NovelToon NovelToon

Polisi Tampan Dan Banker Cantik

Bab 1 Hujan perkenalan

Suara petir yang menggelegar di sore hari itu membuat seorang gadis cantik dengan pakaian minim yang membalut tubuhnya merasa kedinginan.

Kedua tangannya menyilang untuk memeluk dirinya sendiri dan mengusap-usap lengannya agar hawa dingin yang menerpa kulitnya bisa sedikit memudar.

Giginya sedikit bergemeletuk dan kedua kakinya bergerak-gerak untuk mengurangi hawa dingin yang sedang dirasanya.

Gadis tersebut duduk sendiri di halte bus untuk berteduh dari derasnya hujan badai yang disertai petir.

"Kenapa tiba-tiba hujannya mengerikan seperti ini?" ucap gadis cantik itu yang masih dengan kegiatannya untuk mengurangi hawa dingin yang menerpa kulitnya.

Tiba-tiba seorang laki-laki dengan membawa payung berlari menuju halte bus tersebut dan berteduh di sana.

Kini mereka hanya berdua di halte tersebut. Laki-laki itu berada jauh dari gadis cantik yang sedang sibuk menghangatkan badannya.

Namun, hujan badai itu membuat angin yang kencang menerpa tubuh laki-laki yang berdiri di tepi halte tersebut, sehingga laki-laki itu bergerak lebih menengah.

"Kenapa berteduh kalau kamu membawa payung?" tanya gadis cantik itu mengawali percakapan mereka.

Laki-laki itu menoleh ke arah samping. Dia melihat gadis yang bertanya padanya itu sedang duduk dengan tangan serta kakinya yang selalu bergerak-gerak.

Laki-laki itu pun duduk di samping gadis cantik itu dengan jarak yang lumayan jauh. Kemudian dia berkata,

"Sekarang sedang hujan badai, anginnya kencang, percuma saja jika aku memakai payung tapi badanku jadi basah semua."

Gadis itu pun mengangguk-anggukkan kepalanya, menyetujui ucapan laki-laki tersebut.

Laki-laki itu sedikit melirik gadis cantik tersebut, kemudian dia kembali menatap lurus ke depan dan berkata,

"Apa kamu tidak kedinginan memakai pakaian yang seperti itu?"

"Tentu saja aku kedinginan. Apa kamu tidak lihat jika aku sekarang berusaha mengurangi rasa dinginnya?"sahut gadis cantik itu dengan suara sedikit gemetar karena kedinginan.

Laki-laki tersebut melepas jaket yang dipakainya dan mengulurkannya pada gadis cantik itu seraya berkata,

"Pakailah. Dan jangan pernah lagi memakai pakaian seperti itu di luar rumah. Pakaian itu sangat berbahaya untuk gadis cantik sepertimu."

Seketika gadis cantik itu tersenyum senang dan matanya berbinar menerima jaket tersebut dan berkata,

"Terima kasih. Namaku Hani. Nama kamu siapa?" 

Laki-laki tersebut beranjak dari duduknya dan berkata, 

"Namaku Abhiyasa. Cepatlah pulang, gunakan jaket dan payung itu mumpung hujan sudah sedikit reda."

"Bagaimana aku mengembalikannya? Di mana rumahmu? Setidaknya beritahu aku nomor HP mu!" teriak Hani ketika Abhiyasa sudah berlari menembus hujan tanpa menanggapi teriakan dari Hani yang masih berada di halte bus tersebut.

Hani tersenyum melihat payung yang bersandar di kursi halte itu dan jaket yang ada di tangannya.

"Abhiyasa. Semoga kita bisa bertemu kembali," ucap Hani diiringi senyumnya mengingat wajah tampan Abhiyasa.

Sedangkan Abhiyasa, dia berlari sambil tersenyum menerjang hujan yang sudah sedikit reda dan berkata dalam hatinya,

Hani. Nama yang cantik seperti orangnya.

Di halte bus itu, Hani menggunakan jaket milik Abhiyasa dan memakai payung yang ditinggalkan oleh Abhiyasa untuknya. Dia menuruti perintah laki-laki yang baru saja dikenalnya itu untuk segera pulang saat itu juga.

