Matahari pagi yang menyelinap masuk melewati celah tirai jendela sebuah kamar hotel. Cahaya itu berhasil menyilaukan manik mata seorang gadis muda bernama Aqilla Mahendra. Aqilla beberapa kali terlihat mengerjapkan matanya, ia berusaha menyesuaikan cahaya yang menyilaukan matanya. Ia terbangun karena suara gedoran pintu yang terdengar hingga ke alam mimpinya.
Ya. Terdengar seorang wanita berteriak memanggil nama suaminya dan juga nama Aqilla dari luar pintu kamar hotel. Aqila menyunggingkan senyum kemenangan, ketika ia masih melihat sebuah tangan kekar seorang pria masih melingkar dengan posesif di pinggang rampingnya.
“Aqilla, buka pintunya! Dasar perempuan murahan! Bisa-bisanya kau berselingkuh dengan suami kakak mu sendiri! Wanita sialan cepat buka pintunya!” Pekik Cella dari depan pintu kamar.
Wanita berusia dua puluh tujuh tahun ini terus menggedor pintu kamar hotel dimana suami dan adik tirinya telah menghabiskan malam panas mereka berdua sebelumnya.
“Mas…Mas Dito,” panggil Aqilla dengan mengusap lembut rahang kekar Dito Sadewo yang masih memejamkan mata.
Pria berusia tiga puluh tahun ini nampak masih kelelahan karena pergulatan dirinya semalam bersama adik tiri sang istri yang begitu cantik dan mempesona.
Singa jantan mana yang bisa menolak kemolekan seorang gadis cantik yang terus menyodorkan diri pada dirinya.
“Hemmm,” sahut Dito yang masih memejamkan mata. Ia seperti masih enggan untuk membuka matanya.
“Istri mu datang Mas, dia terus menggedor pintu. Membuat keonaran di sana. Dia pasti akan kembali membuatku malu.” Ucap Qilla dengan suara manjanya sembari memainkan jakun pria itu.
Pria yang menjadi alat balas dendamnya pada Cella, sang kakak tiri yang sudah dengan sengaja dan tega menghancurkan masa depannya.
“Hemmm… biarkan saja dia berteriak sesuka hati, jika dia lelah pasti dia akan pergi sayang,” balas Dito yang malah mengeratkan pelukannya di pinggang Qilla.
Aqilla kembali menyunggingkan senyum kemenangan saat Dito, suami kakak tirinya, mengabaikan tingkah istrinya di luar sana dan memilih untuk kembali terlelap dengan memeluk erat tubuhnya. Dan Aqilla yang sudah tak bisa lagi memejamkan mata pun, kembali mengingat malam kelam yang menjadikan dirinya sebagai perebut suami orang seperti saat ini.
Malam itu, saat Aqilla sedang mengerjakan tugas skripsinya. Suara gedoran keras di pintu kamarnya membuatnya segera membukakan pintu kamarnya itu. Ia dapati Bastian yang juga merupakan kakak tirinya, datang ke kamarnya dalam kondisi mabuk berat.
Saat pintu terbuka, tanpa aba-aba Bastian yang mabuk mendorong tubuh Aqilla yang tak siap menerima serangan dari Bastian. Bastian mendorong tubuhnya hingga jatuh ke lantai. Ia mengunci pintu kamar Aqilla dan membuang kunci itu begitu saja.
Setelah membuang kunci kamar Aqilla, tanpa rasa malu ataupun canggung, Bastian melucuti pakaiannya sendiri di depan mata Aqilla. Aqilla berteriak dan menutup pandangannya dengan kedua telapak tangannya.
“Mas Bastian, Jangan Mas!! Kenakan pakaianmu lagi. Aku ini adik mu Mas!!” pekik Qilla yang berharap Bastian yang mabuk sadar akan perbuatannya.
“Qilla, kenapa ibu mu harus menikah dengan Ayah ku hum? Aku tak menginginkannya Qilla, karena aku sangat mencintaimu.” Ucap Bastian yang mabuk.
Bastian terus mengikis jarak dengan Aqilla yang masih duduk di lantai.
“Mas Bas, tolong kenakan lagi pakaian mu! Jangan lakukan ini Mas!” pinta Qilla yang terus memohon dengan mata terpejam dan kedua tangan yang terus berusaha mendorong tubuh Bastian yang mendekat padanya.
