NovelToon NovelToon

Biarkan Aku Bahagia

Bab 1

Disebuah kursi kesakitan, kini aku duduk menunggu keputusan hakim atas gugatan perceraian yang suamiku layangkan pada ku.

Di kursi ini detak jantungku begitu bergemuruh, menanti kepastian tentang status pernikahan ku selanjutnya. Di sampingku tengah duduk suamiku yang mungkin akan menjadi mantan suami dalam kurun waktu beberapa menit kedepan, ia duduk dengan begitu tenang, tanpa rasa terbebani atau belas kasihan sedikit pun pada ku. Beberapa kali aku menghembuskan nafas kasarku, hanya sekedar berusaha menenangkan diriku yang mulai bergemetar.

Kursi yang aku duduki ikut bergetar bersamaan dengan tubuhku. Tak sedikit pun Mas Doni melihat kearah ku, padahal mungkin saja suara getaran dari kursi yang ku duduki sedikit mencuri perhatiannya. Namun ia terlihat acuh, sepertinya ia sudah mati rasa dengan ku.

Jika di pikir-pikir tak pernah ada kesalahan yang pernah aku lakukan di dalam pernikahan ku dengannya. Aku selalu berusaha menjadi istri yang baik untuk dirinya. Alasan yang tak masuk akal dari dirinya karena ketidak mampuan ku selama dua tahun ini yang belum juga mengandung buah cinta kami, menjadi alasan kuat untuknya mengakhiri pernikahan ini, dan juga hanya karena menuruti keinginan wanita busuk itu yang menginginkan dirinya secara utuh, tanpa aku yang mereka anggap sebagai pengganggu.

Tok..Tok..Tok!! [Suara pukulan palu Hakim menggema di seluruh penjuru ruangan]

Seketika nafasku sesak, saat mendengar hakim memutuskan pernikahan kami telah berakhir. Gurat senyum kemenangan aku lihat dari wajah mantan suamiku yang melirik wanita yang duduk diantara deretan keluarga Mas Doni yang tengah menyaksikan sidang perpisahan kami.

Sedih. Tentu saja hatiku merasa sangat sedih. Bisa-bisanya keluarga Mas Doni tersenyum bahagia di atas penderitaanku.

“Kejam sekali kalian padaku, aku tak akan melupakan apa yang kalian lakukan pada ku saat ini,” ucapku di dalam hatiku yang merasa pedih melihat euforia kebahagiaan mereka di dalam ruang sidang.

Dalam hatiku berkecamuk melihat kebahagiaan mereka. Tak ingatkah siapa mereka, sebelum mereka menikmati gelimang harta seperti saat ini? Mungkin mereka sudah amnesia dengan asal usul mereka terdahulu.

Begitulah manusia, jika sudah bergelimangan harta, tentu saja akan melupakan jasa seseorang yang membuat mereka bisa hidup nyaman tanpa kekurangan uang sepeser pun.

Prok…prok…prok! [Sebuah suara tepuk tangan memecahkan euforia kebahagian keluarga suamiku].

Seorang wanita paruh baya dengan beberapa pengawal pribadinya datang memasuki ruangan sidang sembari bertepuk tangan. seketika menciptakan keheningan di ruang itu. Wanita paruh baya itu menatap sendu diriku yang membeku dimana tempat diriku berdiri saat ini. Tak akan ada seorang ibu yang tega melihat keterpurukan putrinya di ruang kesakitan ini. Ya. yang datang sambil bertepuk tangan adalah Mila. Mami ku.

“Sudahkah kamu sadar sekarang sayang, betapa jahatnya mereka pada mu? Sangat pantas jika selama ini Mami dan Papi selalu menentang pernikahan kalian.” tanya Mami Mila pada ku.

Ia bertanya sambil terus berjalan menghampiri diriku, langkah kaki tuanya yang masih gagah mengikis jarak diantara kami, tanpa memperdulikan beberapa pasang mata yang menatap dirinya dengan rasa takut juga khawatir.

