Sinta seorang gadis yang sangat pendiam, tetapi dia sangat pintar dalam hal berpuitis, berkata-kata indah dan pintar dalam segala hal. Sedangkan Rindu hanya seorang gadis yang pandai shopping. Keduanya bersahabat sudah sejak lama.
Walaupun Sinta hanya seorang anak dari asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Rindu.
Suatu hari, Rindu berkenalan dengan pemuda tampan.
"Sinta, aku minta tolong dong."
Rengeknya di lengan Sinta.
"Tolong apa ya, Rindu?" Sinta memicingkan alisnya.
"Aku berkenalan dengan seorang cowok, dia pintar sekali berpuitis. Sedangkan aku nggak bisa. Tolong dong, kamu bantu membalas setiap puisi yang dia kirim padaku. Mau ya?" pintanya memelas.
Sinta tak pernah bisa menolak kemauan Rindu. Apa lagi untuk hal sepele. Karena dia merasa berhutang budi pada kebaikan orang tua Rindu yang mau menyekolahkan dia, walaupun dia hanya seorang anak dari asisten rumah tangga di rumah Rindu.
Sejak saat itu, Sinta yang selalu membalas setiap pesan dari Faisal, dengan mengatas namakan Rindu.
"Rindu, ini bagaimana? kok jadi aku terus yang membalas chat dari Faisal?" tanya Sinta bingung.
"Memangnya kenapa? biar saja dech, kamu hadapi saja dia pada saat belum datang kemari. Tetapi jika nanti dia datang kemari, aku yang akan menghadapinya," ucap Rindu.
Di dalam hati Sinta ada rasa sedih karena dia terbawa perasaan hingga tanpa sadar, dia telah jatuh cinta pada Faisal," Rindu, gara-gara kamu memintaku selalu membalas chat dan puisi dari Faisal. Aku jadi suka beneran padanya," batin Sinta.
Beberapa hari kemudian....
Faisal datang untuk menemui Rindu, dan bahkan dia sering bercerita panjang lebar tentang semua puisi yang di kirim oleh Rindu padanya.
"Rindu, dari mana kamu pintar berpuisi? aku sangat suka sekali setiap puisi yang kamu kirim untukku."
Rindu bingung, karena selama ini bukan dia yang berpuisi," hem..anu..dari Sinta.
Ya, Sinta yang mengajariku puisinya."
"Sinta, siapa dia?" tanya Faisal.
"Dia, temanku. Lebih tepatnya anak dari asisten rumah tanggaku, tetapi sudah di anggap saudara olehku dan orang tuaku,' jawab Rindu.
Tak berselang lama, Sinta datang dengan membawa minuman dan cemilan untuk Faisal dan Rindu.
"Nah, ini yang namanya Sinta. Yang mengajariku berpuisi. Sinta, kenalkan. Ini yang bernama Faisal, ganteng bukan?" ucap Rindu sumringah.
Sejenak Sinta dan Faisal saling bersalaman satu sama lain. Tetapi mereka tak sadar, saling berpandangan dan tangan mereka terus saja terpaut satu sama lain.
"Hey, sudah cukup ya salamannya. Sinta, aku minta tolong ya? ada tugas kuliah di meja, yang tak bisa aku kerjakan. Tolong kamu kerjakan ya, seperti biasanya."
Sinta tak pernah membantah perintah dari Rindu, dia selalu saja menuruti tanpa ada keluhan sama sekali.
Faisal terus saja menatap ke arah Sinta. Di dalam hatinya berkata," berarti selama ini yang selalu membalas chat aku dengan puisi-puisi indah adalah Sinta bukan Rindu? pantas saja pada saat aku bersalaman dengannya ada suatu getaran aneh."
Sementara Sinta di dalam kamar Rindu, dia juga merasakan hal yang sama.
"Apakah aku telah jatuh cinta pada, Faisal? ini tidak boleh terjadi karena Faisal itu kenalan Rindu, dan bisa saja Rindu suka padanya," batin Sinta.
Sejak saat itu Faisal sering datang ke rumah Rindu. Walaupun sebenarnya dia datang untuk bertemu dengan Sinta. Kerap kali, Faisal juga mencuri waktu untuk menemui Sinta.
"Sinta, kamu sedang apa?'
