NovelToon NovelToon

Dia Suamiku Bukan Ayah Angkatku

Bab. 1

"Apa yang terjadi?" Tanyanya seorang pemuda yang baru saja pulang dari tempatnya bekerja belum turun dari atas motornya karena mendengar suara deringan telepon genggamnya itu.

"Tolong segera ke rumah sakit, karena teman Anda yang bernama Aliya Sungkar bersama suaminya Pak Zainul Abbas Adiguna dengan anaknya mengalami kecelakaan dan kondisi kedua sahabat Anda dalam keadaan kritis, jadi kami mohon secepatnya datanglah ke rumah sakit," pintanya perawat yang berada di balik telpon tersebut.

"Baiklah Sus, saya akan segera ke sana,"imbuhnya Fauzi As'ad Anwar yang masih shock mendengar berita duka itu raut wajahnya sulit digambarkan dengan perasaannya yang sangat sedih dan terpukul dengan kejadian yang menimpa keluarga sahabatnya.

Fauzi segera memutar balik motornya itu yang baru saja mematikan mesin motornya. Dia segera ke rumah sakit yang terdekat dimana kedua sahabatnya berada.

"Mbak Aliya bertahanlah, aku pasti akan berusaha untuk menyelamatkan nyawa kalian," gumamnya Fauzi yang semakin menambah kecepatan motornya karena tidak ingin terlambat sampai di RS.

Fauzi tak bisa berkata-kata melihat satu-satunya sahabatnya di dunia yang begitu baik dan peduli padanya harus meregang nyawa sebelum ia sampai di sana. Salah satu suster menutupi tubuh dari mayat sahabatnya itu. Fauzi segera mempercepat langkahnya menuju ruangan itu. Ia melihat Zainul sudah tak bernyawa lagi dan terbujur kaku diatas bangkar rumah sakit.

Pria yang telah merangkulnya selama ini, dan membantu membiayai biaya sekolahnya hingga ke perguruan tinggi itu. Pria yang tidak ada hubungan darah dengannya,tapi rela selalu siap membantunya dalam keadaan susah apapun.

Zainul pria yang baru berusia 35 tahun itu sedangkan istrinya berusia 28 tahun memiliki seorang putri yang baru berusia sepuluh tahun itu. Sekitar sepuluh tahun yang lalu, tanpa sengaja Zainul bertemu dengan anak muda yang berseragam SMP itu menawarkan bantuan padanya untuk membantu memperbaiki ban mobilnya yang kebetulan kempes.

Hingga dari pertemuan itu, mereka sering berkomunikasi satu sama lainnya. Dan Zainul terharu melihat kegigihan dan tekadnya Fauzi yang kuat ingin melanjutkan sekolahnya tapi, kendala dengan biaya dimana ibunya hanya seorang janda yang tidak punya harta benda. Dengan kondisi itulah, Zainul yang saat itu masih bujangan selalu datang mengunjungi rumah Fauzi dan memberikan sejumlah uang untuk biaya hidup emaknya dan Fauzi. Hingga Fauzi mampu berdiri sendiri tanpa uluran tangannya Zainul yang juga sudah memiliki anak dan istri.

"Zan, kenapa kamu pergi begitu cepat, apa kamu lupa jika kelak kamu ingin melihat aku menikah dengan perempuan pilihanku," ratapnya Fauzi yang memeluk tubuh teman yang sudah seperti kakaknya sendiri.

Air matanya membanjiri wajahnya itu melihat kondisi dari sahabat terbaiknya, ia menutup mulutnya saking tidak percayanya dengan apa yang terjadi di depan matanya. Seorang perawat berjalan ke arahnya Fauzi yang meratapi kepergian Zainul untuk selamanya.

"Maaf Pak apakah Anda salah satu keluarga korban?" Tanya suster itu.

Fauzi menolehkan kepalanya ke arah sumber suara itu," Iya benar sekali sus," balasnya Fauzi.

