Di sebuah club malam, pria yang bernama Surya Haditama sedang mabuk berat.
"Sur, kamu ikut gue aja. kamu nggak bisa bawah mobil sekarang," ujar salah seorang teman Surya bernama Aldrik.
"Nggak. Gue bisa, kok," jawab Surya dengan gaya khas orang mabuk.
"Sur, jangan! Lebih baik, ikut gue." ucap Aldrik lagi.
"Nggak-nggak. Gue bisa! Oke, gue pergi," ucap Surya lalu meninggalkan kedua temannya di depan club itu.
"Udahlah. Lo, tau Surya, kan. Dia, nggak bisa dibantah," ucap Hendra dengan menepuk pelan pundak Aldrik.
"Ya," jawab Aldrik lirih, menatap kepergian Surya dengan tangan yang diletakkan di kantongnya.
Surya pergi meninggalkan club dengan keadaan mabuk. Dia melewati jalan tol dengan kecepatan tinggi, hingga Surya hilang keseimbangan dan mobil itu menabrak pembatas jalan.
Braakk
Mobil yang kendarai Surya terguling hingga beberapa kali. Kepalanya pening seperti berputar-putar, matanya berkedip beberapa kali hingga akhirnya tertutup rapat.
*
*
Sinar matahari menyinari ruangan rumah sakit yang ditempati Surya saat ini.
Matanya perlahan-lahan terbuka. Putih, bersih yang ditatapnya. Surya mengedarkan pandangan ke seisi ruangan yang di tempati saat ini, kepalanya pusing, terasa nyeri pula di kedua pahanya.
"Aaakkh!" pekik Surya saat rasa nyeri itu semakin terasa saat melakukan gerakan.
"Surya! Kamu sudah bangun?" tanya seorang wanita paruh baya yang mendekatinya.
"Ma," panggil Surya lirih.
"Kamu jangan bangyak gerak dulu. Mama panggil dokter, ya," ucap Marlin Haditama, ibunya Surya.
"Aku kenapa, Ma?" tanya Surya.
"Tenang, Sayang. Kamu habis kecelakaan semalam," jawab Marlin.
"Kecelakaan? Aku tidak tau, Ma," ujar Surya.
"Sudahlah. Mama akan panggil dokter untuk melihat keadaanmu," ujar Marlin
Marlin menekan bel yang ada di ruangan itu, dan tak lama kemudian dokter pun datang.
"Slamat siang, Nyonya," sapa Dokter pria yang masuk keruangan itu.
"Siang, Dok. Surya sudah bangun, apa bisa di periksa sekarang?" tanya Marlin.
"Tentu, saja," jawab dokter itu kemudian berlalu menuju tempat Surya.
"Permisi, ya. Saya akan memeriksa Anda sebentar." ujar dokter itu seraya mengeluarkan stetoskop dari dalam jasnya beserta peralatan lain yang akan dia gunakan.
"Bagaimana, dok?" tanya Marlin.
"Keadaannya sudah membaik, tapi... Kondisi kakinya, tulang pahanya patah akibat terjepit dan itu membutuhkan waktu untuk pemulihannya. Dia harus di operasi dan setelahnya dia harus memakai kursi roda, untuk waktu lumayan lama." jelas dokter.
"Kapan harus dilakukan operasinya, Dok?" tanya Marlin tegang.
"Mungkin seminggu lagi, kondisi fisiknya harus membaik lebih dahulu baru bisa di operasi." jawab dokter itu lagi.
"Baiklah, Dok. Lakukan yang terbaik, masalah biaya jangan di pikirkan. Kami akan membayar semuanya dan berikan perawatan terbaik untuk putraku." ujar Marlin.
"Ma, apa yang terjadi, Ma?" tanya Surya dengan suara lemah setelah mendengar percakapan Marlin dan dokter yang menanganinya.
"Kamu jangan khawatir, Nak. Kamu kecelakaan, dan harus di operasi, tulang pahamu patah. Kamu harus kuat, semuanya pasti berjalan lancar." jawab Marlin.
