"Ibu duluan ke mesjid ya, Ram. Kamu cepetan, hari pertama tarawih mesjid biasanya penuh," kata ibu yang sudah bersiap dengan mukenanya, dan sejadah yang ia sampirkan di tangan.
"Baik, Bu," sahut Rama yang sedang mengancingkan baju sambil melihat bayangannya di depan cermin.
"Yap, sudah siap, tinggal berangkat," gumamnya pada diri sendiri.
Lantunan adzan isya berkumandang di beberapa mesjid terdekat. Dengan segera Rama berangkat ke mesjid, ia tergesa-gesa karena takut terlambat shalat berjamaah.
Saat Rama membenahi sandalnya yang belum nyaman dipakai. Seorang gadis yang berjalan sambil merapikan mukenanya yang belum rapi, menabrak Rama dari arah lain.
"Brukkk!"
"Aawwww!" keluh keduanya.
Dengan sigap Rama pun menangkap sang gadis yang hampir terjatuh, satu tangan menangkap punggung, dan satu tangan menggenggam jemari indah milik Laila.
Sejenak mereka saling tatap.
'Cantik' batin Rama.
'Tampan' batin Laila.
Mereka pun segera tersadar, kemudian saling mengurai.
"Ma-maaf," ucap keduanya berbarengan dengan gugup.
Keduanya pun tersenyum malu.
"Sepertinya ... kita terlambat. Ayo! Kita harus berwudu lagi," ucap Rama dengan lembut.
Rama pun segera melanjutkan langkahnya dengan cepat, diikuti Laila di belakangnya.
Kebetulan tempat wudu di mesjid itu hanya satu, yang digunakan bersama oleh pria mau pun wanita untuk sementara ini, karena tempat wudu lainnya sedang dalam perbaikan. Makanya, para warga lebih memilih wudu di rumah, karena wudu di mesjid pasti akan antri.
"Euu, silahkan kamu dulu!" ucap Rama mempersilahkan Laila.
"Kamu saja!" tolak Laila.
"Tidak ada waktu untuk berdebat. Silahkan, perempuan terlebih dahulu!" kata Rama dengan sopan.
Akhirnya Laila pun berwudu terlebih dahulu.
Rama sempat mencuri pandang pada wajah Laila yang begitu cantik dan mulus.
'Masya Allah, cantiknya' batin Rama.
Laila pun telah selesai berwudu, ia berdiri menghadap kiblat menengadahkan pandangannya kelangit dan mengucapkan do'a sesudah wudu.
Rama tertangkap basah saat mencuri pandang pada Laila.
Seketika keduanya pun menjadi salah tingkah. Rama yang malu karna ketauan memandang Laila, dan Laila yang merasa malu karna dipandang oleh Rama.
"Ma-mari. Saya duluan," kata Laila dengan sedikit gugup.
"I-iya." Rama pun gugup sambil mengangguk.
Rama segera mengambil air wudu, tidak lupa ia pun membaca do'a sesudah wudu, dan segera masuk kedalam mesjid. Untung, Rama hanya tertinggal dua rakaat saja, hingga ia masih bisa mengikuti shalat berjamaah.
Sebagian kecil Jamah memilih tadarus dimesjid sepulang tarawih, banyak juga yang memilih pulang, entah untuk bertadarus di rumah, atau hanya bersantai, ada juga yang meneruskan pekerjaan bagi mereka yang sibuk.
"Rama!" panggil Nur teman perempuan sekampungnya yang sudah sangat akrab dengan Ramadhan.
"Hey! Nur," sapa Rama dengan tersenyum.
"Tidak tadarus di mesjid?" tanya Nur dengan senyum di bibirnya.
"Tidak, saya tadarus dirumah saja, malam ini saya harus mengantar pesanan gosend langganan saya," kata Rama.
Tiba-tiba Laila lewat di depan Rama dan Nur, membuat Rama mengalihkan pandangannya pada Laila.
Rama menyudahi pembicaraan dengan Nur. "Aku duluan ya, Nur," ucap Rama tanpa mengurangi senyumnya.
"Iya, Ram. Silahkan!" kata Nur.
