"Lihat lah Lesha, betapa menyenangkan nya jadi seorang nenek. Bisa menggendong cucu nya kemana-mana, lalu bermain bersama menikmati masa tua. Tapi aku? Aku sudah tua tapi menantu ku sama sekali tidak peduli akan keinginan kecil ini. Huh, betapa menyedihkan nya…"
Alesha hanya menghela nafas setelah mendengar kalimat sindiran yang baru saja di lontarkan ibu Mertua.
Tetapi ia tidak terlalu menanggapi pembicaraan itu dengan serius, ia terus fokus mengambil piring dan cangkir di atas meja ruang tamu, lalu pergi ke dapur.
"Lesha! Kamu dengar tidak aku dari tadi bicara?!"
Langkah Alesha terhenti. Dia menutup mata dan menghela nafas sejenak. Sabar-sabar, ini ujian. Kalimat itu terus terucap untuk menenangkan perasaan Alesha yang kacau balau.
Alesha mengerti sifat Mertuanya. Meski wanita tua itu hanya menumpang di rumah milik nya, rumah hasil kerja kerasnya bahkan sebelum menikah dengan Suami tercinta nya Rachmen Anggara, namun sang Mertua selalu mendominasi dan menguasai segala nya.
"Anak itu hadir dalam keluarga sudah di atur Tuhan, Bu. Kita tidak bisa melawan takdir-Nya."
"Hallah! Itu saja jawaban mu setiap kali ku peringat kan. Tidak ingat kah? Sudah berapa lama kamu menikah dengan anak ku? Setahun, Lesha! Selama itu ku tunggu kehadiran anak dari mu! Jangan karena kau punya lebih banyak kekayaan dari pada anak ku, kau melupakan kodrat mu sebagai perempuan."
"Bu-bukan begitu …" Alesha berusaha menyangkal segala tuduhan dari ibu Mertua.
"Apa bukan begitu? Kodrat perempuan harus mengandung dan melahirkan anak. Jangan anggap diri mu lebih besar karena pendapatan mu di atas anak ku. Atau, kau mau kalian akhirnya berpisah karena anak ku lebih betah di sisi perempuan yang mau melahirkan anak nya? Mau seperti itu, Alesha?"
"Tid-tidak Bu. Jangan lakukan itu …" Demi apapun Alesha tidak ingin berpisah. Hanya Rach yang mengerti diri nya.
Alesha hanya perempuan kesepian yang di tinggal mati orang tua nya saat usia nya 16 tahun. Dalam jiwa yang seharus nya masih kekanak-kanakan, Alesha di paksa dewasa oleh keadaan.
Perusaahan besar Ayah dan Ibu nya membutuhkan penerus. Dan Alesha hanya penerus tunggal. Tidak ada pengganti sementara.
Di bantu orang-orang kepercayaan kedua orang tua nya, Alesha berhasil menjadi pemimpin yang baik, dan profesional untuk perusahaan raksasa ini.
Hingga usia 23 tahun Alesha terus melakukan hal monoton setiap hari nya. Tentu merasa bosan dan kesepian.
Akhir nya Alesha bertemu Rach yang peduli akan perasaan terdalam nya. Mereka berpacaran selama setahun, di titik di mana Alesha memutuskan menikah karena mersa cocok.
Alesha memang sangat mencintai Rach, tidak peduli jika lelaki itu hanya lah pegawai rendahan di perusahaan nya.
Bahkan Ibu kandung Rach yang adalah Ibu mertua nya ikut menjadi bagian dalam rumah milik Alesha.
Memang awal nya Alesha senang. Semakin banyak orang semakin menyenangkan, begitu awal nya.
Tapi makin ke sini makin ke sana. Ibu mertua mulai menujukkan mulut pedas nya. Berperilaku tak terpuji, bahkan seperti orang kolot.
Lama kelamaan Alesha mulai tidak nyaman. Begitu banyak ancaman yang muncul dalam mulut sang Mertua.
