NovelToon NovelToon

Gagal Menikah Gara-gara Gendut

1. Melamar

"Jadi, langsung saja ke intinya ya, Bas. Kedatangan kami kesini itu, ingin melamar anakmu Tsamara. Untuk anakku Anggara." ucap pak Anwar pada rekannya, pak Abas.

Senyum merekah di bibir pak Abas, ketika mendengar maksud kedatangan sahabat masa sekolah dasar nya dulu.

Saat mereka bertemu, keduanya sering membahas tentang perjodohan anak-anaknya. Tidak menyangka jika akhirnya, niat keduanya akan terealisasikan.

"Aku sangat senang mendengar putramu akan melamar anakku. Tapi, Tsamara sekarang sedang tidak ada di rumah. Baru saja mengantar adiknya les. Apakah kalian tidak keberatan menunggunya? Agar bisa mendapatkan jawaban darinya langsung. Bagaimana pun juga, yang menjalani kehidupan rumah tangga, nantinya adalah anak-anak kita."

"Bagaimana, Ga?" tanya pak Anwar pada Anggara yang duduk disampingnya.

"Tidak apa-apa, pak. Saya akan menunggunya dengan sabar." Anggara tersenyum pada pak Abas.

Dalam hati pemuda itu yakin, jika Tsamara juga menyukainya. Karena saat keduanya masih kecil, sering ikut kedua orang tuanya menghadiri suatu acara. Dan mereka sering bermain bersama.

Terakhir mereka bertemu adalah, saat keluarga Anggara menghadiri pemakaman, Aini. Yakni mamanya Tsamara.

Walaupun Tsamara tengah menangis, dan matanya terlihat sembab, tidak mengurangi kecantikan wajahnya. Apalagi, di dukung dengan bentuk tubuhnya yang cukup ideal.

Ia memiliki tinggi badan 160cm, dan berat badan 55kg. Membuat banyak laki-laki yang berlomba-lomba untuk mendapatkannya.

Tapi, hatinya sudah terpaut dengan Anggara. Karena ia selalu berada disampingnya. Dan membuatnya merasa nyaman.

Anggara memang sengaja melakukan hal itu, karena ia ingin mendapatkan perhatian dari Tsamara dan keluarganya.

Mendapatkan wanita cantik dan juga kaya raya, adalah impian setiap laki-laki. Termasuk Anggara.

Maka dari itu, ia ingin sekali memulainya dengan berpacaran bersama Tsamara. Tapi sayangnya, setelah lulus sekolah menengah atas, Anggara melanjutkan pendidikannya di negeri Paman Sam atas perintah papanya.

Karena ia anak laki-laki satu-satunya di keluarganya. Yang berarti memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengembangkan perusahaannya nanti.

Setelah kepulangannya dari menempuh pendidikan, ia ikut membantu bekerja di perusahaan papanya.

Ia selalu terbayang wajah Tsamara, dan ia begitu takut kehilangannya. Maka dari itu, ia meminta ijin pada kedua orang tuanya, untuk melamar Tsamara.

Tentu saja kedua orang tuanya setuju, karena akan berbesan dengan teman masa sekolahnya. Di tambah lagi Tsamara adalah gadis yang cantik dan begitu sopan. Dan ia juga berasal dari keluarga yang kaya. Jadi dianggapnya selevel.

Saat mereka bercakap-cakap, sambil menunggu kedatangan Tsamara, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya.

Hampir dua jam, Tsamara belum juga pulang. Membuat pak Abas cukup gelisah. Berkali-kali ia mengecek aplikasi hijaunya. Apakah ada pesan dari anaknya atau tidak.

Seketika ia membulatkan matanya, ketika anak sulungnya itu mengabarkan jika ban mobilnya bocor. Hati orang tua mana yang tidak cemas, ketika hujan deras, anaknya mengalami nasib apes, seperti ban bocor.

Ingin menyusul, tapi tidak enak dengan tamunya. Ia terus merapalkan doa, berharap putrinya itu mendapatkan pertolongan.