“Qilla, tidakkah kamu memiliki perasaan yang sama dengan ku?” tanya Bastian yang kini berhasil memeluk tubuh Qilla yang terus meronta ingin dilepaskan.
“Mas, tolong jangan seperti ini! Tolong lepaskan Qilla hiks..hiks..” Qilla memohon sembari menangis tersedu-sedu karena tangan Bastian sudah mulai menjelajahi bagian tubuh Aqilla.
Tenaga Bastian yang kuat dan tenaga Aqilla yang tak sebanding dengan Bastian. Membuatnya tak bisa melepaskan diri malam itu. Aqilla berhasil di gauli oleh Bastian, kakak tirinya yang menyimpan perasaan cinta pada Aqilla.
Bastian mengangkat tubuh Aqilla dan membanting tubuh Aqilla di atas ranjang. Ia mengunci tubuh Aqila di bawah kungkungannya.
Bastian terus menciumi bagian tubuh Aqilla tanpa ada satu bagian tubuh Aqilla pun yang terlewatkan. Aqilla terus berusaha menjauhkan wajah Bastian dari tubuhnya, meski tubuhnya juga menikmati sentuhan bibir Bastian yang basah di setiap bagian tubuhnya.
Bulu-bulu halus Aqilla meremang ketika Bastian mulai menggerakkan lidahnya dengan lincah di bagian puncak bukit miliknua yang masih berwarna merah jambu.
“ahhh…” suara lak.nat berhasil keluar dari mulut Aqilla yang awalnya terus menolak sentuhan dari Bastian dan kini malah seakan menikmatinya.
“Jangan Mas! Sudah cukup, Jangan teruskan lagi!” ucap Aqilla yang berharap Bastian mau menyudahi permainannya.
“Tidak Qilla sayang. Aku tak akan berhenti, aku akan menjadikan mu milikku sebelum aku menikah dengan wanita yang dijodohkan Ayah padaku.” Jawab Bastian yang malah makin bringas bermain di lembah milik Aqilla.
Beberapa kali Aqilla mendorong kepala Bastian yang sedang memainkan lidahnya di lembah itu. Beberapa kali terdengar decitan suara Aqilla yang tak bisa menahan sensasi geli dari lidah Bastian yang menari-nari di daerah inti Aqilla.
Melihat milik Aqilla sudah basah, Bastian pun mulai menjebol gawang Aqilla yang masih tersegel rapat. Aqilla menjerit kesakitan, ketika junior Bastian menerobos masuk ke area inti miliknya.
“Mas Bas, tolong hentikan! Ini sungguh menyakitkan.” Pekik Qilla yang sedang meremas seprai miliknya dengan kuat,
“Ini hanya sakit diawal sayang, selanjutnya kamu akan menikmatinya bahkan ketagihan dengan sensasi rasanya yang memabukkan.” Balas bastian yang malah semakin menekan juniornya, hingga Aqilla memekik kuat saat milik Bastian berhasil menerobos masuk.
Blush!!
“Mmmm yeaahh.. seperti dugaan ku, kamu memang masih tersegel sayang, milik mu sangat begitu nikmat. Aku sungguh tak rugi menerima tawaran Kak Cella untuk memiliki mu sebelum hari pernikahanku.” Ucap Bastian tanpa sadar memberitahukan pada Aqilla dalang dari kejadian buruk yang menimpanya malam ini.
“Kak Cella,” cicit Aqilla dalam hati.
Ketika ia mendengar dengan jelas nama kakak tiri yang tidak menyukai dirinya sejak awal ia menjadi bagian dari keluarga Syadam Prayoga di sebut oleh Bastian, adik kandung dari Cella.
“Cella sampai hati, kau lakukan ini pada ku? Apa yang mendasari tindakanmu ini pada ku?” cicit Qilla dalam hatinya.
Air mata terus membanjiri pipi putih mulus gadis malang yang tengah dipompa tanpa henti oleh Bastian yang berada di atas tubuhnya. Peluh Bastian menderas bersamaan dengan hentakan yang ia buat tiada habisnya pada bagian inti Aqilla.
Tak ada lagi perlawanan dari Aqilla dari setiap hentakkan yang ia dapati dari Bastian, tatapannya begitu kosong menatap langit-langit kamarnya dengan air mata yang berderai begitu derasnya.