"Tolong ikut kami, karena istri dari korban sepertinya terus menyebut nama seseorang, kalau gak salah Pak Fauzi," jelas perawat itu.

"Saya sendiri Fauzi, Sus,"

"Kalau gitu ikut kami," pinta perawat tersebut.

Fauzi semakin histeris melihat perempuan yang sangat baik padanya yang tidak pernah menentang ataupun protes pada suaminya, jika ia memberikan sejumlah uang kepada orang yang sama sekali tidak ada hubungan darah dengan suaminya itu.

"Mbak Aliya ini Fauzi nbakt, saya yakin Mbak akan selamat jadi bertahanlah," ucapnya Fauzi sambil memegang tangannya Aliyah.

"Fauzi tolong jaga putriku Arifah Handayani untukku, anggap dia seperti anakmu sendiri, berikan dia kasih sayang seperti kepada anakmu sendiri, umurku sudah tidak lama lagi," ucap Aliyah yang terbata-bata dan kurang jelas karena dimulutnya terpasang beberapa alat pentilator pernafasan.

"Jangan bicara seperti itu Mbak, tanpa Mbak minta pun saya akan merawat dan menjaga dan juga melindungi Arifah," pungkasnya Fauzi yang berusaha untuk tidak menangis di depan Aliya.

"La-ialaha-illallah," lirihnya Aliya Sungkar sebelum menghembuskan nafas terakhirnya itu.

Suara mesin pendeteksi jantung sudah berbunyi aneh dan tidak normal, Aliya pun sudah tidak bergerak sama sekali.

"Mbak, bangun Mbak!" Teriak Fauzi yang berusaha untuk membangunkan Aliya.

Fauzi segera berlari ke arah pintu keluar unit gawat darurat untuk memanggil dokter dan perawat.

"Dokter!! Suster! Tolong kesini cepat!" Teriaknya Fauzi.

Beberapa perawat dan dokter segera mendatangi Fauzi," apa yang terjadi Pak?" Tanyanya dokter.

"Kenapa saudara saya tidak bergerak lagi dokter?" Tanya Fauzi sambil menunjuk ke arah Aliya Sungkar yang sudah tidak bernyawa lagi.

Dokter dan perawat segera bertindak untuk membantu dan menolong Aliya, tapi usaha dan upaya apa pun yang dilakukan oleh seorang hamba jika, Allah SWT sudah berkehendak maka semuanya akan hanya berakhir dengan usaha yang sia-sia belaka.

Dokter memerintahkan kepada suster untuk membuka semua alat kedokteran dan kesehatan yang sempat dipakaikan ditubuhnya Aliya Sungkar, karena dia sudah meninggal dunia.

"Maafkan kami Pak,kami sudah berusaha sekuat tenaga dan semampu kami tapi, Tuhan berkehendak lain, saudari Anda sudah meninggal dunia," ungkapnya Bu dokter.

"Innalilahi wa innailaihi rojiun, tidak!" Ratapnya Fauzi yang tubuhnya terhuyung hingga berbenturan dengan pintu.

Pihak kepolisian mendatangi Fauzi dan menjelaskan kronologi kejadian kecelakaan tersebut. Dan sesuai dengan informasi dari polisi, jika kecelakaan maut tersebut yang merenggut nyawa kedua sahabatnya itu murni kecelakaan.

Fauzi baru teringat dengan kondisi dari putri tunggalnya Zainul dan Aliya," ya Allah… kenapa aku melupakan Arifah Azizah Oktarani putrinya Abang," gumamnya lalu kemudian berlari ke arah kamar perawatan Arifah.

Untungnya saja kecelakaan itu, tidak membuat luka yang cukup parah pada Arifah gadis kecil berusia 10 tahun itu terbaring lemah belum sadarkan diri.

"Mulai detik ini kamu adalah putriku, aku tidak akan membiarkan apapun terjadi padamu Nak," pria yang berusia 25 tahun itu.