Rama berjalan dengan cepat. Tampaknya ia berusaha mengejar Laila.
"Assalamualaikum," sapa Rama pada Laila.
"Waalaikumsalam," jawab Laila.
"Kamu!" Laila terkejut, saat melirik Rama, tanpa menghentikan langkahnya.
Rama pun terus mengikuti langkah Laila, dan berjalan beriringan.
"Kamu orang baru disini, ya? Aku baru melihatmu?" tanya Rama dengan lembut.
"Namaku, Laila. Keponakan bi Ira," jelas Laila.
"Jadi, kamu keponakan bu Ira?" tanya Rama mengulang jawaban Laila.
Laila mengangguk kecil dengan tersenyum.
"Kalau begitu, kita sebelahan. Itu rumahku!" tunjuk Rama pada rumahnya.
Laila melihat ke arah jari Rama menunjuk. Rumah yang tepatnya bersebelahan dengan rumah bibinya. Laila pun tersenyum kembali dan mengangguk.
"Mari, aku duluan," kata Laila dengan menunduk malu, dan berjalan tanpa menunggu balasan.
"Mari." Rama tidak kunjung melangkah kerumahnya, dia berdiri disana, menatap kepergian Laila sampai hilang di balik pintu rumah bu Ira.
Laila pun menutup pintu perlahan, di balik pintu itu ia memeriksa detak jantungnya yang berdegup kencang, dengan menyimpan kedua tangan di dada.
"Aman," gumamnya lalu menghembuskan napas.
Laila pun mengintip Rama di balik tirai, memastikan Rama telah pergi dari sana.
Terlihat Rama yang tengah tersenyum sendiri memandang kearah rumah bi Ira.
Lalila pun tersenyum, 'Masya Allah, tampan sekali' batinnya.
Laila tidak menyadari, bi Ira sudah memperhatikannya sejak dia masuk kerumah tadi.
Bi Ira pun melangkah perlahan, dan ikut mengintip di sebelah tirai lainnya.
"Oohhh, namanya Ramadhan biasa dipanggil Rama," ucap bi Ira, yang berhasil mengagetkan Laila.
"Astagfirullah, Bibi!" ucapnya dengan terkejut.
Bi Ira mentertawakan Laila yang terkejut.
"Kamu ngapain ngintip Rama dengan segitunya?" tanya bi Ira.
"Enggak, Laila gak ngintip Rama. Cuman ngintipin tukang baso, siapa tau dia lewat," elaknya, lalu pergi ke kamarnya menutupi malu.
Bi Ira tersenyum. "Dasar remaja, tukang bakso gau usah diintip, tar juga dia manggil kalau lewat."
Laila meletakan sajadah di meja, diambilnya Al-Quran dan dilantunkannya dengan tartil.
Disela-sela ia mengaji, terdengar deru mesin motor berbunyi di halaman rumah Ramadhan. Laila menghentikan sejenak kegiatannya, lalu turun dari tempat tidur, dan berjalan menuju jendela kamarnya.
Dibukanya sedikit gordeng agar bisa melihat sosok Ramadhan. Di kamarnya ini halaman rumah Ramadhan bisa terlihat lebih jelas.
Laila tersenyum saat melihat pemandangan indah yang ia jumpai saat ini. Rama yang sudah mengenakan jaket ojolnya, tengah berpamitan pada sang ibu dan mencium punggung tangannya. Kemudian Rama pun memeluk sang ibu dengan sangat gemas, sehingga membuat ibunya mengeluh.
"Dududuhhh ... udah Ram, kebiasaan ya kalau peluk Ibu, pasti dikeluarin gemasnya," keluh ibu dengan tersenyum.
Rama tertawa hangat bersama sang ibu. Ia pun mengucap salam lalu melaju.
Laila terpana dengan keakraban ibu dan anak itu, terlihat begitu hangat.
Laila melanjutkan tadarusnya.
Laila menghembuskan napas. Tiga jam mengaji cukup menguras napasnya. Kini ia merasa kehausan. Setelah menyudahi tadarusnya, Laila mengambil air minum, Belum sempat meneguknya, terdengar kembali suara deru mesin motor melintas dan berhenti di rumah Ramadhan.
