NovelToon NovelToon

Aku, tidak akan melepaskanmu!

1 : Baby Sister

Seorang gadis tengah berlari dilorong kampus, dia melangkahkan kaki jenjangnya menuju keluar gedung. “Ah, sial ... semoga tidak terlambat.”

Rambut pendek setengah berwarna, terayun dengan kuat karena dia berlari melawan arah angin. Mata coklat kehitaman melirik ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada mobil atau motor yang lewat.

“Aku akan diamuk olehnya.” Bibirnya mengerutuk kesal karena apa yang ditelah terjadi.

Tubuh dengan tinggi 164 cm berlari menyeberangi jalan. Tas yang ada ditangannya terombang-ambing karena dia berlari begitu cepat. Keringat bercucur dari kepala hingga lehernya. Terdapat kalung peninggalan orang tua, yang dibasahi oleh keringat.

“Mau kemana Neng!”

“Jangan berlari, nanti jatuh loh!”

Teriak para lelaki nakal yang suka mengoda anak muda. Dengan tangan tidak sopan, Dia tersenyum dan menampilkan jari tengah di depan kumpulan lelaki.

“Cari uang, Pemalas! Jangan lupa, Istri dan anakmu menunggu!” teriaknya.

Para lelaki yang berkumpul diwarung makan seketika bungkam. Wajah mereka menjadi tidak sedap setelah mendengar teriakkannya.

Gadis itu kembali berlari setelah puas mengumpat.“Uh, semoga dia tidak menungguku!”

Tiba disebuah rumah dengan cat berwarna hijau, langkahnya terhenti didepan teras.

“INTA!”

Gadis yang baru saja tiba, terkejut mendengar teriakkan seseorang. Dia adalah Inta, tidak ada nama panjang atau marga keluarga.

Suara pintu dibuka dengan cepat. tampak seorang wanita berambut hitam sepanjang pinggul, menatap dirinya.

“Oh,apa yang kau bengongkan? Segera bersiap!” teriak Malinda didepan Inta.

Inta melangkah masuk kedalam rumah dengan melewati sahabatnya. Yeah, Malinda Z adalah sahabat Inta, memiliki tinggi badan 162 cm dengan tubuh kuning langsat. Raut wajah yang pemarah membuatnya lebih tua dari Inta, meski mereka sama-sama berusia 21 tahun.

“Jadi, apa seperti ini saja penampilanmu?” tanya Malinda. Dia melirik Inta dari bawah ke atas.

Inta menatap tampilannya dari bayangan jendela. “Aku rasa ini cukup ... sopan?” ucapnya dengan senyum keraguan.

Baju kemeja dengan celana jeans yang dikenakan, lalu rambut pendek di urai agar menutupi sebagian rambut berwarnanya. Tidak lupa bedak tipis untuk mempercantik diri.

“Oke, sekarang berangkat. Jangan lupa, sen-yum.” Malinda memberikan uang untuk dipakai oleh Inta. Mereka sudah tinggal bersama semenjak Inta kehilangan kedua orang tuanya, jadi sebagian besar Malinda lah yang merawat Inta.

“Terima kasih, doakan aku ya!” Inta tersenyum puas mengambil uang yang diberikan oleh sahabatnya.

“Pasti, sekarang ... berperanglah!” ucap Malinda. Inta mengangkat tangannya dan bergegas mendekati gojek yang telah dipesankan oleh Malinda.

“Pak, jalan sesuai dengan alamat yang Malinda berikan.” ucap Inta dengan memakai helm dikepalanya. “Baik, Mbak.” Jawab Pak Supir gojek.

Motor melaju dengan kecepatan sedang. Dikesempatan ini, Inta mengingat kembali kejadian tadi malam.

Saat di ruang makan, Inta dan Malinda menikmati waktu bersantai diruang tamu. Mereka saling berlomba menghabiskan kacang rebus yang dimasak oleh Malinda.

“Eh, Mal!” Inta melirik kearah Malinda yang sibuk menonton kartun di televisi.

“Kenapa? Apa kau sedang meratapi nasib karena utangmu bertambah?” celetuk Malinda.

Inta yang mendengarnya merasa tertusuk didada, dia pun mengurunkan niat untuk mengajak sahabatnya berbicara.

“Diammu adalah jawaban untukku. Berarti, kau sedang kesulitan sekarang. maaf Inta, sebagai sahabat baikmu ... Aku tidak bisa membantumu.” ucap Malinda dengan santai.

Inta menghela napas mendengarnya. “Sudah ku duga, kau akan berkata seperti itu. hei! Seharusnya kau mengatakan, 'Aku akan berusaha untuk membantumu' Seperti itu!”

Malinda yang mendengar ucapan Inta, melirik kearahnya. “Inta, bukan aku ingin jahat atau apa. Tapi saat ini, uang jajanku juga berkurang. Aku tidak bisa membantumu sepenuhnya, Ah!”

Inta menatap kearah Malinda yang mengambil ponselnya. “Aku merasa sedih mendengar perkataanmu, tapi pekikkanmu itu menghilangkan segalanya.” kata Inta dengan kembali menyantap kacang rebusnya.

“Lihat!”

Inta yang fokus menatap televisi, melirikkan matanya menuju ponsel Malinda. Terdapat sebuah browsur yang tampak menarik.

“Dicari Baby Sister ... bertugas menjaga dan merawat anak berusia 5 tahun....” Inta segera memalingkan pandangannya. Dia tidak berminat setelah membaca browsur yang ditampilkan Malinda.

