Rasa lelah menggerogoti sekujur tubuh seorang darah campuran Korea-Amerika bernama Jessica. Jessica baru saja tiba di rumahnya setelah bekerja seharian. Jessica adalah seorang dokter yang bekerja di bidang forensik. Setiap hari, dia bertemu dan menangani para korban kekerasan, mayatt korban kecelakaan, atupun bencana alam. Dan Jessica bekerja di kepolisian.
Bagi sebagian orang, Forensik begitu tabu dan menakutkan. Namun tidak untuk Jessica, baginya itu adalah hal yang sangat menarik. Karena bagi Jessica, membantu mereka para korban adalah sesuatu yang sangat mulia dan penting untuknya.
Demi mengambil specialis ini, Jessica harus rela memohon dan meyakinkan kedua orang tuanya yang awalnya sangat menentang keras keinginan putrinya itu. Dan setelah memohon setengah mati, akhirnya ayahnya mengijinkan tentu dengan sebuah syarat, tapi bagi Jessica itu tidaklah masalah karena semua hal memang membutuhkan perjuangan dan pengorbanan.
"Sica, kau sudah pulang?! Segeralah bersiap, kau tidak lupa untuk menghadiri acara malam ini bukan."
Belum sempat Jessica menyimpan tas dan melepas heelsnya. Teriakan nyaring Ibunya lebih dulu mengusik dan berkaur di dalam telinganya. Dokter cantik itu mendengus panjang
"Tentu, Ibu!" sahutnya tak kalah kencang dari sang Ibu.
Hari ini Jessica dan seluruh keluarganya akan menghadiri pesta pernikahan salah satu saudara dari pihak ayahnya. Dengan gerakan cepat, Jessica segera melesat masuk kedalam kamar mandi. Dan hanya 15 menit waktu yang gadis itu miliki untuk mandi dan berganti pakaian serta berdandan.
Dan tidak sampai 15 menit, Jessica telah siap dengan gaun terbaiknya. Berdiri di depan cermin menatap pantulan dirinya untuk memastikan jika tidak ada yang kurang pada penampilannya. Setelah di rasa cukup, segera Jessica melesat meninggalkan kamarnya menuruni tangga untuk menemui kedua orang tuanya yang sudah menunggunya di ruang tamu.
.
.
Bisa mengabdikan hidupnya pada negara, sudah menjadi impian Lucas sejak ia masih kecil. Pemuda bermarga Xi itu masih mengingat dengan jelas, saat teman-teman seangkatannya bertanya kemana ia akan meneruskan pendidikannya setelah lulus nanti. Namun Lucas tidak pernah memberikan jawaban secara langsung, hanya melalui tindakannya menjawab semua pertanyaan-pertanyaan itu.
Tentu saja teman-temannya sangat menyayangkan keputusan besar yang di ambil oleh Lucas. Saat masih sekolah, Lucas selalu mendapatkan nilai terbaik dan menjadi unggulan di tempatnya menuntut ilmu. Dengan nilai-nya itu, tentu saja akan memudahkannya untuk masuk ke Universitas mana pun yang ia inginkan.
Lucas tidak pernah menjawab setiap kali teman-temannya menanyakan mengenai alasannya, sampai akhirnya ia terdaftar sebagai murid di Intelijen Negara. Lucas tidak pernah mau ambil pusing dengan berbagai komentar mengenai keputusannya itu, karena baginya mereka tidak ada sangkut pautnya dengan hal itu.
Dan setelah bertahun-tahun berlalu, kini Lucas terikat dengan badan Intelijen dan mengabdikan dirinya pada negara kelahiran Ibunya. Lucas merahasiakan identitasnya dari siapa pun, hingga tidak seorang pun tau mengenai pekerjaannya, selain keluarga dan rekan kerjanya. Lucas tidak merasa keberatan meskipun harus menyembunyikan identitas aslinya dari semua orang, Ia justru merasa nyaman.
Lucas selalu berhasil memecahkan kasus besar yang di bebankan padanya, menangkap para penjahat kelas kakap, mengungkap sindikat mafia yang selalu meresahkan dan menangkap para teror*s yang menyebar terror di mana-mana.
Dia tidak suka jika kinerjanya harus di ekspos pada khalayak umum. Laki-laki 27 tahun itu lebih suka melakukan pekerjaannya dan menjaga negara tanpa suara. Karena baginya itu adalah sebuah kehormatan.