Sinta terhenyak kaget pada saat mendapatkan teguran tersebut," eh Faisal, aku sedang membantu ibu menjemur pakaian. Apakah sudah bertemu dengan, Rindu?"
"Sudah, dan dia malah sedang pergi. Hingga aku mencarimu di sini. Lagi pula aku datang kemari sebenarnya ingin bertemu denganmu, bukan dengan Rindu," ucap lirih Faisal.
"Maksudnya?"
'Sinta, aku tahu jika sebenarnya kamu saat ini merasakan apa yang aku rasakan," ucap Faisal.
"Ngomong apa sih, kamu?"
Sinta pun sengaja tak melihat ke arah Faisal tetapi dia melanjutkan pekerjaannya.
"Sinta, aku cinta dan sayang padamu. Dan aku yakin kamu juga bisa merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan, iya bukan?" ucap Faisal.
"Tapi itu tidak mungkin, karena aku nggak pantas untukmu. Aku hanya seorang anak dari asisten rumah tangga."
"Sinta, aku tidak pernah memandang tentang itu. Tolong jangan tolak cintaku ya?" pinta Faisal memelas.
"Lantas, bagaimana dengan Rindu? pasti dia mengira kamu sering datang kemari karena kamu cinta padanya? dan jika dia tahu tentang hal ini, pasti akan sakit hati."
"Aku nggak ingin dia sakit hati, karena orang tuanya sudah sangat berjasa padaku dan ibu. Jadi aku mohon, hilangkan rasa cintamu padaku."
Tetapi Faisal tidak bersedia, karena dia sudah benar-benar cinta pada, Sinta. Pada saat Faisal akan mengatakan banyak hal lagi, Rindu datang," oh di sini rupanya kamu, Faisal?"
"Iya, bukannya kamu sendiri yang meminta aku ngobrol dengan Sinta terlebih dahulu, di saat kamu tidak ada di rumah?" ucap Faisal menutupi rasa gugupnya.
"Hehehe...iya sayang...yuk kita duduk di taman samping rumahku."
Rindu bergelayut manja di lengan Faisal dan membawanya melangkah ke taman.
Di dalam hati Faisal enggan sekali, tetapi dia memikirkan kehidupan Sinta
"Jika aku mengatakan yang sebenarnya pada Rindu, tentang rasa cintaku ini pada, Sinta. Pasti nanti Sinta dan ibunya akan bermasalah."
"Tetapi mau sampai kapan, aku berpura-pura di depan Rindu seperti ini? aku nggak cinta sama sekali padanya."
"Apa lagi pada saat aku tahu jika selama ini Sintalah yang selalu membalas setiap puisi yang aku kirim."
Faisal terus saja melamun memikirkan bagaimana caranya supaya dia bisa berkata jujur pada Rindu, jika yang dia cinta adalah Sinta bukan dirinya.
"DOR!"
"Kenaoa malah diam saja sih, Faisal? cerita dong, apa saja gitu? masa iya setiap kita duduk berdua seperti ini, kamu tak pernah berkata apapun?" tegur Rindu.
"Aku bingung, apa yang akan aku ceritakan. Makanya aku diam. Kamu saja yang bercerita, biar aku menjadi pendengar setia," ucap Faisal.
"Hem, nggak bisa begitu dong. Masa setiap kita berdua, aku yang aktif bercerita sedangkan kamu diam saja? tadi aku lihat, kamu bisa berkata dengan Sinta? memangnya tadi kamu mengatakan apa padanya? aku sempat sih melihat dari jauh."
Faisal mendadak pias dan panik, tetapi dia mencoba menutupi rasa paniknya," aku hanya menanyakanmu. Kamu pergi kemana, kenapa nggak pulang-pulang."
"Oh so sweet, tahu nggak Faisal?"
"Tahu apa, Rindu?" tanya Faisal.
"Jika aku sangat mencintaimu sejak kita pertama kali bertemu. Apakah kamu merasakan hal yang sama, seperti yang aku rasakan padamu, Faisal?"
Faisal tak bisa berkata, dia hanya diam karena dia tak cinta sama sekali pada, Rindu.
Rindu mengulang pernyataannya lagi pada Faisal," kenapa hanya diam saja? kenapa tak jawab pertanyaanku? Faisal, apakah kamu cinta padaku?"