Pak Abas, juga memberitahu pada tamunya, tentang musibah yang dialami oleh putrinya. Karena pak Anwar akan menghadiri suatu acara, maka mereka pun meminta ijin pulang.

Setelah kepulangan keluarga pak Anwar, pak Abas berniat menyusul putrinya. Tapi Tsamara kembali mengirimkan pesan untuknya. Yang mengabarkan jika ia sudah di tolong oleh seseorang untuk mengganti bannya. Seketika pak Abas bernafas lega.

Terdengar suara deru mobil yang memasuki pelataran rumah milik, pak Abas. Ia segera mengintai dari tirai jendela, memastikan bahwa Syifa lah yang datang.

"Tsamara, Soffin. Kalian tidak apa-apa kan?" tanya pak Abas, ketika keduanya melangkahkan kakinya melewati ruang tamu.

"Tidak apa-apa, pa." balas keduanya sembari menyunggingkan senyum.

"Ya sudah, cepat bersihkan diri kalian. Agar tidak kedinginan."

"Baik, pa."

Keduanya berlalu menuju kamar Soffin terlebih dahulu. Karena Tsamara ingin membersihkan tubuh adiknya itu.

"Dek, kamu kan sudah besar. Sudah kelas dua SD lho. Harusnya belajar mandiri. Kalau nanti kak Tsamara menikah, kakak tidak bisa lagi merawat mu seperti ini." ujar Syifa memberi pengertian ke adik bungsunya itu.

"Kak Tsamara jangan menikah dulu. Soffin ngga mau di asuh sama baby sitter. Semua baby sitter itu jahat. Aku takut di siksa, di culik, dan di apa-apain." Soffin mulai merajuk, setiap kali kakaknya menasehati.

"Jika mereka jahat, bilang saja ke papa atau kakak. Nanti cari baby sitter yang baik."

"Tidak mau." Soffin melipat kedua tangannya di depan dada, sambil mengerucutkan bibirnya.

Tsamara hanya bisa menggelengkan kepalanya, melihat tingkah adiknya yang seperti itu. Padahal keinginannya untuk menikah sudah kuat. Tapi melihat badannya yang sekarang, yang begitu besar. Membuatnya sedikit minder.

Setelah selesai menggantikan baju untuk adiknya, kini giliran Tsamara yang membersihkan diri di kamarnya.

Tok... Tok...Tok

Terdengar suara ketukan pintu, bergegas Tsamara membukanya.

"Papa. Ada apa, pa?"

"Papa ingin bicara dengan mu."

"Oh. Ayo masuk, pa." Tsamara mempersilahkan papanya masuk.

"Tadi keluarga, om Anwar kesini. Dia mengantarkan anaknya, Anggara. Untuk melamar mu. Apakah kamu bersedia?" ucap pak Abas, yang membuat Tsamara tersenyum sendiri.

2. Body Shiming

"Tsamara. Kenapa kamu diam sambil senyum-senyum seperti itu?" tanya pak Abas, ketika anaknya tidak segera menjawab pertanyaannya.

"Eh, ma-maafkan Tsamara, pa." jawab Tsamara sedikit gelagapan.

Ia tadi tengah membayangkan, akhirnya rasa cintanya yang telah ia pendam bertahun-tahun, akhirnya bersambut juga. Apalagi dengan orang yang dicintainya.

"Bagaimana tanggapan mu mengenai lamaran dari, Anggara?"

"Tsamara, mau menerima lamarannya, pa." Tsamara tertunduk malu, hingga wajahnya bersemu merah.

"Syukurlah." pak Abas tersenyum lega.

Setelah sejenak berbincang-bincang dengan Tsamara, pak Abas keluar meninggalkan anaknya. Tak berapa lama kemudian, Farah masuk ke kamar kakaknya itu.

Ia melihat Tsamara tengah duduk di dekat jendela, sambil senyum-senyum sendiri.

"Cie, yang mau menikah." goda Farah pada kakaknya.

Gadis itu memang mengetahui tentang perihal lamaran, karena tadi ia sempat menguping pembicaraan mereka.