“Mami..” panggilku begitu lirih, memanggil nama ibu yang sudah melahirkan ku ke dunia ini.

Mami Mila memeluk erat tubuhku yang tak tahan lagi untuk menumpahkan seluruh air mata ku yang tertahan sejak tadi. Aku menangis di dalam pelukannya. Ia terus membelai rambut panjangku, mencurahkan kasih sayang seorang ibu pada anaknya yang hatinya sedang tak baik-baik saja.

“Menangislah Nak, tumpahkan kesedihan mu. Mami tak akan membiarkan kamu sendirian menghadapi kenyataan pahit ini.” Ucapnya yang makin membuatku makin menangis sejadi-jadinya.

Melihat kedatangan Mami ku, aku sangat paham jika keluarga mantan suamiku itu merasa ketar-ketir dibuatnya. Jelas saja mereka seperti itu karena mereka takut dengan kekuasaan yang dimiliki keluarga ku.

Selama ini mereka mengira aku telah dibuang dan diabaikan oleh keluarga ku, tapi kenyataannya tidak seperti itu. Di belakang suami yang sudah menjadi mantan suamiku kini. Mami selalu menemui ku secara diam-diam. Ia memberikan ku beberapa jumlah uang, mengajakku makan di restoran mahal dan juga membelikan ku barang-barang mewah, yang selama ini keluarga suami ku anggap, aku selalu menghabiskan uang Mas Doni untuk berfoya-foya, padahal semua itu adalah pemberian Mami ku.

Uang yang selama ini Mas Doni berikan pada ku selalu aku putar untung usaha jamu online yang kami jalani hingga sampai sebesar ini, bahkan jika saat kami mengalami kerugian, aku dengan berat hati menjual diamond pemberian Mami ku, agar Mas Doni tidak stress memikirkan modal yang tak berputar karena sudah habis untuk biaya ganti rugi. Sebagai istri aku kurang apa? Aku selalu berusaha mengimbangi suamiku.

Jika karena tentang momongan, suamiku mendua. Aku sudah melakukan pemeriksaan, bahkan ikut program kehamilan dengan biaya yang aku kocek dari tabunganku sendiri, uang yang selama ini Mami berikan dan aku tabung sebagai biaya jaga-jaga ku kedepannya nanti. Aku dinyatakan sehat oleh Dokter, rahimku juga normal dan selalu siap melakukan pembuahan, tapi Tuhan seakan belum menakdirkan aku dan Mas Doni memiliki momongan.

Tapi jalan Tuhan memanglah yang paling terbaik. Jika saja aku memiliki seorang buah hati dari Mas Doni. Entah bagaimana aku menjelaskan padanya tentang perpisahan kedua orang tuanya yang di sebabkan oleh orang ketiga dan bagaimana aku membesarkan seorang anak tanpa seorang Ayah. Itu semua sungguh tak mudah dan aku bayangkan aku tak akan sanggup menjalaninya.

Dengan langkah berat dan tertatih, Mami Mila merangkulku keluar dari ruang kesakitan. Ia membawaku pergi dari pandangan penuh arti yang diberikan keluarga Mas Doni pada ku.

“Abaikan mereka, mulai hari ini mereka bukan siapa-siapa mu lagi Lea.” Ucap Mamiku saat ia mendekapku erat, ketika kami melewati kerumunan keluarga Mas Doni dan juga wanita sialan itu yang terlihat merangkul tubuh Mas Doni dengan posesif.

Wanita itu sungguh tak punya urat malu, baru beberapa menit seorang Hakim memutuskan pernikahan kami. Dia sudah terang-terangan memeluk tubuh Mas Doni. Ia seakan takut aku kembali merebut Mas Doni dari dirinya.

Meskipun hati ini masih mencintainya, tapi aku sungguh tak sudi kembali pada pria yang tak bisa menghargai pengorbanan ku dan perjuangan ku saat aku bersamaan dengannya.

Aku mencintai Mas Doni tanpa memandang kekurangannya, tapi dia menceraikan ku dengan alasan kekurangan ku. Padahal aku sudah memberikan hasil test ku dari berbagai rumah sakit yang menyatakan aku sehat tapi Mas Doni tetap tidak percaya.

