NovelToon NovelToon

Bukan Duda

Kepergian Feli

Wajah cantik begitu terlihat jelas sangat bahagia pagi ini. Sebuah dermaga tempat bersandarnya kapal pesiar nampak menunggu kedatangan para model-model terpilih untuk masuk. Di sini seorang suami tengah menatap sang istri penuh cinta. Dua tangannya memegang troli sang anak kembar yang begitu cantik tak kalah dengan sang mamah.

"Gas, are you okey? aku hanya satu malam. Aku janji segera pulang. Aku juga sangat berat meninggalkan kalian. Tapi, ini sudah aku kontrak jauh-jauh hari." wajah cerah milik Feli sejenak berubah sendu.

Hatinya terasa sangat berat untuk pergi, namun kewajiban tetap harus ia lakukan. Dan Bagas tentu sebagai pembisnis sangat tahu tentang sikap profesional dalam bekerja. Ia pun tidak ingin nama sang istri tercoreng hanya karena sikap egoisnya. Pekerjaan sang istri bukanlah hal yang mudah di raih hingga menjadi model terpilih saat ini.

"Aku baik-baik saja. Ayo segeralah berangkat, Fel. I miss you." Bagas memeluk sang istri serta mencium bibir dan kening istrinya.

Ia memeluk erat tubuh sang istri. Begitu pun Feli yang mencium berkali-kali wajah sang suami. Beralih mencium kedua anak yang masih bayi itu. Tak sadar air matanya jatuh melihat bagaimana ia akan sangat merindukan anak-anaknya.

Bagas pun menatap kepergian sang istri yang mulai memasuki kapal. Setelah terdengar kapal besar itu bergerak, Bagas membalik tubuh membawa sang anak menjauh dan masuk ke dalam mobil. Untuk pertama kali mereka di tinggal lama oleh Feli.

Di dalam kapal Feli tertunduk meneteskan air mata. Sebuah tangan menepuk pundak wanita beranak dua itu. Feli menoleh menatap wanita yang duduk di sampingnya.

"Jangan sedih. Kita setelah kerja besok segera kembali. Suamimu pasti sanggup menjaga anak-anakmu, Fel." tutur Via Amelia yang merupakan teman dari Feli.

Feli tersenyum menganggukkan kepala.

Sedangkan Bagas kini langsung pulang ke rumah. Ia mengurus anaknya seorang diri tanpa bantuan baby siter. Menyiapkan susu yang di letakkan di freezer oleh Feli. Kedua anaknya sangat pintar tak ada yang menangis lama ketika haus mereka akan bersuara dan tertidur kembali. Di sela-sela keduanya tidur barulah Bagas mengurus pekerjaan dari rumah.

"Mengapa aku begitu merindukan Feli? Tidak biasanya seperti ini. Seminggu pun aku bisa meninggalkannya kerja di luar kota." gumam Bagas menatap foto sang istri di ponsel miliknya.

Feli begitu tersenyum cantik dan anggun sebagai model terkenal tentu saja membuat Bagas tak pernah bisa habis mencintainya.

Satu hari semua berjalan dengan baik hingga akhirnya malam pun menjelang dimana Bagas tahu kini adalah puncak acara fashion show di kapal. Fokusnya bekerja entah mengapa tiba-tiba terasa tak nyaman. Yah, Bagas meletakkan laptop dan memilih menemui sang anak di kamarnya.

Benar saja perasaan tak nyaman yang di rasakan oleh Bagas juga terasa mengganggu ketenangan sang anak. Kedua anak kembarnya menangis bersamaan.

"Sayang ayo tenanglah. Ada apa dengan kalian?" Bagas tampak kebingungan saat kedua anaknya menjerit bersamaan.

Semua pelayan yang bertugas di dapur segera pria itu panggil untuk membantunya.

"Ada apa sebenarnya ini?" gumamnya berpikir bahkan perasaan pria itu kian semakin gelisah dadanya begitu sesak rasanya.

Di sisi yang berbeda, sebuah acara mendadak riuh. Feli yang kala itu tengah berjalan memperkenalkan busana dengan kamera yang terus menyorot langkah jenjangnya tiba-tiba terpeleset. Kapal mulai berguncang semakin keras saat ombak besar tiba-tiba saja menghantam kapal pesiar.

Suara teriakan terus terdengar bersahutan.

"Ada apa ini?" Feli meneteskan air mata saat melihat semua orang berlalu lalang melewatinya. Pikirannya mendadak kacau saat itu juga. Semua banyak yang sudah meloncat dari kapal. Bahkan beberapa tampak sibuk merebutkan pelampung.

"Cia! Fia! Bagas!" teriaknya ketakutan. Feli menangis menjerit bingung tak tahu harus melakukan apa saat ini.

"Fel, ayo loncat." Suara dari Via terdengar membuat Feli hanya bisa menggelengkan kepala tak mau loncat. Ia sadar jika dirinya tidak pandai berenang apa lagi di luat lepas seperti ini.