Faisal semakin bingung di buatnya, karena Rindu terus saja mojokkan dirinya dengan pertanyaan tersebut," aduh bagaimana ini, apakah aku harus berbohong dengan mengatakan aku juga mencintainya? sepertinya itu tidaklah mungkin. Sama saja membohongi diri sendiri dan juga membohongi Rindu.
Belum juga Faisal menjawab pertanyaan dari Rindu, tiba-tiba Sinta berlari ke arah mereka. Dia pun menangis, membuat Rindu dan Faisal menjadi heran.
"Ada apa Sinta, kenapa kamu datang-datang menangis seperti itu?" tanya Rindu heran.
"Nyonya dan Tuan."
"Apa yang terjadi pada orang tuaku?" Rindu langsung menghampiri Sinta dengan menggoyangkan bahunya.
"Nyonya dan Tuan, mereka mengalami kecelakaan...
"Kecelakaan, yang benar kalau ngomong kamu Sinta?" Rindu masih saja belum percaya dengan yang di katakan oleh Sinta.
"Sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang, Rindu."
Saat itu juga, Rindu dan Sinta ke rumah sakit bersama Faisal. Pada saat sampai di rumah sakit, mereka lekas ke ruangan dimana ada orang tua, Rindu.
"Rindu-Faisal, kemarilah. Ada yang ingin Papah katakan pada kalian berdua," pinta papah Rindu lirih.
Rindu dan Faisal mendekat," om, sebaiknya istirahat saja dulu supaya lekas sembuh."
"Iya Pah, sebaiknya jangan banyak berkata dulu, utamakan kesehatan dulu," saran Rindu.
Tetapi Papahnya Rindu tidak memperdulikan saran dari Faisal dan juga Rindu. Dia tetap saja berkata, karena dia merasa hidupnya sudah tidak lama lagi.
"Rindu, jika papah telah pergi. Tolong jaga mamahmu dengan sebaik-baiknya ya."
"Faisal, Om minta padamu cintailah anakmu ini. Dan om berharap kamu mengabulkan permintaan terakhir om, untuk menikah dengan Rindu."
"Om, juga titip tante ya? karena om sudah tidak kuat lagi."
Perlahan-lahan Papahnya Rindu tiba-tiba kejang-kejang. Rindu pun langsung panik, ia memencet tombol yang ada di atas brankar di mana saat ini Papahnya berbaring. Datanglah seorang dokter dan perawat untuk segera memeriksa kondisi Papah Rindu.
Sekuat apapun dokter melakukan tindakan terhadap papahnya Rindu, tetapi jika Yang Kuasa telah berkehendak, tidak akan ada yang bisa melawan sebuah takdir. Saat itu juga, papahnya Rindu meninggal dunia.
Suara tangis tak dapat lagi bisa di tahan. Saat ini Mamahnya masih belum sadarkan diri. Hingga dia belum tahu jika suaminya telah meninggal dunia.
"Pah, bangun dong. Aku harus beralasan apa pada mamah? jika kelak Mamah sudah siuman?"
Rindu terus saja menangis, bahkan Sinta juga ikut menangis karena ia juga ikut merasakan kehilangan.
Sementara di dalam hati Faisal semakin merasa resah dan gelisah dengan pesan terakhir dari papahnya Rindu," bagaimana ini, aku juga tidak akan mungkin bisa mengingkari amanah dari almarhum papahnya Rindu, tetapi di dalam hatiku sama sekali tidak ada rasa cinta kepada Rindu. Aku dan Sinta sama-sama saling mencintai. Aku tidak tega jika harus menyakiti Sinta tetapi aku juga tidak tega bila menyakiti Rindu, ya Allah rumit sekali hidupku?"
******
Satu Minggu kemudian...
Kondisi mamahnya Rindu sudah membaik. Ia pun saat ini sedang bercengkrama dengan Rindu dan juga Faisal.
"Nak Faisal, Tante sudah tahu semuanya dari Rindu. Lantas kira-kira kapan kamu akan menikahi Rindu?"
Satu pertanyaan yang sangat membuat Faisal tidak bisa berkata sama sekali," Ya Allah bagaimana ini?"
"Mah, papah saja baru meninggal satu minggu yang lalu, kenapa kita sudah membicarakan tentang pernikahanku? lagi pula kami masih harus beradaptasi dulu dan juga harus menyelesaikan kuliah dulu, mah. Aku belum ingin menikah, belum siap."