Laila tertangkap basah, oleh Rama saat dia mengintip dibalik tirai yang kedua kalinya, jantungnya berdegup kencang.
Rama tersenyum, saat tau perempuan cantik yang ditemuinya ketika mau shalat tarawih tadi sedang memperhatikannya.
Rama masuk rumah perlahan, ia tersenyum sendiri mengingat Laila. Tak disangka sang ibu yang belum tidur datang mengagetkannya.
Melihat sang anak yang tersenyum sendiri, sang ibu pun megodanya dengan berbagai celotehan, yang membuat Rama tersipu malu.
Keakraban mereka membuat Rama tak segan untuk merangkul dan memeluk sang ibu.
"Em, keringetmu bau, Ram," celoteh sang ibu.
"Masa sih, Bu." Rama menciumi kedua ketiaknya,
"Enggak, ah bu," ucap Rama.
"Emang enggak," ucap ibu dengan candanya.
"Jadi, ibu ngerjain" kata Rama dengan menyelidik sang ibu.
sang ibu pun terkeh kemudian. Kehangatan mereka terus terjalin tanpa henti. Ibu dan anak ini tak lepas dari canda tawa setiap harinya.
Rama selalu menyerahkan hasil kerjanya pada sang ibu, tak sedikit pengorbanan Rama yang membuat ibunya menangis haru, bangga terhadap sang putra. D'oa selalu mengalir di mulut sang ibu.
Rama ditinggal ayahnya lima tahun yang lalu, sejak pertama kali ia menginjak bangku kuliah. Sejak itu, Rama berusaha membiyayai kulihnya sendiri dan menjadi tulang punggung ibunya dengan menjadi ojek online. Sang ibu pun tidak hanya diam, ibu berjualan bubur dan gorengan di depan rumahnya setiap pagi.
Beberapa bulan lagi Rama lulus jadi sarjana, seperti yang diharapkannya, juga kedua orang tuanya. Rama tidak pernah mengeluh, meski ia harus jungkir balik menghadapi setiap manis pahit kehidupan, bahkan sering kali hinaan menyapanya dari teman-teman kuliahnya yang bergensi. Namun, Rama tidak pernah mempedulikan hal itu.
terimakasih 🙏reders tercintaku jangang sungkan tekan like dan komen juga fav dan rate-nya. biar Author tau siapa yang setia membaca karya sederhana otor ini. suatu saat otor ingin kasih give away buat pembaca setia yang beruntung. jangan lupa follow ya❤❤❤💪🤗🤗🤗❤❤❤
"Jadi, Rama anak yatim, Bi!" Laila terkejut saat Bi Ira memberi tahu tentang keadaan Rama.
Bi Ira menganggukkan kepalanya.
Namun, Laila tersenyum dengan bangga. Berbeda dengan kebanyakan perempuan kaya di kota yang lebih mengutamakan ngengsi, dan bermimpi mendapatkan laki-laki setara juga tampan. Laila malah menaruh harapan pada Rama seorang ojek online yang baru dikenalnya.
Laila adalah anak salah satu konglomerat di kota. Selama bulan Ramadan ini Laila di titipkan pada Bi Ira, adik dari ayahnya Laila. Kedua orang tua Laila harus pergi ke luar nengri menyelesaikan urusan perusahaan mereka yang sedang dalam masalah.
Sama dengan Rama, Laila pun akan lulus sarjana beberapa bulan lagi. Bagi Laila uang bukanlah masalah, apapun bisa dia dapatkan dengan hanya menengadahkan tangan pada kedua orang tuanya. Namun, semua itu tidak membuat Laila menjadi manja.
Kehidupan bi Ira yang sederhana tidak membuat Laila risih atau pun mengeluh, tinggal di rumahnya. Bi Ira juga seorang Janda. Namun, bi Ira tidak memiliki anak, sehingga dia hidup sebatang kara. Selama ini hidupnya di biyayai oleh sang kakak ayahnya Laila. Meski begitu, bi Ira tetap bekerja sebagai tukang masak rumah makan di perkotaan.