Tak terasa langkah kami terhenti. Sebuah sedan mewah sudah terparkir di muka lobby pengadilan agama menunggu kehadiran kami. Ya. Mobil sedan mewah itu adalah milik Mami ku. Seorang pengawal pribadi membukakan pintu mobil untuk kami masuk. Mobil pun melaju meninggalkan pengadilan agama dengan mobil milikku yang kembali di pinta oleh Mas Doni, karena ia merasa dialah yang membelinya.

Dengan kecepatan sedang mobil yang di kemudikan Pak Paijo membelah kemacetan ibu kota. Semula aku tak tahu, aku akan dibawa kemana oleh Mami. Yang pasti aku sudah menyadari jika jalan yang kami lewati bukanlah jalan menuju rumah kedua orang tua ku. Aku memilih diam dan tak bertanya apapun pada Mami. Aku sudah pasrah Mami akan membawa ku kemana.

Apartemen Louson. Ya mobil yang kendarai Pak Paijo berhenti di apartemen Louson. Ternyata Mamiku membawa ku pergi ke apartemen yang dulu aku tempati semasa aku kuliah dulu.

“Lea tinggalah di sini dulu sampai Papi mu mau menerima mu kembali!” ucap Mami saat ia mengajakku untuk turun.

“Iya, “ jawab ku singkat.

Aku tertunduk lemas, ketika aku sadar. Jika seorang pria tua yang menjadi cinta pertama di dalam hidupku masih menaruh rasa amarah dan bencinya terhadap diriku. Aku sadar aku salah. Salah karena sudah dibutakan oleh cinta ku pada Mas Doni saat itu dan mengabaikan segala larangannya.

Bab 2

Apartemen Louson.

Mami membuka pintu unit apartemen yang pernah aku tinggali. Ku langkahkan kaki ku memasuki unit apartemen yang pernah ku huni selama tiga tahun lamanya, tepatnya dua tahun yang lalu aku meninggal apartemen ini ketika aku memutuskan untuk menikah dengan Mas Doni.

Aku memang jarang tinggal di rumah, karena jarak dari rumah ke kampus cukup jauh dan memakan waktu kurang lebih dua jam, itu pun jika keadaan lalu lintas tidak padat merayap.

Ku langkahkan kakiku menuju Balkon. Mata ku jauh memandang suasana kampus tempat aku menimba ilmu dulu. Tiba-tiba ada rasa rindu ingin kembali kuliah di benakku. Mami yang terdengar sudah selesai menghubungi seseorang datang menghampiri ku.

"Lea, apa kamu mau kuliah kembali Nak?" Tanya Mami Mila sembari mengusap rambut panjang ku.

"Memang bisa Mam? Bukankah aku sudah di DO?" Tanya ku tak yakin.

"Kata siapa? Setelah kamu pergi untuk menikah dengan laki-laki tak tahu diri itu. Mami segera menghubungi teman Mami yang punya kampus ini, Mami minta sama dia, supaya kamu tidak di Drop Out. Karena Mami yakin pernikahan kalian hanya bertahan seumur jagung saja," jawab Mami yang terlihat begitu kesal dengan Mas Doni. Hingga ia tak sudi menyebut namanya.

"Kok Mami bisa seyakin itu sih? Jangan-jangan aku bercerai sama Mas Doni karena doa Mami nih?" Tuduh ku pada Mami yang seketika menyeryitkan kedua matanya.

"Lea, tak ada seorang ibu di dunia ini yang mendoakan keburukan untuk putrinya. Mami tidak pernah berdoa yang jelek-jelek untuk mu Lea, tapi feeling seorang ibu itu selalu tepat Lea dan buktinya kau lihat sendiri bukan. Ketulusan cinta mu dibalas dengan pengkhianatan oleh laki-laki gembel itu." Sangkal Mami. Ia terlihat mendengus ketika harus menyebut nama Mas Doni.

