...💫💫💫...
Di dalam mobil sedang mewah yang berwarna biru metalik. Tampak senyum lebar tersungging di bibir Maulana Raharja, pria tampan yang kini berusia 23 tahun. Dengan setelan jas biru langit yang membalut tubuh atletisnya.
Wajah pria bule dengan mata hijaunya, alisnya yang tebal, dengan hidung mancungnya, serta rahangnya yang tegas menambah kesan betapa rupawan wajahnya kini.
"Apa kamu tegang dek?" tanya Maulana saat tangan kirinya menggenggam jemari Safinta, gadis muda yang kini duduk di sebelahnya.
Safinta Ayunda, gadis muda berusia 20 tahun. Dengan rambut pirangnya yang panjang sepinggang, bola matanya yang indah, hidung bangirnya, bibirnya yang mungil dengan warna merah muda, berpipi cabi.
Serta tutur katanya yang selalu berusaha mengenakkan hati siapa saja lawan bicaranya, dalam dunia kerja pun ia menjadi salah satu karyawan terbaik di tempatnya bekerja.
"Jangan di tanya lagi ka, aku nerfes banget ini. Aku takut ka!" cicit Safinta yang sesekali menatap wajah tampan Maulana Raharja, mencari ketenangan untuk hatinya yang di landa gundah.
Maulana mengelusss pucuk kepala Safinta dengan penuh kasih sayang, "Jangan khawatir, mama pasti akan merestui hubungan kita ini. Kau jangan cemas ya!" cicit Maulana, mencoba menenangka hati gadisnya.
"Bagai mana jika mamanya ka Lana, tidak menyetujui hubungan kita, ka? Apa kaka tidak ingat, bagai mana dulu saat kaka membawa ku ke acara ulang tahun Raya. Mama sangat marah kan sama kaka." ujar Safinta dengan tatapan sedih.
Maulana mengerutkan keningnya, dari mana Safinta tahu, jika mama marah besar pada ku? Aku kan sudah menutupinya dari Safinta.
Maulana menepikan mobil yang sedang ia kemudian di bahu jalan. Ia menggenggammm ke dua tangan Safinta, matanya menatap dengan penuh rasa percaya diri.
"Dengarkan aku, apa pun ke putusan mama nanti, aku akan tetap menikahi mu. Kita sudah sepakat... untuk maju sama sama untuk menghadapi mama. Aku yakin, setelah kita menikah... mama pasti akan menerima ke hadiran mu sebagai menantunya." ucap Maulana.
"Semoga ya, ka." Safinta memperlihatkan senyum manisnya.
"Itu baru calon istri ku, kita hadapi sama sama ya!" ucap Maulana dengan melanjutkan kendaraannya.
Dreet dreet dreet.
Maulana merogoh hapenya yang ada di dalam saku celananya, ia menjawab panggilannya setelah memasang hendset di telinganya.
[ "Kamu di mana sih! Mama udah nunggu dari tadi, lo! Kita jadi gak sih makan malamnya!" ] sungut Sri Raharja dari sebrang sana, setelah panggilan telponnya di jawab putra tertuanya, Maulana Raharja.
"Iya mah, jadi... ini Lana masih dalam perjalanan menuju restoran. kalian... pesan saja makanan lebih dulu. Sebentar lagi Lana juga sampe ko." cicit Maulana.
[ "Ya sudah, mama pesan makanan sekalian untuk mu ya, sayang! Oh iya, gak apa kan kalo mama mengundang Santi untuk makan malam juga dengan kita? Gak enak lo kalo mama ini... harus mengusirnya dari meja yang sudah kamu pesan ini!" ]
Maulana mengerutkan keningnya, ia tidak langsung mengiyakan ke inginan mamanya, Sri Raharja, jika ada Santi di sana, bagai mana dengan Safinta! Aku harap, Santi tidak akan mengacaukan rencana ku!
Safinta menatap Maulana dengan heran, ada apa lagi? Kenapa ka Lana hanya diam saja, memang apa yang mamanya ka Lana katakan ya?
[ "Diam mu ini, mama anggap setuju. Cepat lah sampai. Jangan lama kau ya! Anak nakal!" ] Sri Raharja langsung memutuskan sambungan telponnya.
Wanita paruh baya yang masih tampak awet muda di usianya yang kini menginjak kepala 5. Tidak memperdulikan perasaan Maulana, yang penting ia merasa senang. Karena acara makan malam ini, Sri juga sudah membuat rencana besar, untuk ke hidupan Maulana dan Santi kedepannya.
"Ada apa, ka? Apa ada masalah?" tanya Safinta.
"Tidak ada." ucap Maulana dengan ragu.