Hanya saja, Alesha ingat jika ia tidak boleh egois. Bagaimana pun keadaan sang ibu mertua, Alesha harus terima.
"Ibu ingin seorang cucu dalam bulan ini juga! Konsultasi dengan suami mu, meski dia tidak berbicara apapun tentang penerus seluruh kekayaan yang ada sekarang ini, tapi aku yakin suami mu juga menginginkan nya dari hati terdalam nya, aku hanya perantara dalam hubungan kalian, tidak lebih! Jadi ku pikir kau memahaminya, Lesha!"
"Baik Bu." Hanya itu yang bisa Alesha katakan untuk membuat Ibu mertua nya berhenti membentak dan memarahi nya.
***
Malam harinya.
"Mas sudah pulang?" Alesha menunjukkan senyum ramah pada Rach, suami nya yang baru pulang.
"Ya sudah lah, Istri ku. Masa suami mu berdiri di depan mu saja masih ditanya seperti itu." Rach mencubit pelan pipi istrinya karena gemas.
"Aku hanya basa-basi," jawab singkat Alesha sambil menyalim Suami nya. Mengambil tas kantor milik pria itu dan berjalan mengikuti suami nya menuju kamar.
"Kamu sudah pulang, Rach?" di tengah jalan, Sera– ibu kandung Rach berpapasan dengan mereka.
"Sudah Bu," jawab Rach.
"Langsung makan yang banyak ya, Ibu baru saja menyiapkan makanan kesukaan mu," kata Ibu senang.
Rach hanya mengangguk dan tersenyum menghargai.
Alesha di belakang suami nya hanya mampu menghela nafas setelah mendengar kata-kata Ibu mertua nya.
Hati nya terasa berat. Ia yang sudah memasak makanan khusus untuk suami nya malah di klaim orang lain. Meski orang itu adalah mertua nya.
Rach dan Alesha masuk ke dalam kamar. Segera Alesha membantu suami nya membuka jas hitam yang menempel di tubuh suami nya dan menghanger jas itu.
"Kenapa wajah istriku yang cantik ini cemberut begini sih?" tanya Rach yang sudah menyadari perubahan wajah sang Istri.
"Enggak, aku kenapa-napa," jawab Lesha singkat.
Tapi bukan Rach nama nya kalau tidak kepo. "Lesha, kamu harus jujur sama Mas. Kenapa muka mu di-tekuk gini, hem?" tanya Rach.
"Aku ga papa loh Mas." Alesha memaling-kan wajah, berusaha tidak memperlihat-kan betapa murung nya wajah nya saat ini.
Rasa penasaran Rach benar-benar sudah semakin menjadi, tapi ia tidak ingin terlalu memaksa Istri nya itu.
"Lagi-lagi kamu diingatin sama ibu biar cepat-cepat hamil ya?" tebak Rach.
Tentu saja Alesha terkejut. "Mas tau Ibu terus meneror aku, ya?" tanya Alesha.
Meski tebakan Rach tidak salah, tapi tidak benar juga.
Alesha memang tidak terlalu berpikir tentang perkataan Ibu mertua nya sore tadi.
Hanya saja sikap Ibu nya yang suka ngaku-ngaku berbuat sesuatu padahal Alesha yang melakukan nya, selalu membuat Alesha muak semuak-muak nya dengan mertua nya itu.
"Kan memang selalu seperti itu," jawab Rach, lelaki itu mendekat dan memeluk Lesha dari belakang, menempelkan kepala di bahu Lesha serta berkata, "Tapi jangan hiraukan, Ibu memang orangnya seperti itu. Pemikirannya seperti orang dulu-dulu … Yang penting, aku tidak meminta sesuatu yang menjadi hak Tuhan. Terserah Tuhan mau memberikannya atau tidak."
Perkataan Rach memang selalu membawa Alesha pada satu kelegaan hati, suaminya orang berpengertian.
Namun meski begitu, Alesha tetap penasaran, apa yang sebenar nya terjadi pada pernikahan mereka?