Hanya gelengan kepala yang bisa Feli lakukan hingga mata kepalanya melihat bagaimana sang teman meloncat dengan tinggi dan tak terlihat lagi di bawah air sana.

"Via!!!!" Feli berteriak histeris kini tak adalagi temannya di sini.

Kesedihan Mendalam

Tepat pada pukul sembilan malam Bagas Adimana mendapatkan telepon dari anak buah. Matanya membulat sempurna mendengar kabar yang baru saja di beri tahu sang anak buah. Bola mata hitam itu berair seketika. Bibirnya bergetar menahan suara yang ingin sekali ia lampiaskan saat itu juga.

"Nyonya Feli menghilang terbawa kapal yang tenggelam, Tuan. Kami rasa Nyonya tidak akan mungkin selamat dari kabar beberapa orang yang menjadi relawan di sana."

Panggilan Bagas matikan sepihak.  Matanya menatap nanar kedua anaknya yang saat ini berada di dalam gendongan para pelayan. Meninggalkan mereka dengan pelayan rasanya tidak akan mungkin. Hingga akhirnya Bagas memilih menghubungi kedua orangtuanya.

"Hali, Gas. Ada apa?" tanya sang mamah terdengar suaranya dari telepon.

Bagas sekuat mungkin berusaha tenang agar tidak menangis histeris. Jika boleh jujur pria tampan ini ingin sekali berteriak mengamuk melampiaskan kekhawatirannya.

"Mamah ke rumah sekarang bersama Papah. Tolong sekarang, Mah. Aku harus memastikan keadaan Feli saat ini."  tuturnya bersuara lirih. Bahkan Irmasari sebagai seorang ibu bisa menduga jika suara anaknya tengah bergetar saat ini.

Tanpa bertanya lagi, Irma pun segera menyanggupi permintaan sang anak. Ia memanggil sang suami dan keduanya malam itu juga langsung pergi ke rumah megah milik Bagas.

Begitu sampai di rumah, mereka bisa melihat Bagas yang mencium kening kedua anaknya dan melajukan mobil tanpa menyapa kedua orangtuanya. Mata yang biasa terlihat hitam tajam kini begitu keruh dengan air mata. Entah apa yang terjadi, yang jelas Irma begitu sedih melihat keadaan anaknya.

Pasangan paruh baya itu saling menatap dengan tatapan penuh tanya. Irma segera mengambil alih satu cucu begitu pun dengan Iwan yang mengambil cucunya juga. Mereka sangat tahu jika Bagas tidak akan pernah bisa percaya pada satu orang pun kecuali istri dan kedua orangtuanya untuk merawat kedua anak kembarnya.

"Papah, coba cari tahu apa yang terjadi? Apa Feli berbuat sesuatu sampai Bagas secemas itu?" ujarnya yang berpikir kemana-mana saat ini.

Iwan tampak mengiyakan permintaan sang istri. Bagaimana pun juga Feli adalah anak mereka yang bukan kandung. Namun, jasa wanita cantik itu telah memberikan dua cucu pada mereka.

"Apa? Bagaimana bisa? Lalu apa itu sudah pasti? Tolong secepatnya kalian cari dan temukan menantu saya. Saya tidak mau tahu cepat cari dan bawa dia pulang ke rumah malam ini juga!" Lepas kendali Iwan sampai berteriak saat menggendong sang cucu. Ia tak sadar telah kembali membuat kedua cucunya menangis histeris.

Melihat kecemasan sang suami, Irma mendekati suaminya. "Papah, ada apa dengan Feli?" tanyanya seraya mengayun tubuh sang cucu.

Dua kembar itu sama-sama tidak bisa menghentikan tangis mereka bahkan suara bayi semakin menggema di rumah megah papahnya.

Iwan terduduk lemas saat menatap sang istri. "Di duga Feli tenggelam karena insiden kapal pesiar yang tenggelam, Mah. Papah sudah meminta seluruh anak buah kita mencari Feli. Semoga saja ada keajaiban dari Tuhan."

Irma langsung lemas terduduk juga. Ia menggeleng tak percaya mendengar ucapan sang suami. Baginya terasa seperti mimpi saat ini. Air matanya jatuh kian deras saat melihat kedua cucu yang bahkan masih belum  bisa berbicara. Tidak, Irma tidak bisa menerima jika sang menantu pergi meninggalkan anaknya serta kedua cucunya begitu saja.

Terisak pilu yang bisa di lakukan wanita paruh baya ini. Ia sangat terpukul mendengar kabar yang sangat mengejutkan. Sementara Iwan berusaha sekuat tenang menenangkan sang cucu.

"Bi, tolong hubungi orangtua Feli. Segera beritahu kabar ini." ujarnya mengingat ada besan yang tentu lebih cemas dari mereka.

Tanpa membantah pelayan pun segera melaksanakan perintah dari sang tuan. Ia juga berusaha menahan tubuh yang gemetar saat mendengar kabar mengejutkan. Malam itu semua di buat syok dengan kabar Feli. Sedangkan Bagas yang baru tiba di dermaga meminta anak buahnya ikut serta membawanya ke lokasi kejadian.