Perkataan yang dilontarkan oleh Rindu, membuat Faisal menjadi sedikit lega. Serasa kegundahan hatinya telah diwakilkan oleh Rindu," Alhamdulillah, untuk saat ini aku sedikit bisa bernapas lega. Tetapi entah untuk kedepannya nanti, apakah aku akan berkata jujur tentang perasaanku terhadap, Sinta? ataukah aku akan pasrah dengan menikahi Rindu, tanpa adanya rasa cinta sedikitpun?"
"Iya Tante, apa yang barusan dikatakan oleh Rindu, ada benarnya. Lagi pula saat ini aku belum bekerja, bagaimana aku akan bisa menafkahi, Rindu?"
Mendengar penuturan yang dikatakan oleh Faisal, membuat mamahnya Rindu tersenyum," sebenarnya untuk pekerjaan, kamu tidak usah bingung apalagi khawatir. Kamu bisa bekerja di perusahaan almarhum Papahnya Rindu."
Esok harinya di saat Rindu dan Mamahnya tidak ada di rumah, Faisal datang dengan maksud ingin bertemu dengan, Sinta.
"Sinta, apakah sebaiknya kita mengatakan sejujurnya saja pada Rindu dan mamahnya?"
"Kita, maksudnya bagaimana?" Sinta bingung.
"Ya kita menghadap Rindu dan Mamahnya, mengatakan bahwa kita saling mencintai. Supaya aku tidak terus dipojokan untuk segera menikahi Rindu."
Tetapi saran dari Faisal, sama sekali tidak disetujui oleh, Sinta.
"Apa kamu ingin mengingkari janjimu terhadap almarhum Papahnya Rindu?" ucap Sinta.
"Aku sama sekali tidak pernah berjanji pada Papahnya Rindu. Pada saat ia mengatakan pesan terakhirnya, aku hanya diam saja tidak mengiyakan bukan?" protes Faisal.
"Faisal, sebaiknya kamu berusaha melupakanku. Begitupun aku, akan berusaha move on darimu, karena kita sama-sama tahu tidak akan berjodoh."
"Aku tidak ingin menyakiti hati Rindu dan mamahnya, karena mereka sudah begitu baik kepadaku dan ibuku."
"Sebaiknya mulai sekarang kamu belajar untuk melupakanku dan janganlah kamu mendekatiku lagi. Sebisa mungkin menjauhlah dariku, dan aku juga akan melakukan hal yang sama terhadapmu."
Namun Faisal, tidak setuju dengan saran yang diberikan oleh Sinta. Karena ia telah benar-benar mencintai dan menyayanginya," aku tidak mau melakukan semua itu. Aku rela dibenci oleh Rindu dan mamahnya, daripada aku harus kehilanganmu."
"Aku ingin tanya padamu, apakah kamu benar-benar mencintaiku?" tanya Sinta
"Aku sangat mencintaimu, Sinta."
"Jika kamu benar-benar cinta padaku, apakah kamu ingin mengabulkan permintaanku? apakah kamu sanggup berkorban untukku?" serentetan pertanyaan keluar dari mulut Sinta.
Dengan sangat antusiasnya, Faisal menjawab semua serentetan pertanyaan dari Sinta. Bahwa ia akan melakukan apapun demi membuktikan rasa cintanya terhadap, Sinta.
"Baiklah, jika kamu benar-benar ingin melakukan apapun untukku? aku minta padamu, menikahlah dengan Rindu."
Faisal terperangah," permintaan macam apa ini? aku sama sekali tidak menduga jika permintaan yang kamu inginkan seperti ini. mintalah sesuatu yang lain jangan satu hal ini."
Namun Sinta hanya tersenyum," tidak ada hal yang lain, selain itu."
Faisal kesal, hingga ia pun berlalu pergi begitu saja dari hadapan Sinta. Tanpa memperdulikan lagi dirinya. Akan tetapi tiba-tiba, Rindu ada di hadapannya.
"Sayang kamu mau kemana? apakah sudah menunggu lama, maaf ya aku perginya terlalu lama. Yuk, duduk lagi."
Tanya ada rasa malu, Rindu bergelayut manja di lengan Faisal. Hal ini membuat Sinta terbakar cemburu, ia pun melangkah pergi.