Hari berganti hari sejak pertemuan Abhiyasa dengan Hani. Mereka tidak bertemu kembali. Hanya kenangan yang sekilas itu saja masih membekas di hati dan ingatan mereka.

Entah apa yang mereka rasakan, mereka juga tidak tahu. Apakah mereka saling tertarik atau hanya sekedar senang bertemu dengan lawan jenis yang berwajah rupawan saat itu.

"Mana jaketku? Bukannya biasanya aku letakkan di sini?" Abhiyasa bertanya-tanya sambil mencari-cari jaket di gantungan bajunya.

Selama beberapa saat dia kebingungan mencari jaket tersebut, tiba-tiba dia berhenti mencari dan mengambil jaket lain miliknya yang tergantung di dalam lemarinya.

Abhiyasa kembali tersenyum ketika menyadari kebodohannya mencari jaket miliknya yang diberikan pada Hani.

"Yasa… Yasa… kenapa kamu jadi bodoh seperti ini?" ucap Abhiyasa sambil terkekeh.

Setelah itu dia keluar dari rumahnya untuk berangkat bekerja. Hari-harinya masih sama seperti sebelumnya. Tidak ada pacar dan masih sibuk dengan pekerjaannya.

Selama ini dia bertemu dengan banyak perempuan, sayangnya masih belum ada yang mampu memikat hatinya. Tapi kali ini wajah Hani selalu mengusiknya.

Bukan karena Hani sedang menggunakan pakaian minim saat itu, Abhiyasa sendiri tidak mengetahui mengapa wajah Hani selalu terbayang di pelupuk matanya. Bahkan Abhiyasa tidak memandang ke arah Hani saat itu. Dia masih memiliki iman yang harus menjaga pandangannya pada perempuan, terutama yang berpakaian minim seperti Hani pada saat itu.

...----------------...

Siang itu, Abhiyasa menyempatkan dirinya untuk berkunjung ke sebuah bank. Terlihat banyak orang yang sedang menunggu di dalam bank tersebut.

"Nomor antrian sepuluh, Customer service satu."

Terdengar suara yang memanggil nomor antrian di sebuah bank.

"Selamat pagi, dengan saya Hani bisa dibantu?" sapa seorang banker perempuan yang bertugas sebagai customer service hari ini.

"Selamat pagi. Saya ingin memperbarui kartu atm saya," ucap Abhiyasa menjawab sapaan customer service tersebut.

Customer service tersebut menatap Abhiyasa seolah terpanah padanya. Beberapa detik kemudian dia tersenyum dan berkata,

"Abhiyasa," ucap customer service tersebut membaca name tag Abhiyasa yang ada pada seragamnya.

"Kamu Abhiyasa yang menolong saya waktu itu kan?" tanya customer service tersebut dengan sangat antusias.

Abhiyasa tersenyum dan menganggukkan kepalanya seraya berkata,

"Apa kabar Hani?"

"Baik. Kabarku baik. Kamu masih ingat namaku ternyata," jawab Hani sambil terkekeh.

"Itu," tukas Abhiyasa sambil menunjuk name tag Hani yang tersemat di bajunya.

Seketika senyum Hani sedikit memudar. Dia menggerutu dalam hatinya,

Sialan, aku kira dia masih ingat namaku seperti aku yang masih mengingat namanya. Bahkan wajahnya saja aku masih ingat jelas.

"Maaf, apa bisa saya meminjam buku tabungan dam kartu identitasnya?" tanya Hani sembari tersenyum seperti biasanya dia menghadapi customer lainnya.

Abhiyasa menyerahkan buku tabungannya pada Hani. Setelah itu dia mengambil kartu identitasnya dari dompetnya dan memberikannya pada Hani.

Hani segera memprosesnya. Jari lentiknya menekan keyboard untuk memasukkan data-data milik Abhiyasa ke dalam komputer seraya berkata,

"Ternyata kamu seorang polisi. Pantas saja kamu menolongku waktu itu."

"Aku menolong mu bukan karena aku polisi. Aku hanya tidak mau seorang gadis cantik yang menggunakan pakaian minim, mati kedinginan atau diganggu oleh laki-laki tidak bermoral di luaran sana," sahut Abhiyasa sambil terkekeh.