“Tidak, aku tidak butuh pekerjaan seperti itu.” Inta mendorong ponsel Malinda dengan cepat.

Malinda menatap layar ponsel yang ada didepan matanya. “Ah, padahal lumayan. Pekerjaannya tidak sulit.”

“Hah?” Inta bangun dari duduknya dan menatap tajam kearah Malinda. “Apa kau melupakan diriku, Mal? Aku tidak akan mungkin bisa merawat anak usia 5 tahun. Kau 'kan tahu sendiri, Aku dibenci oleh anak kecil. Saat aku senyum saja, mereka langsung menangis dan mengadu kepada ibu mereka. lalu, aku terkena amarah karena membuat anak itu menangis.”

“Eh, kalau begitu ... sia-sia gaji 10 juta ini. padahal, kau bisa membayar utang di kampus. Kalau tidak salah,utangmu sebesar itu bukan?”

Mendengar kata 10 juta, Inta seketika menarik ponsel Malinda. Matanya mencari tulisan gaji yang diberikan. “Beneran 10 juta? Cuma untuk menjaga anak kecil?” Inta tidak bisa mempercayai apa yang ada didepannya, tapi semua itu tertulis dengan jelas disana.

“Baiklah, Besok setelah ke kampus, aku akan melamar pekerjaan ini.” keputusan Inta dengan semangat berapi-api.

Malinda yang melihatnya segera bangun. “Bagus, anak muda sepertimu harus punya jiwa semangat. Tenang saja, anak kecil usia 5 tahun bisa dibungkam dengan permen!”

Mendengar perkataan Malinda, Inta segera mendorong sedikit kepala Sahabatnya. “Hei, Aku harus berkerja dengan tanggung jawab besar. Jangan membuatku tergoda dengan sikap iblismu itu.”

Inta tahu, meski Malinda seperti anak gadis yang sopan, baik dan perhatian di pandangan masyarakat. Tetapi, didepan mata Inta, Malinda adalah gadis yang mudah marah hingga dinding pun menjadi objek pelampiasannya.

“Oh, Aku memang iblis dan kamu adalah pengikutnya.” ucap Malinda dengan senyum yang membuat Inta merinding. Inta kembali memfokuskan diri melihat banner yang didapat oleh Sahabatnya.

“Menjadi, Baby Sister ya....”

...***...

Inta menatap dengan wajah tercenga, baru kali ini dia melihat rumah mewah. “Ini pasti bukan rumah.” gumam Inta.

“Mbak, bayarannya?” ucap Pak supir dengan mengulurkan tangan. Inta bergegas membayar gojek yang dipesan oleh Malinda, dia memberikan helm yang telah dia lepaskan.

“Mbak, beruntung bisa disini loh.” ujar gojek lagi sambil memberikan kembalian kepada Inta.

Inta menatap kearah Pria tua didepannya. “Apa yang beruntung pak?” tanya Inta dengan wajah penasaran.

“Bapak dengar, keluarga ini mencari menantu baru untuk Tuan Muda kedua.” jawabnya dengan mode bergosib.

Inta yang mendengar hal itu seketika menggeleng. “Pak, kedatanganku kesini bukan untuk menjadi menantu. Tetapi, untuk mendapatkan uang agar utangku bisa terbayarkan.” jelas Inta.

Pak Supir yang mendengarnya menjadi bingung. “Bayar utang?"

Inta mendekat kearah pos yang ada, dilirik oleh nya pagar yang ada didepan. Halaman luas membuat Inta mengerutuk. “Apa tidak capek berjalan kesana. Halamannya saja seluas ini.” benak Inta.

“Ada yang bisa dibantu, Neng?” tanya Pak penjaga yang menghampiri Inta.

Inta tersenyum dan menganggukan kepala. “Permisi Pak, mau bertanya, apa benar ini alamat keluarga Park?”

Pak penjaga dengan cepat mengangguk. “Benar Neng, ada keperluan apa ya?”

Inta dengan percaya diri menjawab apa yang ditanyakan oleh Pria tua didepannya. “Begini Pak, saya mendapatkan infromasi tentang pekerjaan. Kalau tidak salah, menjadi babysister disini.”

“Babysister? Bapak rasa tidak ada yang mencarinya neng.” Wajah Pak Penjaga bingung dengan apa yang dikatakan oleh Inta.

Inta mengerutkan alisnya. “Tapi Pak, lihat ini ... ini banner yang didapat oleh Sahabat saya, dia mengatakan kalau keluarga Park sedang mencari Babysister.”

Pak Penjaga melihat ponsel yang di tunjukkan oleh Inta. Dia memfokuskan pandangannya dengan wajah yang semakin bingung.

Saat asik memperhatikan,suara mobil berhenti di dekat mereka. Inta segera menoleh dan melihat seorang pria dengan jas hitam keluar dari mobil.

“Ada apa, Pak Ga?” tanya Pria dengan wajah yang sangat murah senyum. Suaranya begitu ramah membuat Inta terpesona mendengarnya.

“Pria ini, apa mereka bersembunyi di dalam rumah besar itu. Kenapa aku baru bertemu dengan pria tampan seperti ini.” benak Inta meratapi nasibnya.

Pak Ga dengan cepat menyambut kedatangan Pria tersebut. Inta melihat interaksi mereka, dia dengan cepat mengetahui kalau Pria itu adalah Pemilik dari rumah megah ini.