"Kakak, benar-benar merasa ini sebagai sebuah mimpi, dek. Di lamar oleh seorang, Anggara. Adalah impian kakak sejak dulu kala." ucap Tsamara, dengan wajah yang begitu berbinar.

Pandangannya menerawang jauh, membayangkan hal-hal indah setelah pernikahan, bersama dengan laki-laki yang dicintainya.

Ia tahu bahwa menikah itu sangatlah indah. Karena melihat hubungan kedua orang tuanya yang begitu harmonis dan romantis. Tidak pernah sekali pun Tsamara melihat kedua orang tuanya bertengkar. Bahkan saat detik-detik terakhir sebelum mamanya meninggal, papanya selalu setia berada disampingnya.

"Kak, jangan senyum-senyum sendiri gitu ah. Nanti di kira kesambet lho." Goda Farah lagi.

"Sekali lagi, selamat ya kak." Farah memeluk Tsamara, dan kakaknya itu membalas dengan hal yang sama.

Hubungan kakak beradik itu sangatlah kompak. Tidak pernah sekali pun keduanya terlibat cekcok. Mereka saling mendukung satu sama lain.

Tsamara menjadi tempat dan teman curhat yang asyik bagi adik-adiknya. Hingga sifatnya yang begitu keibuan, membuat adiknya Soffin nyaman didekatnya. Dan tidak mau jauh darinya. Berbeda ketika ia bersama dengan Farah, yang selalu bertengkar.

**

Hari berikutnya, pak Abas silaturahim ke rumah, pak Anwar. Untuk memberi jawaban tentang lamaran kemarin.

Kedatangannya di sambut dengan baik oleh keluarga sahabat masa kecilnya itu. Ia segera menyampaikan tentang jawaban yang diberikan oleh Tsamara pada Anggara.

Keluarga Anggara, tersenyum merekah. Ketika mendengar jawaban yang tidak mengecewakan mereka. Karena lamarannya, diterima.

Mereka merencanakan hari pernikahan. Dan Anggara usul, jika lebih baik dipercepat saja. Ia sudah tak sabar melakukan malam pertama dengan gadis cantik yang begitu dicintainya.

Keluarganya terkekeh ketika mendengar permintaan Anggara. Tapi tak urung, mengiyakan juga.

Sebulan lagi, pesta pernikahan mereka akan di gelar. Setelah segala hal yang mengenai pernikahan itu selesai dimusyawarahkan, pak Abas berpamitan pulang.

Sesampainya di rumah, pak Abas memberitahukan tentang hasil musyawarah mengenai pernikahan pada Tsamara. Sehingga membuat gadis itu sangat berbinar wajahnya.

**

Pagi itu, saat Farah sedang libur kuliah. Tsamara mengajaknya membeli seragam untuk keluarganya, dan juga keperluan pernikahan yang lain.

Tsamara tampak antusias. Ia lebih leluasa bergerak kesana-kemari, karena tidak mengajak si bungsu, Soffin. Karena adiknya itu sedang membantu papanya berkebun.

Tak lupa Tsamara membeli pakaian luar dan dalam. Karena yang ada di rumah sudah tidak muat. Namun ia cukup kesulitan, karena size nya yang begitu jumbo.

Sudah hampir seharian Tsamara berbelanja untuk kebutuhan pernikahannya itu. Bahkan Farah pun sampai mengeluh, kedua kakinya capek. Dan ingin segera bertemu dengan ranjang tempat tidurnya.

Tsamara yang sudah puas berbelanja, akhirnya mengajak Farah pulang. Keduanya mampir ke sebuah kedai ayam, untuk menikmati ayam crispy kesukaan mereka. Tak lupa Tsamara juga membungkus kan untuk papa dan Soffin.

Sambil menunggu pesanan datang, Tsamara mengajak bicara Farah, tanpa menyentuh handphonenya sama sekali. Begitulah sifatnya. Selalu membuat keluarga nya merasa nyaman berada disampingnya.