Hani menghentikan gerakannya. Dia menatap kesal pada laki-laki yang ada di hadapannya itu seraya berkata,

"Ck, kenapa tidak mengaku saja jika kamu tertarik padaku."

Abhiyasa menahan tawanya. Dia merasa jika gadis di hadapannya ini mempunyai sifat lain dari gadis-gadis lain yang ada di sekitarnya.

"Lain kali jangan menggunakan pakaian seperti itu. Bahaya jika ada yang khilaf," tutur Abhiyasa disertai senyumnya.

Hani kembali menggerakkan kembali jari-jarinya dengan lihai di atas keyboard seraya berkata,

"Khilaf kenapa?"

"Menerkam kamu," sahut Abhiyasa sambil terkekeh.

Hani menatap Abhiyasa dan berkata sambil terkekeh,

"Memangnya kamu macan bisa menerkam?"

Abhiyasa pun terkekeh mendengar gurauan Hani. Kini dia merasa lebih rileks berbicara pada Hani yang menggunakan pakaian seragam tertutup. Berbeda dengan pakaiannya saat itu yang membuatnya harus menghadap ke lain arah ketika berbicara dengannya.

"Ini kartu atm nya sudah saya aktifkan. Silahkan ganti pin nya di atm," ucap Hani sambil menyerahkan kartu atm milik Abhiyasa yang baru.

Abhiyasa pun menerima kartu atm tersebut seraya berkata,

"Terima kasih. Jika kita bertemu lagi untuk yang ketiga kalinya, mungkin kita berjodoh. Tapi aku harap kamu tidak menggunakan pakaian yang seperti pada waktu itu." 

Abhiyasa pun terkekeh sambil beranjak dari duduknya meninggalkan Hani yang masih tertegun mendengar perkataan Abhiyasa.

Beberapa detik kemudian, Hani tersadar. Matanya terkunci pada buku tabungan serta kartu identitas milik Abhiyasa yang belum dikembalikan padanya. 

"Bagaimana ini? Bagaimana caranya aku mengembalikannya?" ucap Hani sambil melihat buki tabungan serta kartu identitas milik Abhiyasa yang ada di tangannya.

Bab 2 Sengaja?

Hani segera beranjak dari duduknya. Dia hendak mengejar Abhiyasa dan memberikan buku tabungan beserta kartu identitasnya yang tidak sengaja tertinggal di mejanya.

Namun, Hani tidak bisa meninggalkan mejanya begitu saja. Sudah ada seseorang di hadapannya yang akan duduk di kursi customer sesuai dengan nomor urutnya.

Memang benar Hani belum mempersilahkan nomor antrian tersebut untuk maju, tapi sayangnya orang tersebut ingin segera duduk dan dibantu oleh Hani sebagai seorang nasabah dari bank tersebut.

Hani pun tidak bisa mengabaikan customer tersebut. Bahkan di ruang tunggu masih ada banyak customer lain untuk menunggunya membantu mereka.

Hani menghela nafasnya menyadari kecerobohannya kali ini. Dia duduk kembali dan melihat kembali ke layar komputer untuk melihat data Abhiyasa. Dia mencatat nomor ponsel Abhiyasa pada kertas dan menempelkannya di atas buku tabungan Abhiyasa yang di dalamnya terdapat kartu identitasnya.

Setelah itu dia kembali mengerjakan pekerjaannya sebagai seorang customer service yang siap membantu nasabah bank tersebut.

Waktu pun berlalu. Kini jam kepulangan Hani sudah tiba. Semua pekerjaannya sudah terselesaikan dengan baik.

"Aku harus menghubunginya," ucap Hani sambil melihat buku tabungan Abhiyasa yang tergeletak di mejanya.

Tangan Hani mengambil kertas yang menempel pada buku tabungan tersebut. Dia menghubungi nomor yang tertera pada kertas itu.

Jantungnya berdegup kencang ketika panggilan teleponnya belum diangkat oleh si pemilik nomor tersebut.

Hani menggigit bibir bawahnya untuk menghilangkan rasa gugupnya saat ini. Dalam hatinya dia menyuruh agar si pemilik nomor ponsel tersebut segera mengangkatnya.