“Maaf Tuan Muda Pertama,”Ucap Pak Ga dengan membukakan pagar. Setelah itu, dia bergegas mendekat kearah Pria yang dipanggilnya Tuan Muda Pertama.

“Tuan Muda, apakah Anda yang mencari seorang Babysister? Gadis muda ini datang untuk melamar pekerjaan itu.” ucap Pak Ga.

Mendengar hal itu, Pria yang merupakan Tuan Muda Pertama melirik kearah Inta. Inta mengingat perkataan Malinda, dia tersenyum dengan begitu tulus.

“Hm, masuklah ... Kamu ingin berkerja disini bukan?” tanya Pria yang menatap Inta.

Inta dengan cepat mengangguk. “Iya, Saya ingin berkerja disini.” jawab Inta.

“Tidak perlu seformal itu. masuklah kedalam mobil,” ajaknya.

Inta dengan perlahan mengangguk, dia bergegas mendekati pintu dan membukanya. Saat ingin masuk, Inta melihat seorang Pria lain dengan wajah yang hampir sama. tetapi, raut wajah mereka berbeda.

Jika yang berbicara kepada Inta memiliki keramahan, maka yang ada didepannya sekarang, memiliki wajah cuek yang tidak memperhatikan sekitarnya.

“Masuklah.” Ucap Pria yang ada dihadapan Inta. Suaranya begitu berat dan dingin. Inta mengangguk dan duduk dikursi belakang. Dia merasa sedang berada di badai salju yang disinari matahari.

Di ruang tamu, Inta terdiam melihat dekorasi yang ada. Dia menatap bosan dengan semua hiasan di dalam ruangan ini. “Aku merasa seperti di jaman yang belum mengenal apa-apa. Yeah, seperti itulah yang mungkin ku rasakan.” benak Inta.

“Ehem, Lebih baik kita berkenalan dulu ... Perkenalkan, Nama ku Zivta Park, anak pertama dari keluarga Park. Lalu,”

Mata Inta melirik kearah Pria yang ditatap oleh Zivta. “Dia adalah Adikku, anak kedua keluarga Park. Namanya, Zacry Park.” Lanjut Zivta.

Inta mengangguk. “Perkenalkan, Nama ku Inta.”

“Inta? Hanya itu saja?” tanya Zivta dengan wajah terkejut.

Inta sudah biasa dengan rasa ketidakpercayaan orang lain. Dia sedari kecil selalu dipanggil Inta. Jadi, tidak ada nama panjang atau marga padanya.

“Iya.” jawab Inta dengan tersenyum, seperti intruksi Malinda.

Zivta mengangguk dan melirik kearah adiknya. “Apa pendapatmu?”

Pria bernama Zacry menatap Inta dari atas kebawah. Lalu, tatapannya kembali datar. “Terserah! ayah tidak akan salah mengambil keputusan.” ucap Zacry menjawab pertanyaan Kakaknya.

Zivta melirik kembali melihat kearah Inta. “Begini Inta, ada yang ingin ku tanyakan. Berapa usia mu?”

Inta mengerutkan alisnya. “Usia, Usia Inta baru 21 tahun.”

Zivta mengangguk, “Apa kamu punya seorang kekasih?”

“Ini pertanyaan, kenapa terasa aneh?” benak Inta. Dia dengan cepat memulihkan pikirannya. “Tidak, Inta tidak memiliki seorang kekasih.”

“Bagus, sepertinya tepat untukmu, Zacry.” Zivta kembali menatap sang Adik.

2 : Bukan Babysister, tapi Istri

Inta menatap dua pria di depannya secara bergantian. "Apa yang bagus?" benak Inta kembali.

“Apa kamu pernah menikah?” tanya Zacry dengan tiba-tiba.

Dengan bingung Inta menjawab. “Tidak, Inta belum pernah menikah.” Sedikit cengiran Inta bertanya. “Kenapa malah bertanya tentang pernikahan? Apa Babysister itu harus seorang wanita lajang?”

Sedari tadi dia tidak bisa berpikir tenang. Pertanyaan dua pria didepannya begitu aneh, setidaknya mereka bertanya tentang pengalaman atau hal yang berhubungan dengan Babysister.

“Babysister? Ah, sepertinya ada kesalahpahaman disini.” ucap Zivta dengan suara yang ramah. “Bukan Babysister, kami mencari seorang Istri untuk Adikku ini.” lanjutnya.

Inta terdiam, dia tercenga hingga tidak berkedip. “Bukan Babysister, tapi Istri? Ah, mencari Istri?” tanya Inta. Dia datang kesini untuk berkerja, bukan melamar menjadi Istri seseorang.

Zivta mengangguk. “Benar, Adikku mencari seorang Istri untuk menjaga Putranya yang berusia 5 tahun.”

Inta dengan wajah pasrah terdiam di tempat. Ingatannya mengarah kepada banner yang diberikan Malinda. Dengan cepat, Inta menampakkan banner itu ke depan Zivta dan Zacry.

“Pasti ada kesalahan, Lihatlah ... Sahabatku mengatakan kalau kalian mencari seorang Babysister.” Ucap Inta.

Zivta dan Zacry hanya terdiam melihat apa yang ditampilkan oleh Inta.

“Ayah, keterlaluan.” gumam Zivta. Dia segera menarik nafas dan menjelaskan kepada Gadis muda didepannya. “Dengar Inta, itu banner ah maksudnya Browsur, sebenarnya telah dihapus dua hari yang lalu. Sepertinya, sahabatmu menyimpan ini hingga tidak tahu kalau itu sudah dihapus.”