...
Di restoran sendiri.
Di sebuah meja yang bernuansa out door, dengan cahaya lampu sebagai penambah penerang menghiasi langit tanpa atap.
Tampak Sri Raharja dengan sang suami Malik Raharja dan Raya Putri Raharja tengah berbincang hangat, dengan seorang wanita yang nampak anggun yang tidak lain adalah Santi.
"Bagai mana, tante... apa mas Maulana benar akan datang ke sini?" tanya Santi dengan menatap lembut Sri.
"Kamu tenang aja ya sayang! Bocah nakal itu pasti akan datang ke sini. Secara kan kita semua ada di sini karena permintaannya." Sri menggenggammm jemari Santi yang ada di atas meja.
"Tapi mah, ka Lana itu hanya mengundang keluarga inti, mama, papa dan aku... Raya si cantik. Untuk Mbak Santi, seingat ku ka Lana gak mengundang mu, mbak!" ucap Raya dengan ketus, tatapannya tidak suka pada Santi.
"Raya, jaga ucapan mu! Belajar dari mana kamu bahasa gak sopan kaya gitu!" ucap Sri dengan ketus.
"Lah ya belajar dari mamah lah, emang dari siapa lagi sih mah? Orang yang gak di undang itu... orang yang tidak berkepentingan dengan keluarga kita itu... harusnya gak berada di meja ini!" sungut Raya mendelik tajam pada Santi.
"Astaga pah! Ajari itu putri mu, kenapa jadi kurang ajar sama mamahnya sendiri! Di mana rasa hormat mu sama mamah sih!" ucap Sri dengan menepuk lengan suaminya Malik, yang sedari tadi hanya diam. Melihat apa yang terjadi di depan matanya.
Malik membuang nafasnya dengan kasar, "Papa tidak ikut campur, jika sampai Maulana kesal pada mu, mah!" cicit Malik, yang tidak memihak pada istrinya Sri.
"Kalian berdua ini, bapak dan anak sama aja!" sungut Sri dengan kesal.
Dengan menampakkan senyum manisnya, Santi berujar pada Sri dengan suara yang mengiba,
"Udah tante, benar apa yang di katakan Raya... aku ini hanya orang luar, lebih baik aku tidak ikut bergabung makan di meja yang sama dengan kalian. Aku pindah ke meja sebelah aja ya, tante!"
Sementara dalam hati Santi sendiri berkata lain, dengan tatapan penuh benci pada Raya, sialan ini bocah, lihat nanti ya! Gwe akan balas perbuatan lo, beraninya lo buat gwe malu!
Santi beranjak dari duduknya, hendak melangkah dari tempatnya berpijak. Namun langkahnya urung ia lakukan, saat mendengar suara pria yang sangat ia kenal dan ia rindukan.
"Mah, pah, maaf kami datang terlambat!" ucap Maulana, dengan tangan kiri yang menggenggamm pergelangan tangan Safinta, saat kaki jenjangnya sudah berada dekat di meja tempat orang tuanya berada.
Sri menatap tajam Safinta, "Kau datang bersama dengannya?" cicitnya ketus saat Maulana menyalaminya.
Maulana dan Safinta, menyalami Sri dan Malik secara bergantian.
"Maaf mah, aku memang harus membawanya." ucap Maulana dengan santai saat nenyalami Malik.
Sri menahan tangan kanannya yang hendak di cium oleh Safinta.
"Tidak perlu!" ucap Sri dengan membuang mukanya dari Safinta.
"Ayo duduk, nak!" ajak Malik yang melihat gelagat menyebalkan sang istri.
"Jagan bilang lo gak jadi pindah meja!" sindir Raya melihat Santi yang malah kembali duduk di kursi yang berada di sampaing Sri.
"Tidak, Santi tidak akan pindah ke mana pun! Santi akan tetap duduk di sini! Di meja ini! Bersama dengan kita, kalo mau pindah, pindah saja wanita yang datang bersama dengan mu, Maulana!" ucap Sri dengan bibir ketusnya.
Santi menyeringai menatap Safinta, dasar anak panti... lo gak akan memiliki tempat di hati tante Sri, hanya gwe lah satu satunya wanita yang berhak mendampingi mas Maulana!
"Cukup mah! Aku tidak keberatan jika Santi ikut makan malam dengan kita, tapi untuk Safinta... dia akan tetap berada di mana pun aku berada. Karena mulai saat ini, dengan di saksikan kalian semua, di depan kalian semua, aku melamar Safinta untuk menjadi istri ku, teman hidupnya, ibu untuk anak anak ku!" terang Maulana.