Rasa-rasanya Marlin ingin menangis. Hati seorang ibu sangat lemah saat melihat anaknya dalam musibah dan masalah, namun saat ini dia harus kuat menahan segala perih di hatinya, dia tidak mau Surya oatah semangat kerena musibah yang di dapatnya saat ini. Dia harus menguatkan Surya dan meyakinkannya agar bisa melewati cobaan hidupnya.
Surya menatap langit-langit kamar di rumah sakit itu, mencoba mengingat kejadian yang terjadi padanya, namun yang diingatnya hanya waktu saat dia berada di club itu.
"Aakh!" pekik Surya lagi saat perih itu terasa kembali.
"Surya!" sapa Marlin.
Klek
.
.
.
.
Ayo, di Like. Ini karya baru author, semoga suka, ya😊
"Aakh!" pekik Surya lagi saat perih itu terasa kembali.
"Surya!" sapa Marlin.
Klek
"Surya!" sapa Seorang wanita dengan pakaian yang sungguh seksi. "Surya, maaf. Aku baru tau jika kau kecelakaan. Ini aku bawahkan bunga untukmu. Cantikan?" lanjutnya.
Marlin yang melihat wanita itu hanya mengelengkan kepalanya, bahkan saat masuk dia tak menyapa Marlin sama sekali.
"Jia..," ujar Surya yang masih dengan keadaan lemah.
Jia Kirana, dia adalah seorang model di perusahaan Haditama Group dan dia adalah kekasih Surya. Marlin sangat tidak suka dengan Jia, namun Surya sangat keras kepala. Dia tidak mau tahu, jika Jia hanya memanfaatkannya.
Klek
Lagi-lagi pintu terbuka dan beberapa orang masuk ke dalam kamar rawat itu.
"Papa!" seru Marlin saat melihat suaminya datang bersama anak pertamanya.
"Bagaimana keadaan Surya?" tanya Dennis, suami dari Marlin.
"Kata dokter harus di operasi, Pa," jawab Marlin. "Keila, di mana Kevin?" lanjut Marlin pada putri pertamanya, menanyakan keberadaan sang cucu.
"Kevin nggak ikut, Ma. Nanti repot kalau dia ikut," jawab Keila, Kakak Surya dan marlin hanya menganggukan kepalanya.
"Sur, bagaimana keadaan kamu?" tanya Keila.
"Sakit," jawab Surya bergumam dan masih dapat di dengar oleh Keila.
"Ngapain kamu di sini?" tanya Keila ketus.
"Kak, Keila. Aku menjeguk calon suamiku," jawab Jia.
"Apa? Calon suami! Jangan kepedean, aku nggak suka sama kamu!" ucap Keila, yang memang dia tidak suka dengan Jia yang sok dekat dengan mereka.
"Walau Kak Keila, tidak suka. Tapi Surya sangat menyukaiku," jawab Jia dengan penuh percaya diri.
"Sudah-sudah. Jia, sebaiklah kamu datang lagi nanti. Ini rumah sakit, tidak baik jika ribut di sini." Lerai Dennis pada putri dan kekasih Surya.
"Heng...," kesal Jia pada Keila. "Baiklah, Om. Aku akan kembali nanti," lanjut Jia, kemudian keluar dengan mengejek Keila.
"Keila, jagalah sikapmu. Kau sudah dewasa bukan abg labil lagi," ujar Dennis pada Keila.
"Jika dia wanita baik-baik, aku bisa jaga sikap," jawab Keila dengan kesal.
Surya masih bisa mendengar percakapan mereka dengan baik, namun saat ini dia tidak punya kekuatan untuk berdebat dengan mereka.
*
*
Dua minggu kemudian Surya sudah pulang dari rumah sakit. Surya di dorong di kursi rodanya oleh Dennis masuk ke dalam mansion.
Menurut dokter yang menangani Surya, dia harus mengenakan kursi roda selama 9 bulan dan kakinya belum bisa digerakan. Karena itu mereka akan mencari seseorang untuk merawat Surya selama masa penyembuhannya.
Saat ini Dennos dan Marlin sedang duduk di ruang tamu, membicarakan perihal perawat untuk Surya.
"Pa, bagaimana? Apa perawatnya sudah ketemu?" tanya Marlin.
"Belum, Ma. Sangat susah mendapatkan perawat pria, sedangkan Surya tidak mau perawat wanita." tukas Dennis.