Inta bungkam mendengar apa yang dikatakan oleh Zivta, dia segera melirik banner diponselnya.

Zivta kembali membuka mulut. “I-,”

“Tidak ada yang mencari Babysister. Katakan alasanmu ke sini apa karena uang 10 juta itu?” Zacry memotong ucapan Zivta. Dia menatap serius ke arah Inta.

Zivta menoleh ke arah sang Adik. "Sepertinya, Dia tidak tahan dengan perlakuan ayah.” benaknya.

Inta mengangguk mendengar perkataan Zacry. Dia tidak berpikir resiko apa yang akan diterima karena tujuan awalnya disini untuk uang 10 juta.

“Oke, tidak ada 10 juta. Jika menginginkan itu, kamu harus menikah denganku. Tidak hanya 10 juta, Aku akan memberikan tempat tinggal, asal kamu menjaga dan merawat anakku.” ucap Zacry dengan wajah datar.

Inta tidak percaya dengan pendengarannya sendiri. Mendapat tempat tinggal, utangnya akan dibayar, kuliahnya akan berjalan lancar. Inta merasa keberuntungan yang luar biasa.

“Apa hanya menjadi seorang Istri untuk menjaga anak anda?” tanya Inta.

Zivta berpikir gadis didepannya akan menolak, tetapi siapa sangka, Gadis itu dengan wajah berbinar melanjutkan percakapan dengan adiknya. “Apa gadis ini tidak tahu kalau menikah dengan keluarga kami, dia tidak akan lepas begitu saja.” benak Zivta.

“Iya, tenang saja. Tidak ada cinta diantara kita. Kamu cukup menjaga dan memberi kasih sayang seorang ibu kepada Putraku. Setelah itu, aku akan melepaskanmu.” ucap Zacry dengan ekspresi serius.

“Tetapi, Maaf sebelumnya nih ...,” Inta menatap ke arah lain dengan wajah malu-malu.

“Sebenarnya begini, aku memiliki banyak utang, lalu tidak enak jika menundanya. Bisakah aku mendapatkan uang muka untuk membayar utangku. Ah, tenang saja, aku tidak akan kabur. Karena bagaimana pun, anda bilang akan memberi ku tempat tinggal selama aku memberikan kasih sayang seorang Ibu, kepada anak anda.” lanjut Inta.

Zacry dengan cepat menganggukan kepala, “Kepada siapa kamu berutang?”

“Aku berutang dikampus karena tidak bisa membayar biaya kuliah, sekitar 10 juta. Lalu, aku berutang jasa kepada sahabatku. Dia merawatku saat orang tuaku meninggal hingga sekarang, setidaknya aku ingin mengembalikan uangnya.” jawab Inta.

“Baiklah, jika seperti itu keinginanmu. Aku akan melunasi segalanya, sekarang bagaimana keputusanmu?” tanya Zacry.

Inta dengan cepat menganggukkan kepalanya. “Aku siap menjadi istri, Anda.”

Melihat kedua belah pihak yang sudah saling menyetujui, Zivta segera menjadi penengah. “Oke, sudah sepakat kan? Kalau seperti itu, aku akan menghubungi Ayah.”

Tidak ada pembicaraan lagi diantara keduanya. Sesuai kesepakatan, Inta akan menikah dengan Pria dingin didepannya ini.

'Apa Malinda akan memarahiku? Ah tidak mungkin, dia pasti akan senang, karena aku bisa melunasi utangku dengan cepat.'pikir Inta membanggakan diri.

Tidak lama menunggu, Zivta kembali dengan raut wajah yang sama, penuh akan senyum dan keramahan. “Hm, Inta ... apa tidak masalah, pernikahannya dipercepat?” tanya Zivta.

Inta diam sesaat, dia berpikir tentang dirinya sendiri. menikah cepat yang berarti utangnya juga akan lunas dengan cepat. “Tidak masalah.” ucap Inta menjawab pertanyaan dari Zivta.

“Kalau begitu, bawalah Walimu dan bersiap ... malam ini pernikahannya akan dilaksanakan!” ucap Zivta.

“Apa!” pekik Inta.

...***...

“APA!”

Reaksi Malinda sama dengan reaksi Inta saat tahu apa yang terjadi. Malinda berdiri dari tempat duduk dengan mata yang hampir keluar dari tempatnya.

“Ha, hahaha ... gila, aku pasti bermimpi.” Ucap Malinda sambil berlalu meninggalkan ruang tengah.

Melihat sahabatnya yang ingin pergi, Inta segera bangun dan menahan dirinya. “Tunggu, semua ini bukan mimpi.” ucap Inta dengan wajah serius.

Malinda yang ingin pergi seketika terdiam di tempat. Dia menatap wajah Inta yang masih dengan keseriusannya.

“Jawab pertanyaanku.” ucap Malinda, dia langsung mendapatkan anggukkan kepala dari Inta.

“Bukan Baby Sister, tapi menjadi seorang istri?” tanya Malinda. Inta pun menjawab, “Iya.”

“Tugasmu hanya untuk menjaga anak yang perlu perhatian dari sang Ibu, setelah itu kamu akan di bebaskan?” tanya Malinda kembali, Inta pun menjawab dengan cepat. “Dia berkata seperti itu.”