***
Rama pun menyalakan motor bebek honda astrea kesayangannya, warisan dari sang ayah. Motor tua ini masih mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah, meski terkadang sering membuat pelanggan kesal karena mogok.
Laila terbangun saat mendengar deru mesin motor Rama berbunyi. Laila pun melihat kearah jam dinding, yang baru menunjukan pukul setengah tiga dini hari.
'Jam segini Rama mengambil orderan? Masya Allah' batin Laila.
Selepas makan sahur Laila tadarus hingga matahari terbit. Setelahnya, Laila membantu bi Ira membersihkan halaman, menyapu dan menyiram tanaman.
Bu Fauziah yang sedang merapikan meja untuk persiapan jualan gorengan nanti sore, menangkap basah aksi Rama dan Laila yang tengah curi-curi pandang. Ibu pun tersenyum, dan melirik ke arah mata rama memandang.
"Apa gadis itu keponakan bu Ira, yang datang dari kota?" gumam bu Fauziah.
Bi Ira yang melihat bu Fauziah, langsung memperkenalkan Laila padanya.
"Masya Allah, cantik ya, Bu Ira," puji bu Fauziah pada Laila.
Laila yang dibicarakan menunduk tersipu malu. Netranya mencuri pandang kearah Ramanadhan yang tengah asyik mencuci motor.
Rama yang mendapatinya pun tersenyum sangat manis.
Sore ini bi Ira harus mulai bekerja di rumah makan. Khawatir Laila sendiri di rumah, bi Ira pun menitipkan Laila pada bu Fauziah.
Laila sangat bahagia mendengarnya, begitu pun dengan Rama.
Laila tampak gusar berada di kamarnya, menantika sore hari tiba.
Di kampus, Rama pun merasakan hal yang sama. Satu jam terasa satu hari, satu hari terasa satu abad.
"Apa yang terjadi padamu, Ram?" tanya Radit teman kampus Rama yang melihat kegusaran Rama.
"Nanti, kuceritakan," jawab Rama yang langsung pergi meninggalkan Radit.
Radit hanya menggelengkan kepalanya saat Rama pamit pergi.
Rama terjebak dijalanan yang padat merayap, wajahnya yang lelah semakin terlihat lusuh. Namun, tidak menyurutkan semangatnya yang ingin segera bertemu Laila.
Sesampainya di rumah Rama disuguhkan dengan pemandangan indah wajah cantik Laila, yang sudah ada di rumahnya membantu sang ibu.
Dengan segera Rama berganti pakaian, setelah mandi, dan melaksanakan shalat ashar.
Tak berlama-lama, Rama langsung menghampiri Laila yang tengah fokus menata jualan ibu.
"Hai, Laila!" sapa Rama.
"Hai, Rama!" balas Laila.
"Bagaimana kamu tau namaku? Semalam aku tidak sempat memperkenalkan diri padamu," tanya Rama.
Seketika Laila gugup. Ia langsung menyibukan diri demi mengindari Rama.
Rama mengerutkan kening. Kini keduanya terlihat canggung.
'Tidak mungkin aku mengatakan yang sebenarnya pada Rama' batin Laila disela-sela kesibukannya.
Dimeja makan saat berbuka, terlihat aksi tatap menatap kagum diantara keduanya yang disaksikan oleh bu Fauziah. Membuat bu Fauziah khawatir meraka akan saling jatuh cinta.
Malam sepulang tarawih.
Nur memberi tahu pada Rama, besok remaja mesjid mengadakan kegiatan tadarus bersama di mesjid. Saat sedang asyik mereka ngobrol, dua pasang bola mata indah Laila memperhatikan. Membuat Laila bertanya dalam benaknya. Siapakah perempuan itu? Ada perasaan kecewa di benak Laila saat melihatnya.
Sesampainya dirumah, Laila duduk di depan jendela menunggu Rama keluar, berharap bisa mencuri pandangan indah pada wajah Ramadhan yang mempesona.