Di saat waktu luang, kembali lagi Faisal menghampiri Sinta.
"Sinta, aku bersedia menikah dengan Rindu. Tetapi jika kamu juga menikah dengan pria lain. Aku ingin pernikahan kita serentak."
Perkataan Faisal membuat Sinta kesal," itu nggak mungkin! mana mungkin aku tiba-tiba menjalin hubungan dengan pria yang tak aku cinta, yang benar saja kalau bicara!"
"Aku juga tidak bisa menikah dengan wanita yang tidak aku cinta, kamu juga asal dalam berucap," Faisal kesal.
Tolong jangan seperti ini, Faisal. Bukankah kamu sudah berjanji padaku jika kamu akan move on dariku dan membuka hatimu untuk, Rindu? kenapa sekarang kamu ingkari janjimu sendiri?"
Faisal diam saja, dia bingung dengan semua ini. Di satu sisi, dia juga tidak ingin mengingkari amanah dari almarhum Papahnya Rindu. Di sisi lain, dia juda tak ingin menyakiti, Sinta.
"Ya Allah, aku harus bagaimana? dan apa yang harus aku lakukan, supaya aku tidak menyakiti semua pihak?" batin Faisal benar-benar dilema.
Dia pun berlalu pergi begitu saja dari hadapan Sinta. Tak sengaja ibunya Sinta mendengar pembicaraan tersebut.
"Sinta, sejak kapan kamu saling cinta dengan Faisal?"
Sinta terhenyak kaget pada saat mendapatkan teguran dari ibunya," Astaghfirullah aladzim, ibu. Bikin kaget aku saja."
"Bu, aku dan Faisal sudah saling mencintai dari awal kami kenal. Hanya saja, Rindu salah paham mengira Faisal cinta padanya. Dan situasi semakin rumit pada saat Almarhum Papahnya meninggal."
Ibunya menghela napas panjang," Sinta, kamu nggak boleh menyakiti hati, Non Rindu. Ingatlah kebaikan akan orang tuanya pada kita berdua. Apa salahnya jika kamu berkorban sedikit untuk, Non Rindu?"
Sinta pun menjelaskan pada ibunya jika dia sudah meminta pada Faisal, untuk tidak mendekatinya lagi. Tetapi sampai detik ini Faisal masih saja keras kepala.
"Aku juga bingung, Bu? bagaimana ya caranya supaya Faisal bisa melupakanku?" tanya Sinta.
"Apakah sebaiknya kita pindah kampung saja? supaya Faisal tidak lagi mendekatimu. Karena ibu khawatir, jika suatu saat Non Rindu atau Nyonya Besar mengetahui akan hal ini," ucap Ibunya.
Hingga pada akhirnya, ibu dan anak ini sepakat untuk pulang kampung saja.
"Bu, tetapi bagaimana cara berpamitannya?"
"Nah, ini yang sedang ibu pikirkan. Ibu juga bingung tentang hal ini. Bagaimana cara penyampaiannya dan beralasan apa?"
Sejenak Sinta tersenyum," Bu, kita ngomong saja jika ada hajatan di kampung dan kita diminta datang. Tetapi nanti kita nggak usah ke kampung tetapi pindah ke kota lain, cari kontrakan dan cari kerja," saran Sinta.
Sejenak ibunya terdiam, ia merasa tak tak tega jika Sinta harus putus kuliah," lantas bagaimana dengan kuliahmu?"
"Bu, nggak apa-apa jika aku terpaksa berhenti kuliah. Dari pada aku tetap di sini, tetapi lama-lama, Nyonya Besar dan Rindu tahu segalanya. Nanti yang ada salah paham, dan mengira aku yang menggoda, Faisal."
Hingga pada akhirnya, ibu dan anak ini lekas berpamitan pada Rindu dan Mamahnya.
"Nyonya Besar, kami minta izin untuk beberapa hari ke kampung karena ada hajatan dari saudara,' ucap ibunya Sinta.
"Kok mendadak sekali? biasanya jika bibi ada acara selalu mengatakan jauh-jauh hari. Ya sudah nggak apa-apa, nanti pak sopir suruh antar kalian ya?" ucap Mamahnya Rindu.
"Nggak usah, Nyoya Besar. Selama ini kami sudah begitu banyak merepotkan. Biarkan kami naik transportasi umum saja," ucap Sinta.