“Dan, semua utangmu akan lunas, lalu kamu tinggal bersama Pria itu, sampai kau dibebaskan?” Tanya Malinda dengan nada yang sedikit keras. Inta mengangguk dengan mengaruk bagian tengkuknya. “Ya, kurang lebih seperti itu.”

“APA KAU BODOH!” Teriak Malinda dengan suara yang mengema. Inta yang ada didepannya seketika membungkam mulut Malinda dengan telapak tangan. “Ssttt, engak enak di dengar tetangga.” Tegur Inta.

Malinda dengan cepat menepis tangan sahabatnya. “Tidak ada yang mau menerima persyaratan seperti itu, Inta. Apa kau ini keledai? Ah astaga, memandingkan mu dengan hewan pun terasa tidak pantas.”

“Apa yang salah?” tanya Inta.

Dengan cepat pula Malinda menjawab. “Apa yang salah?, YA JELAS SALAH!” teriaknya.

Inta tidak menghentikan sahabatnya berteriak bahkan mengumpat, saat ini dia perlu mendengarkan apa alasan dari penolakkan itu.

“Dengar Inta, menikah bukan sebuah permainan. ada banyak tantangan yang harus dihadapi. Lalu, kau juga akan mengalami yang namanya cinta. Bagaimana jika nanti kau malah jatuh hati kepada Suamimu sendiri?” tanya Malinda dengan nada yang mulai melemah.

Inta terdiam sesaat. “Tidak masalah, maka aku akan mengatakan kalau aku, telah jatuh cinta kepadanya.”

Malinda menarik nafas dan menghembuskannya dengan Pelan. “Oke, syarat dalam pernikahan aku akan menyetujuinya. Tapi, bagaimana dengan menjaga dan memberikan kasih sayang seorang ibu? apa kau bisa?”

Inta dengan percaya diri mengangguk. “Aku seorang wanita, aku juga memiliki jiwa seorang ibu. tenanglah, tidak akan terjadi apa-apa kok.”

“Oke, aku menyerah dengan seluruh keputusanmu. Sekarang, apa alasanmu mengajakku ke kediaman Park?” tanya Malinda dengan menatap kearah Inta.

“Menjadi wali dalam pernikahanku.” Jawab Inta dengan santai. Malinda hanya bisa tercenga dan mematung ditempat.

...***...

"Selamat sore, perkenalkan nama saya Malinda." ucap Malinda. Inta akhirnya membawa Malinda ke kediaman Park.

"Tidak perlu sesopan itu ... Perkenalkan, nama bapak, Harxa Park. Aku kepala keluarga disini. Senang bertemu dengan kalian." Harxa memberikan uluran tangan kepada Malinda.

Dengan cepat, Nayla menyambut uluran tangan itu. "Senang bertemu dengan kalian juga." balas Malinda. Inta yang berada disamping Malinda tersenyum. "Aktingnya benar-benar perfect." benak Inta.

"Silahkan duduk." ajak Harxa Park.

Semua segera duduk di sofa yang begitu lembut. Inta dan Malinda duduk berdampingan.

Sedangkan Zivta dan Zacry duduk berlawanan arah dari mereka. kecuali, kepala keluarga Park yang duduk di sofa tunggal.

"Maaf membuat kalian datang sebelum acara dimulai. Ada beberapa hal yang ingin ku katakan kepada...," Kepala keluarga Park menatap kearah Malinda.

Tahu bahwa dia yang dimaksud, Malinda segera tersenyum dengan pandangan yang berbeda. "Tentu, silahkan...."

Harxa Park segera mengubah postur duduknya. Dia bersandar disandaran dengan senyum yang sama, seperti Zivta.

"Ayah mertuaku, dia keren kan?" bisik Inta kepada sahabatnya. Dia merasa senang melihat pria tidak lain adalah Ayah dari calon suaminya.

Mendengar perkataan Inta, Malinda menatap sahabatnya dengan senyum yang berbeda. Inta dengan cepat membuang muka dan meneguk salivanya.

"Apakah benar, Inta tidak memiliki kedua orang tua?" tanya Harxa dengan begitu pelan.

Malinda menganggukkan kepalanya. "Benar, tepat diusia 16 tahun. Inta sudah kehilangan orang tuanya. Namun, dia bertemu denganku tepat diusia 18 tahun."

Jawaban yang diberikan oleh Malinda, membuat semua mata menatap kearah Inta.

"Diusia 17 tahun, apa Nona tidak mengetahui keberadaan Inta?" tanya Harxa kembali.

Malinda terdiam seketika. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan itu dengan cepat. "Hm ... aku juga berusia 17 tahun saat itu. Ada beberapa hal yang tidak bisa ku katakan kepada kalian. Yang bisa ku katakan, bahwa kami tidak bersama diusia 17 tahun. Tenang saja, Inta dijaga oleh Bibinya."

Penjelasan Malinda membuat kelegaan dihati Harxa. Kepala keluarga Park, tidak ingin seorang menantu tanpa latar belakang yang jelas. Bukan takut ditipu, Mereka hanga ingin menghargai satu dengan yang lain dan mengeratkan tali persaudaraan.

"Kalau ada bibinya? kenapa dia tidak menjadi wali Inta?" tanya Harxa kembali.

Inta yang mendengar hal itu seketika diam. Dia menatap kearah sahabatnya yang masih tenang menjawab pertanyaan Kepala Keluarga.