Ia sudah seperti mayat hidup yang berada dalam kekuasaan Bastian yang mabuk itu. Bayangan kehancuran hidupnya sudah berada di pelupuk matanya dan pikirannya terus berputar mencari alasan mengapa Cella begitu tega melakukan hal ini padanya.
“Mas Dito a-aah…” ucap Qilla dengan suara manjanya.
Ketika Dito menciumi curug leher Aqilla dan bermain-main dengan lidah lembabnya di sana.
“Kamu sedang memikirkan apa hum?” tanya Dito yang berbisik di daun telinga Aqilla dengan suara serak yang terkesan seksi itu.
“Memikirkan kamu Mas,” jawab Aqilla berbohong.
“Aku? Kenapa dengan aku?” tanya Dito yang menghentikan aktivitasnya menciumi leher Aqilla tapi memulai aktivitas barunya dengan meremas bukit kembar milik Qilla dengan lembut.
“A-aahh…Mas Dito, tangannya!” Qilla mencoba menghentikan pergerakan tangan Dito di bukit kembarnya.
Aqilla memutar tubuhnya menghadap Dito. Ia pandangi wajah tampan suami kakak tirinya itu. Ia tersenyum manis pada pria yang selalu memberikan kepuasan ditiap malam yang mereka lalui.
“Katakan apa yang kamu pikirkan tentang aku hum?” tanya Dito lagi yang menatap manik mata Aqilla yang terlihat menyembunyikan kesedihan di dalam senyumannya.
“Aku memikirkan senjata mu Mas. Senjata mu sangat perkasa dan selalu membuat ku kewalahan.” Puji Aqilla yang membuat Dito tersenyum bangga.
“Kamu terlalu pintar memujiku sayang,” balas Dito yang malah naik ke atas tubuh Aqilla.
Sepertinya pujian yang diberikan Aqilla membuat Dito ingin mengulang permainan mereka. Dan benar saja Dito mulai menghujani Aqilla dengan ciuman basah di seluruh bagian tubuhnya. Aqilla terus menikmati sentuhan Dito yang memang selalu membuatnya ketagihan. Aqilla akui Dito lebih perkasa dibandingkan Bastian, dan ukuruan junior milik Dito pun lebih besar dan panjang dari milik Bastian.
Aqilla terus mend.esah dan suara de.sahannya sengaja ia keraskan agar Cella yang masih berada di depan pintu kamarnya makin merasa panas dan kesal mendengarnya. Tiba-tiba suara gedoran pintu yang diabaikan keduanya pun terhenti. Tak ada lagi suara yang mengganggu pergulatan mereka dalam gairah yang sudah membuncah.
Pikir Aqilla dan Dito, Cella sudah menyerah dan pergi tapi kenyataanya tidak. Ia pergi ke resepsionis. Ia meminta pihak resepsionis mengizinkannya untuk mendapatkan kunci duplicat kamar yang di tempati Aqilla dan Dito. Ia menangis meraung-raung di sana. Pihak resepsionis tidak bisa memberikannya karena ini adalah sebuah prosedur. Namun tanpa disangka-sangka Direktur hotel datang menghampiri Cella yang tengah menangis memohon pada resepsionis dan sudah di kerubungi oleh pihak keamanan.
“Ada apa ini?” tanya Bramantyo tiga puluh satu tahun yang merupakan Direktur utama Hotel Andalas. Di tatapnya karyawannya secara bergantian dan tatapanannya berhenti pada wajah sembab Cella yang masih menangis.
“Nyonya, kenapa Anda menangis di hotel ku seperti ini? Ada apa?” tanya Bram yang menatap Cella penuh tanya dengan menyeryitkan kedua alisnya.
“Tuan, jika hotel ini milik mu, tolong bantu aku, Tuan,” jawab Cella dengan menanggkupkan kedua tangannya memohon pada Bram.
“Bantuan? Batuan apa?” tanya Bram lagi.
“Bantu aku dengan memberikan kunci duplicate kamar 1167, suamiku tengah berselingkuh dengan adik ku sendiri.” Jawab Cella yang mengharapkan simpati dari Bram.
“Apa Anda sedang tidak mengada-ngada Nyonya? Saya tidak mau mengganggu kenyaman pengunjung hotel kami karena tuduhan Anda.” Tanya Bram lagi, ia tak lantas percaya dengan ucapan Cella padanya.
