tadi. Seakan tidak mendengar ucapan Raquel.
"Aku tahu kita seumuran. Dan itu agak canggung karena posisiku sebagai ibu tirimu. Tapi aku ingin kau terbiasa. Apakah ada sesuatu yang perlu aku lakukan agar kau terbiasa?" Raquel kembali mengajak Luiz bicara.
Luiz mendengus kesal. Dia meletakkan ponsel dan berucap, "Kalau begitu, mulai sekarang kau sebaiknya berdandan seperti orang tua!"
Luiz berdiri. Dia menggendong tas di salah satu bahu. Bertepatan dengan itu, Julio kembali. Lelaki berusia 16 tahun tersebut langsung memberikan sandwich buatannya kepada Raquel.
"Terima kasih, Julio..." Raquel dengan senang hati menerima. Tanpa pikir panjang, dia memakan sandwich pemberian Julio.
Setelah dikunyah, mata Raquel membola. Wajahnya bahkan memerah. Bagaimana tidak? Dia merasakan pedas yang luar biasa.
"Hahaha!" Julio terbahak. Sedangkan Luiz terkekeh sambil geleng-geleng kepala. Ia segera pergi dari ruang makan.
Raquel yang kepedasan, meminum semua minuman yang dekat dengannya. Ia tak berhenti mengipasi mulut dengan tangan.
"Sorry, Mom. Lain kali aku akan kurangi cabainya." Julio yang siap ke sekolah, berniat ingin pergi. Tanpa diduga, dia mendaratkan ciuman ke pipi Raquel. Lalu langsung melarikan diri.
"Julio!" pekik Raquel yang merasa kesal. Dia hanya bisa mengangakan mulut karena masih kepedasan.
Usai sarapan, Raquel kembali ke kamar Felipe. Di sana dia mendengarkan lelaki itu bercerita. Felipe banyak membicarakan kedua putranya. Dari sana juga Raquel baru tahu bahwa Luiz pindah jurusan kuliah. Luiz yang tadinya berkuliah di jurusan Seni Teater, kini berkuliah di jurusan Ekonomi.
"Aku tidak tahu kenapa dia tiba-tiba ingin pindah kuliah. Uhuk! Uhuk!" ucap Felipe yang di akhiri dengan batuknya. Penyakit yang dia derita memang berkaitan dengan paru-paru.
Raquel tersenyum kecut. Dia tidak mau menyimpulkan sendiri kalau alasan Luiz pindah jurusan karena dirinya.
Puas bercerita, Felipe tidur. Raquel lantas memanfaatkan waktu untuk melihat-lihat seluruh bagian mansion keluarga Edwardo. Dia tidak mau suatu hari nanti tersesat di mansion tersebut.
"Ini seperti istana," kata Raquel. Dia ditemani oleh Inna.
"Memang begitu, Nona. Lama-kelamaan anda pasti terbiasa," tanggap Inna.
Malam telah tiba. Raquel baru saja memastikan Felipe tertidur. Ia baru keluar dari kamar lelaki itu.
Langkah Raquel terhenti saat mendengar suara berisik dari sebelah kanan. Karena penasaran, dia memeriksa sumber suara.
Raquel membulatkan mata. Dia melihat Luiz sedang asyik berciuman panas dengan seorang wanita di depan pintu.
Melihat hal itu, Raquel sempat mematung. Entah kenapa dia malah teringat dengan ciumannya dan Luiz saat masih berpacaran. Debaran di jantungnya otomatis kembali.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!