"Angkat… angkat… angkat teleponnya," gumam Hani sambil menggigit kuku jari tangannya.

Halo, sapa orang yang ada di seberang sana ketika menerima panggilan telepon tersebut.

"Abhi, ini aku Hani. Maaf, tadi aku kelupaan memberikan kembali buku tabungan dan kartu identitasmu," ucap Hani yang terdengar merasa bersalah.

Terdengar kekehan dari Abhiyasa. Kemudian dia berkata,

Sepertinya kamu sengaja menahannya agar kita bisa berjumpa lagi.

"Enak saja. Aku gak punya pikiran seperti itu. Yang ada, sekarang ini aku merasa sangat bersalah padamu," sahut Hani yang terdengar kesal karena dituduh oleh Abhiyasa.

Kekehan kembali terdengar di telinga Hani. Abhiyasa terdengar sangat terhibur dengan percakapan mereka di telepon saat ini.

"Bagaimana caraku mengembalikannya padamu?" tanya Hani dengan serius.

Abhiyasa menghentikan tawanya. Kemudian dia berkata,

Kamu di mana sekarang?

"Masih di bank. Sebentar lagi aku akan pulang. Ini sudah siap-siap mau pulang," jawab Hani dengan lengkap.

Abhiyasa tersenyum mendengar jawaban dari Hani. Kemudian dia berkata,

Tunggu di sana. Aku akan menemuimu untuk mengambilnya.

Setelah mengatakan itu, Abhiyasa segera mengakhiri panggilan teleponnya. Kebetulan dia sudah selesai bertugas saat ini. Sekarang dia bergegas menuju bank yang tadi dikunjunginya untuk mengambil buku tabungan serta kartu identitasnya. Dan tentunya untuk bertemu kembali dengan Hani.

Senyuman Abhiyasa masih saja mengembang di bibirnya. Begitu pula dengan Hani. Tanpa sadar, bibir Hani selalu tersenyum menunggu kedatangan Abhiyasa ke tempat itu.

Selang beberapa saat, terdengar suara dering telepon dari ponsel Hani. Dengan segera Hani menerima panggilan telepon tersebut karena melihat nama Abhiyasa tertera pada layar ponselnya.

"Halo," sapa Hani untuk mengawali percakapan di telepon.

Aku sudah berada di depan bank. Keluarlah dan bawalah buku tabungan serta kartu identitasku yang tertinggal tadi, ucap Abhiyasa melalui telepon.

Belum juga Hani mengatakan sesuatu, Abhiyasa sudah mengakhiri panggilan teleponnya.

"Tunggu seb–"

Hani menghela nafasnya sambil melihat ke arah layar ponselnya yang ternyata panggilan teleponnya benar-benar sudah terputus.

Dalam hati dia menggerutu sambil berjalan keluar dari bank tersebut.

"Ck, gak sopan banget. Ada orang bicara malah dimatiin teleponnya," omel Hani ketika sudah berada di depan Abhiyasa.

Abhiyasa tertawa mendengar omelan Hani yang terlihat kesal padanya. Dia melipat kedua tangannya di depan dadanya dan menatap Hani yang ada di hadapannya dengan sangat intens.

Ditatap seperti itu oleh Abhiyasa membuat Hani gugup dan merasa malu. Bahkan ada semburat merah pada wajahnya. Dengan segera Hani mengalihkan wajahnya ke lain arah agar ekspresi malunya tidak bisa terlihat oleh Abhiyasa.

"Sudah selesai ngomelnya? Kamu tambah cantik aja kalau lagi ngomel," ucap Abhiyasa sambil terkekeh.

Seketika semburat merah pada wajah Hani bertambah hingga bisa terlihat jelas oleh Abhiyasa.

"Ini punyamu," tukas Hani sambil memberikan buku tabungan dan kartu identitas milik Abhiyasa.

Abhiyasa menerima buku tabungannya dan juga kartu identitasnya dari tangan Hani. Dia melihat kartu identitasnya. Kemudian dia membuka buku tabungan tersebut dari halaman satu ke halaman lain seolah memeriksanya. 

"Kenapa? Apa ada yang berubah?" tanya Hani yang terlihat ingin tahu.