Tak lama terdengar deru mesin motor Rama di halam rumahnya, Laila pun langsung mencuri pandang wajah Ramadhan di balik tirai yang sedikit terbuka. Laila yang sempat kecewa melihat Rama bersama Nur, kini merasa tenang saat melihat pancaran indah wajah Rama yang menenangkan.
"Bibi! Apa Laila boleh tanya sesuatu?"
"Tentu saja! Apa yang ingin kamu tanyakan?" jawab bi Ira.
"Apa Rama sudah memiliki kekasih?" tanya Laila.
Bi Ira merasa heran dengan pertanyaan Laila. Namun, kemudian tersenyum mengerti.
"Bibi, tidak tau. Apa kamu suka sama, Rama?" Bi Ira balik bertanya.
"Apaan sih, Bi," jawab Laila dengan malu-malu.
Wajah merah merona yang tampak di pipi Laila menunjukan sebuah jawaban yang bermakna yang menegaskan dirinya memang jatuh cinta pada Rama. Bi Ira pun tersenyum bahagia.
Rama pulang. Saat memarkir motor netranya terus melirik jendela kamar Laila, berharap Laila memperhatikannya kembali seperti kemarin. Namun, ibu yang memperhatikan itu tampak kahawarir.
"Kenapa kamu terus memperhatikan kamar Laila?" tanya ibu saat Rama masuk kedalam.
Rama terkejut dan terlihat gugup saat ibu menanyakan hal itu.
"Laila, anak orang berada, orang tuanya memiliki perusahaan dimana-mana. Ibu harap kamu tidak jatuh cinta padanya," jelas ibu.
Deg!
"Apa maksud ibu?" Rama merasa heran.
"Keadaan kita dan Laila berbeda, bagai langit dan bumi. Kita harus tau diri," jelas ibu, "Ibu tidak mau kelak keluarga istrimu senginjak-injak harga dirimu karena perbedaan status," lanjutnya.
"Carilah perempuan yang sepadan, seperti Nur. Dia juga cantik dan shalehah," lanjut ibu bicara.
Diatas tempat tidur Rama merenung. Mungkin saja yang dikatakan sang ibu ada benarnya, tapi baginya semua manusia sama, baik kaya mau pun miskin kembali pada diri mereka masing-masing.
***
Pagi hari, saat Rama dan sang ibu asyik mencuci baju. Nur datang kerumahnya.
Nur memang gadis yang baik, dia juga sering membantu ibu dikala dirinya senggang. Dia sudah terbisa keluar masuk rumah Rama tanpa canggung.
Dengan mengucapkan salam, Nur langsung menerobos masuk kedalam rumah yang pintunya telah terbuka, ia langsung menuju arah suara ibu yang menjawab salamnya di dapur dan memanggilnya.
"Wah ... Ibu sama Rama kompak banget ya, nyuci berdua," ucap Nur dengan bangga.
"Iya, Nur. Cucian kita banyak. Maklum, kemaren gak sempet nyuci karena sibuk siapin dagangan buat awal ibu jualan," kata ibu.
Rama hanya diam dan tersenyum.
"Kalau Nur tau kemarin ibu mulai jualan, Nur pasti kemari bantu ibu," kata Nur.
"Tidak, apa-apa?" kebetulan kemarin ada Laila yang bantu ibu," kata ibu.
"Laila?" tanya Nur heran.
"Iya, Laila. Keponakan bu Ira," jelas ibu.
'Apa Laila perempuan yang malam itu lewat, dan di kejar Rama' batin Nur lalu melirik Rama.
Rama memberi senyuman pada Nur.
Nur membalas senyum dengan sedikit kecewa, mendengar ada perempuan lain yang memperhatikan keluarga Rama.
Ibu yang hendak bangkit terpeleset karena lantai kamar mandi yang sedikit licin. Rama segera menggendong sang ibu ke kamar karena khawatir. Rama hendak menghubungi dokter, tapi ibu melarangnya, karena merasa diri baik-baik saja. Jelas dengan keadaan ibu yang seperti ini , ibu tidak bisa kepasar. Akhirnya ibu meminta Rama kepasar di temani Nur.