Tak lama kemudian, pesanan mereka pun datang. Paket Doble ayam crispy untuk Tsamara dan Farah. Beserta empat gelas es teh. Tanpa banyak bicara, keduanya segera menghabiskan makanannya.

"Eh, lihat tuh. Ibu-ibu itu makannya banyak sekali ya. Suaminya apa tidak ilfill setiap kali melihat bentuk tubuhnya yang seperti itu."

"Iya, ih. Aku saja yang baru pertama kali lihat, sudah ilfill duluan. Seperti sapi mau dikorbankan."

"Dagingnya banyak tuh. Lumayan buat orang-orang sekampung."

"Tapi sayangnya, dia manusia. Coba kalau sapi beneran, mau deh aku beli buat qurban."

Meledak lah tawa mereka, sambil pandangannya tak lepas dari Tsamara dan Farah. Mereka menganggap kakak beradik itu adalah seorang ibu, padahal keduanya masih gadis.

Deg!

Jantung Tsamara, seakan berhenti berdetak. Ketika mendengar beberapa orang pengunjung, membicarakan hal yang buruk tentangnya.

Tangan Farah mengepal kuat, ingin melayangkan bogem mentah untuk mereka mulut para netizen. Yang tidak memiliki adab sopan santun.

Namun Tsamara menahannya, dengan mengusap lembut tangan Farah.

"Jangan kotori tanganmu dengan hal yang tidak bermanfaat, dan bisa membuat kita dalam bahaya." nasehat Tsamara dengan penuh kelembutan, walau sebenarnya hatinya juga sangat sakit saat mendengarnya.

3. Setelah sekian lama tak bertemu

Pandangan Farah terlihat masih nyalang, tapi kepalan tangannya mulai mengendur.

Di dorong rasa lapar, dan juga ingin enyah dari tempat itu, keduanya mempercepat makan mereka. Beberapa menit kemudian, piring mereka telah kosong, begitu juga dengan gelas mereka. Setelah membayar, keduanya meninggalkan tempat itu. Dan bergegas masuk mobil.

"Huh. Dasar mulut sampah. Aku doakan semoga kalian juga memiliki badan gendut seperti kami. Biar tahu rasanya di hina." gerutu Farah sambil menghempaskan tubuhnya di atas tempat duduk.

Tsamara, memiliki berat badan sekitar 90 kg. Sedangkan Farah memiliki berat badan sekitar 75kg. Meskipun ada sedikit perbedaan, tetap saja ia tidak terima jika dikatakan gendut.

"Aamiin." sahut Tsamara keras. Karena ia juga sakit hati diperlakukan seperti itu.

Tapi sakit hatinya sedikit menghilang, ketika mengingat dirinya sebentar lagi akan menikah. Ia bersyukur, Anggara mau menerima segala kelebihannya, dalam bentuk lemak itu.

Sesampainya di rumah, Soffin melihat kedua kakaknya yang membawa banyak barang-barang belanjaan. Ia menghampiri keduanya dengan raut wajah sedikit cemberut.

"Kak Tsamara, kemana saja sih? Pergi seharian tidak ngajak Soffin."

Tsamara mengusap lembut, pucuk kepala adiknya. Lalu membimbingnya duduk di sofa ruang tamu.

"Soffin, kakak tadi pergi untuk membeli barang-barang persiapan pernikahan kakak."

"Kak Tsa, mau menikah?" seru Soffin, dengan mata terbelalak.

"Semua orang pasti juga akan menikah, Sof. Termasuk kamu juga. Ketika sudah besar nanti."

"Tapi, kak. Soffin ngga mau, kakak pergi jauh meninggalkan aku. Siapa nanti yang akan mengantar jemput Soffin sekolah, mengantar les. Menemani belajar." Soffin mulai terisak. Tsamara merengkuh dan mendekap adiknya dengan penuh kasih sayang.