Memegang senjata dan berurusan dengan berbagai kejahatan sudah menjadi bagian dari hidup Lucas, Lucas tidak pernah merasa takut dan gentar, meskipun kematian selalu membayangi di setiap langkahnya.
Dia sudah terbiasa berkecimpung di dunia kriminal, mengintai teror*s dan menyamar menjadi apa pun agar identitasnya terjaga. Bahkan Lucas pun rela bergabung dengan geng para gangster dan membuat tatto di tubuhnya, dan semua itu dia lakukan hanya demi keberhasilan misinya.
Terbiasa baginya berurusan dengan para mafia, ataupun kelompok geng yang menodongkan senjata padanya. Mulai dari pisau, samurai sampai pistol. Dan semua itu membentuk Lucas menjadi pribadi yang kuat. Selama 8 tahun bekerja, tidak sedikit luka yang menghiasi tubuhnya, meskipun Lucas selalu mencoba melindungi dirinya sebaik mungkin.
.
.
Di sebuah hotel berbintang yang terletak di pusat kota Seoul. Terlihat ratusan orang dalam balutan pakaian formal, memenuhi ballroom hotel untuk ikut merayakan pesta pernikahan kakak sepupu Jessica.
Belum genap 1 jam berada di sana, sudah membuat Jessica merasa jengah, berada di tengah keramaian selalu membuat Jessica kurang nyaman. Jika bukan karena kakak sepupunya yang menikah, Jessica tidak sudi berjejal-jejalan seperti ini.
Dengan enggan dan langkah berat. Jessica memasuki gedung yang sudah ramai sejak 1 jam yang lalu, beruntung banyak saudara dan teman-temannya yang menghadiri pesta itu. Jessica mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah, semua flat dan tidak ada yang menarik di matanya.
Kemudian Ia melihat seluruh keluarga besarnya berkumpul di sebuah meja bundar , saling bertukar cerita sambil menikmati setiap hidangan yang ada dalam resepsi itu. Jessica tidak memiliki pilihan lain selain berkumpul dengan mereka.
Semua orang bercerita tentang kisah percintaannya, termasuk nenek dan kakek Jessica. Pasangan manula itu bercerita bagaimana awal pertemuan mereka dan sulitnya perjalanan cinta mereka yang di warnai liku-liku.
Semua orang bercerita tentang pertemuan dramatis dengan para pasangannya. Sementara Jessica yang tidak memiliki pengalaman apa pun soal percintaan memilih untuk menyimak saja , kadang Ia merasa geli sendiri mendengar kisah penuh drama dari para sepupunya.
Jessica hanya menjadi pendengar setia dan menampung semua cerita yang di sampaikan oleh saudara-saudaranya.
Lalu tatapan si nenek jatuh pada Jessica, setelah menatap satu persatu cucunya yang satu meja dengannya, si nenek tidak habis pikir dengan cucu bungsunya itu. Padahal usianya sudah hampir dua puluh lima tahun, tapi sekali pun dia belum pernah mengenalkan kekasihnya pada sang nenek.
Sang nenek mengulum senyum jahil yang jelas ia tunjukkan pada Jessica. "Sica, Lalu bagaimana denganmu? Apa kau sudah menemukan calon pendamping hidup?"
Jessica meringis mendengar pertanyaan sang nenek. Gadis itu tidak memberikan jawaban apa pun, semua mata kini tertuju padanya.
"Hm! Untuk saat ini belum, Nek. Jika sudah ada pasti akan langsung aku kenalkan pada kalian semua." Jessica mencoba bersikap tenang meskipun pada kenyataannya ia gugup plus kesal setengah mati.
Sejujurnya, Jessica benci menjadi pusat perhatian seperti ini, dan dia harus berterima kasih pada sepasang mempelai yang menghampiri mereka untuk berfoto bersama. Hingga akhirnya ia terlepas dari pertanyaan-pertanyaan konyol yang terus menerus memojokkan dirinya.
.
.
Bersambung.
Tuntutan pekerjaan memaksa Lucas untuk rela terpisah jauh dari keluarganya. Tapi itu tidak masalah baginya, dan bukanlah suatu hal yang harus di sesalkan. Karena bagi Lucas, tidak ada yang lebih penting dari pekerjaannya, namun kadang ia masih meluangkan waktunya untuk menjenguk keluarga yang tinggal 1 kota dengannya.
Dan kebetulan kedua orang tua Lucas dan kakaknya 'Xi Leon' sedang bertandang ke Korea untuk mengunjungi kedua putranya dan merayakan natal bersama mereka.