Dengan menggenggam jemari Safinta, lalu memperlihatkan jemari mereka yang saling bertautan ke depan Sri, Malik, Santi dan Raya.
Nampak cincin indah dengan kilau permata hijau, yang melingkar di jemari manis Safinta.
Maulana tersenyum bahagia menatap Safinta, untung saja sebelum turun dari mobil, aku sudah melingkarkan cincin itu di jari manis Safinta, aku harap dengan ini mama akan mengerti dengan ke putusan ku!
"Apa apaan ini? Kamu tidak bisa seperti ini pada mama, nak! Mama tidak setuju, jika kamu menikah dengan wanita yang tidak jelas asal usulnya, bebet bibitnya!" ucapan tajam ke luar dari bibir Sri.
Air mata Safinta luluh lantah dari pelupuk matanya, ia memang tidak mengetahui asal usulnya, orang tuanya saja ia tidak tahu. Ia tumbuh dan besar di sebuah Panti Asuhan di kota besar itu.
bersambung.....
...💔💔💔💔...
Terima kasih sudah mampir untuk membaca, jangan lupa jempol bergoyang buat like.
Favoritin kalo suka 😊😊
Abaikan jika gak suka 😉
...💫💫💫...
Air mata Safinta luluh lantah dari pelupuk matanya, ia memang tidak mengetahui asal usulnya, orang tuanya saja ia tidak tahu. Ia tumbuh dan besar di sebuah Panti Asuhan di kota besar itu.
"Apa pun alasannya mah, aku sudah memutuskan untuk menikahinya. Izinkan aku menikah dengannya mah... jika mamah ingin melihat ku bahagia, maka biarkan aku bersama dengan wanita yang aku cintai!" ucap Maulana dengan tegas.
Safinta menghapus jejak air matanya dengan jari telunjuknya dengan kasar, "Maaf tante, jika asal usul ku menjadi masalah untuk, tante. Jika tante tidak bisa menerima ku, aku tidak masalah... aku akan menjauh dari ka Lana. Jika itu bisa membuat tante bahagia, aku tidak masalah pergi menjauh dari kamu, ka Lana... asal hubungan kalian berdua tetap baik baik saja." ujar Safinta yang kini mencoba melepas cincin yang melingkar di jari manisnya.
Maulana tercengang mendengar keputusan Safinta, ia menggenggam jemari Safinta kembali, "Tatap mata ku, Safinta Ayunda! Kita sudah berjanji untuk maju sama sama untuk mendapatkan restu dari mamah ku!"
Santi menatap tidak suka akan sikap yang di tunjukkan Maulana pada Safinta, sialan mas Maulana apa apaan sih! Aku harus membuat mas Maulana membenci wanita ini, lihat saja... apa pun akan aku lakukan, aku pastikan meskipun nantinya menikah, mas Maulana juga harus menikahi ku!
"Tapi jika restu itu tidak kunjung aku dapat, bagai mana bisa aku menjalani rumah tangga dengan mu, ka! Tanpa restu orang tua, mana mungkin kita bisa bahagia menjalani biduk rumah tangga! Bukan rumah tangga yang sakinah, mawadah, warohmah yang akan kita terima... jika ibu tidak merestuinya ka!" cicit Safinta dengan menatap nanar Maulana.
Raya memberikan kode pada sang ayah, untuk mengambil sikap, agar Safinta tidak mundur untuk menjadi calon kaka iparnya.
Dengan gerakan kepala dan bibir yang bergerak tanpa mengeluarkan suara, pah! ayo dong... jangan biarkan ka Safinta mundur karena ucapan mamah!
Sang ayah membalas perkataan putrinya dengan melakukan hal yang sama, berbicara tanpa suara, kita lihat saja dulu, apa tindakan kaka mu!
Safinta berusaha memberikan pengertian pada pria yang sudah begitu baik padanya, pria yang bisa menerima ke kurangannya. Pria yang tidak pernah menanyakan orang tuanya. Tidak pernah sekali pun menyinggung akan dirinya yang hanya lah seorang anak panti.
"Tolong ka, hargai ke putusan ku. Jika mundurnya aku, bisa membuat hubungan kalian tetap baik baik saja, itu akan membuat ku lebih bahagia, hargai lah orang tua mu ka! Kaka beruntung memiliki orang tua yang masih lengkap, orang tua yang akan selalu ada untuk kaka!" ucap Safinta dengan ke tulusan hati yang di milikinya.
"Alah sok bijak, sok ikhsan... pada hal dalam hati seneng kan kamu ini! Sudah membuat hubungan tante Sri dan mas Maulana jadi berantakan! Kamu lihat, karena ke hadiran mu sudah membuat keluarga yang harmonis ini jadi berantakan!" ucap Santi bak seorang yang menyiram bensin di atas api yang sedang berkobar.
