Damian Toma adalah pewaris tunggal dari keluarga Toma yang kaya raya. Karena hidup dengan kekayaan sejak kecil, tak ada lagi yang di inginkan-nya selain kasih sayang dari orang tua-nya yang selalu sibuk bekerja dan berpergian.
Hingga kemudian terjadi sebuah kecelakaan yang merenggut nyawa ibunya dan keputusan ayahnya untuk menikah lagi, membuat hatinya semakin mati. Dia memilih hidup sendiri di sebuah Villa di pegunungan yang jauh dari keramaian kota, dan menjadi seorang guru.
Dia yang semakin menutup diri tiba-tiba mengetahui bahwa ayahnya telah “membeli” seorang pengantin untuk merawatnya. Gadis pengantin tersebut bernama Elia, yang merupakan siswinya di sekolah. Elia muncul di depan pintunya dan menyatakan bahwa dia dikirim oleh ayah Damian untuk menjadi pengantinnya.
Elia yang terpaksa menerima takdirnya sebagai seorang istri yang tak diinginkan oleh Damian, demi membantu orangtuanya yang memiliki hutang dengan keluarga Toma.
menjadi seorang pengantin 18 tahun untuk gurunya sendiri, apakah Elia mampu mencairkan jiwa gunung es suaminya?
...****************...
Ini adalah seuntai kisah sebuah hubungan rahasia yang terpaksa. Saat Musim semi ke sepuluh datang, cinta itu mekar.
“Kamu siapa?”
“Namaku adalah Elia, aku datang kesini untuk menjadi pengantinmu.”
Meski ke ujung dunia, asalkan kita bersama, semua pasti akan baik-baik saja.
“Kamu adalah siswi ku di sekolah.”
Seorang gadis seperti bunga yang mekar di musim semi, begitu polos dan bermartabat. Dia bermekaran di taman yang tenang. Sekuntum cinta dan asmara yang terlalu malu untuk diucapkan hingga tidak berani untuk memimpikan berciuman. Meski begitu, ia mencari kebahagiaan di antara bintang-bintang, untuk memekarkan hati pengantin pria nya hari ini.
“Dia ingin mencintaiku?”
Seorang pria kaya yang terluka, menutup dirinya dari dunia luar. Dia kehilangan gairah hidup, dan menjadi sosok pria tanpa perasaan Hingga wanita muda di beli untuk merawatnya. Lalu hubungan Siswi dan Guru sejak hari itu terikat suci dalam hubungan rahasia suami dan istri.
“Aku adalah Gurumu.”
Dia berusaha menjalankan tugasnya sebagai tulang rusuk, dia merawat, menjaga, dan menemani si hati beku dengan tabah. Berawal dari baktinya pada orang tua yang berhutang pada keluarga Toma yang kaya raya, dia dengan sukarela menyerahkan masa depan dan impiannya di sekolah sebagai wanita pembangkit kehidupan keluarga. Hingga cinta itu tumbuh dalam hatinya, pada Guru tampan dewasa yang jiwanya telah mati.
“Permisi, pak! Aku akan menggosok punggungmu!”
“Biar aku cuci ya?”
“Aku sudah melipat dan menggosoknya, pak.”
Tetapi, semua kebaikan dan perhatian itu tak pernah cukup memunculkan api asmara di hati beku suaminya.
“Apa yang kau lakukan?”
“Tolong izinkan aku menjalankan kewajibanku sebagai istri, mohon terimalah kehadiranku.”
Menikah, mereka menikah dalam hubungan luarnya sebagai seorang guru dan seorang murid. Guru pesimis yang membenci dunia, berpikir positif dan tidak memperdulikan orang lain, tidak memiliki cinta karena dari kecil ia tak pernah mengenalnya, dan Murid miskin yang ceria, yang hangat seperti sinar matahari di musim panas, seperti bunga mekar di musim semi dan berhati putih bersih bak kristal es di musim salju.
menjadi istri yang tak diinginkan oleh suaminya adalah takdir mengenaskan yang harus ia pilih. dia mencoba menerima takdirnya, Mencoba memulai hidup baru bersama sang guru. Menjadi lentera hangat dan memberikan kasih sayang yang tak pernah didapatkannya.
Kisah cinta Guru dan Murid, yang di mulai dengan cara dan waktu tak terduga. Dia dan gadis itu mulai hidup bersama. Ada cinta di satu sisi tapi tidak di sisi lainnya. Akankah hati mereka dapat bersatu? Dengan rentan usia yang berbeda jauh, status sosial yang tinggi. Dapatkah hati beku yang putus asa itu luluh?