Yang salah, rahim Alesha atau kondisi sp3rma Rach?
Kini Alesha sedang menemani Rach makan. Seusai menyiapkan keperluan makan suami nya itu, Alesha sibuk dengan ponsel milik nya. Keadaan yang hening, tidak ada candaan seperti biasa membuat Rach bingung melihat perubahan sang istri.
"Istri ku," panggil Rach.
"Hem." Alesha hanya berdehem tanpa melihat suami nya. Wanita itu masih saja terfokus pada ponsel tidak peduli jika suami nya sedang berbicara pada nya saat ini.
"Alesha."
"Hem."
"Lesha, kamu dengarkan aku?" suara Rach mulai meninggi, naik seoktaf.
Tapi Alesha tidak kunjung peka juga.
Duk! Rach memukul meja. Disertai suara tegas Rach yang mengatakan, "Alesha Putri Yuhandi!"
Buru-buru Alesha menaruh ponsel dan menatap suami nya dengan terkejut. Tidak biasa nya Rach berteriak seperti ini pada nya.
Manik coklat Alesha mengikuti kemana Rach melangkah. Setelah berdiri, Rach mendekati Alesha. Tangan lelaki itu mengambil ponsel yang sedari tadi membuat Alesha tidak mendengarkan nya.
"Apa yang kamu buka?" ucap Rach dengan suara datar nya.
Alesha hanya terdiam dalam keheningan.
Rach hanya melihat pencarian Alesha di Google, [Cara Memiliki Anak dengan Cepat]. Setelah tidak menemukan apapun yang salah, Rach meletakkan ponsel Istri nya itu di atas meja.
Kemudian berkata dengan suara lembut, "Apa kata-kata Ibu mengganggu pikiran mu?"
Dengan ragu Alesha mengangguk. "Ibu bilang, aku harus hamil dalam bulan ini juga. Dan pencarian di Google sama sekali tidak membantu. Berhubungan suami istri dan sering mengonsumsi makanan sehat, selalu kita lakukan. Tapi anak tetap tidak ada di sini." Alesha memeluk perut nya, air mata perempuan itu menetes deras. Ia benar-benar sedih, keputusasaan akan kebersamaan nya bersama suami nya tampaknya akan berhenti sampai bulan depan saja.
Melihat Istrinya yang sedih, Rach mendekat, pria itu mengusap punggung Alesha untuk menenangkannya. "Jangan berpikir tentang anak. Sudah berapa kali ku katakan, anak itu pemberian Tuhan, biarlah Tuhan yang mengatur. Kita hanya bisa berusaha."
"Sampai kapan Mas? Ibu akan memisahkan kita kalau tidak ada anak di sini," Alesha berkata dengan suara serak, dia terus menunjuk perut rata nya yang tidak kunjung terisi bayi.
"Memisahkan kita?" Rach membelalakkan mata terkejut. "Apa hak ibu melakukan nya?"
"Entahlah mas, aku ga tau, tapi itu yang di bilang ibu," jawab Alesha pasrah.
Muncul kegeraman dalam diri Rach karena Ibu nya yang tidak tahu diri itu.
"Tunggu di sini dulu ya."
"Mas mau kemana?"
"Beri pelajaran sama Ibu."
"Jangan …" Alesha tidak ingin ada pertengkaran di rumah nya. Apalagi dengan diri nya sebagai penyebab pertengkaran itu.
"Ibu harus di beri pelajaran, Alesha. Kita ga bisa gini-gini terus. Pernikahan ini kita mulai tanpa paksaan, kita yang menentukan bagaimana kita bersikap, bukan orang lain," ucap Rach menjelaskan.
"Tapi dia ibu kamu."
"Meskipun begitu? Jujur saja Aku ga mau kamu tertekan. Apalagi setahu ku tertekan bisa menjadi faktor pemicu seorang perempuan tidak kunjung hamil. Ibu terus mendesak mu hamil ya?" tebak Rach.
"Ga terlalu sering sih. Tapi waktu Ibu kesal aja."