“Tuan, saya sedang berkata jujur, saya bisa membuktikan semuanya.” Jawab Cella yang menunjukkan bukti foto pernikahan dan buku nikahnya dengan Dito yang ia bawa sebagai jaga-jaga jika di butuhkan.
Bram mengambilnya dan melihat foto dan buku nikahnya. Setelah merasa yakin dengan semua bukti yang di berikan Cella. Bram meminta resepsionis untuk mengeluarkan kunci duplicate kamar 1167.
“Viona, berikan kunci duplicate 1167 pada saya sekarang!” perintah Bram pada resepsionis hotel miliknya.
Viona yang merupakan resepsionis hotel milik Bram itu segera memberikan kunci duplicate kamar 1167 pada Bram.
“Tuan Bram, ini kuncinya,” Viona menyodorkan kunci duplicate kamar 1167 dengan menjulurkan kedua tangannya.
Bram menerimanya dan segera mengajak Cella untuk pergi ke kamar itu bersama sepupunya yang menjadi asisten pribadinya, Sandra dua puluh tujuh tahun.
Sementara itu di dalam kamar hotel.Dito terus memompa tubuh Aqilla dengan beringasnya, ketika ia hampir mendekati pelepasannya.
“Ah..ah…ah… Mas Dito…ahhh…” Aqilla terus mende.sah saat Dito semakin cepat memainkan ritme bercinta mereka.
“Terus panggil nama ku sayang, milik mu begitu rapat dan sempit,” puji Dito yang kemudian menciumi bagian wajah Aqilla.
“Mas Dito, aku hampir…ahhh…ahhh…Massss….ahhhh,” milik Aqila berdenyut dan menumpahkan cairan miliknya saat milik Dito masih berada di dalam bagian intinya.
Sadar jika Aqilla sudah keluar, Dito pun menyesali Aqilla yang tak keluar bersama dengannya, padahal ia ingin menutup percintaan mereka pagi ini dengan merasakan kli.maks bersamaan.
“Kenapa tidak bersama sayang, hum?” protes Dito yang menggigit kecil daun telinga Aqiila.
“Aku sudah gak tahan Mas,” cicit Aqilla dengan nafas yang tersengal-sengal.
“Ya sudah, kamu harus tanggung jawab ya, karena aku belum, aku ingin kita keluar bersama sebagai penutup pertemuan kita hari ini sayang,” ucap Dito yang kemudian memulai kembali memompa tubuh Aqilla yang membuat Aqilla kembali mende.sah kenikmatan.
“Ah..ahh… Mas…kau gila…ini rasanya begitu nikmat.. ahh..kamu begitu perkasa di mata ku Mas… ahhh… aku tak ingin hari ini berakhir tidak…” ucap Aqilla yang sengaja membuat hati Dito bangga dan senang.
Aqilla memang pandai menerbangkan hati Dito ke angkasa. Entah sampai kapan Aqilla menjadikan Dito sebagai alat balas dendamnya pada Cella, karena ia begitu menikmati cara ia membalas dendam pada kakak tirinya itu.
Bip!! [Suara kunci pintu terbuka]
Ya. Kunci pintu kamar 1167 sudah di buka oleh Bram. Ketika kenop pintu tiba-tiba dibuka oleh Bram. Ia harus berhadapan dengan suara yang mengusik gendang telinganya. Cella yang melihat pintu kamar suami dan adik tirinya terbuka segera menerobos masuk. Ia berlari menghampiri ranjang king size di kamar president suite hotel Andalas yang memiliki bintang lima.
“MAS DITO!! AQILLA!! KEGILAAN APA INI??” Pekik Cella yang mendapati Dito tengah memompa tubuh adik tirinya.
“Aqilla?” Bram dan Sandra membeo ketika nama itu di sebut oleh Cella.
Keduanya begitu familiar dengan nama yang disebutkan oleh Cella tadi. Ingin rasanya keduanya masuk untuk memastikan benar atau tidak orang yang disebut oleh cella adalah Aqilla yang mereka kenali.
Dengan kekuatan yang entah darimana Cella berhasil menarik tubuh kekar suaminya, hingga terlepas dari penyatuan mereka. Aqilla yang belum siap mendapatkan serangan, terus dihujani tamparan yang tiada henti dari Cella.
“Sakit Cella, cukup!” ucap Aqilla yang meminta Cella menghentikan pukulannya pada wajahnya yang sudah memerah dan terasa panas.