Abhiyasa mengalihkan perhatiannya dari buku tabungannya pada Hani yang berdiri di hadapannya dan menatapnya dengan heran. Kemudian dia berkata,

"Siapa tau di dalam buku ini ada surat cinta dari kamu."

Perkataan Abhiyasa itu sukses membuat Hani kembali kesal padanya. Dengan wajah kesalnya itu dia menatap Abhiyasa dan berkata,

"Ngapain juga nyelipin surat cinta di buku tabungan itu. Udah gak jamannya kali."

Tawa Abhiyasa tidak dapat dibendung. Dia kembali merasa terhibur oleh sikap dan ucapan Hani.

"Apa ini berarti kamu memang mengajakku untuk berpacaran?" tanya Abhiyasa sambil tersenyum dan menatapnya dengan tatapan menggoda.

Hani mundur satu langkah dan menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya serta menatap Abhiyasa dengan tatapan curiga seraya berkata,

"Apa kamu akan macam-macam padaku?"

Abhiyasa melihat Hani dari atas hingga bawah. Kemudian dia menunjuk dirinya sendiri dan menunjuk Hani secara bergantian seraya berkata,

"Aku, macam-macam padamu?"

Dengan cepatnya Hani mengangguk menanggapi pertanyaan yang diajukan Abhiyasa padanya.

Abhiyasa tertawa seolah mengejek dan itu membuat Hani bertambah kesal.

"Jika kamu memakai pakaian seperti waktu itu, mungkin saja aku akan berbuat macam-macam padamu. Tapi sekarang pakaianmu tertutup, bahkan aku tidak bisa mengintip bagian yang kecil di dalam sana," ujar Abhiyasa sambil terkekeh.

Hani mencebik kesal melihat Abhiyasa yang masih saja menertawakannya. Kemudian dia berkata,

"Dasar mesum!"

Setelah itu Hani berjalan menuju mobilnya. Tawa Abhiyasa pun reda melihat Hani berjalan meninggalkannya.

"Hani, mau ke mana?" seru Abhiyasa seolah tidak mau ditinggalkan oleh Hani.

"Aku lapar. Aku akan membeli makanan untuk mengisi perutku sekarang. Mendengar perkataanmu membuat perutku bertambah lapar," jawab Hani sambil membuka pintu mobilnya.

Abhiyasa segera menaiki motor sport nya dan memakai helm full face nya, bersiap untuk mengikuti Hani.

Hani menghela nafasnya melihat Abhiyasa yang sedang mengikutinya dengan mengendarai motor sport nya.

"Mau apa dia sekarang?" gumam Hani ketika melihat motor yang dikendarai Abhiyasa tepat berada di belakang mobilnya.

Hani menambah kecepatan mobilnya, berniat untuk bermain-main dengan Abhiyasa.

"Kamu pikir akan bisa mengalahkanku? Coba saja," gumam Abhiyasa sambil tersenyum di balik helm full face nya.

Bab 3 Tidak sengaja

Kini Hani duduk dengan berwajah kesal di hadapan Abhiyasa yang tersenyum manis padanya.

Hani kesal dengan Abhiyasa yang seenaknya saja memotong laju mobilnya, sehingga dia terpaksa mengikuti Abhiyasa yang berbelok menuju resto yang menyajikan makanan rumahan.

"Ck, padahal aku kan ingin makan pasta," gerutu Hani di depan Abhiyasa yang sedang menyeruput minumannya.

Uhuuuk… uhuuuk…

Abhiyasa tersedak minumannya mendengar gerutuan dari Hani yang menatap tajam padanya.

"Maaf, aku kan gak tau kalau kamu ingin makan pasta. Kamu gak ngomong sih tadi," ucap Abhiyasa sambil mengusap mulutnya menggunakan tisu.

"Gimana bisa ngomong, kamunya aja langsung ngarahin ke sini," sahut Hani tidak terima disalahkan oleh Abhiyasa.

Abhiyasa tersenyum lebar pada Hani yang sedang mengerucutkan bibirnya karena kesal padanya. Kemudian dia berkata,

"Ya sudah, makan dulu saja makanan ini. Habis ini aku traktir kamu makan pasta di tempat favorit kamu."