Pesta natal yang di adakan di rumah berlangsung sederhana. Pesta BBQ di halaman belakang di iringi obrolan-obrolan ringan, Lucas sangat menikmati kebersamaannya bersama kakak dan kedua orang tuanya, sebelum akhirnya ia harus kembali bekerja.
Pagi hari mereka sarapan bersama , saling bertukar cerita di meja makan.
"Kau terlihat sedikit pucat, Lu! Pasti akhir-akhir ini kau mengurangi waktu tidurmu. Jangan bekerja terlalu keras, Nak!" nasehat sang Ibu yang langsung mengalihkan perhatiannya dari makan malam yang tengah ia nikmati.
"Bukankah seharusnya begitu, Ma!" sahut Lucas.
"Tapi setidaknya kau juga harus memikirkan tentang kondisi dan kesehatanmu!" lagi-lagi sang ibu memberi komentar. "Pasti makanmu juga tidak teratur, kau terlihat lebih kurusan Lu!"
"Aku berani bertaruh, Ma! Pasti bocah ini lebih menyayangi pekerjaannya, dari pada kesehatannya. Sampai-sampai dia tidak makan dan tidur dengan teratur." tak ingin kalah dari sang Ibu, Leon pun memberikan komentarnya.
"Enak saja! Jangan asal tebak dan menyimpulkan, Ge. Aku selalu makan dan tidur secara teratur!" ujar Lucas tak mau kalah.
"Tapi Lu! Tidak adakah hal lain yang kau pikirkan selain pekerjaan dan pekerjaan? Contohnya... seorang gadis!" komentar sang kakak memaksa Lucas untuk berhenti mengunyah sejenak.
Pemuda berwajah stoic dan berkepribadian sedingin kutub utara itu memutar matanya jengah, lagi-lagi Leon mengungkit tentang seorang gadis .
"Sebenarnya apa yang ingin kau tanyakan, Ge? Dan hal apa yang kau maksud?" tanya Lucas sedikit malas.
"Menikah contohnya!"
"Uhuk! Uhuk!" Lucas tersedak makanan di dalam mulutnya karena ucapan sang kakak.
Buru-buru Lucas meraih gelas berisi air putih lalu meneguk setengah dari isinya. Dia sedikit terkejut saat Leon tiba-tiba membahas soal pernikahan, yang tidak pernah terpikirkan olehnya. Bahkan kata itu tak pernah muncul sekalipun di benaknya. Semua mata kini tertuju padanya, detik berikutnya tawa Leon pun pecah.
"Bwahaha! Lihatlah wajahmu itu, Lu. Kau terlihat sangat lucu."
Lucas mendecih dan menatap sebal kakaknya itu. Leon lagi-lagi bersikap menyebalkan. Semua orang yang satu meja ikut tertular. Ayah dan ibunya ikut menertawakan dirinya. Namun sayangnya Lucas tidak mau terlalu ambil pusing, dan dia melanjutkan sarapannya dengan tenang.
.
.
Jessica hanya bisa pasrah saat Ibunya mencoba mengenalkannya pada putra rekan bisnis sang Ayah. Awalnya sang Ayah hanya berniat membuat dirinya dan pria itu saling mengenal saja, namun Jessica memiliki keyakinan jika mereka memiliki maksud terselubung karena Ibunya begitu antusias untuk mendekatkannya dengan Jinhyuk.
Pria itu sudah beberapa kali berkunjung kerumahnya. Dan setelah beberapa kali bertemu, Jessica merasa jika pria itu memiliki niat buruk padanya.
Sejak pria bermarga Kim itu datang ke kediamannya, Jessica semakin yakin bila kedua orang tuannya memang mempersiapkan sebuah perjodohan untuknya. "Nah! Bagaimana sayang, apa kau ingin menentukan sendiri tanggal resepsinya?"
Jessica memicingkan matanya. Apa ia tidak salah dengar? Baru saja Jin mengungkit soal tanggal pernikahan "Apa-apaan ini? Memangnya resepsi apa? Memangnya siapa yang berkata akan menikah denganmu?"
Jin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal seraya tersenyum canggung "Maaf, Sica. Aku tidak bermaksud untuk mempercepat rencana pernikahan kita. Aku.... hanya terlalu bersemangat saja."