"Apa yang di bilang ibu?" Rach benar-benar tidak percaya Ibunya sekejam itu. Ia tahu rumah ini adalah milik istri nya. Masa karena mereka (Rach dan Sera(Ibunya)) selaku pendatang, pemilik rumah jadi tidak nyaman dengan rumah nya sendiri?
"Ibu selalu bilang, aku perempuan yang tidak berguna, tidak bisa membahagiakan suami nya dengan hamil dan melahirkan anak."
"Ya ampun Tuhan … aku ga percaya ibu bisa melakukan hal seburuk ini pada kamu, Alesha."
"Memang begitu kenyata–" kata-kata Alesha berhenti. Setelah Sera datang dengan lagak sombong dan kemarahan penuh.
"Berani kamu memfitnah Ibu ya, Alesha. Ibu sudah berusaha menerima keadaan kamu, tapi kamu malah mengadukan yang bukan-bukan pada Suami mu."
...************...
Teriakan dan makian terjadi selama beberapa menit ini. Ibu mertua Alesha menunjukkan betapa mudah nya dia mengucapkan kalimat kutuk. Dan itu yang membuat Alesha semakin tertekan.
"Seperti apa sakit hati ibu karna fitnah mu Alesha, seperti itu juga kehidupan malang menanti mu! Kau tidak akan bahagia dengan pernikahan ini. Kalian akan berpisah dengan atau tanpa anak! Itu pasti!"
"Ibu!" Rach yang sebelum nya melindungi Alesha kini berganti melerai Ibu nya dari kemarahan.
"Jangan begini Bu," ucap Rach sedih. "Jangan mengutuk pernikahan kami, ingat aku Rach anak mu."
"Ga sudi aku punya menantu seperti nya. Sekarang pilihan ada di tangan mu, aku atau istri mu?!"
"Pilihan apa ini …" ucap Rach menggaruk kepalanya pusing.
"Ibu tidak boleh seperti itu. Kami punya komitmen sendiri dalam ikatan pernikahan ini, Bu. Seharus nya Ibu jangan terlalu ambil hati. Selagi kami masih tidak masalah pada ada atau tidaknya anak, Ibu jangan terlalu memaksa. Usia pernikahan yang kami jalani saja baru setahun, masih menikmati masa pacaran setelah menikah," jelas Rach.
"Tapi gimana tentang seluruh harta kalian? Bukan nya perlu penerus? Umur ga ada yang tahu Rach, cepat-cepat punya anak, ibu kira bukan tantangan. Ibu tau Istri mu itu suka nambah-nambah penghasilan, tapi melahirkan anak akan mewarnai hidup kalian," ucap Sera.
"Masalah penerus, sudah Tuhan atur Bu, jangan terlalu memikirkan nya."
"Tapi ibu khawatir nanti…"
"Shuttt," Rach menutup bibir Ibu nya. "Ibu pasti lagi stres karna uang belanjaan kurang 'kan? Sini biar Rach tambahin, mau berapa? Sejuta dua atau sepuluh?"
...****************...
"Kamu pasti stres ya?" tanya Rach setelah Sera pergi dari mereka dengan uang yang Rach berikan.
"Sangat," ucap Alesha dengan suara berat.
"Ayo ke kamar yuk, aku akan siapin air hangat sambil pijitin kepala kamu."
Alesha yang lemas setelah lontaran kalimat makian dan teriakan dari sang ibu mertua, harus di papah Rach masuk ke kamar.
Rach membuat Alesha berendam air hangat di bathtub, beberapa lilin aromaterapi yang di letakkan di sekitar kamar mandi benar-benar menyegarkan pikiran.
Sementara Alesha berendam, Rach yang meneteskan shampoo di kepala Alesha mulai memijat kepala istri nya itu dengan lihai.
"Apa kamu sudah mulai rileks, sayang?" tanya Rach memastikan.
"Ya, aku rileks. Sangat rileks."