“Aqilla…” cicit Bram dan Sandra ketika mereka mendengar suara yang ia pastikan dari Aqilla yang mereka kenal.
Keduanya saling menatap satu sama lain. Sandra ingin segera masuk untuk memastikan kembali ialah Aqilla, sahabatnya di masa kecil dulu. Namun saat kakinya ingin melangkah, tangan Bram mencengkram kuat lengan Sandra. Ia tak mau mata sepupunya itu di kotori dengan penampakan pria yang di dalam sana yang pastinya tidak mengenakan sehelai pakaian pun untuk menutupi bagian tubuhnya.
“Cukup kata mu! Tidak akan pernah aku merasa cukup untuk aku memukuli mu, wanita murahan!” jawan Cella dengan penuh amarah.
“Mas Dito tolong aku!” Aqilla meminta tolong pada Dito yang merasa pusing karena hasratnya belum tertuntaskan.
Dengan kesadaran yang setengah-setengah Dito mencoba menarik tubuh Cella yang berada di atas tubuh Aqilla. Setelah Dito berhasil menjauhkan tubuh Cella dari Aqilla. Aqilla segera bangun dari ranjang tidurnya. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuh indahnya yang dipenuhi bercak merah tanda kepemilikan yang di buat oleh Dito.
Sadar dengan tubuh Aqilla yang banyak tanda kepemilikan yang dibuat oleh suaminya membuat amarah Cella makin berkobar. Ia berlari menghampiri Aqilla dan menendang tubuh Aqilla hingga terjatuh ke lantai.
“Aduh..” rintih Aqilla yang terjatuh.
Cella melepaskan sepatu high heels yang ia kenakan, kemudian memukul kepala Aqilla menggunakan ujung sepatu itu. Aqilla berusaha melindungi kepalanya dari pukulan Cella dengan sepatu high heelsnya. Dito yang melihat kegilaan Cella, menggendong tubuh Cella menjauh dari Aqilla.
“Pikiran apa yang merasuki mu, hingga menggoda suami ku hah? Kamu dan ibu mu sama saja. MURAHAN!!” pekik Cella yang dibawa ke kamar mandi oleh Dito. Dito mengunci Cella di kamar mandi. Ia segera mengenakan pakaiannya yang berserakan di lantai.
“Sayang, maafkan aku. Aku akan membawa istriku pergi dari sini. Kamu pergilah ke Dokter, obati luka mu. Aku akan transfer sejumlah uang ke rekening mu yah,” ucap Dito yang tergesa-gesa menggunakan pakaiannya.
Setelah selesai mengenakan pakaiannya, Dito menghampiri Aqilla yang masih terduduk di atas lantai.
“Jangan sedih sayang! Aku mencintai mu, aku akan selalu bersama mu. Sekarang aku harus pergi membawa Cella pergi jauh dari mu, supaya ia tak terus menyakiti mu.” Ucap Dito yang kemudian mencium pucuk kepala Aqilla.
Dito membuka pintu kamar mandi yang terdapat Cella yang terus mengumpat sejak tadi tiada henti-hentinya. Ia menarik tubuh istrinya dengan kasar keluar dari kamar mandi. Ia benar-benar membawa Cella pergi jauh dari Aqilla. Aqilla tersenyum senang melihat kepergian kedua.
“Bagaimana rasanya Cella? Pembalasan lebih menyakitkan bukan?” decit Aqilla di dalam hatinya.
Dito manarik tubuh Cella keluar dari kamar hotel yang ia tempati selama dua malam bersama Aqilla. Di muka pintu kamar hotel. Dito di kejutkan dengan kehadiran Bram dan Sandra yang tak beranjak pergi dari kamar itu setelah membukakan pintu kamar itu untuk Cella.
“Selamat pagi Tuan Dito, tidak menyangka bisa bertemu dengan Anda sepagi ini di sini,” sapa Bram yang berusaha ramah pada rival bisnisnya ini.
Dito menatap tak suka wajah sok ramah yang ditampilkan Bram padanya. Ia mengabaikan sapaan Bram kemudian berlalu pergi begitu saja. Setelah kepergian Dito. Bram sengaja membanting pintu kamar, seakan Dito-lah yang melakukan hal itu.