"Lagi pula aku sudah membicarakan hal ini dengan Paman dan Bibi. Dan mereka berdua sangat menyetujui rencanaku untuk mempersunting dirimu. Aku... akan segera melamarmu secara resmi. Kau tidak perlu cemas, dan kau pasti setuju, aku tau itu. Kau... juga tertarik padaku kan?"
Jessica mendengus panjang. Lagi-lagi Ibunya ikut campur soal kehidupan pribadinya dan Jessica benci hal itu "Setuju katamu? Kalau orang tuaku tidak perlu kau tanya lagi, karena memang mereka yang menginginkan hal itu, tapi tidak denganku. Aku yang akan menikah bukan mereka, dan aku berhak untuk menentukan siapa calonku nantinya. Dan yang terpenting harus ada persetujuan dariku." ujar Jessica menegaskan.
Jinhyuk menatap Jessica dengan seringai andalannya. "Memangnya hal itu di perlukan? Aku rasa tidak."
.
.
Setelah bertemu dan berkumpul bersama keluarganya. Hari ini Lucas kembali di sibukkan dengan pekerjaannya, pemuda bermarga Xi itu berjalan menaiki tangga menuju sebuah ruangan di mana targetnya berada.
Bukan pekerjaan yang menguras tenaga, karena dia hanya perlu menyelipkan camera pengawas di salah satu sudut ruangan. Bukan sebagai seorang agen melainkan sebagai petugas penghantar pizza.
Lucas mengetuk pintu di depannya dengan tenang, dari dalam ia mendengar derap langkah kaki yang berjalan mendekati pintu. Tak lama pintu berpelitur elegan itu pun terbuka, dan tampaklah sosok pria bertubuh tinggi dan tegap berdiri di depannya dengan tatapan datarnya.
"Oh kau petugas pizza? Masuklah."
Lucas melangkah masuk, pandangannya menelisik ke segala penjuru arah. Meskipun hanya sekilas, namun ia melihat senjata api milik target yang terselip di antara tumpukan dokumen di atas meja '
Dia benar-benar bersenjata' pikirnya.
Lucas meletakkan kotak pizza itu di atas meja yang berada di tengah ruangan. Baru saja Lucas hendak beranjak, namun suara aneh terdengar dari arah atas. Pemuda itu menyeringai tipis '
Sudah masuk perangkap rupanya!' simpulnya.
Lucas kemudian menghampiri pria yang memesan pizza, yang hanya menatap bingung pada listriknya yang berbunyi nyaring sebelum akhirnya listrik di ruangan itu seluruhnya padam.
"Tuan! Saya rasa listrik Anda dalam masalah. Boleh saya melihatnya?" tawar Lucas penuh keyakinan. Pria itu tidak langsung menjawab dan hanya menatap datar padanya.
"Memangnya kau bisa?" ragu-ragu pria itu bertanya.
"Ya! Sebelumnya saya bekerja di bidang itu. Saya juga mahir membenahi listrik yang mengalami konsleting." ujarnya meyakinkan.
"Baiklah. Aku ijinkan, jika kau berhasil. Aku akan membayarmu lebih."
Lucas mendekati stabilisator yang ada di pojok atas ruangan. Hatinya bersorak kegirangan, agen muda itu menyeringai penuh kemenangan karena jika meletakkan camera pengawasnya di sana, itu akan menjadi angel yang sangat bagus. Seluruh ruangan akan terlihat dari sana, Lucas membuka penutup stabilisator lalu bergumam.
"Rupanya ada kabel yang terbakar."
Sang target mendesah panjang, pria itu beranjak saat mendengar dering pada ponselnya, dan hal itu tidak di sia-siakan oleh Lucas untuk melakukan tugasnya
"Maaf Tuan. Saya membutuhkan perkakas untuk membetulkan stabilisator itu. Tanpa alat, saya tidak bisa melakukan apa pun." ujar Lucas, dan saat dia telah berbalik, sebuah moncong pistol mengarah padanya.
"Kau pikir bisa semudah itu mengelabuhiku?"
.
.
Bersambung.
"Kau pikir bisa semudah itu mengelabuhiku?" pria itu menyeringai dan menatap remeh pada Lucas.
Lucas sungguh tidak menyangka jika identitasnya akan ketahuan secepat ini. Rupanya kaki tangan pria yang menjadi targetnya ini sudah menyelidiki siapa Lucas yang sebenarnya.
Ternyata pria itu bukanlah target yang bisa dianggap remeh. Mendengar bentakan targetnya tak membuat Lucas gentar sedikit pun, agen muda itu hanya menyeringai tipis
"Santai saja bung." ucapnya sambil mengangkat salah satu tangannya.