Rama tidak bisa menolak keinginan sang ibu.
Ia pun pergi kepasar bersama Nur.
Sambil menunggu Nur yang minta ijin pada bapaknya, Rama pun memanaskan motornya terlebih dahulu.
Mendengar deru mesin motor berbunyi, Lalila yang sedang membaca buku langsung terperanggah. Ia mondar-mandir di dalam rumah, rasa hati ingin menyapa Rama.
Laila terpikir untuk mengambil sapu, dan berpura-pura menyapu halaman yang sudah dibersihkan bi Ira tadi.
"Ah, tidak. Bi Ira sudah membersihkannya. Aku ambil lap pel aja," pikir Laila yang langsung lari ke kamar mandi mencari lap pel yang digantung di paku.
Laila langsung pergi keluar dengan jantung yang berdebar, dengan segera dia pel lantai teras yang sebenarnya juga sudah dipel sama bi Ira.
Namun, tiba-tiba wajah Laila berubah kecewa, saat melihat Nur yang berjalan cepat menghampiri Rama, dan duduk di motornya.
"Sudah siap?" tanya Rama pada Nur.
"Sudah," kata Nur.
"Sudah minta ijin sama bapak?" tanya Rama lagi.
"Sudah dong," kata Nur dengan ceria.
"Oke. Ini, pakai helm-nya!" Rama memberikan helm pada Nur.
Nur pun mengambil helm-nya, dan segera menggunakannya.
Laila tidak ingin Rama melihatnya. Dia segera kembali masuk ke rumah, jantungnya seolah berhenti berdetak, melihat Rama berboncengan dengan seorang perempuan cantik.
'Sepertinya perempuan itu memang pacar Rama. Mereka akrab sekali' batin Laila sedih.
bersambung ....
kangan lupa tekan Like dan favorite nya❤❤❤
Mohon maaf yang sudah baca bab 2 boleh di tengok lagi bab 2 nya ya sebelum lanjut ke bab 3, karena ada revisi, biar tidak ada kesalah pahaman 🙏🙏🙏 terimakasih.
Laila mengintip di jendela saat Rama melaju melewati rumahnya. Terlihat Nur yang begitu bahagia bercanda bersama Rama. Perasaan kecewa kini menyelimuti hatinya. Laila duduk di kursi dan termenung.
"Laila!" seru bi Ira mengagetkan Laila yang tengah memikirkan Ramadhan.
"Iya, Bi," sahutnya, lalu menghampiri bi Ira yang ada di dapur.
"Bibi berangkat lebih awal. Nanti kalau kamu ke rumah bu Fauziah, kamu bawa kue sama lauk ini ya," kata bi ira yang menyiapkan lauk di rantang.
"Baik, bi," kata Laila.
Sepeninggal bi Ira. Laila segera menyelesaikan tugas kuliahnya. Selama bulan Ramadan ini Laila kuliah secara online. Meski sempat kepikiran Ramadhan, Laila bisa mengendalikan dirinya hingga dia bisa fokus dalam mengerjakan tugas dengan cepat.
Setelah selesai mengerjakan tugas. Laila segera pergi ke rumah bu Faiziah. Di berikannya kue dan lauk yang di siapkan bi Ira tadi.
"Terimakasih, Laila. Tidak usah repot-repot bawa makanan kalau kesini?" kata ibu.
"Ini titipan bibi. Katanya, buat buka puasa. Ibu gak keberatan 'kan kalau Laila buka disini setiap hari," kata Laila.
"Tentu tidak, Laila. Ibu malah seneng. Justru ibu yang gak enak sama Laila, Laila disini malah bantuin ibu dagang," kata ibu.
"Gak apa-apa, Bu. Sekalian Laila belajar dagang," kata Laila.
"Laila gak cocok jadi pedagang. Orang tua Laila sudah punya segalanya, Laila tinggal nerusin perusahaan mereka," kata ibu.
Laila tersenyum mendengar perkataan ibu. "Laila belum tentu cocok 'kan ,Bu, nerusin usaha mereka. Kita juga tidak tau nasib kita seperti apa kedepannya? Bisa saja Laila jadi pedagang," ucap Laila.
