Tubuhku terasa kaku saat ini. Lututku serasa lemas, menyaksikan perdebatan orang tuaku dengan seorang pria berjas yang umurnya lebih tua sepuluh tahun dariku.
Mereka terlibat perdebatan yang menurutku tidak berguna. Tentu saja tidak berguna karena yang mereka perdebatan adalah aku. Gadis yang baru lulus SMA.
Baru tiga puluh menit yang lalu, saat aku sedang asyik makan sambil nonton kartun kesukaanku yang berisi dua bocil dengan kepala botak, tiba-tiba saja ketukan pintu terdengar dan membuatku harus mengalah dan pergi ke dapur selagi ibu membuka pintu.
Dan baru saja aku ingin melanjutkan makan, tiba-tiba saja aku diminta ibu untuk pergi ke ruang tamu. Terpaksa aku tinggalkan piring berisi sisa makanan yang belum habis aku makan.
Namaku Aira, umurku baru menginjak sembilan belas tahun. Aku bekerja di sebuah cafe kecil sebagai waiter, itulah yang aku lakukan untuk menyambung hidup. Namun hari ini, entah mengapa orang tuaku meminta ku untuk cuti sehari. Meski heran, aku pun menyanggupi. Namun, tak ku sangka ini yang malah terjadi.
"Jadi bagaimana, Pak? Apa anda setuju menikahkan anak anda dengan saya? Imbalannya adalah seluruh hutang Bapak akan saya lunasi."
Kalimat terkutuk itu pun keluar dari mulut Pak Reyhan. Pria berjas yang berusia dua puluh sembilan tahun. Dia masih terlihat gagah dan tampan. Mungkin karena dirinya sangat kaya sehingga di usianya yang hampir kepala tiga ini, dia masih terlihat keren. Ah, mengapa aku jadi memikirkan ini? Aku membenci pria itu, aku sangat membencinya. Dia, dia adalah sumber malapetaka yang akhirnya menghancurkan impianku.
Aku belum sempat menggapai cita-citaku sebagai seorang penyanyi, dan dia sudah menghancurkannya.
"Saya setuju, Pak Reyhan, anak saya, Aira akan menikah dengan Bapak dan melahirkan anak untuk kalian."
Ya, memang begitulah keadaannya. Aku akan dinikahkan dengan Pak Reyhan, dan sebagai imbalannya, hutang kedua orang tuaku yang jumlahnya ratusan juta itu lunas.
Lalu, soal kata kalian, memang lebih dari satu orang yang menginginkan pernikahan ini. Selain pria itu sendiri, rupanya istrinya juga ikut andil. Sungguh gila, bukan? Istrinya meminta suaminya menikah lagi dengan gadis muda sepertiku agar melahirkan anak untuk mereka.
Ah, aku jadi teringat dengan film India. Istri yang meminta suami mencari rahim pengganti untuknya. Akhirnya menurutku sangat mengharukan, tapi bagaimana dengan aku? Apakah aku sanggup menjalani hidup seperti ini? Menjadi rahim pengganti Bu Sera, istri Pak Reyhan. Dan mengapa harus aku? Aku ini adalah gadis polos yang tak tahu apa-apa. Jangankan calon suami, pacar saja tak punya. Karena sejak kecil, Bapak selalu melarangku berpacaran.
"Saya hanya akan menikahinya sampai dia melahirkan. Dan setelahnya saya akan menceraikannya dan dia bisa hidup dengan bebas bersama warisan yang saya berikan. Dengan syarat, Aira tidak boleh datang ke kehidupan kami dan anak kami kelak."
Aku menoleh ke arah kedua orang tuaku. Mata mereka terlihat berbinar-binar mendengar kata warisan. Jelas saja mereka seperti itu. Karena kedua orang tuaku adalah orang tua yang cukup matre.
Sekedar informasi, Bapak bekerja di perusahaan Pak Reyhan sebagai office boy. Namun, dia terjerat pinjaman online hingga mencapai ratusan juta rupiah karena berhasil diperdaya oleh temannya yang telah kabur. Temannya menjanjikan investasi dengan profit yang sangat tinggi sehingga membuat bapak rela meminjam ke beberapa aplikasi pinjaman online hingga kini hutangnya mencapai ratusan juta rupiah.
Namun, Bapak sudah tak sanggup membayar pinjaman online tersebut karena gajinya tak cukup. Aku yang baru tamat sekolah pun ikut membantu bekerja sebagai waiter di cafe kecil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Hingga puncaknya, aku mendengar dari ibu bahwa Bapak mencoba melakukan bunuh diri di kantor Pak Reyhan dengan cara melompat dari lantai dasar. Namun, hal itu langsung dicegah Pak Reyhan dan dia pun membuat perjanjian dengan bapak yaitu melunasi semua hutangnya, dan memberikanku sebagai penggantinya. Sakit sih, rasanya aku seperti sedang dijual oleh orang tuaku sendiri.