Rasa kesal, marah dan benci sepertinya sudah campur aduk di hati Mami untuk Mas Doni. Kecil kemungkinan Mas Doni akan mendapatkan maaf dari Mami yang terlanjur benci padanya.

Mami meninggalkan ku yang sedang berdiri di balkon. Ia masuk kedalam karena suara bel pintu apartemen ku berbunyi. Dari dalam ruang telvisi yang menyambung dengan balkon, Mami memanggilku.

"Lea, Mami harap kamu tidak terjun bebas dari sana. Jangan berbuat nekat hanya karena laki-laki tak tahu diri itu sayang!" Pekik Mami dari ruang televisi mengingatkan diriku.

Jujur saja, tak terlintas di benakku untuk mengakhiri hidupku hanya karena perpisahan ku dengan Mas Doni. Kenapa Mami bisa-bisanya bicara seperti itu? Mungkin karena ia kebanyakan nonton drama sinetron televisi.

Aku yang sudah masuk kedalam dan duduk di sofa televisi pun dihampiri oleh Mami dan Bi Inah, asisten rumah tangga ku yang dulu tinggal bersama ku di apartemen ini.

"Bi Inah..." Panggil ku. Aku segera berdiri dan menghampiri Bi Inah yang berdiri di samping Mami.

"Non Lea, apa kabar Non?" Tanya Bi Inah dengan senyumnya yang lebar.

"Buruk Bie," jawab ku jujur pada Bi Inah.

"Sudah-sudah! Curhatnya nanti saja. Sekarang Bi Inah duduk dulu, saya mau kasih tahu tugas untuk Bi Inah." Ucap Mami yang mempersingkat waktu.

Aku tahu Mami bicara seperti itu, karena dia adalah wanita yang super sibuk. Tak hanya menjadi seorang istri, Mami pun memimpin beberapa kantor cabang milik Papi.

"Bi Inah, rencananya Lea akan kembali meneruskan kuliah di ajaran tahun depan, masih ada waktu empat bulan lagi untuk dia berleha-leha. Terserah dia mau lakukan apa, asalkan tidak membawa laki-laki tak tahu diri itu ke sini. Saya harap Bi Inah bisa bekerja sama dengan baik, dengan saya ya." Ucap Mami dengan wajah tegas dan sangar.

"Iya Nyonya, tapi seperti yang saya ucapkan tadi di telepon, jika setiap pagi dan menjelang sore, saya harus bekerja di unit sebelah, saya tidak bisa berhenti begitu saja seperti keinginan Nyonya." Jawab Bi Inah apa adanya.

"Ya sudah tak apa Bi. Asal Bibi bisa membagi waktu Lea tak masalah." Jawab ku yang mewakili Mami.

"Jangan jadikan kesempatan saat Bi Inah tak ada untuk Kamu berhubungan kembali dengan dia, Lea!" Tuduh Mami pada ku.

"Itu tak akan pernah terjadi Mam, aku tak akan mau merasakan sakit untuk kedua kalinya dengan orang yang sama." Jawab ku yang tak terima dengan tuduhan Mami terhadapku.

Mami seakan benar-benar menganggap ku seperti wanita yang mencintai pria tanpa logika. Meskipun aku sangat mencintai Mas Doni tapi logika dan nalarku tetap berjalan. Aku tak mau terlihat bodoh mengemis cinta dengan orang yang sudah membuangku, bahkan melupakan perjuangan ku membuatnya hingga menjadi seperti saat ini.

Ya. Dia yang hanya seorang anak tukang jamu, sekarang sudah menjadi pengusaha jamu tradisional yang sukses di kota besar. Meskipun brand yang ia miliki masih di kenal sampai di pulau jawa saja, tapi keuntungan bersih yang ia dapatkan dalam satu bulan bisa mencapai satu milyar rupiah.

Perjalanan bisnis yang ia miliki bisa maju seperti saat ini karena berkat usaha keras ku. Menawarkan jamu-jamu buatan mantan ibu mertuaku ke pabrik-pabrik milik sahabat kedua orang tua ku.