"Maafkan makian Ibuku ya. Tolong jangan masukkan ke hati. Jangan percaya kutuk nya, cukup pikirkan hal baik dari ibu saja."
Andai mas tau, kebaikan ibu mu tidak ada selama setahun kami kenal, mas.
"Mas," panggil Alesha.
"Apa."
"Gimana kalau Ibu kita buat tinggal di rumah yang berbeda aja? Jujur demi apapun, batin ku ga pernah tenang kalau Ibu ada di rumah ini. Sekali-kali Ibu bisa menjadi singa kelaparan, dan menerkam tanpa di ganggu. Hati ku sakit, Mas."
Hati Alesha lega.
Sudah sebulan berlalu sejak ibu mertua nya tidak ada di rumah ini.
Sang Ibu mertua di-ungsikan ke sebuah villa asri dekat pantai yang di dalam nya terdapat tiga orang pembantu.
Rach maupun Alesha tahu sang Ibu mertua haus harta. Jadi, Rach membuat wanita bermulut pedas itu mendapatkan gaji dua kali lipat tiap bulan nya meski tanpa bekerja.
Dan, jujur demi apapun, hati Alesha plong. Tidak ada tekanan, dan hidup yang dia jalani pun jadi lebih berkualitas.
Namun meski begitu, Alesha mulai merasa sendiri. Tidak ada mertua, Alesha mulai merindukan hadir nya seorang anak.
Sering kali dia berjalan ke luar rumah, hanya untuk melihat terdapat cukup banyak ibu-ibu komplek yang menggendong anak nya.
Rumah besar Alesha di lingkungan elit. Tapi terdapat juga kawasan ruli.
Sangking merindukan hadir nya seorang anak, Alesha sering meminta beberapa ibu-ibu menyerah-kan anaknya untuk digendong.
Beberapa memang menolak, tapi ada juga yang memberikan bayi itu pada Alesha tanpa merasaketakutan.
Alesha banyak belajar cara mengurus anak dari ibu-ibu itu.
Karena suka, Alesha sering membelikan susu bayi, pakaian maupun uang untuk membeli keperluan lain nya.
Sudah seminggu juga Alesha melakukan hal seperti ini. Dan jujur, hati nya hangat kala membantu orang kesusahan.
Setelah menikah, Alesha hanya menjadi ibu rumah tangga. Terkadang pergi ke perusahaan, hanya untuk mengecek keadaan. Karena setelah beberapa bulan menikah, yang menggantikan diri nya di perusahaan adalah Suami nya.
Alesha akan pulang minimal sejam sebelum Suami nya pulang. Kemudian melayani suami nya selayak nya istri pada umum nya.
Tapi, Alesha menemukan sesuatu yang janggal setiap kali bercinta dengan sang suami.
Hingga dia mengambil sedikit ****** itu dan mengunjungi rumah sakit bersama Lusi sahabat terbaik nya seusai suami nya kembali bekerja.
"Kamu yakin, bakal cek kondisi ****** suami kamu?" tanya Lusi yang masih tidak percaya meski Alesha sudah memberitahukan nya saat menghubungi Lusi via telepon.
"Kalau yakin, aku yakin-yakin aja sih, lagipula aku juga penasaran, sebenarnya siapa yang salah di sini. Rahim aku atau ****** suami aku."
"Oke. Kalau itu udah jadi keputusan kamu sih, aku oke-oke aja," balas Lusi.
...*****...
Lusi dan Alesha memasuki ruangan dokter setelah mendapatkan izin konsultasi.
"Dengan ibu Alesha Putri Yuhandi?" tanya Dimas, Dokter androlog itu memulai.
"Ya, itu saya."
"Apa keluhannya, Bu? Di mana suami nya?"
"Suami saya kerja, Dok. Saya hanya di-temani teman saya. Langsung ke intinya saja ya dok," tanya Alesha meminta izin.
Dokter mengangguk setuju.
"Saya sangat ingin tahu, apakah ****** milik suami saya bekerja dengan baik atau tidak. Soal nya saya selalu menemukan kejanggalan di setiap kami bercinta," kata Alesha memulai.