"Iya, Pak, kami setuju. Kapan pernikahannya dilaksanakan," tanya ibuku. Mengapa sepertinya dia yang tidak sabar melihatku bersanding dengan suami orang?
"Minggu depan saja. Lebih cepat lebih baik agar saya dan istri saya segera mendapatkan momongan."
Aku hanya bisa meremas jari-jariku. Memakinya dalam hati karena pernikahan ini tak pernah ku inginkan. Pernikahan yang dilatar belakangi paksaan karena ada sepasang suami istri yang tak bisa memiliki anak dikarenakan istrinya divonis mandul.
Ya, Bu Sera, dia adalah seorang pebisnis sama seperti Pak Reyhan. Mereka memimpin perusahaan bersama-sama. Mungkin karena terlalu sibuk dengan dunia bisnis, mereka tak sempat memikirkan anak. Hingga lima tahun setelah menikah, mereka baru mencoba program hamil. Namun, sebelum itu bisa direalisasikan, mereka mendapatkan kenyataan pahit dimana Bu Sera ternyata mandul sehingga tak bisa memiliki keturunan.
Sedangkan Pak Reyhan dinyatakan normal. Karena itulah mereka ingin memiliki momongan meski bukan dari rahim Bu Sera. Apalagi tuntutan keluarga yang ingin agar Bu Sera segera hamil.
Katanya, ibunya Pak Reyhan sangat kejam sehingga membuat mereka takut untuk memberitahu kenyataan yang sebenarnya. Entahlah, semoga saja aku tidak bertemu dengan nenek lampir satu itu.
Setelah obrolan yang cukup panjang, Pak Reyhan pun segera pergi. Namun, sebelum itu, dia meminta izin berbicara denganku.
"Ini ada uang untukmu. Lakukan perawatan termahal agar ketika kamu menjadi istriku, kamu tidak dekil seperti ini. Baumu saja seperti bau terasi." Pak Reyhan menutupi hidungnya saat mengatakan kalimat itu.
Namun aku tak merasa bau terasi karena tak menyentuh benda itu. Apa karena aku baru selesai masak? Tapi, apa katanya tadi? Dekil? Kulit putih mulus begini dibilang dekil? Lalu kulit seperti apa yang dia mau? Ari-ari?
"I-iya, Pak, saya mengerti." Aku pun menerima amplop cokelat tebal yang katanya berisi uang itu.
"Semua benda yang akan kamu pakai di pernikahan akan segera diberikan oleh istriku besok. Temui dia di alamat ini jam sepuluh." Lagi-lagi Pak Reyhan memberikanku sebuah kertas berisi alamat.
"Tapi, Pak, besok saya kerja."
"Kamu masih berpikir untuk bekerja?" Matanya hampir melompat keluar. Astaga, seram sekali. "Segera resign dari pekerjaanmu itu, mengerti?"
"I-iya, Om, saya mengerti." Aku terpaksa mengangguk cepat. Ternyata dia kalau marah sangat seram. Pantas saja dulu bapak sering bercerita bahwa pemilik perusahaan adalah orang yang sangat arogan.
"Panggil Mas, jangan Om! Memangnya aku setua itu?" desisnya tajam.
Aduh, aku takut, dia benar-benar seram.
"Iya, Mas." Aku terpaksa menurut agar wajah seramnya itu segera pergi dariku. Padahal, dia kan memang tua. Apa jangan-jangan dia menolak tua?
Setelah Pak Reyhan pulang, aku pun bisa menghela nafas lega. Bagaimana bisa aku akan menikah dengan orang sedingin dia? Astaga, aku merasa seperti akan masuk ke kandang singa.
Setelah memastikan pria itu pergi, aku pun segera menghampiri Bapak dan ibu yang masih mengobrol di ruang tamu. Mereka harus menjelaskan semuanya padaku. Kalau tadi aku tidak merasa takut, pasti aku sudah memberontak dan menolak untuk dijodohkan dengan suami orang.
"Pak, Bu, mengapa kalian membiarkan aku menjadi istri kedua seorang pria yang sudah beristri?" sungutku kesal.
"Maaf, Nak, kamu kan tahu Bapak ekonominya sedang susah karena terjerat pinjaman online sampai ratusan juta. Apa kamu mau melihat Bapak bunuh diri seperti waktu itu?" ucap ibu yang langsung membuatku tak tega. Melihat seorang pria tua yang sudah memiliki guratan keriput di wajah, juga kulit yang mulai longgar karena termakan usia.