"Bibi Inta, kami tidak tahu kabarnya. Saat itu, Inta sedang ...," Malinda menatap Inta dengan pandangan teduh, dia memberikan tepukkan dipangkuan sahabatnya. "Sedang kesulitan. Aku yang sudah mengenalnya dari sekolah menengah, memutuskan untuk mengajaknya tinggal bersama. Maka, saat ini akulah yang akan menjadi wali Inta."

Perkataan Malinda membuat Inta tersenyum. Dia ingin mengenggam tangan sahabatnya. Namun sayang, jari manis Malinda terpampang jelas dimata Inta. "Teman lakn*t, dia hanya berakting!" benak Inta.

Malinda menarik tangannya dengan cepat. Dia menatap Kepala keluarga didepannya. "Ada lagi yang ingin ditanyakan?"

Harxa menggeleng. "Sepertinya cukup. Inta, dia gadis yang baik. Kami akan melangsungkan pernikahan malam ini, bersama dengan awakmedia untuk memberitahukan bahwa dia menantu keluarga kami."

"Bisakah aku meminta satu hal kepada anda," Malinda menatap kearah Kepala keluarga.

"Boleh, katakan saja." Uluran tangan untuk memperbolehkan dia berucap. Malinda segera berkata, "Aku tidak ingin awakmedia menyorot wajahku. Apa aku boleh mengunakan penutup wajah?" tanya Malinda.

Inta menoleh dengan cepat kearah sahabatnya. "Kenapa permintaan Malinda begitu aneh? Dia tidak ingin awakmedia menyorotnya?" benak Inta. Selama 3 tahun ini, dia tidak mengetahui keanehan Malinda.

"Tentu, sepertinya anda tidak ingin menjadi terkenal." celetuk Harxa. Melinda mengangguk dengan cepat.

"Baiklah, Kita sudah saling menyepakati. Beristirahatlah diruangan yang sudah kami sediakan. Akan ada seorang perancang busana mendatangi kalian. Pelayan!"

Dua pelayan wanita datang dengan cepat. "Bawa mereka menuju ke kamar yang sudah disediakan." perintah Harxa.

Dua pelayan wanita itu, menuntun Inta dan Malinda ke ruangan yang disiapkan.

"Apa maksudmu dari permintaan itu?" bisik Inta. Malinda menatap sekeliling sambil menjawab, "Suatu hari nanti, kau akan mengetahui semuanya."

Inta mengerutkan alisnya. 'Suatu hari nanti? Kapan itu akan tiba?' Pikir Inta didalam benaknya.

3 : Pernikahan menyentuh hati

Didepan cermin yang begitu jernih. Menampilkan wanita berparas cantik dengan tampilan anggunnya. Gaun putih terbalut ditubuh yang tinggi, tidak lupa dengan hiasan mahkota yang ada dikepala.

Inta tersenyum melihat dirinya. Lekukkan tubuh yang tidak pernah diperlihatkan, kini terbuka dihari pernikahannya. Rambutnya terurai dengan kalung cantik peninggalan orang tua.

"Bagaimana, apa gaunnya sesuai dengan anda?" tanya Rina. Dia desainer yang dipanggil oleh Kepala Keluarga Park.

Inta mengangguk puas melihat gaun yang dia kenakan. "Bagus sekali, sangat bagus." ucapnya.

Rina dengan senyum lebar merasa bahagia. Siapa yang mau mengikuti tantangan seperti ini. merancang baju dalam waktu 2 jam? Itu tidak mungkin bisa dia lakukan. Namun, keluarga Park ini tidak boleh disia-siakan. Rina tidak ingin mengambil resiko yang akan membuat bisnisnya bangkrut.

"Aku senang mendengarnya. Sekarang, coba kenakan sepatu hak tinggi ini." Rina menunjukkan sepatu hak tinggi yang begitu cantik.

Namun, Inta segera mengeleng melihat benda itu. "Maaf, ku rasa ... aku akan terjatuh saat mengenakannya." tolak Inta.

Rina mengerutkan alis dengan wajah bingung. Baru pertama kali dia bertemu wanita yang menolak sepatu hak tinggi. Namun, belum lama berpikir seperti itu, Rina seketika bungkam mendapati tinggi badan Inta.

Inta bertubuh tinggi yang masih bisa menambah tinggi badannya. "Ah, maaf kan aku. Hm, aku akan mencarikan sepatu yang memiliki hak rendah."

Inta mengangguk, dia kembali menatap diri didepan cermin. "Aku tidak sabar melihat pakaian Malinda. Dia mengenakan pakaian pilihanku." gumamnya.

Tidak lama menunggu, keluar seorang wanita dengan gaun biru malamnya. Ada kilauan cantik yang menyelimuti gaun itu.

Inta seketika mendekat kearah Malinda yang kini mengenakan penutup wajah. Hanya bagian hidung dan mulut yang ditutup, mata Malinda masih bisa terlihat oleh Inta.

Lirikkan mata Malinda tetap tajam seperti sebelumnya. Hanya, ada beberapa polesan warna dan soflen yang Malinda kenakan. Mata itu tampak cantik menatap dirinya.

"Ayoo, Malinda tomboyku sudah berubah." celetuk Inta dengan memanyunkan bibirnya.

Malinda mengerutkan alis yang membuat raut amarahnya tampak. Dia segera menunjuk kearah Inta. "Berubah apa hah? Kau yang membuatku seperti ini!" pekik Malinda.

Inta dengan senyum lebar membalikkan tubuhnya. "Tenang saja, aku bahagia kok." ucap Inta.