Aku akui, rasa jamu buatan mantan ibu mertuaku itu sangatlah enak dan pas. Pantas saja jika sangat laku di pasaran. Namun sampai sekarang pembuatan jamu ini masih terkendala dengan daya tahannya.

Berbagai eksperimen sudah dilakukan dan hasilnya malah mengubah rasa, sehingga dikompline para pelanggan. Pelanggan yang tak mau rugi pun selalu menuntut uang ganti rugi. Disaat inilah Mas Doni dan diriku yang tak punya dana talangan menjadi kesulitan keuangan, karena harus membayar uang ganti rugi dari uang modal yang berputar.

"Baguslah kalau begitu Lea, Mami harap kamu akan terus seperti ini dan tak berubah pikiran untuk kembali pada Pria tak tahu di untung itu." Sahut Mami yang kembali sibuk dengan ponselnya.

"Bi sepertinya hanya itu saja yang ingin saya bicarakan, Bibi bisa letakkan barang-barang Bibi di kamar Bibi yang dulu ya. Untuk gaji, sebutkan saja angkanya. Saya akan bayar sesuai keinginan Bibi, asal Bibi bisa menjaga putri saya dengan baik." Sambung Mami yang mulai merapikan penselnya ke dalam tas brandednya yang bernilai ratusan juta.

"Mami mau kemana?" Tanya ku pada Mami yang sudah bersiap mau pergi.

"Maafkan Mami Lea, sepertinya Mami harus pergi. Mami ada janji meeting dengan Papi mu sore ini. Kamu peganglah ini, pinnya masih sama seperti dulu, tak ada yang berubah." Jawab Mami yang menyodorkan kartu Blackcard milikku yang sudah ditarik kedua orang tua ku dulu.

Ya. Saat aku menikah dengan Mas Doni semua fasilitas ku di cabut, tak ada fasilitas dari kedua orang tuaku yang aku bawa. Aku memulai semuanya dari nol. Mami mulai mendatangi ku, setelah pernikahan ku jalan dua bulan lamanya.

Bab 3

Dua minggu sudah aku memandang status sebagai janda muda tanpa seorang anak. Dua minggu sudahjuga  aku mengurung diriku di dalam apartemen. Ya. Aku menghabiskan waktuku di dalam apartemen hanya dengan membaca majalah ataupun menonton drama korea tentang kisah percintaan tentunya.

Sore itu, Bel pintu apartemen ku berbunyi. Aku segera berjalan menghampiri pintu apartemen ku. Aku buka pintu apartemenku dengan menarik handle pintu. Seorang pria masih mengenakan setelan kantor berdiri di muka pintu apartemen ku.

“Sore Mas, cari siapa ya?” tanya ku pada sosok Pria yang aku kenali, namun aku lupa siapa namanya.

“Sore Lea, Bi Inah ada?” Balasnya dengan menyebutkan nama ku. Ia mencari keberadaan Bi Inah pada ku.

“Kok Mas tahu nama saya, memangnya kita pernah kenalan sebelumnya?” tanya ku yang tak menjawab pertanyaanya tentang keberadaan Bi Inah.

Pria itu tersenyum pada ku lalu menundukan kepalanya, kemudian menatap ku kembali, masih dengan senyum manisnya.

“Sepertinya kamu sudah melupakan ku, Lea. Aku ini tetangga unit apartement mu.” Jawab Pria itu yang membuatku berpikir keras untuk mengingat siapa dirinya.

Pantas saja aku wajahnya begitu familiar di mata ku, tapi aku sungguh melupakan nama pria yang masih berdiri di hadapan ku.

“Sepertinya kau harus banyak minum air putih dan refreshing Lea, pikiran mu sudah banyak terkontaminasi.” Ucap Pria ini masih dengan senyumnya yang begitu manis pada ku.

“Maaf, jika aku melupakan mu. Tapi benar. Aku benar-benar tak bisa mengingat siapa nama mu.” Balas ku pada Pria itu yang makin melebarkan senyumnya pada ku.