Aqilla yang merasa Dito telah pergi, ia menumpahkan segala rasa dihatinya dengan berteriak sekencang-kencangnya. Ia mengumpati Cella sesuka hatinya, kemudian menangis tersedu-sedu. Saat ia kembali mengingat kejahatan Cella yang membuat Bastian merenggut kehormatannya.
“Apa yang aku lakukan padamu sekarang, tak sebanding dengan apa yang kau lakukan pada ku Cella.”
“Aku akan menghancurkan hidup mu seperti kau menghancurkan hidup ku dan masa depanku.”
“Akan ku buat Dito Sadewo meninggalkan mu dan keluargamu. Akan ku buat keluarga mu hancur berkeping-keping beserta ibu ku yang kejam itu, yang tak mau memikirkan bagaimana nasibku saat ini, setelah kalian dengan sengaja menghancurkan hidupku, karena kesalahan ibu ku hiks…hiks..” pekik Aqilla yang diakhiri dengan suara tangisan yang memilukan hati.
Bram dan Sandra yang berdiri di ruang tamu kamar itu, mendengar jelas suara teriakan Aqila dan tangisannya. Keduanya melangkah bersama menghampiri Aqilla yang masih duduk di tempat yang sama.
“Qilla..” panggil Sandra dengan suara lirih dan berderai air mata. Sandra seolah memahami apa yang dirasakan Aqill saat ini.
Aqilla menoleh kearah sumber suara dimana Bram dan Sandra tengah berdiri menatapnya.
“Sandra! Mas Bram!” cicit Aqilla memanggil keduanya.
“untuk apa kalian ada disini? Apa kalian ingin menertawakan kondisi ku hum?” tanya Aqilla yang makin berlinang air matanya.
Ketika ia melihat dengan jelas pria yang selama ini sangat ia cintai ada dihadapannya, menatapnya penuh arti. Ya. Bram tengah menatap kondisi Aqilla yang berantakan seperti saat ini, setelah sekian lama tak bertemu bukan pertemuan seperti inilah yang diharapkan Bram maupun Aqilla.
“Tidak Qilla, jangan anggap kami seperti mereka!” ucap Sandra yang sudah berada di dekat Aqilla dan memeluk tubuh Aqilla yang tengah menangis.
“Aku sendirian sekarang San, kedua orang tua ku sudah membuangku, mereka sudah bahagia dengan kehidupan mereka tanpa memperdulikan keberadaanku.” Tangis Aqila di dalam pelukkan Sandra.
“Kamu tidak sendiri ada aku dan Mas Bram sekarang,” balas Sandra yang berusaha menenangkan diri Aqilla.
“Tidak San, aku ini wanita kotor, tidak pantas untuk kalian berdekatan dengan ku,” ucap Aqilla yang mengurai pelukkan Sandra.
“Pergilah! Jauhi diriku. Biarkan aku dengan kehidupan ku yang sekarang aku jalanin ini.” Ucap Aqilla lagi dengan membuang pandangannya.
Mata Bram yang sejak tadi fokus mengamati tubuh Aqilla terasa makin panas ketika Aqilla menyebut dirinya kotor dan tak pantas di dekati oleh mereka. Bram menghampiri Aqilla dan menyingkirkan Sandra sepupunya.
“Apa kau yang kau bilang barusan Qilla? Kau wanita kotor?” tanya Bram yang berjongkok di depan Aqilla sembari mencengkram dagu Aqilla.
Aqilla terdiam tak mau menjawab pertanyaan Bram yang memilukan hatinya. Hanya air mata yang menjawab pertanyaan Bram pada dirinya. Ia sadar Bram pasti kecewa dengan dirinya. Tak hanya Bram yang kecewa pada diri Aqilla, Aqilla sendiri pun merasakan kecewa pada dirinya sendiri. Tapi mau bagaimana lagi nasi sudah menjadi bubur. Bastian dan Cella telah berhasil menghancurkan hidup dan masa depannya.
Melihat Aqilla yang hanya diam dan terus melihat tubuh Aqilla yang di penuhi tanda merah yang di buat oleh Dito, membuat hatinya makin panas. Ia segera mengangkat tubuh Aqilla yang terbalut selimut itu. Ia meninggalkan Sandra yang melihat kepergian sepupunya yang membawa sahabatnya pergi begitu saja dari dirinya.
“Mas Bram,tolong turunkan aku,” pinta Aqilla yang terus meronta di atas gendongan Bram.