Hani menghela nafasnya, kemudian dia mengaduk-aduk makanannya dan berkata,

"Lain kali saja. Sebentar lagi aku harus ke gereja."

Seketika Abhiyasa kembali tersedak mendengar perkataan Hani. Seketika raut kekecewaan tersirat dari wajah Abhiyasa.

Ternyata dia bukan seorang muslim, Abhiyasa berkata dalam hatinya.

Suasana berbeda jauh dari sebelumnya. Kini mereka makan dalam keadaan diam. Mereka berdua larut dalam pikirannya masing-masing.

Sayang sekali kami berbeda keyakinan. Seandainya keyakinan kami sama, mungkin kami bisa menjalin hubungan yang lebih serius nantinya, Abhiyasa berkata dalam hatinya.

Abhi kenapa ya? Apa dia tersinggung dengan ucapanku? Emang dasar ini mulut kadang suka kelepasan, batin Hani sambil makan dan melirik Abhiyasa.

Akhirnya mereka menghabiskan makan mereka dengan diam, tanpa obrolan seperti tadi.

"Abhi, aku pulang dulu ya. Terima kasih traktirannya," ucap Hani setelah Abhiyasa membayar makanan mereka di kasir.

Abhiyasa tersenyum dan menganggukkan kepalanya seraya berkata,

"Lain kali kamu harus mentraktirku."

"Ternyata kamu perhitungan sekali. Tenang saja, karena aku akan mentraktir kamu sesuai dengan keinginanmu," sahut Hani sambil terkekeh.

"Aku pegang janjimu Hani," tukas Abhiyasa sambil menangkap angin di depan bibir Hani dan memasukkan ke dalam sakunya.

Sontak saja Hani tertawa terbahak-bahak melihat guyonan dari Abhiyasa. Setelah itu dia berjalan menuju mobilnya dan melambaikan tangannya ke arah Abhiyasa yang berdiri tidak jauh darinya.

"Apa perlu aku antar? Aku ikuti dari belakang mobilmu," ucap Abhiyasa tanpa membalas lambaian tangan dari Hani.

Hani menggelengkan kepalanya. Dia menolak niat baik Abhiyasa untuk mengantarnya.

"Kenapa? Apa kamu takut jika aku akan datang ke rumahmu?" tanya Abhiyasa sambil terkekeh.

Hani tersenyum dan kembali menggelengkan kepalanya seraya berkata,

"Aku ingin tau. Apa kita nantinya akan kembali bertemu secara kebetulan? Seperti kemarin-kemarin. Dua kali kita bertemu secara kebetulan. Dan menurutku itu lebih bermakna."

Abhiyasa pun tersenyum. Dia menganggukkan kepalanya menyetujui perkataan Hani. Kemudian dia berkata,

"Apa kamu mau taruhan denganku?" 

Hani mengernyitkan dahinya dan menatap Abhiyasa dengan tatapan penuh tanya.

"Taruhan apa?" tanya Hani dengan rasa penasarannya.

"Jika kita bertemu lagi, berarti kita jodoh. Apa itu artinya kita pacaran?" ucap Abhiyasa disertai kekehannya.

Hani tersipu malu mendengar perkataan dari Abhiyasa. Dia tidak mengira jika hanya dengan mendengar ucapan Abhiyasa yang seperti itu bisa membuatnya tersipu malu.

"Aku berangkat sekarang," ucap Hani menutupi kegugupannya.

Abhiyasa menganggukkan kepalanya dan berkata,

"Hati-hati. Hubungi aku jika terjadi sesuatu."

Hani tersenyum serta menganggukkan kepalanya seraya berkata,

"Kamu juga hati-hati."

"Tenang saja, aku setia kok sama kamu," canda Abhiyasa sambil terkekeh.

Hani kembali tersipu dan dengan segera dia masuk ke dalam mobilnya. Dia baru ingat kembali jika harus segera menuju tempat ibadahnya.

"Gawat, kenapa aku bisa lupa jika harus ke gereja? Pasti Papa akan marah jika tidak melihatku di sana. Bodohnya aku… hanya gara-gara ngobrol bersama dengan Abhiyasa saja membuatku melupakan kewajibanku. Maafkan aku Tuhan…," cerocos Hani sambil mengemudikan mobilnya keluar parkiran.