Lucas hanya menatap datar pada targetnya yang berdiri sekitar 7 meter di depannya, dengan kedua tangan menggenggam revolvernya. Lucas tau jika lawannya itu tidaklah main-main, bahkan dia bergerak seagresif itu padanya. Parahnya lagi Lucas datang tanpa persiapan apa pun, karena Ia tidak pernah berfikir jika hal ini akan terjadi.
"Dasar polisi bod*h. Kau pikir kau sehebat itu, hah?! Aku tidaklah sebodoh yang kau pikirkan!! Tetaplah menjadi kelinci yang baik karena nyawamu berada di tanganku. Dan tidak akan ada 1 temanmu pun yang datang untuk menyelamatkanmu. Hahahha!" seru pria itu seraya tertawa keras.
Lucas tetap diam tanpa merubah posisinya sedikit pun, salah satu tangannya tetap terangkat keatas dan tidak tampak ketakutan tercermin pada raut wajahnya yang datar.
"Sepertinya kau salah orang, bung. Karena aku bukanlah polisi."
"Aarrkkkhhh!!! Persetan dengan hal itu, aku ingin membalas kematian anak buahku yang mati di tangan komplotan mu!! Kau tau? Mereka membunuh banyak anak buahku." bentak orang itu penuh emosi.
"Kau mempersalahkan kematian anak buahmu, lalu bagaimana dengan nyawa para warga yang melayang di tangan anak buahmu?!"
"Masa bodoh dengan hal itu. Yang jelas, kau harus mati detik ini juga." bentak pria itu seraya melangkah mendekati Lucas.
Lucas hanya menyeringai , ia sudah memiliki rencana untuk mengatasi hal ini. Dan dia hanya perlu menunggu timing yang tepat dan semua akan berending seperti harapannya.
Namun belum sempat Lucas melakukan rencananya, sebuah bogem mentah mengarah tepat di pelipis kirinya hingga robek dan mengeluarkan banyak darah. Dan tak lama berselang, sebuah suara tembakan terdengar. Satu timah panas menembus bahu kanan Lucas.
'DORRR!!'
Letusan itu terdengar jelas di telinga Lucas. Ia menyadari jika sebuah timah panas kini bersarang di bahu kanannya, dan Lucas berterimakasih karena timah itu tidak sampai menembus jantungnya.
Di tengah kesadarannya, dia melihat targetnya berjalan kearah pintu sebelum tubuhnya ambruk menghantam lantai. Pelipis kirinya yang sudah terluka berbenturan dengan lantai, membuat darah mengalir semakin banyak. Matanya yang setengah terbuka menatap langit-langit ruangan dengan pandangan tak terbaca.
'Ya Tuhan! Mungkinkah ini akhir dari perjalananku!!'
.
.
Setelah Jin mengatakan kalimat yang tidak masuk akal padanya. Jessica langsung menemui Ayah dan Ibunya "Ma! Katakan, kau tidak serius bukan ingin menjodohkanmu dengan Kim Jinhyuk?" Nada bicara Jessica yang meninggi membuat Ibunya tersentak kaget. "Katakan, Ma! Jangan diam saja." bentak Jessica sekali lagi.
"Tenanglah, Sayang. Mama, sudah mengenal Jin dengan baik, dia adalah pemuda yang baik dan berasal dari keluarga terpandang. Dan Mama yakin, jika menikah dengannya pasti kau akan..."
"Astaga, Mama!! Dari sekian banyak pria baik di dunia ini, kenapa aku harus menikah dengannya?! Tidak, Ma! Pokoknya aku tidak mau." tegas Jessica menolak keputusan Ibunya.
Wajahnya memerah padam karena menahan amarah. Dan jika tidak, pasti amarahnya sudah meledak tidak karuan. Sang Ibu segera memeluk gadis itu dan berusaha menenangkannya
"Maaf, Sayang. Dengarkan Mama, Sica. Sebagai seorang Ibu, yang Mama inginkan hanya ingin yang terbaik untukmu."
"Untuk itu biarkan aku memilih sendiri calon pendamping hidupku." ucapnya dan pergi begitu saja. Meninggalkan sang Ibu sendiri di ruang keluarga.