"Kalau kebetulan kak Tsamara menginap disini, kakak bisa mengantar jemput kamu sekolah kok, Sof. Semua orang senang karena kakak akan menikah. Harusnya kamu juga senang dong. Kakak juga akan berusaha mengatur waktu untuk bisa bertemu denganmu. Sudah jangan cemberut seperti itu. Nanti, kak Tsa, jadi sedih." Dengan lembut Tsamara menghapus air mata di pipi Soffin, dan mengecup kedua pipinya.

"Janji ya kak, meluangkan waktu untuk Soffin." bocah kecil itu mengulurkan jari kelingkingnya dihadapan Tsamara.

Untuk menyenangkan hati adiknya, Tsamara pun menautkan jari kelingkingnya. Lalu keduanya melepas senyum terbaik.

**

Sebulan berlalu dengan begitu cepat. Kini kediaman Tsamara sudah di pasang tenda Tarub, dan di hias dengan sedemikian indah.

Warna merah mendominasi tempat acara. Banyak bunga mawar merah segar yang di berada di setiap sudut tempat.

Para bapak-bapak tetangga, sibuk wira-wiri menyusun kursi membentuk deretan yang rapi. Sedangkan ibu-ibu membantu memasak.

Kamar Tsamara dihias menjadi sebuah kamar pengantin yang indah. Di lantai banyak bertabur kelopak bunga mawar merah. Di atas tempat tidur, terdapat selimut yang dibentuk menjadi sepasang angsa.

Tsamara sendiri, sedang berada di kamarnya itu. Dengan dibantu oleh Farah, ia mengenakan Henna di tangan dan kakinya.

Keduanya bercanda tawa meluapkan kebahagiaan atas pernikahan Tsamara.

**

Hari beranjak malam, sebuah acara Midodareni di gelar di kediaman Tsamara. Keluarga Anggara turut menghadiri acara tersebut.

Anggara sudah tak sabar ingin bertemu dengan Tsamara. Ia harus melewati beberapa acara terlebih dahulu, sebelum akhirnya dipertemukan dengan gadis pujaan hatinya. Yaitu dalam acara ring-ringan. Atau memberi dan mengenakan sejumlah perhiasan pada calon istri.

Terlihat seorang wanita gendut yang wajahnya di paes dan rambutnya di sanggul bokor, berjalan menuju ke arah Anggara. Ia senantiasa tersenyum lebar, meskipun jalannya sedikit kesulitan. Karena harus mengenakan kain jarik yang di lilit kencang ke pinggangnya.

'Bukan kah yang di panggil tadi Tsamara? Lalu kenapa yang muncul ibu-ibu gendut itu? Kemana perginya calon istriku itu?' batin Anggara penuh tanda tanya.

Wanita gendut itu berdiri di atas pelaminan. Lalu seorang wanita paruh baya yang bertugas dalam acara itu, berjalan ke arah Anggara. Dan menyuruhnya untuk naik ke atas pelaminan.

"Maaf, Bu. Tapi pengantin wanitanya kenapa belum keliatan ya? Bukan kah tadi ia sudah di panggil. Lalu kenapa yang keluar ikan Paus? Eh, maksud saya ibu-ibu itu." tanya Angga dengan wajah yang keheranan. Sesaat wanita yang memanggilnya tadi, mengulas senyum tipis.

"Maaf, mas. Yang berdiri di atas pelaminan itu adalah calon istri, anda. Dialah nona Tsamara Asyifa."

"Apa!" seru Anggara dengan mata yang terbuka lebar, dan mulutnya menganga.

Kedua orang tuanya juga kaget melihat Tsamara yang sangat jauh berbeda dengan yang dulu. Dulu begitu cantik, tinggi, putih, langsing. Tapi sekarang, dia begitu gendut, terlihat seperti ibu-ibu yang kerjaannya hanya makan dan tidur setiap hari.

Tak berselang lama setelah terkejut, Anggara langsung pingsan di tempat. Semua orang bergegas menolongnya, dan memberikan pertolongan pertama.

Tsamara yang berada di atas panggung pelaminan, begitu terkejut melihat hal itu. Ia sangat panik, atas apa yang menimpa calon suaminya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!