“Aku Ferdy, Lea. Ferdy Adipura.” Jawabnya yang kembali membuat ku berpikir.

Aku sejenak mengingat nama itu di dalam otakku.

“Ferdy Adipura? Apa unit mu tepat berada di sebelah unit ku?” tanya ku padanya yang di balas anggukan kepala darinya.

“Ferdy Adipura yang selalu membantu Bi Inah mengangkat galon bukan ya?” tanya ku lagi sambil memukul-mukul  pipiku dengan jari telunjuk kanan ku.

“Tepat sekali Lea, sekarang tolong beritahu aku, dimana Bi Inah sekarang?” jawab Ferdy yang kembali menanyakan Bi Inah.

“Bi Inah sedang tak enak badan. Dia sedang istirahat di kamarnya.” jawab ku pada Ferdy.

Raut wajah khawatir, aku lihat begitu jelas di wajah Ferdy.

“Boleh aku masuk?” tanyanya pada ku.

Ferdy dengan sopan meminta izin pada ku untuk masuk. Aku pun mempersilahkannya. Ia menanggalkan sepatu di muka pintu dan kembali bertanya pada ku.

“Boleh aku tahu dimana kamarnya?” tanyanya lagi.

“Biar aku antar,” jawab ku yang kemudian berjalan terlebih dahulu menuju kamar Bi Inah yang berada di dekat dapur.

“Ini kamarnya,” tunjukku pada pintu kamar Bi Inah yang sudah ku buka.

Aku melihat Dia masuk dan memanggil nama Bi Inah. Terlihat dia begitu perhatian pada pembantu ku itu. Ia mengecek suhu tubuh Bi Inah sebelum membangunkannya.

“Bi, bangun Bi…” panggilnya yang berhasil membangunkan Bibi dari tidurnya.

“Den Ferdy,” panggil Bibi pada Ferdy sembari mengerjab-ngerjabkan matanya.

Aku lihat Bi Inah seperti berat untuk membuka matanya. Mungkin ia merasa pusing atau bagaimana. Aku pun tak tahu.

“Bibi, kalau sakit kenapa gak ngomong sama saya. Kan saya sudah bilang sama Bibi, telepon saja saya kalau Bibi ada sesuatu yang dirasa.” Ucap Ferdy yang begitu perhatian pada Bi Inah.

Jujur aku malu dengan sikapnya yang terlalu perduli dengan Bi Inah. Sedangkan aku saja yang juga majikannya, seperti masa bodo dengan keadaan pembantu ku itu. Dia izin istirahat karena sakit, ya sudah aku biarkan dia istirahat tanpa menengok-nengok lagi keadaannya.

“Ayo kita kerumah sakit, badan Bibi demam nih!” ajaknya sembari membangunkan tubuh Bibi yang terlihat lemas.

Melihat bibi yang tak bertenaga ia segera menggendong Bibi  begitu saja. Kemudian meminta tolong pada ku untuk membukakan pintu unit apartemenku.

Entah mengapa setiap kali ia meminta tolong pada ku. Aku langsung saja mengiyakannya. Tak hanya mengantar sampai depan pintu apartemenku. Aku malah mengikuti langkah kaki Ferdy hingga ke parkiran mobil, dan lebih bodohnya lagi aku masuk ke dalam mobil itu dan ikut ke rumah sakit tanpa membawa apapun. Ponsel, dompet dan Identitas ku.

Kami berdua hanyut dengan kepanikan kondisi Bibi yang begitu mengkhawatirkan. Tanpa kami sadari diantara kami sama-sama tidak munggunakan alas kaki.

Kami baru menyadarinya saat kami tiba-tiba merasa kedinginan di ruang tunggu IGD. Kami sama-sama melihat ke arah bawa lalu tertawa bersama. Dia masih mengenakan kaos kakinya sedang aku benar-benar tanpa alas kaki.

“Nyeker nih aku, Fer. Pantas aja dingin.” Ucapku pada Ferdy di sela tawa kami.