Tiba-tiba Laila termenung membayangkan dirinya bersama Rama melakukan usaha dagang bersama, dia tersenyum sendiri.
"Laila!" panggil ibu.
"Eu ... maaf, Bu," kata Laila.
"kamu melamun?" tanya ibu dengan tersenyum.
Laila tersipu malu. "Enggak, bu. Laila hanya keinget temen Laila yang pedagang," kata Laila.
"Jadi, Laila punya temen pedagang juga?" tanya ibu.
Laila mengangguk kaku. Andai ibu tau teman pedagang yang di bayangkan Laila adalah Rama.
"Ibu salut sama Laila. Laila 'kan orang berada, tapi Laila mau bergaul dengan siapa saja," kata ibu.
"Yang berada orang tua Laila. Laila belum punya apa-apa, bu. Apa yang bisa di banggakan dari Laila. Laila hanya bisa menengadahkan tangan pada mereka. Beda sama Rama yang selalu bekerja keras demi ibu," ucap Laila yang menunjukan kebanggaanya pada Rama.
"Itu karena Ibu tak punya. Jika Ibu punya, ibu tidak akan membiarkan anak ibu hilang kebebasan seperti ini," ucap ibu tiba-tiba sedih.
"Maaf, bu. Laila gak maksud buat ibu sedih."
"Tidak, Laila. Ibu terlalu sensitif kalau mikirin Rama. Maaf ya, jadi buat Laila merasa bersalah. Ibu, gak apa-apa kok."
Laila pun tersenyum dengan lega.
Tak lama Rama dan Nur pulang dari pasar. Rama terkejut melihat Laila sudah ada di rumahnya.
Nur memperkenalkan dirinya pada Laila dengan ramah, begitu pun Laila yang menyambutnya dengan ramah. Nur menceritakan perjalanannya sepulang dari pasar, dimana ia sempat mampir bersama Rama ke sebuah taman yang indah.
Laila kecewa mendengar penuturan Nur. Terlihat raut wajahnya yang berubah sedikit muram, meski Laila berusaha mengukir senyum.
Tidak disangka hati Laila teriris pedih. Sesak terasa di dada.
'Apa yang terjadi padaku, mengapa perih sekali? Apa aku cemburu? Apa aku jatuh cinta pada Rama? Secepat itu aku jatuh cinta padanya' batin Laila.
Nur melihat Laila, yang termenung. Nur merasa senang bisa bicara seperti ini di hadapan Laila. Setelah ini, Nur berharap Laila menjauh dari Rama.
Nur pamit pulang karena harus memasak lebih awal, untuk menyiapkan buka puasa bapaknya karena ashar nanti dia harus sudah ada di mesjid. Tak lupa Nur mengajak Laila ke acara remaja mesjid.
"Insya Allah saya datang," kata Laila.
Nur pun berlalu, meski berat. Padahal dia masih ingin berada di rumah Rama, terlebih ada Laila disana. Sebenarnya Nur tak ingin memberi kesempatan pada Laila dekat dengan Rama, tapi apalah daya. Nur harus mengurus keperluan bapaknya.
Laila terdiam sejenak. Ingin rasa hati bertanya pada Rama, siapa Nur baginya? Akh tapi itu hanya akan mempermalukan dirinya saja. Jika pun Nur lebih dekat dengan Rama itu adalah hal yang wajar. Nur berteman sejak kecil bersama Rama, sedangkan dirinya hanya baru mengenal Rama.
"Nur gadis yang baik. Dia hidup berdua sama bapaknya, setiap hari dia yang menyiapkan kebutuhan bapaknya, bahkan ibu juga sering dibantu oleh Nur. Nur mantu idaman para orang tua, beruntung sekali yang menjadi mertuanya nanti," Puji ibu terhadap Nur.
Laila terkejut mendengar ibu mengatakan Nur calon menantu idaman para orang tua. Nyalinya seakan menciut mengharapkan Rama. Sepertinya ibu mengharapkan Nur menjadi menantunya.