"Apakah kamu nggak berpamitan dulu dengan, Rindu? pasti dia akan kehilangan jika kamu pergi tidak pamitan dulu kepadanya."
Sinta tersenyum," nanti saya pamitan lewat ponsel saja, Nyonya Besar."
Dengan sangat terpaksa, Mamahnya Rindu melepas kepergian Sinta dan ibunya. Tanpa lupa memberi uang untuk transportasi.
Mamahnya Rindu, sama sekali tidak melihat bahwa Sinta dan ibunya membawa semua pakaiannya. Karena setelah ibu dan anak ini berpamitan kepadanya, ia lekas masuk ke dalam kamarnya.
"Sinta, rencana kita akan pindah ke kota mana? karena itu juga tidak tahu tujuan kita akan ke mana?" tanyanya pada saat sedang menunggu transportasi umum.
Ibu dan anak ini pergi tanpa tujuan yang pasti, tanpa tujuan yang jelas karena mereka pergi mendadak dan tanpa ada perencanaan terlebih dahulu.
Hingga akhirnya Sinta memutuskan untuk pergi ke sebuah kota yang padat penduduknya dan kota yang ramai. Di mana ia telah mempunyai rencana untuk membuka sebuah usaha bersama ibunya.
********
Sore menjelang, Rindu celingukan mencari keberadaan Sinta.
"Aneh sekali, kenapa aku tidak menemukan Sinta dan ibunya. Kenapa juga tadi Sinta tidak berangkat kuliah?"
Untuk mengusir rasa penasaran dan kegelisahannya tentang, Sinta. Rindu pun menanyakan hal tersebut kepada Mamahnya," mah, apa tahu di mana keberadaan Sinta saat ini?'
"Tadi pagi Sinta dan ibunya berpamitan pulang ke kampung untuk beberapa hari, karena ada hajatan saudara. Katanya Sinta akan memberitahumu sendiri lewat ponsel. Memangnya sampai sore ini dia tidak menelpon atau mengirim chat pesan padamu?"
"Nggak, Mah. Makanya aku tanya sama mamah. Padahal aku ada tugas dari kampus yang aku tidak bisa mengerjakannya hanya Sinta yang mampu," ucapnya sedih.
"Tinggal kamu hubungi lewat ponsel kan bisa, kenapa harus bingung seperti itu."
Rindu mencoba menghubungi Sinta melalui panggilan telepon, tetapi tak kunjung tersambung. Hingga ia memutuskan untuk mengirimkan chat pesan kepada nomor ponsel Sinta tetapi juga tak aktif.
Satu jam...
Dua jam....
Tidak ada kabar dari, Sinta sama sekali. Membuat Rindu semakin gelisah. Bahkan hingga pagi menjelang, tidak ada kabar dari Sinta juga.
"Aneh, kenapa nomor ponsel Sinta masih tidak aktif juga ya? tidak seperti biasanya Sinta bersikap seperti ini? walaupun dia pergi ke kampung, biasanya nomor ponsel juga aktif. Ada apa sebenarnya ya? kok aku jadi curiga pada, Sinta ya?" batinnya heran.
Akhirnya Rindu menghubungi Faisal, dia menceritakan tentang perginya Sinta lewat chat pesan.
[Sayang, apakah Sinta menghubungi dirimu? karena dia pergi tadi pagi bersama dengan ibunya. Tetapi tidak pamit sama sekali padaku. Bahkan nomor ponsel tidak bisa aku hubungi.]
Drt drt drt drt drt
Ponsel Faisal bergetar tanda ada satu chat pesan masuk. Ia lekas membacanya dan ia sempat kaget.
"Astagaa..Sinta pergi? lantas bagaimana aku bisa menghubungi dirinya jika seperti ini? apakah aku berkata jujur saja pada, Rindu ya?"
"Supaya Rindu tahu jika aku tidak pernah cinta padanya tetapi aku cinta pada Sinta. Supaya Sinta tidak terlalu berkorban untuk Rindu karena aku pun sebenarnya ingin hidup bersama dengan Sinta."
"Aku yakin sekali jika Sinta pergi karena untuk menjauhiku. Kasihan sekali dia, mengorbankan perasaannya demi, Rindu."
Faisal hanya membaca chat pesan dari Rindu tanpa membalasnya. Dia malah asik melamun sendiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!