"Tenanglah, Pa. Kita pasti akan menemukannya." ucap Marlin.
"Kapan, Ma?" tanya Dennis.
"Nyonya, Tuan. Minumnya," ucap seorang pelayan wanita yang masih muda.
"Trima kasih, Sinar," ucap Marlin pada pelayan itu dan dia hanya mengangguk kemudian kembali ke dapur.
Malam hari di mansion Haditama. Surya berada di kamarnya, dan Sinar mengantarkan makanan padanya. Di dalam kamar ada Marlin yang sedang mengurusnya.
"Nyonya, ini makan malam untuk Tuan muda," ucap Sinar setelah berada di samping Marlin.
"Iya, Sinar. Letakan di situ!" pinta Marlin dan Sinar segera melakukan perintahnya. "Sinar, kau bisah membantuku?" lanjut Marlin bertanya.
"Iya, Nyonya. Apa yang bisa saya bantu?"
"Kau bisa membantuku mengganti perban di paha Surya? Aku telah membukanya dan sekarang sangat susah untuk memasang kembali," keluh Marlin.
"Baik Nyonya. Biar saya yang menggantinya," jawab Sinar.
Marlin berpindah dari duduknya di samping Surya, menjadi ke samping atas tempat tidur. Sinar mengambil perban yang ada di atas nakas dan memulai pekerjaannya.
"Aku akan mengangkat sedikit kakinya dan kau lingkarkan perbannya," ucap Marlin.
"Tidak perluh, Nyonya. Biar saya saja." jawab Sinar seraya mengambil bantal yang berada di sebelah Marlin.
"Bisa?" tanya Marlin.
"Saya usahakan bisa, Nyonya," jawab Sinar.
"Hei apa yang kau lakukan?" bentak Surya saat Sinar mencoba mengangkat kakinya ke atas bantal.
"Maaf, Tuan." ucap Sinar, namun dengan tetap mengerjakan tugasnya dan Surya hanya memalingkan wajahnya tanpa mau menatap orang yang tengah membantunya.
Marlin memperhatikan Sinar yang tengah menganti perban di paha Surya. Sinar sangat gesit melakukannya, dia mengangkat kaki Surya dan meletakannya di atas bantal dan memulai memakaikan perban di pahanya. Beberapa menit kemuadian Sinar sudah selesai mengganti perbannya.
"Sudah, Nyonya." ucap Sinar.
"Baiklah. Trima kasih," jawab Marlin dengan tersenyum.
"Nyonya, apa saya bisa bicara dengan Anda?" ucap Sinar lagi.
"Bicara? Ada apa?" tanya Marlin, namun yang di tanya hanya menundukan kepalanya. "Baiklah. Kita keluar," lanjut Marina.
.
.
.
.
Ayo Comentnya, yang enak-enak😁
"Bicara? Ada apa?" tanya Marlin, namun yang di tanya hanya menundukan kepalanya. "Baiklah. Kita keluar," lanjut Marina.
Sinar dan Marlin keluar dari dalam kamar Surya. Mereka berjalan menuju ruangan kerja Dennis, sedangkan Dennis sendiri sudah tak berada di sana.
"Duduklah!" pinta Marlin setelah mereka masuk kefuangan itu. "Katakan, apa yang ingin kau bicarakan?" lanjut Marlin.
"Nyonya, saat ini saya sangat membutuhkan uang. Apa saya bisa meminta gaji lebih awal?" ujar Sinar.
"Ada apa? Kenapa kamu membutuhkan uang?" tanya Marlin.
"Ibu saya sakit, Nyonya." jawab Sinar singkat.
"Sakit apa?" tanya Marlin lagi.
"Sakit ginjal, Nyonya."
"Oh!" seru Marlin sambil manggut-manggut kepalanya. "Baiklah, saya akan bicara dengan Dennis, nanti. Kapan kau memerlukannya?"
"Lusa ibu saya akan melakukan cuci darah, di hari itu saya perlu, Nyonya." jelas Sinar.
"Baiklah. Kau akan mendapatkannya besok," ujar Marlin.
"Terima kasih, Nyonya. Saya permisi," ujar Sinar lalu pamit untuk keluar pada Marlin.