“Sama. Nih Cuma pakai kaos kaki aja. Pantesan tadi dilihatin suster terus.” Sahutnya pada ku.

“Hemmm… Suster bukan liatin kamu karena kamu gak pakai sepatu, tapi ngeliatin kamu karena terpesona sama ketampanan kamu, Fer.” Timpal ku yang secara tak langsung juga mengagumi  ketampanannya.

Ya. Aku akui, Pria yang duduk di sampingku ini sangat tampan, bahkan lebih tampan dari Mas Doni. Jika waktu dapat di ulang mungkin aku mau menikah dengan dia saja tidak dengan Mas Doni, yang akhirnya membuat ku terluka karena dicampakkan.

“Masa sih? Tapi mau setampan apapun aku, tetap saja aku ini sad boy. Ditinggal nikah sama orang yang aku cintai.” Balasnya dengan wajah pura-pura sedih yang mengemaskan.

“Oh, ya. Wanita bodoh mana yang meninggalkan pria setampan diri mu Fer?” tanya ku tak yakin dengan senyum ku yang mengembang karena melihat raut wajah Ferdy yang menggemaskan.

“Adalah pokoknya. Tapi aku dengar dari sumber yang dapat aku percaya. Dia sudah bercerai dengan suaminya.” Jawab Ferdy yang tak mau memberitahukan ku siapa orangnya.

“Terus kalau dia sudah cerai sama suaminya, kamu mau maju lagi dong deketin dia?” tanya ku yang begitu penasaran akan jawabannya.

“Ya tentu saja. Sejauh apapun cinta itu pergi berpetualang, dia pasti akan pulang kembali ke rumahnya.” Jawab Ferdi yang malah menatap dalam manik mata ku.

Kecewa. Ya. Aku akui, aku kecewa dengan jawabannya. Baru saja aku akan mengepakkan sayap-sayap cinta ku, ternyata orang yang menjadi target ku sudah memiliki target cintanya yang lain. Jika tadi dia bilang dialah sad boy sekarang sebaliknya, akulah yang jadi Sad Girls-nya sekarang.

“Kok ngelamun?” tanya Ferdy pada ku, yang membuyarkan lamunan ku akan angan-angan ku segera move on dari Mas Doni.

“Ah- enggak ngelamun kok, Cuma lagi mikir.” Jawab ku sembari menatap kedua manik matanya yang tegas namun teduh ku rasa hingga kerelung hati ku.

“Mikirin apa?” tanyanya seperti orang yang perduli sekali dengan isi pikiran ku.

“Mikirin kamu Fer,” jawab ku jujur yang membuatnya tertawa renyah.

“Mikirin aku? Kenapa dengan aku Lea?” tanyanya lagi dengan senyum manis yang memikat hati ku sejak tadi.

“Mikirin betapa beruntungnya wanita itu, di cintai sama pria sebaik kamu,” jawab ku jujur yang membuat senyumnya memudar.

“Ya kau benar Lea, wanita itu sangat beruntung aku cintai, tapi sayangnya dia tak pernah menyadari semua perasaan cinta ku padanya.” Timpal Ferdy yang tiba-tiba saja bersedih.

“Kenapa bisa seperti itu Fer? Apa kamu tidak pernah mengungkapkannya?” tanya ku yang seperti ingin mengulik lebih dalam perasaan Ferdy pada wanita itu.

“Aku tak pandai berkata-kata, apalagi mengungkapkan perasaan cinta ku padanya melalui untaian kata. Aku hanya bisa berbuat sesuatu untuknya, tapi sayangnya semua yang aku lakukan untuknya tak ia sadari, jika semua yang aku lakukan itu merupakan bentuk dari rasa sayang dan cinta ku padanya.” Jawab Ferdy yang membuatku terdiam dan berpikir.

Jika aku adalah wanita itu, sungguh aku adalah wanita yang bodoh dan sekaligus wanita yang beruntung. Dengan Bibi saja perhatian Ferdy begitu besar apalagi dengan wanita yang ia cintai. Mungkin saja wanita itu akan dijadikan ratu olehnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!