Malinda yang tadi emosi, meredakan amarahnya. Dia menyentuh pundak Inta dan membalikkan badan sahabatnya. "Inta, aku akan selalu bersamamu. Jika dalam masalah atau pun tidak. Ku harap, semua ini memberikan kebahagiaan untukmu."

"Hei, apa yang baru saja kau katakan?" Inta melepaskan tangan Malinda yang ada dibahu. Dia menatap kearah cermin yang menampilkan sosok dirinya. "Aku akan selalu bahagia. Tidak akan terjadi apa pun kepadaku. Jadi, tenang saja." lanjutnya.

Malinda ingin kembali berucap, Tetapi langkah kaki seseorang membuat dia bungkam.

"Wah, cantik sekali." ucap Rina, dia mendekat kearah Malinda yang memberikan senyum kepadanya.

"Gaun ini tampak cantik. Kalian berdua memang sangat beautiful." Rina menatap Inta dan Malinda secara bergantian.

Malinda hanya mengeleng mendengar perkataan Rina. Dia melangkah mendekati cermin dan melihat penampilannya. "Biasa saja, tidak ada yang cantik." ucap Malinda.

Inta segera menyenggol lengan sahabatnya. Dia memberikan kode untuk menarik kembali perkataan itu.

"Apa ada yang salah?" tanya Malinda dengan kadar kepekaan yang menurun.

Inta segera menepuk jidatnya, dia mengeleng kepala sambil menghela nafas. "Dia memang Malinda. Tidak memperdulikan perasaan orang lain yang memujinya." benak Inta.

Rina hanya tersenyum mendengar perkataan Malinda. Dia melangkah menuju kearah tumpukkan kotak kecil yang berisi sepasang sepatu.

"Aku sudah menemukan sepatu yang tepat. Ini Inta," Rina mengeluarkan sepatu dengan hak yang tidak terlalu tinggi.

Melihat sepatu itu, Inta segera mengenakannya. Tinggi badan Inta bertambah dengan adanya sepatu itu. "Keren, semoga aku tidak terjatuh. Haha."

Malinda hanya mengeleng kecil, melihat kesenangan Inta. "Dia pasti menganggap pernikahan ini sebuah permainan." benak Malinda.

Setelah semua persiapan selesai. Inta dan Malinda menunggu kabar dari pelayan. Mereka akan tiba di altar pernikahan setelah dipanggil.

"Aku jadi gugup." celetuk Inta.

Dengan cepat, Malinda menatap kearah sahabatnya. "Eh? Kau gugup Inta? Apakah benar!" Tampak ketidakpercayaan dari tatapan Malinda.

Inta segera memandang datar mendengar perkataan Malinda. "Tidak, aku tidak gugup!"

"Haha, kau tampak bahagia. Siapa yang menduga, dalam 1 hari kau mengubah takdir yang ada. Seharusnya kau berkerja atau mencari pekerjaan yang lain,"

Malinda menatap gaun yang dia kenakan. "Kau yang berniat menjadi babysister, berubah menjadi istri keluarga Park. Inta, apa kamu tahu satu hal ...,"

Inta menoleh kearah Malinda, dia menatap sahabatnya yang masih memperhatikan gaun biru malam itu.

"Keluarga Park mempercayai hal yang kita anggap kuno. Mereka, memiliki sebuah perjanjian yang turun-temurun. Menikah satu kali seumur hidup. Yang berarti, setelah kau menikahi Zacry Park, dia akan menduda setelah tujuan kalian selesai." jelas Malinda.

Inta terdiam dengan penjelasan yang Malinda berikan. Dia membayangkan bagaimana nasib pria kaku itu. "Aku yakin, setelah tugasku selesai. Dia akan memilih untuk tua seorang diri. Kasihannya..." benak Inta dengan merasa begitu iba.

Suara ketukan pintu membuat kesadaran dua wanita kembali. Mereka segera bangun dan mempersiapkan diri masing-masing.

"Selamat malam, Nona Malinda dan Nona Inta. Mari, keaula." ucap Pelayan dari luar ruangan.

Malinda membuka pintu dan melihat dua pelayan wanita yang tengah tersenyum. Senyuman itu dibalas oleh Inta dan Malinda.

"Mari!" ajak Pelayan yang ada.

Inta dan Malinda melangkah dengan pelan menuju aula. Semakin dekat mereka melangkah, semakin jelas juga mendengar suara musik yang mengema di dalam ruangan.

Inta yang sebelumnya gugup, kini mengenggam tangan sahabatnya. Gemetar ditangan membuat Inta menjadi kaku untuk bergerak.

"Dia tahu, ini bukan sebuah permainan. Kenapa dia ingin merasa sakit seperti ini sih." benak Malinda. Dengan lembut, Malinda menepuk punggung tangan Inta. "Jika sulit, Mari pergi sebelum kau mengucapkan janji suci. Tenang saja, Aku akan melindungimu." bisiknya.

Inta membelakkan mata mendengar perkataan sahabatnya, dia segera mendekatkan diri. "Malinda, kau sedang gila! Bagaimana aku bisa meninggalkan uang 10 juta itu, utangku lunas dan tempat tinggal mewah. Aku tidak akan pergi!" bisik Inta.

Mendengar jawaban sahabatnya, Malinda menganggukan kepala dan mengubah genggaman Inta menjadi begitu anggun. Sebagai wali sahabatnya, dia akan mengantarkan Inta dengan selamat dipelaminan.