Ombak yang lumayan tinggi terus mereka terjang dengan speed yang melaju saat itu juga.

"Cepat tambah lajunya!" pintah Bagas berteriak.

Entah sudah berapa banyak air mata yang keluar tanpa suara itu. Berulang kali Bagas terus mengusap kasar air matanya. Wanita yang begitu ia cintai tidak boleh pergi begitu saja. Feli tidak boleh membiarkan Bagas merawat anak-anaknya seorang diri.

Sepanjang jalan speed melaju, Bagas berulang kali menggelengkan kepala menolak segala hal yang terjadi di dalam pikirannya.

"Tidak, Feli. Ini tidak boleh terjadi. Kita harus tetap bersama membesarkan anak-anak kita. Jangan pergi kemana pun." gumam Bagas menggelengkan kepala berharap semua ini tidak akan terjadi padanya.

Kepulangan Bagas

Satu minggu telah berlalu, namun jenazah sang istri belum juga di temukan. Banyak daftar nama yang sudah di temukan meski keadaan tubuhnya tidak begitu sempurna akibat berada di air dalam waktu yang lama. Bahkan Via teman dari sang istri pun juga sudah di temukan. Meski semua timsar sudah mengatakan selesai dalam misi pencarian, Bagas tetap kekeuh untuk mencari sang istri dengan semua anak buah yang ia miliki. Sepanjang hari itu juga ia terus meneteskan air mata.

"Ini pasti hanya mimpi. Feli sayang, kamu di mana? pulanglah demi anak-anak kita." jeritan hati Bagas begitu memilukan tiap kali ia mengingat sang anak.

Kini tepat hari ke delapan, Bagas di jemput oleh sang Papah di tengah laut, ia di bawa pulang oleh sang papah dengan speed yang mereka miliki. Semula pria dua anak itu menolak untuk pulang. Namun, ketika sang papah mengatakan anak-anaknya merindukan dirinya, barulah Bagas memutuskan pulang.

Sepanjang jalan Iwan bisa melihat kehancuran sang anak. Bukan hanya Bagas yang merasa kehilangan. Tetapi mereka semua tentunya. Termasuk kedua orangtua Feli yang kian hari semakin terpukul. Saat ini mereka semua berkumpul di kediaman Bagas bersatu demi menjaga kedua bayi yang masih membutuhkan perhatian mereka semua.

"Anakmu sudah tidak rewel lagi. Mereka anak yang pintar, Bagas. Jangan biarkan mereka merasakan kesedihanmu, itu bisa membuat mereka sakit. Cukup mereka kehilangan Feli saja. Jangan kehilanganmu juga." Satu tepukan di pundak Bagas mampu membuat pria itu menyadarkan dirinya.

Bagas mengangguk patuh mendengar ucapan sang papah. Ia menghela napas kasar lalu menatap wajah pria paruh baya di sampingnya.

"Pernikahanku masih terlalu indah untuk di akhiri rasanya, Pah. Bahkan Feli pergi tanpa memberikan pesan apa pun padaku. Dan yang lebih menyakitkan lagi sampai saat ini hanya dirinya yang tidak bisa di temukan. Entah mengapa aku merasa istriku masih hidup, Pah." tutur Bagas dengan yakin.

Iwan hanya bisa menganggukkan kepala mengerti. Ia sangat tahu apa yang di rasakan sang anak. Hanya dukungan lah yang saat ini mereka bisa berikan pada sang anak yang rapuh ketika separuh jiwanya pergi entah kemana.

Setibanya mereka di halaman rumah, Bagas turun dari mobil dan langsung di sambut pelukan pilu oleh ibu dari Feli. Wanita paruh baya itu memeluk Bagas dengan tangisan yang begitu menyedihkan. Bagas yang semula jauh lebih tenang kini pun hanyut dalam sedihnya. Ia terisak di dalam pelukan sang mertua. Sedangkan ayah dari Feli hanya bisa mengusap air matanya pelan. Ia pun tidak tahu harus berbuat apa saat ini. Duduk di kursi roda dengan sakitnya tentu membuatnya tidak bisa melakukan apa pun.

"Feli kemana, Bagas? Kemana istrimu? Kenapa dia tidak pulang-pulang juga?" Bagas yang mendengar pun hanya bisa menangis dan menggeleng.

Seolah ia begitu menyalahkan dirinya yang justru mendukung karier sang istri tanpa bisa melarang untuk pergi. Kini penyesalan pun terus menghantui pikiran pria tampan iu.

"Bu, ayo masuk. Kasihan Cia dan Fia." ajak Dimas memanggil sang istri.

Bagas yang baru saja melepas pelukan sang metua kini justru menghampiri sang mertua laki. Ia memeluk Dimas yang duduk di kursi roda. Meminta maaf sebab tak bisa menjaga Feli dengan baik. Hal itu tentu saja membuat semua yang melihat ikut menangis. Irma hanya bisa memeluk sang besan memberikan kekuatan.

Hingga akhirnya mereka semua masuk dan melihat si kembar sedang bermain dalam gendongan pelayan masing-masing.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!