Abhiyasa hanya tersenyum melihat kepergian mobil Hani. Dia menertawakan kebodohannya yang lagi-lagi menggoda Hani hingga wajahnya merona karena malu.

Dia pun mengemudikan motor sport nya menuju rumahnya yang sebenarnya terletak tidak jauh dari tempat itu.

...----------------...

Keesokan harinya, Abhiyasa menjalani harinya seperti hari-hari sebelumnya. Dia masih sibuk dengan pekerjaannya. 

Sore ini, selepas dia pulang dari bekerja, Abhiyasa melewati jalan lain. Jalan yang biasanya dilewatinya sedang ditutup karena ada perbaikan jalan.

Tiba-tiba motornya berhenti. Dia menoleh ke arah seberang jalan dan memperhatikan bangunan yang bertuliskan nama resto pasta terkenal.

Kenapa aku jadi ingat Hani ketika melihat restoran pasta ini? Abhiyasa berkata dalam hatinya.

Tanpa sadar Abhiyasa mengarahkan motornya masuk ke dalam parkiran resto tersebut.

Dia ragu-ragu masuk ke dalam resto itu. Dalam posisinya yang masih berada di atas motornya, Abhiyasa memandang resto tersebut dan berkata,

"Sudah kepalang tanggung. Mendingan aku makan di sini saja."

Abhiyasa melepas helm full face yang menutupi wajahnya, kemudian dia masuk ke dalam resto pasta tersebut.

Dia duduk di kursi yang berada di dekat kaca dan memesan makanan serta minuman. Dari tempatnya saat ini dia bisa melihat banyak hal. Dia bisa melihat kendaraan yang berlalu lalang dan dia juga bisa melihat orang yang berjalan menuju resto tersebut.

Tiba-tiba matanya terbelalak ketika Melihat sosok perempuan yang sangat dikenalnya. Perawakannya yang tinggi semampai dan wajah cantik yang natural dengan penampilannya yang casual itu membuat Abhiyasa tersenyum melihatnya.

Perempuan tersebut berjalan masuk ke dalam resto itu sendirian. Pandangan mata Abhiyasa mengikuti gerakan perempuan tersebut.

"Hani!" seru Abhiyasa sambil tersenyum padanya.

Perempuan tersebut yang ternyata Hani, kini menoleh ke arah sumber suara.

"Abhiyasa?!" celetuk Hani yang terlihat kaget melihat Abhiyasa di sana.

Abhiyasa melambaikan tangannya untuk memanggil Hani agar menghampirinya. Hani pun segera berjalan ke arah Abhiyasa yang sedang tersenyum manis padanya.

"Kok kamu ada di sini? Bukannya kamu gak suka pasta?" tanya Hani ketika sudah duduk di kursi depan Abhiyasa.

Abhiyasa mengernyitkan dahinya seraya berkata,

"Kata siapa?"

Tanpa menjawab pertanyaan dari Abhiyasa, Hani menunjuk dirinya sendiri sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut.

"Sepertinya kamu belum mengenalku," ucap Abhiyasa sambil terkekeh.

Hani menatap Abhiyasa dengan memicingkan matanya seraya berkata,

"Jelas saja, kita kan baru saja kenal. Dan kita juga baru saja bertemu. Mana bisa aku mengenalmu sebanyak itu? Kecuali aku selalu stalking kamu."

Abhiyasa tertawa mendengar perkataan dari gadis yang selalu membuatnya tertawa itu. Kemudian dia berkata,

"Apa kamu mau menjadi stalker hanya untuk mengenalku?"

Dengan gerakan cepatnya Hani menggelengkan kepalanya sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya seraya berkata,

"Gak akan. Gak akan pernah. Dan jangan berharap itu terjadi."

Abhiyasa semakin tertawa melihat tingkah Hani setiap berbicara dengannya. Menurutnya Hani mempunyai daya tarik tersendiri. Dan diakuinya, kini dia tertarik padanya.

"Kita sudah tiga kali ini tidak sengaja bertemu. Apa itu artinya kita pacaran sekarang?" tanya Abhiyasa dengan menatap intens manik mata Hani dan tersenyum manis padanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!