Tiba diruang tengah. Tempat itu begitu ramai hingga Inta tercenga melihatnya. Berbeda dengan Malinda yang melirik kesegala arah. Terdapat kamera yang menyorot kearah mereka.

"Tuan Harxa ini sangat mementingkan popularitasnya. Aku harus pergi sesegera mungkin." benak Malinda.

Berjalan perlahan menyusuri karpet merah. Semua mata menatap kearah mereka. Inta yang gugup berubah menjadi kaku. Langkah kakinya pun sedikit berbeda dari biasanya.

Setiba di anak tangga, Malinda dan Inta melangkah bersama hingga tiba dialtar pernikahan. Berdiri seorang pria yang menanti dengan tatapan datarnya. Setelan pria itu senada dengan gaun Inta.

Alunan musik menjadi pemanis dalam pernikahan Inta. Keanggunan Malinda menyerahkan Inta membuat semua bahagia, apa lagi tingkah Inta yang tampak seperti seorang putri kerajaan.

"Aku serahkan kepadamu, Zacry Park. Berikan kebahagiaan, berikan perlindungan dan jagalah dia serta cintai dirinya. Semoga, kamu bisa mewujudkan apa yang ku pinta." ucap Malinda.

Zacry Park menatap kearah Inta yang ada didepannya. Dia mengambil alih genggaman tangan Inta, "aku akan berusaha membuatnya bahagia, seperti apa yang anda katakan."

Malinda mengangguk dan segera menuruni altar. Dia menjauh dari awak media yang mencari keberadaannya.

Inta menatap kearah calon suami yang tengah menuntun dirinya. Mereka menghadap kearah penghulu yang siap memulai janji pernikahan.

"Mulailah." Zacry berucap dengan suara yang datar.

Mendengar hal itu, Inta sedikit gugup dan khawatir. Tangannya digenggam, tetapi genggaman itu hanya genggaman biasa. Tidak ada keteguhan dari genggaman yang Zacry berikan.

"Pernikahan menyentuh hati hanya angan-anganku. Lagi pula, aku yang menyetujui pernikahan ini. baiklah, tanpa cinta aku akan melakukannya." benak Inta.

"Kepada Putraku, Zacry park. Apa kamu bersedia bersama In-,"

"Aku bersedia." ucap Zacry.

Inta terteguh dan menoleh dengan tiba-tiba. Pria di sampingnya ini sangat kaku. "Dia memotong ucapan penghulu. Dia memang suami yang kuno." benak Inta.

Penghulu hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Kepada putriku, Inta. Apa kamu bersedia...."

Janji suci pun usai diucapkan. Inta segera menyetujui pernikahan ini.

"Semoga penikahan kalian diberkati. Sekarang, bertukar cincin." Penghulu memanggil beberapa pelayan yang membawa cincin pernikahan.

Inta dan Zacry saling menautkan cincin pernikahan mereka. Semua itu dilakukan dengan cepat oleh Zacry. Berbeda dengan Inta yang melakukan semuanya dengan ketulusan hati.

"Semoga bahagia selalu menemani kalian. Silahkan...," Penghulu memundurkan diri untuk mengambil jarak.

Melihat tingkah Penghulu, Inta mengerutkan alisnya. Dengan pelan, Inta menatap kearah Zacry yang tepat didepan mata. "Jangan bilang? Hmph!" gumam Inta.

Ciuman singkat dan cepat yang Inta rasa. Ciuman pertamanya berakhir seperti ini. Hanya dikecup sekali, lalu dilepas begitu saja. Tampak sekali jarak yang menghalangi mereka.

"Tidak apa, dia tidak akan menyakitiku. Yang perlu ku lakukan adalah memberi kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Hm, anaknya? Apa dia datang?" benak Inta.

Tepukkan tangan mengema didalam aula. Semua begitu bahagia menyaksikan pernikahan Inta dan Zacry.

Berdiri ditengah-tengah altar. Lalu, menjadi sorotan publik yang membuat Inta begitu kaku untuk tersenyum.

"Selamat untuk tuan muda dan nona Inta."

"Jadi keluarga bahagia selalu."

"Setelah menikah, Putra Park pasti akan menyayangi Ibunya."

"Benar, semoga Nona Inta bisa menyayangi Tuan Muda kecil."

Ucapan selamat serta doa tersampaikan secara bergantian. Inta tersenyum tulus dengan anggukkan kepala. Tidak lama mereka berdiri seperti ini, semua menikmati hidangan yang disediakan.

"Aku ingin mengunjungi Malinda...." Inta berbisik ditelinga Suaminya. meski sang suami hanya mengangguk tanpa respon yang jelas. Inta tetap pergi dengan tidak perduli.

"Mal!" seru Inta. Dia melihat gaun biru malam tengah berdiri dijendela. Malam yang semakin larut ini membuat keindahan di langit begitu memukau.

Inta menyentuh pundak Malinda dengan tangan yang terdapat cincin pernikahan.

"Mal, apa yang kau lakukan disini?" tanya Inta.

Malinda berbalik badan dan menatap sahabatnya. "Kau tampak bahagia, Inta. Apa sekarang kau sudah puas dengan segalanya yang kau miliki?"

Inta tersenyum dengan deretan gigi putihnya. Dia menampakkan jari manis yang terdapat cincin cantik disana. "Lihat, aku sudah menjadi istri Zacry Park. Aku akan bahagia sekarang."

"Hm, baguslah. Kalau begitu, aku bisa pergi dengan tenang." ucap Malinda.

"Pergi?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!