Takdir dari hutang piutang dan perhatian orang tua, antara cinta dan mencintai. Sakit dan menyakiti. Hanya sebagai Istri dalam status, atau pasangan yang saling melengkapi dan mengobati?
Kisah gadis pengantin 18 tahun...
“Jangan Khawatir, aku akan selalu berada di sisimu.”
...****************...
...📌 Visual...
1. Damian
2. Elia
Pesimis, Tak ada tujuan hidup lagi, Hatiku yang kosong. Inilah aku, Damian Toma. Seorang pria kesepian tanpa mengenal kasih sayang. Cemas dengan kehidupan dunia, putus asa dengan hidup, hilang harapan akan masa depan. Semua itu, tercermin dalam hidupku.
Aku terlahir dari keluarga orang kaya dan di besarkan tanpa kasih sayang dari keluargaku, kami hidup masing-masing dan sibuk dengan kehidupan sendiri-sendiri. Lalu kejadian kelam itu terjadi saat ibu mengalami kecelakaan di luar kota. Aku memang benci kesendirian tetapi aku mencintai dan berharap di cintai pula oleh mereka. Namun, aku semakin berputus asa dan mati ketika...
“Ini Rinna, calon istri baru ayah dan calon ibu tiri kamu.”
Aku kehilangan semuanya, dari ibu, kebersamaan yang aku impikan, dan Ayah yang ingin menikah lagi dengan perempuan lain.
“Aku tidak perduli. Senang-senanglah dengan wanita yang kamu beli.”
“Damian..!”
“Kalau kamu tidak bisa menerima dan menghargai Rinna di sini, artinya kau sudah tidak ingin lagi menjadi bagian keluarga Toma. Enyahlah dari hadapanku.”
Kecewa tapi aku tidak terkejut, aku memang tak pernah akrab dengan siapapun di keluarga ku sendiri. Aku sudah kehilangan mereka sejak lahir.
“Baik.”
Aku pergi dan tinggal di sebuah Villa milik nenek di pegunungan Nikho, dan menjadi seorang guru di sekolah menengah atas di sana. Untuk hidup sendiri saja sudah susah, apa aku juga akan mati dalam kesepian?
semalaman aku hanya bisa melamun menatap plafon kamar. Oh, benar. Sama seperti saat aku lahir. Kasur ini mungkin akan jadi tempat ku selamanya berbaring dan peti saat aku mati nanti.
Di langit malam hari tanpa bulan, ada cahaya yang berkilauan. Ah, bayangan bintang itu mungkin adalah wujud sebuah harapan. Hidupku sudah berakhir bersama ibu, dua tahun yang lalu. Aku masih bisa membuka diri meski hidup tanpa perhatian, asalkan mereka lengkap dan aku bisa selalu melihat mereka dari kejauhan. Tetapi untuk menerima orang baru? Hatiku sulit. Aku yang semakin menutup diri memutuskan untuk enyah, saat perempuan lain akan masuk sebagai pengganti ibu.
Cahaya yang menerangi masa depanku, Tidak bisa aku lihat. Tidak bisa... sedikitpun.
Mungkin lebih baik aku tidur selamanya saja seperti ini, tidak usah bangun lagi. Tetapi tiba-tiba bintang baru muncul, sinarnya kelap-kelip menerangi langit.
“Permisi!”
“Selamat malam!”
Siapa yang datang malam-malam begini, di musim dingin bersalju ini? aku bangun dan berjalan dengan malas, persis seperti orang yang hidup tanpa gairah.
“Kamu Siapa?”
Aku menatapnya datar, sedikit membuatnya tertekan. ketika aku menggeser pintu, Seorang gadis yang tersenyum terlihat begitu anggun. semuanya dari ujung rambut sampai ke ujung jari. Dia menggigil karna hanya menggunakan mantel tipis tanpa sarung tangan.
“Halo, Tuan Toma. Namaku adalah Elia.”
Lalu dia mengangkat kepalanya pelan-pelan, hingga aku mampu melihat jelas wajahnya.
“Aku datang ke sini untuk menjadi pengantinmu.”
Aku sedikit terkejut, saat dia berkata sambil tersenyum. aku mampu menangkap binar matanya yang ceria. Seperti sekuntum bunga yang bermekaran di musim semi.