“Tidak akan,” jawab Bram yang terus membawa Aqilla kesebuah kamar khusus di lantai yang sama.
Kamar dimana Bram menghabiskan malam-malam sepinya seorang diri di hotel ini. Meratapi nasipnya, meratapi menghilangnya Aqilla setelah ia kembali dari menimba ilmu di negri Paman Sham. Meratapi pula pernikahannya yang diselengarakan secara tiba-tiba oleh kedua orang tuanya yang menjodohkan dirinya dengan anak sahabat Mommynya sendiri.
Sesampainya di kamar itu. Bram membawa Aqilla ke kamar mandi. Ia meletakkan Aqilla di dalam Bathtub yang ia isi dengan air hangat.
“Mas Bram. Apa yang ingin kau lakukan pada ku hah?” tanya Aqilla yang melihat Bram mulai melucuti pakaian kerjanya.
“Membersihkan dirimu.” Jawab Bram singkat yang kemudian ikut masuk kedalam Bathtub bersama Aqilla.
Bram menarik selimut yang digunakan Aqilla untuk menutupi tubuhnya, yang sudah basah karena terendam air.
“Mas jangan!” cicit Aqilla yang sia-sia, karena Bram sudah berhasil melepaskan selimut itu.
“Mas jangan! Aku ini kotor!” cegah Aqilla ketika Bram ingin menyentuh tubuhnya.
“Karena kamu kotor, aku akan membersihkan mu,” balas Bram yang makin mengikis jarak dengen Aqilla.
“Qilla!!” panggil Bram, ketika Aqilla berusaha ingin keluar dari bathtub.
Aqilla menoleh kearah Bram yang mencengkram pergelangan tangannya.
“Tak hanya dirimu yang kotor, aku pun sama. Selama ini aku tersiksa karena kehilanganmu Qilla.Aku menghabiskan waktu ku di dunia malam hanya untuk melupakan mu, tidur dengan beberapa gadis menjadi kebiasaan buruk ku, setelah kau meninggalkan aku tanpa pesan ataupun alasan yang jelas.” Ucap Bram dengan mata yang berkaca-kaca menatap Aqilla.
“Kenapa kau pergi membawa beban hidup mu seorang diri tanpa mencari dan berbagi pada diriku, Qilla? Apakah kau tak pernah menganggap keberadaan ku di dalam hidup mu selama ini, Qilla?” tanya Bram yang menitikan air matanya saat ia menatap Aqilla yang terdiam dan terpaku.
“Mas Bram..”decit Aqilla yang tak tahu harus bagaimana lagi, ketika ia melihat pria yang sangat ia cintai terus saja menitikan air matanya.
“Jika mereka menghancurkan hidup mu, tidakkah kau sadari tak hanya dirimu saja yang mereka hancurkan hidupnya, tapi juga dengan hidup ku, Qilla. Aku tersiksa hidup tanpa mu. Hatiku terbelenggu dalam cinta matiku yang kau bawa pergi bersama mu.”
“Mas Bram…” Aqilla hanya bisa memanggil nama Bram, ia bingung dengan situasi ini, ia seakan kehabisan kata-kata untuk menanggapi semua isi hati yang Bram utarakan padanya, isi hati yang selama ini Aqilla tak ketahui.
“Sakit hatiku rasanya melihat semua tanda merah ini ada di tubuh gadis yang sangat aku cintai, gadis yang selama ini menjadi nafasku,” ucap Bram yang membuat Aqilla kembali duduk di dalam Bathtub.
Aqilla menghapus air mata yang berhasil membasahi rahang tegas seorang pria tampan bertubuh atletis ini. Rasa bersalah dan menyesal kini hinggap di dalam diri Aqilla.
“Maafkan aku Mas, aku melakukan semua ini untuk membalaskan semua dendamku.” Jawab Aqilla yang juga ikut menangis.
“Tapi tidak dengan cara ini Qilla, aku mohon jangan dengan cara ini! Kamu adalah wanita ku, selamanya kamu adalah milikku. Lelaki mana yang mau, miliknya disentuh oleh orang lain, walau dengan alasan apapun, cukup sampai disini Qilla, tolong jangan ulangan lagi,” balas Bram menatap Aqilla dengan tatapan memohon.
“Tapi Mas…” ucap Aqilla yang seakan berat untuk mengabulkan permintaan Bram.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!