"Tapi masa aku harus menjadi istri kedua suami orang? Apakah tidak ada yang lebih keren lagi?" Aku mendengkus kesal. Memangnya kita mengalami semua ini karena siapa? Kan karena Bapak yang ditipu sama temannya.
"Maafkan kami, Nak. Hanya kamulah yang bisa melunasi seluruh utang keluarga kita. Kamu tahu sendiri kan, adik Bapak tidak mau membantu kita sama sekali." Bapak mulai mengadu lagi perihal adiknya yang tak mau membantunya sepeserpun.
Dia memang memiliki seorang adik laki-laki yang telah berkeluarga. Jika nama ayahku adalah Ilham, maka nama adiknya adalah Bowo.
Om Bowo adalah satu-satunya keluarga yang Bapak punya. Memiliki ekonomi yang cukup lumayan karena bekerja di perusahaan BUMN sebagai manajer. Namun, entah mengapa Om Bowo seolah ingin menghindari kami dan terkesan tak mau mengakui kami saudaranya. Mungkin karena sekarang dia sudah memiliki banyak uang sehingga melupakan kami yang dulu pernah menolongnya ketika susah.
Apalagi Tante Feni yang sangat sombong dan angkuh. Selalu memamerkan barang-barang mahalnya tetapi tidak ingat untuk membantu saudara.
Mereka memiliki seorang anak yang usianya sama sepertiku bernama Laras. Dia berusia sembilan belas tahun dan sedang mengenyam pendidikan di bangku kuliah semester empat. Lalu, mengapa aku lulus di usia sembilan belas tahun? Itu karena dulunya, waktu SD, aku pernah tinggal kesal. Aku akui bahwa aku sangat bodoh sehingga tidak lanjut kuliah akibat otak yang tak sanggup berpikir.
Ya, walaupun dibanding Laras aku jauh lebih cantik, namun tetap saja otakku sangat lemot. Entah bagaimana nantinya ketika aku menjadi istri Pak Reyhan. Bisa-bisa dia menderita hipertensi karena ku.
Keesokan harinya, aku pun bergegas pergi ke sebuah apartemen yang katanya adalah milik Mas Reyhan. Apartemen itu terletak di tengah kota dengan gaya yang sangat elit dan tentunya harganya sewanya pasti mahal.
Aku pun melangkahkan kaki masuk ke apartemen itu dan menuju ke lift yang akan mengantarkanku ke lantai paling atas. Karena disanalah Bu Sera akan bertemu denganku.
Saat sedang menaiki lift, aku pun berpapasan dengan seorang ibu hamil yang sedang membawa paper bag yang lumayan banyak. Dia rupanya naik di lantai yang lumayan tinggi, yaitu lantai di bawah tempat aku dan Bu Sera akan bertemu. Kesan pertama yang aku lihat dari wanita itu adalah kesan yang sederhana.
Dia hanya memakai sendal yang nyaman, rambut dikuncir satu, lalu make up yang tidak terlalu tebal namun masih terlihat cantik di wajahnya. Kalau dilihat, mungkin dia berusia sekitar dua puluh dua tahun.
Aku yang berdiri di sampingnya tak begitu memperhatikan dirinya yang sedang memainkan ponselnya. Hanya saja, aku sekilas melihat senyuman di wajahnya.
"Yes, malam ini Mas Angga akan datang ke kamarku," ucapnya sambil tersenyum kecil.
Lift pun berhenti ketika ada seseorang yang akan ikut naik. Seorang wanita yang berusia sekitar empat puluh tahun masuk dengan raut wajah masam.
Bersamaan dengan itu, wanita hamil tadi langsung berdiri di sudut dengan wajah yang ketakutan. Entah mengapa aku merasa tidak nyaman dengan situasi ini dan memilih untuk memakai headset ke telingaku untuk mendengarkan sedikit musik agar suasana hatiku tidak tegang.
Namun, ketika aku melihat wanita separuh baya itu melirik si wanita hamil, aku pun langsung mengecilkan volume musik untuk mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Entah mengapa jiwa kepo ku meronta-ronta. Tapi, itu adalah hal yang wajar karena aku hanyalah gadis yang baru tamat SMA. Kalau ada gosip panas, maka aku akan menjadi pendengar nomor satu.
Wanita itu menoleh ke arahku dan memperhatikan headset yang aku pakai. Lalu, dia pun beralih menghampiri wanita yang sedang ketakutan itu.
"Kamu kenapa keluar dari apartemen ini? Saya kan sudah bilang bahwa kamu tidak boleh keluar sampai kamu melahirkan anak ini! Kamu itu tuli atau bagaimana, sih?" gerutu si wanita paruh baya sambil menunjuk wajah si wanita hamil.