“Eh? Hah? Anda.....Pak Damian?”
Tiba-tiba mata yang berbinar itu menatapku nanar, dia mengetahui nama depanku. Hingga ku sadari sesuatu saat mantelnya sedikit terbuka. Dia masih mengenakan seragam sekolah. Seragam tempat aku mengajar.
“Lalu, kamu adalah siswi ku di sekolah?”
Dia menjadi kikuk, dia kebingungan setelah menyadari siapa yang dia sebut pengantinnya. Ujung jarinya memerah. Mungkinkah sekuntum bunga ini begitu nekad mendatangi pria.
“Aku adalah Gurumu.”
...****************...
Mampir juga ke adiknya a' dami yuk
Aku datang ke sini untuk menjadi pengantinmu.
Oh iya, aku baru ingat hari itu ayah pernah mengatakan sesuatu.
Di keluarga Toma, hanya tinggal kita berdua. Kamu putra ayah satu-satunya dan kamu ingin pergi dari sini. Tidak ada pilihan lain. aku akan membeli seorang pengantin untukmu.
Pasti karena itu, anak ini dijual karena orangtuanya berhutang pada ayah. Aku memandang dia, begitu pula dia. Kedua mata kami saling bertemu, Aku bisa memahami bahwa dia ketakutan saat masuk ke rumah ini.
“Nanti masuk angin.”
Dia memejam saat aku memakaikan jaket ke tubuhnya, senyum hangat dan ceria yang tadi di tunjukkannya di depan rumah hanyalah kepalsuan. Aku yang sudah enggan hidup begini malah di kasih pengantin seorang siswi.
“Maaf, pak...Damian!”
Dia memanggilku, ku dengar dia mempercepat langkah kakinya. Tapi aku sungkan, aku sungguh hanya ingin mati kesepian, aku tak perduli pada siapapun juga. Dan lagi, aku ini adalah seorang guru 28 tahun, apakah masih etis menikah dengan seorang siswi belasan tahun?
“Pakai saja kamar ini sesuka mu!” kataku
menunjukkan kamar di pojok ruangan. Senyumnya kembali terukir meski mungkin masih ada banyak pertanyaan di benaknya.
Aku selalu melamun, membaca buku sepanjang malam. Lalu paginya aku akan berangkat bekerja. Hari ini juga aku tidak bisa tidur dan sudah keburu pagi. Aku hanya meratapi diri di atas kasur. Sambil mendengar kicauan burung dengan Khidmat. Aku hampir melupakan satu hal, siswi ku yang sekarang sudah menjadi istri.
“Apa yang kamu lakukan?!” kataku.
Lantai sudah bersih mengkilat, saat aku keluar kamar. Dan dia? Dia bolak balik dari ujung ke ujung menggeser kain lap, berlarian dengan semangat.
“Selamat pagi, pak Damian. Ini pagi yang cerah. Coba lihat, salju yang turun semalam sudah mulai mencair.”
Untuk pertama kalinya, aku melihat luar dengan cermat. Suasana pagi yang hanya ku nikmati dari balik dinding kamar. Lalu perhatian ku kembali pada gadis yang berlutut di bawah kakiku ini.
“Mau cuci muka dulu, pak? Aku sudah siapkan air hangat. Biar aku bantu, ya!”
“Aku bisa sendiri.”
“Aku ingin berguna untuk pak Damian, jadi biarkan aku merawat mu ya, pak?”
Di katakan merawat pun, ini semua hanya akan sia-sia saja. aku mengambil air di wastafel dan membasuh wajah pelan-pelan. Tiba-tiba dia mengambil tindakan begitu saja, mengelap wajahku dengan kain sembarangan.
“Tidak usah di lap!” kataku sedikit membentak.
“Pak Damian..”
Bukannya takut, atau berkecil hati. Dia malah memegang kedua pipiku lembut, mendekatkan wajahnya di wajahku.
“Kantung matanya tebal sekali, apa semalaman pak Damian tidak bisa tidur?”
Aku yang tak suka disentuh lantas menepis tangannya kasar. “Bukan apa-apa ini semua tak ada hubungannya dengan dirimu!” aku pergi meninggalkan dia di dapur. Di muka pintu ku yakinkan dia sekali lagi. “Tidak usah pedulikan aku, aku tidak membutuhkannya.”
Bam
Aku membanting pintu keras, lalu dari dalam dia kembali berkata dengan suara lirih.