"Silahkan!"
*
*
Pagi hari, Sinar kembali mengerjakan pekerjaannya bersama pelayan-pelayan yang lain.
Sinar membantuh bi Inemt untuk menyiapkan sarapan dan setelahnya, dia kembali ke paviliun tempat para pelayan berkumpul.
Di meja makan keluarga Haditama, seluruh keluarga sudah berkumpul kecuali Marlin yang harus mengurus putranya terlebih dahulu.
"Sur, mama ingin Sinar menjadi perawat untukmu!" ungkap Marlin saat sedang menyuapi sarapan unyuk Surya di kamarnya.
Surya tak pernah ingin keluar dari kamar sejak dia pulang dari rumah sakit. Dia merasa malu untuk bertemu dengan orang-orang karena keadaannya sekarang yang tidak bisa berjalan. Bukan total tidak bisa berjalan, jika Surya ingin mengikuti saran dari dokter maka penyembuhannya hanya 9 bulan saja setelah operasi, tapi Surya bahkan tak mau unyuk bangkit dari tempat tidur kecuali untuk ke kamar mandi.
"Tidak! Aku tidak mau! Dia wanita, mau taruh di mana mukaku ini, Ma. Jika dia yang merawatku," tolak Surya.
"Tapi, Sur. Dia sangat gesit, dan lincah dalam bekerja. Kau sudah lihatkan bagaimana dia membantu mama merawatmu," ujar Marlin lagi.
"Tidak, Ma! Surya tidak mau. Biarkan Surya seperti ini, Surya bisa mengurus diriku sendiri!" Surya tetap menolak walau Marlin sudah memintanya dengan baik-baik.
"Baiklah. Jika kau tidak mau! Uruslah dirimu sendiri. Mama juga perluh mengurus diri mama," ucap Marlin seraya meletakan nampan yang berada di tangannya ke atas nakas, karena kesal. "Sarapanlah. Mama juga mau sarapan di bawah. Untuk menyuapimu sarapan, mama juga belum mengisi perut mama," lanjut Marlin dan berlalu dari kamar itu.
Surya hanya dapat menatap kepergian Marlin, dia sungguh tidak bisa menerima permintaan Marlin. Dirinya gengsi jika harus dibantuh orang lain.
"Ma, Surya sudah selesai sarapan?" tanya Dennis.
"Ya, katanya dia akan sarapan sendiri," jawab Marlin seraya duduk di meja makan dan membalik piringnya untuk mengisi makanan.
"Ada apa, Ma?" tanya Keila.
"Itu adikmu, tidak mau untuk mencari perawat. Mama mengusulkan supaya Sinar jadi perawatnya, tapi dia tidak mau!" kesal Marlin.
"Anak itu memang keras kepala!" sambung Dennis.
"Tapi, Sinar itu kan wanita, Ma. Pasti dia malu untuk itu," ucap Dikta, suami Keila, yang juga sedang sarapan bersama mereka.
"Mama tau, Dik. Tapi kalau dia semuanya, dia tidak mau, malah kadi susah sendiri, kan, nanti." jawab Marlin. "Kalau pikirannya seperti itu terus, siapa yang akan mau dia jadikan perawat. Tidak ada!"
"Iya. Tapi apa Sinarnya mau jadi perawat untuk Surya? Kan belum tentu juga Sinar mau, Ma." ucap Keila.
"Iya, sih. Mama belum ngomong, tapi dia pasti mau." jawab Marlin yakin.
"Terserah Mama, saja. Papa mau berangkat," sambung Dennis. Saat ini dia akan pergi ke kantor pagi-pagi karena harus mengadahkan miting.
"Ok. Bi Nem, tolong panggilkan Sinar. Bilang sama dia, saya mau bicara. Temui di ruang kerja Tuan, ya!" pinta Marlin.
"Baik, Nyonya."
"Saya juga pamit, Ma. Banyak kerjaan hari ini, mungkin akan lembur," pamit Dikta lalu berjalan bersama Keila ke arah luar mansion.
Setelah selesai sarapan Marlin pergi menuju ruang kerja suaminya, untuk menunggu Sinar dan menyampaikan maksudnya.
.
.
.
.
Jangan lupa di Vote, ya😁
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!