"Maaf, Nyonya, tapi saya sangat bosan berada di dalam sehingga saya keluar."
"Tapi bagaimana kalau ada yang mengenalimu. Bisa gawat kalau sampai rencana ini bocor! Jangan sampai ada yang tahu kalau kamu adalah ibu dari anak suamiku!"
Sontak ucapan si Ibu pun membuatku terkejut. Namun, sebagai pendengar gosip yang sangat pro, aku pun berpura-pura seolah tak mendengarnya.
Kini, kulihat wanita itu menunjuk-nunjuk kepala sih wanita hamil. Dia terlihat sangat marah dan menuduh bahwa si wanita hamil memang sengaja melakukannya.
"Kamu ini mau jadi pelakor? Kamu mau memiliki suamiku dan menyalahi perjanjian kita?"
"Tidak, Nyonya, saya sungguh tidak bermaksud merebut suami anda. Tapi, cinta datang begitu saja. Saya tidak bisa menahan gejolak cinta saya pada suami Anda."
"Tutup mulutmu dan sekarang aku akan memberi pelajaran padamu!"
Pintu lift pun terbuka di lantai yang mereka tuju. Terlihat wanita paruh baya itu menarik kasar tangan si wanita hamil. Sepertinya akan ada masalah besar di sini. Tapi, Sepertinya dia adalah ibu pengganti yang rahimnya digunakan agar pasangan suami istri itu dapat memiliki keturunan. Mengapa kisahnya sama sepertiku? Apakah nantinya aku akan mengalami nasib seperti itu? Ah, tidak, mana mungkin aku terjebak cinta dengan Mas Reyhan. Dia saja kalau bicara seperti mau makan orang.
Aku pun sampai di lantai paling atas tempat di mana ruangan apartemen yang paling mewah berada. Ak Entahlah, sekalipun aku belum pernah menginjakkan kakiku ke ruangan megah seperti ini.
Aku pun membunyikan bel. Dan beberapa saat kemudian, seorang wanita cantik yang berpakaian rapi pun keluar. Dia adalah Bu Sera, seorang wanita karir yang bekerja bersama sang suami mengelola perusahaan mereka. Ah, betapa indahnya hidup mereka karena bisa bertemu setiap hari. Kalau begitu, mana mungkin ada yang selingkuh. Makanya Bu Sera mempercayakan Mas Reyhan untuk mencari istri lagi demi melahirkan anak mereka. Kasihan sekali, wanita cantik seperti ini malah harus dinyatakan mand*l.
"Halo, selamat datang, silakan masuk, aku sudah menunggumu sejak tadi," ucap Bu Sera dengan tatapan penuh keramahan. Berbeda dengan Mas Reyhan, Bu Sera sepertinya adalah orang yang berjiwa lembut.
Apartemen Penthouse adalah sebuah unit mewah yang berada di lantai teratas bangunan apartemen. Menawarkan keindahan pemandangan dari atas gedung, memiliki atap rumah yang tinggi, ruang terbuka, ruangan yang luas, dan pemandangan luar pribadi yang hanya bisa dirasakan oleh penghuni penthouse. Semua fasilitas dan keuntungan juga datang dari apartemen mewah ini. Tak bisa ku bayangkan betapa indahnya jika aku bisa tinggal di sini.
Aku pun melangkahkan kakiku masuk ke dalam pent house tersebut. Dan betapa terkejutnya aku melihat isi dari pen house itu. Interior yang begitu mewah dan elegan.
Penthouse ini juga dilengkapi dengan area lounge, ruang makan, balkon pribadi yang luas, dan kolam renang luar ruangan. Hal ini menjadikan Penthouse sebagai tempat ideal untuk mengadakan private party atau acara khusus lainnya.
Bu Sera pun mengajakku berkeliling penthouse itu. Memperkenalkan setiap sudut ruangan yang entah apa maksudnya. Dan fasilitasnya antara lain 2 kamar tidur utama, area kamar mandi luas dengan sauna & jacuzzi, ruang makan untuk 10 tamu, ruang tamu yang luas, dapur kecil dan service pantry terpisah, hingga balkon dan kolam renang pribadi. Astaga, ternyata begini kalau jadi orang kaya. Hunian mewah, mau keluar pun rasanya malas.
Setelah puas berkeliling, Bu Sera pun langsung mengajakku makan siang bersama. Dia terlihat begitu ramah dan baik padaku. Aneh, kan, padahal aku ini adalah wanita yang akan menikahi suaminya. Bu Sera, andai kau bisa punya anak, pasti kau tidak akan mengalami semua ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!