“Aku sudah menyiapkan sarapan untuk pagi ini, pak.”
“Aku tidak nafsu makan.” jawabku malas.
Tetapi, setelah itu...
ku pikir dia akan menyerah dan semakin kecil hati untuk menghadapi aku suaminya. Ternyata itu semua salah, dia adalah sosok gadis ceria yang tidak mudah patah semangat. Di hari-hari selanjutnya dia semakin gencar memberikan aku perhatian. Terkadang aku sampai muak, karena hariku yang biasanya tenang dan datar di usik oleh kehadirannya yang seperti genderang tersesat yang mencari irama keras dalam diriku.
“Permisi, pak Damian! Aku bereskan kamarnya, ya.”
Dia, sangat sabar. Sampai aku merasa mengalami gelisah berkepanjangan karena kehadirannya memberikan hal awam yang tak pernah aku dapatkan sebelumnya, dia melipat selimut yang aku pakai, membersihkan tiap sudut kamar dan merapikan seprai kasur.
Bukan itu saja, setiap pagi dia pergi ke pasar dan pulang membawa sayuran yang banyak.
“Aku baru pulang belanja dari desa.”
Tenaganya sangat kuat, untuk ukuran siswi SMA pada umumnya. Dia membersihkan rumah, belanja, memasak, bahkan sempat memperhatikan pakaian yang aku kenakan. Sialnya, dia terlalu berisik sampai hatiku ini risih karena kehadirannya. Aku sudah mati, jiwaku sudah beku. Semua yang dilakukannya hanya akan membuatku semakin resah.
“Silahkan dimakan.” Katanya menyodorkan sepiring nasi dan ikan bakar untuk sarapan. Dia selalu tersenyum, seperti sakura saat gugur.
“Kebanyakan.”
“Hah? Benarkah? Biar aku kurangi sebentar ya pak.”
Langit terasa begitu teduh dengan awan putih menggantung. Sementara matahari sudah naik semakin tinggi. Aku masih tak percaya memiliki pengantin belia sepertinya. Benar, dia adalah siswi ku, sebuah hubungan yang jelas sangat sulit untuk di jalani. Ku perhatikan sosoknya, yang sekarang sedang menuang nasiku yang berlebihan. Mengapa dia selalu tersenyum? Dia berusaha memberikan warna di kehidupanku yang kelabu. Tetapi sayangnya, aku tak akan pernah merasai cinta.
“Aku sudah menggosok pakaian pak Damian.”
“Lain kali tidak usah, itu tidak perlu.”
“Siswi di sekolah sering membicarakan bapak, tampan tapi sayang sangat cuek.”
“Terserah, aku tidak peduli.”
Setelah selesai sarapan, aku pergi meninggalkannya dan segera mandi. aku sudah seperti orang gila karena bicara sendirian. Sejak anak itu datang, hidupku jadi berantakan. Ku pikir dia akan bosan kalau terus ku diamkan. Aku benar-benar tidak nyaman, aku jadi tidak memiliki waktu menenangkan diri seperti biasanya.
Bak
“Sial! Tidak sampai.” Kataku menggerutu saat kain lap yang ku pakai untuk menggosok punggung tidak sampai ke tulang belikat belakang.
Lalu tiba-tiba...
“Aku masuk!”
Dia mendobrak pintu kamar mandi begitu saja, dan masuk tanpa aba-aba.
“Hei, apa yang kamu lakukan.”
“Biar aku bantu ya pak? Izinkan aku menggosok punggungmu.”
“Tidak usah! Pergi sana.”
“Pasti sulit kan menggosok sendiri? Sini biar aku bantu.”
“Pergi kamu! Aku tidak butuh siapapun.!”
Sorot matanya sedih saat aku membentaknya, tapi itu wajar saja karena yang di lakukannya sudah keterlaluan. Apa yang sebenarnya ada dalam pikirannya? Aku menyiramkan air, membuat tubuhnya sedikit basah, “Pergi!” pekik ku sekali lagi. Lantas membuat dia terperanjat, dan pergi keluar.
Bodoh. Apa yang dia pikirkan? masuk ke kamar mandi saat ada seorang lawan jenis yang sedang telanjang. Yah, memang kalau dilihat dari tingkah lakunya. Mungkin dia mantan putri pelayan. Gadis polos yang belum tahu dunia luar. Tetapi dia begitu berkilauan seperti matahari pertama setelah musim dingin.
“Dia pasti tidak memiliki masalah hidup.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!