Jessica berjalan lunglai meninggalkan kediamannya. Gadis itu berjalan sambil memijat keningnya yang terasa pening. Berbagai pikiran mengganggu dirinya sejak dua Minggu belakangan ini. Lebih tepatnya setelah pertemuannya dengan Kim Jinhyuk, dan pembahasan mengenai perjodohan konyol itu.
Gadis itu sedang memutar otaknya dan memikirkan jalan keluar yang terbaik untuk masalahnya ini. Sempat terbesit di pikirannya untuk melarikan diri dari rumah. Keinginan itu berkali-kali merasuki dirinya. Namun segera di tepis sendiri olehnya.
Keberadaan Jessica di tengah keramaian cukup menyita perhatian banyak orang. Bukan karena kecantikan yang ia miliki, namun benda yang tersampir di pundaknya. Itu adalah sebuah tabung oksigen, entah kenapa hari ini Jessica begitu berniat untuk membawa tabung Itu bersamanya. Gadis itu melihat tatapan-tatapan aneh tersebut,namun Jessica tidak mau ambil pusing dan tetap melanjutkan langkahnya.
Jessica melewati jalanan sepi. Gadis itu menghentikan langkahnya kemudian menurunkan tabung itu dari bahunya. Ia merasa sedikit pegal. "Omo!!" gadis itu terlontar kaget saat mendengar suara mirip ledakan yang berasal dari bangunan yang berada di sisi kanannya.
Sontak Ia menoleh dan mendapati bangunan bertingkat dua itu hampir rata menjadi tanah. Dari tempatnya, Jessica melihat seorang pria berjalan sedikit terburu-buru meninggalkan bangunan itu sambil menenteng sebuah senjata api. Lututnya bergetar, matanya terbelalak 'Mungkinkah di dalam sana....' batin Jessica.
"Oh tidak!"
Jessica melihat pria berwajah bringas itu memasuki sebuah mobil seperti di kejar sesuatu. Mobil itu pun melesat jauh meninggalkan kawasan sepi tersebut. Dan entah dorongan dari mana, Jessica berlari memasuki bangunan setengah hancur itu.
Instingnya mengatakan jika seseorang sedang terluka di dalam sana dan membutuhkan sebuah pertolongan. Dari jarak 10 meter, Jessica melihat seorang pria terkapar dengan keadaan bersimbah darah.
"Tuan!! Anda bisa mendengar saya??" Jessica menepuk kedua pipi pemuda itu bergantian.
.
.
'Tiga hari kemudian'
Lucas sudah bagun dari komanya sejak 2 jam yang lalu. Saat kedua matanya terbuka, Lucas berfikir jika ia telah berada di dunia lain. Namun keberadaan seorang suster membuatnya tersadar jika Ia masih hidup, seluruh keluarganya berdatangan dan Ibunya yang berurai air mata langsung memeluknya.
Pikirannya menerawang, mencoba mengingat apa yang terjadi pada hari itu, antara sadar dan tidak sadar. Lucas seperti melihat siluet seorang gadis yang memanggil-manggil dirinya.
Lucas tidak pernah berfikir jika Ia masih bisa bertahan hidup setelah sebuah peluru bersarang di jantungnya. Dan mungkin Tuhan masih menyayangi nyawanya hingga mengirimkan seseorang untuk menyelamatkan nyawanya.
Dan sia ingat jika seseorang yang entah dari mana datangnya itu tiba-tiba menghampirinya hingga Ia bisa terbebas dari maut. Karna ingin bertemu dengan orang yang telah menolongnya, maka dari itu Lucas meminta bantuan suster untuk memanggil orang itu.
Decitan pintu terbuka mengalihkan perhatian Lucas dari objek yang ia pandangi sejak tadi. Pria berusia 27 tahun itu memicingkan matanya melihat sosok wanita berparas barbie bersurai panjang dalam balutan dress hitam dan jas putih kedokteran berjalan menghampirinya. Lucas berfikir, bukankah baru beberapa saat yang lalu dokter memeriksanya lalu wanita itu...??
"Maaf, Dokter. Tapi Dokter lain sudah memeriksaku!"
Gadis itu mengulum senyum tipis. "Saya bukan Dokter rumah sakit ini. Saya datang karena seseorang menghubungi saya dan mengatakan jika Anda ingin bertemu saya."
Lucas terdiam untuk sesaat. Otaknya berfikir keras, bukankah Ia ingin di pertemukan dengan penolongnya tapi kenapa malah dokter cantik itu yang datang. Matanya terbelalak
"Jangan-jangan kau...?"
.
.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!