"Kejanggalan seperti apa kalau boleh tahu, Ibu Alesha?" tanya Dokter lagi.
"Cairan ****** nya tidak seperti biasa. Saya melihat banyak perbedaan bentuk sp3rma suami orang via YouTube dengan suami saya. Saya takut suami saya seperti yang saya pikirkan itu, dok."
"Hanya itu?" tanya Dokter memastikan.
"Iya dok. Pernikahan saya dan suami sudah berjalan setahun, tapi anak tidak kunjung ada dan membuat hubungan mertua dan saya merenggang."
"Baik, apa ada cairan ****** suami anda? Saya akan mengecek nya terlebih dahulu sebelum memutuskan," kata dokter Dimas lagi.
"Ada dok, ini dia." Alesha mengeluarkan sebuah kotak mini berisi sisa ****** ***** yang Alesha dan suami lakukan semalam.
Dokter mulai mengeceknya tanpa alat, masih di depan Alesha dan Lusi.
"Kalau dilihat memang ini bukan ******. Karena ****** bentuk dan warnanya juga berbeda. Tapi saya akan mengecek nya dengan alat, saya harap anda mampu menunggu hingga esok hari," pinta Dokter dengan sopan.
"Baiklah kalau begitu. Kami permisi dulu ya dokter. Terimakasih atas waktu nya," Alesha pergi setelah mengungkapkan kalimat nya.
***
Selama di perjalanan menuju rumah, keadaan mobil yang membawa Lusi dan Alesha sangat hening.
Alesha terdiam karena terus berpikir tentang bagaimana kondisi pernikahan mereka jika suami nya sebenar nya pria … mandul.
Ya, Alesha berpikiran negatif seperti itu karena dokter obgyn juga sudah memeriksa keadaan nya mengatakan rahim nya sangat subur.
Lalu mengapa sampai sekarang mereka tak kunjung memiliki anak? Alesha pikir, ****** suami nya lah yang salah.
Sedari dulu Alesha ingin mengecek nya ke secara diam-diam ke dokter androlog. Tapi tidak pernah berhasil.
Ibu mertua nya selalu kepo atas segala urusan nya, saat beliau tak ada, maka Alesha mulai menjalan-kan rencana nya.
Meski hasil nya belum diketahui tapi, Alesha berharap semuanya baik-baik saja.
"Apa kau juga pikir seperti ku?" tanya Lusi tiba-tiba.
"Berpikir sperti apa?" Alesha kebingungan.
"Hem, cairan bang Rach itu bukan ****** tapi air mani?" ucap Lusi tiba-tiba.
"Ada sih sedikit pikiran seperti itu," jawab Alesha jujur.
"Biasa nya kalau cairan itu bukan ******, bisa di-simpulkan suami mu sudah melakukan vasektomi."
"Apa itu vasektomi?" tanya Alesha bingung. "Itu berbahaya ya?"
"Kamu ga tau vasektomi?" Lusi terkejut.
Alesha menggeleng.
"Yah, kamu ketinggalan zaman!" celetuk Lusi tiba-tiba.
"Ya Aku kan bukan dari orang medis. Jadi ga mungkin tau bahasa-bahasa mereka yang bikin pusing kepala itu."
"Aku aja yang bukan orang medis tau vasektomi," ucap Lusi membanggakan diri.
"Hem, iyalah, aku tau kamu agak lain."
"Jadi, vasektomi itu kayak kontrasepsi," jelas Lusi singkat.
"Kontrasepsi? Itu bukan nya metode yang dibuat orang kalau ga mau punya anak lagi ya?"
"Yes, itu benar," balas Lusi mengacungi jempol.
"Terus kenapa suami ku melakukan nya? Apa dia ga mau punya anak dari aku?" gumam Alesha geram. Dalam kepalanya terdiri dari begitu banyak pertanyaan, dan dari seluruh pertanyaan itu, Alesha tidak menemukan jawaban nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!