Rama memandang Laila tak enak. Entah kenapa, Rama tak suka ibu mengatakan hal itu dihadapan Laila. Rama tak mau Laila berpikir dirinya ada hubungan dengan Nur.
"Nur itu memang baik, pacarnya pasti senang mendapatkan Nur. Semoga mereka nanti bahagia," kata Rama sambil tersenyum menatap Laila.
Laila menunduk malu di tatap Rama. Namun, ada perasaan lega saat Rama mengatakan itu.
"Apa Nur sudah punya pacar, Ram?" tanya ibu spontan, membuat Laila semakin yakin jika Nur bukan pacar Rama.
"Entahlah. Nur tidak pernah cerita, sepertinya belum," kata Rama.
Ibu melirik Laila. Terlihat raut wajah yang berubah bahagia.
Ibu memahami Kenapa Rama mengatakan ini. Berbeda dengan ibu yang berusaha membuat Laila agar tidak berharap pada Rama. Rama malah seolah menepis semua yang dikatakan ibu, dan memberi peluang pada Laila.
***
Saat berjualan tiba-tiba kaki ibu terasa sakit dan bengkak, akibat terjatuh tadi. Dengan Sigap Laila mengobati ibu dengan segala pengetahuannya. Rama dan ibu tampak kaget, dan membengong melihat Laila yang cekatan dan telaten mengobati kaki ibu.
Laila menyadari mereka yang bengong. Namun akhirnya, Laila tersenyum.
"Maaf, Laila terlalu antusias. Laila merasa terpicu jika ada orang yang sakit. Hanya ingin mempraktekan sedikit ilmu kedokteran yang Laila miliki," jelasnya.
"Jadi, Laila calon, Dokter?" tanya ibu penasaran.
"Insya Allah. Mohon do'anya, mudah-mudahan tahun ini Laila lulus," ucap Laila dengan lembut.
"Masya Alloh. Aamiin. Semoga Laila lulus jadi Dokter, tahun ini," kata ibu yang diamini oleh Rama dengan tersenyum.
Rama harus berjualan seorang diri, karena Kondisi ibu tidak memungkinkan untuk berjualan. Laila membatalkan rencananya ikut acara tadarus bersama remaja mesjid, ia memutuskan untuk membantu Rama.
"Bukankah Laila mau kemesjid buat tadarus bareng sama Nur," kata ibu.
"Tadarus 'kan sunah, dan bisa dilakukan di rumah. Sedangkan membantu sesama adalah kewajiban kita sebagai umat muslim," kata Laila dengan tersenyum.
"Masya Allah. Makasih Laila. Lagi-lagi ibu merepotkan kamu," kata ibu.
"Sama-sama, Bu. Laila tidak merasa di repotkan kok."
Alih-alih merasa direpotkan Laila malah merasa bahagia.
Saat Laila hendak memasukan gorengan kedalam wajan, minyak panas sedikit menyiprat dan hampir mengenai wajah Laila. Untung saja, Laila segera memalingkan muka dan menutupinya menggunakan tangan hingga tangan Laila terkena minyak panas.
"Hati-hati, Laila. Kamu tidak apa-apa?" tanya Rama yang langsung meraih tangan Laila.
Laila terkejut dan langsung melepaskan tangannya dari Rama, jantungnya semakin berdegup kencang. Begitupun dengan Rama.
Melihat Laila yang tidak nyaman Rama pun menjadi gugup. "Ma-maaf, saya spontan," ucapnya.
"Tidak apa-apa." Laila langsung menunduk malu.
Rama langsung mengambil salep hendak dioleskannya pada tangan Laila. Namun, Laila menolaknya.
"Saya bisa sendiri, kamu layani pembeli saja," ucap Laila.
Rama memberikan salepnya pada Laila, padahal hati ingin sekali memegang tangan Laila yang lembut sekali lagi.
Ibu mempeperhatikan keduanya di dalam, ibu yakin keduanya tengah saling jatuh cinta.
'Ini, tidak boleh dibiarkan. Rama tidak boleh jatuh cinta pada Laila' batinnya.
bersambung ...
jangan lupa tekan like favorit dan komennya yang membangun❤❤❤
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!