"Heh nenek sihir, gak usah bacot deh lo! Mau gwe beri pelajaran buat lo! Diem lo!" sungut Raya dengan kesal, sabar Raya, nenek sihir gak perlu lo ladenin!, lo gak selevel ama ini nenek sihir, perusak hubungan orang pasti. Nenek sihir yang gak bisa setia! Dasar ular keket berbulu domba!
"Raya! Jaga bicara kamu! Santi ini calon kaka ipar kamu! Bersikap lah yang baik padanya!" ujar Sri dengan menatap tajam Raya.
Santi menyeringai mendengar pengakuan dari Sri, Santi menatap sinis Raya, Safinta dan Maulan secara bergantian, god job calon mertua, tapi setelah ini, setelah lo gak lagi bisa berbuat apa apa, jangan salahin gwe... bakal taro lo ke panti jompo hehehe, sekarang gwe tinggal pastiin ke dua sejoli ini batal tunangan.
"Maaf mah, aku tidak akan pernah menikahi Santi... samlai kapan pun, aku hanya akan menikahi Safinta."
"Papa merestui kalian. Jangan hiraukan mama mu, mama mu pasti akan merestui hubungan kalian, seiring dengan berjalannya waktu." Malik beranjak dari duduknya, merangkul bahu Safinta dan Maulana dengan lengannya.
"Terima kasih, pah!" ucap Maulana.
Safinta tidak bisa berkata kata lagi, hanya bulir bening ke bahagiaan yang terpancar di wajahnya, dengan senyuman yang tulus.
"Aku senang jika ka Safinta menjadi kaka ipar, ku!" Raya ikut menghampiri dan memeluk Safinta.
Santi beranjak dari duduknya, memeluk tubuh Sri yang tampak syok melihat suami dan putri sulungnya, ternyata tidak berpihak padanya.
Santi berbisik di telinga Sri, "Lebih baik tante terima saja pertunangan mereka ini, suatu saat... dengan bantuan tante, aku pasti akan bisa menyingkirkan Safinta dari hidup mas Maulana."
"Tapi bagai mana bisa tante menerima wanita tidak jelas itu, Santi! Tante setujunya kamu yang menikah dengan Maulana, bukan dia!" protes Sri.
"Kita pikirkan caranya nanti tente. Yang terpenting sekarang, aku tetap memihak pada tante, aku juga tidak suka dengan wanita yang gak jelas asal usulnya." ujar Santi.
Sri melerai pelukan yang di berikan Santi, Santi menyapu jejak air mata yang membasahi pipi Sri, wanita paruh baya yang sudah mengangap Santi, satu satunya wanita yang paling cocok untuk menjadi istrinya Maulana.
"Baik lah, jika kalian tidak ada yang memihak pada mama. Mama bisa berbuat apa lagi, selain terpaksa memberikan restu pada kalian berdua!" ucap Sri dengan ketus, sangat di paksa kan senyum yang tersungging di bibirnya.
Mereka saling berpelukan, dengan di saksikan beberapa pengunjung restoran yang bertepuk tangan, bahagia melihat pasangan muda ini yang resmi naik tingkat hubungannya menjadi tunangan.
"Jadi kapan kalain akan menikah?"
bersambung.....
...💔💔💔💔...
Terima kasih sudah mampir untuk membaca, jangan lupa jempol bergoyang buat like.
Favoritin kalo suka 😊😊
Abaikan jika gak suka 😉
...💫💫💫...
Mereka saling berpelukan, dengan di saksikan beberapa pengunjung restoran yang bertepuk tangan, bahagia melihat pasangan muda ini yang resmi naik tingkat hubungannya menjadi tunangan.
"Jadi kapan kalian akan menikah?" tanya Malik pada putranya Maulana.
"Secepatnya pah, sebelum mama merubah kembali ke putusannya." ucap Maulana dengan tegas.
"Itu baru kaka ku yang bisa di andalkan." ucap Raya dengan bangga.
"Lebih baik kita makan dulu... mama sudah lapar." ucap Sri.
Maulana dan Safinta menikmati makan malam mereka dengan perasaan yang senang, dengan sesekali saling menatap hangat. Begitu pun dengan Raya dan Malik. Namun tidak untuk Sri dan Santi, dalam senyum palsunya. Mereka merencanakan niat jahat untuk menggagalkan pernikahan Maulana dan Safinta.
Santi dalam diam dengan muak melihat tingkah Safinta dan Maulana, sekarang kalian bisa merasa menang, tapi setelah ini... gwe yang akan menang, gwe akan dapetin mas Maulana. Gwe harus lebih gencer lagi pepet tante Sri, biar rencana gwe makin mulus.
Sri membatin dengan sesekali melirik ke arah Safinta dan Santi, aku harus pikirkan cara, biar putra ku tidak jadi menikah dengan Safitri... enak saja, mau di taruh di mana ini wajah ku di depan ibu ibu arisan ku! Masa punya menantu dari panti asuhan, mana gak jelas lagi itu orang tuanya, jangan jangan Safitri terlahir dari kalangan tidak mampu, atau bah kan anak hasil dari hubungan di luar nikah!
Berbeda sekali dengan Santi, sudah jelas anak ini dari kalangan orang kaya, setara lah jika harus bersanding dengan Maulana. Orang tuanya saja... sedang mengurus urusan bisnis keluarganya yang ada di luar negeri. Yah biar pun aku belum bertemu secara langsung orang tua Santi, pasti mereka orang yang sangat sibuk... sampai tidak bisa menyempatkan waktu untuk kembali ke Indonesia.
Di saat mereka akan pulang meninggalkan restoran. Ada saja drama yang di lakoni Santi dan Sri.
"Aku langsung pamit pulang ya, tan!" ucap Santi saat mereka melangkah menuju parkiran.
"Di mana kamu parkir mobil, sayang?" tanya Sri yang lengannya di gandeng Santi.
"Aku gak bawa mobil, tan... mobil ku lagi masuk bengkel." ucap Santi, gak tau aja lo... ini kan rencana jahat gwe biar mas Maulana mau anterin gwe pulang, terus gwe minta mas Maulana buat masuk kamar kost gwe, gwe kasih obat yang ada di dalam tas gwe, biar gwe bisa dapetin kesempatan buat jebak mas Maulana. Rencana gwe emang paling brilian.
"Maulana, kamu sekalian antar Santi pulang!" ucap Sri dengan seenak jidatnya.
"Gak bisa, mah! Aku harus antar Safinta pulang ke kost. Lagi juga kan masih banyak taksi, pesan aja taksi." ucap Maulana dengan acuh.
"Nah bener itu... masa dateng sendiri aja bisa, ko buat pulang gak bisa pulang sendiri sih! Jalangkung dong... pulang pergi gak pake di anter gak pake di jemput. Gitu aja ko ribet!" ucap Raya dengan santainya.
"Biar Santi pulang bareng kita aja, mah! Sekalian papa juga pengen tahu tempat tinggal Santi." ucap Malik.
"Bener juga kata mu, pah... biar kamu pulang bareng kita aja sayang!" Sri menyetujui saran dari suaminya.
Santi berkata dengan gugup, "Emmmm ti- tidak u- usah, tan, om... na nanti a- aku malah ngerepotin kalian... lebih baik mas Maulana aja ya yang antar. Tempat kost ku yang sekarang gak berjarak jauh ko dari tempat Safinta." sialan nih nenek sihir, aki aki kenapa pake ikut campur sih! Rencana gwe bukan seperti itu!
"Waaah niat banget ya kamu, mbak! Sampe pindah tempat kost!" Raya masuk dalam mobil.
Santi menatap kesal Raya, sialan nih anak... kenapa sih selalu aja ngacauin rencana gwe!
"Udah gak apa ka Lana, biar Santi pulang bareng kita aja, sekalian lewat kan." ucap Safinta dengan senyum mengembang, jemari Maulana selalu menggenggammm jemari Safinta dari mereka beranjak dari kursi sampai ke duanya kini berada di depan mobil Maulana yang terparkir.
"Jika mau mu seperti itu, aku tidak ke beratan." ucap Maulana.
"Ya udah, bawa mobil jangan ngebut ya, nak! Kalian hati hati ya!" pesan Sri pada Maulana.
Sri cipika cipiki pada Santi. Namun saat Safinta ingin bersalaman dengannya, ia langsung melengos masuk ke dalam mobil, tanpa menghiraukan tangan kanan Safinta yang sudah terulur di depannya tadi.
Safinta menatap sedih Sri, beri kan aku kesabaran ya rab.
Maulana membukakan pintu mobil depan untuk Safinta, "Ayo masuk, sayang ku!" ucap Maulana dengan tatapan hangat mengarah pada Safinta.
Bugh.
"Akhh." pekik Safinta.
bersambung.....
...💔💔💔💔...
Terima kasih sudah mampir untuk membaca, jangan lupa jempol bergoyang buat like.
Favoritin kalo suka 😊😊
Abaikan jika gak suka 😉
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!