Keesokannya harinya, prosesi pemakaman kedua orang tua Arifah diwarnai tangis haru dan pilu dari semua orang mengenal kedua pasangan suami istri itu. Mereka tidak menyangka orang sebaik keduanya begitu cepat dipanggil untuk meninggalkan dunia ini.

"Abang Zainul, jika Arifah sadar apa yang harus aku katakan padanya, aku pasti tidak sanggup melihat kesedihannya, jika ia tahu bahwa kalian sudah meninggalkannya untuk selama-lamanya," ratap Fauzi sambil mengelus nisan yang bertuliskan nama Zainul.

Air matanya menetes membasahi wajahnya itu, ia harus merelakan kepergian sahabat sekaligus penolongnya itu. Fauzi melakukan berbagai macam pengobatan alternatif terbaik untuk mengobati trauma yang dialami oleh Arifah hingga,ia dinyatakan sembuh total dari penyakitnya akibat kecelakaan itu.

Sepuluh tahun kemudian…

Arifah hendak menaiki undakan tangga di rumahnya itu, persisnya rumah teman mendiang kedua orang tuanya sekaligus Papa angkatnya itu. Perempuan yang bulan ini genap berusia dua puluh tahun. Ia berjalan mengendap-endap menuju ke arah ruangan tengah tempat dua orang sedang berbincang-bincang itu.

Arifah menguping pembicaraan keduanya itu, ia menempelkan telinganya ke tembok agar ia mendengar dengan detail pembicaraan kedua pasangan kekasih itu.

"Abang Zainul, kapan kamu datang melamarku? Papa dan mamaku sering menanyakan perihal tersebut, mereka sudah tidak sabar pengen melihatku bisa bersanding denganmu," ucapnya Aqila Sera yang begitu manjanya dengan menumpukan kepalanya ke pundaknya Fauzi yang sebenarnya enggan bersikap seperti itu.

"Insya Allah… Abang akan melamarmu hari minggu nanti,kamu infokan kepada Tante Lina dengan Paman Syamil untuk mempersiapkan segalanya," ujarnya Fauzi yang kembali melanjutkan pekerjaannya seraya menyingkirkan kepalanya Aqila Sera dari pundaknya itu.

Arifah mengepalkan kedua genggaman tangannya itu," saya tidak akan biarkan pernikahanku terlaksana, karena saya akan membuat rencana kalian akan selalu gagal."

Mampir baca novel baru aku judulnya "Terpaksa Menjadi Orang ketiga"

give away kecil-kecilan khusus pembaca yang rajin" Caranya hanya baca, Like dan komentar.

Bab. 2

"Bagaimana pun caranya saya akan melakukan apapun agar ayah angkatku yang tampan itu tidak jatuh ke dalam perangkap perempuan matre itu," gumamnya Arifah beberapa jam sebelum pulang ke rumahnya.

Arifah menyeruput minuman hangatnya di sore itu di dalam sebuah kafe tempat ia berjanji bertemu dengan kedua sahabat gokilnya itu. Arifah tersenyum penuh bahagia melihat kedua sahabatnya itu sudah datang. Fatir Muhammad Iqbal dan Ariestya Fathia Lubis.

"Hey, maaf lambat bestie,ini nih gara-gara pria bujangan lapuk ini terlalu lama dandannya jadi, terpaksa deh ketinggalan kereta," kesalnya Ariesta sahabatnya sejak masih putih biru itu seraya cipika cipiki dengan Arifah.

"Hahaha, bujang lapuk itu sih satu bulan yang lalu gaes, sekarang aku enggak jomblo lagi," sanggahnya Fatir yang berpelukan ala sahabat baiknya dengan Arifah.

Arifah dan Ariesta saling bertatapan satu sama lainnya sambil mengerutkan keningnya mereka.

"Masa sih?!" Ucapnya kedua gadis tersebut dengan bersamaan.

"Seriusan gue, entar ada waktu aku akan perkenalkan kalian dengan perempuan pujaan hatiku itu okey," imbuhnya Fatir seraya menarik kursi untuk ia duduki.

"Patut kita tunggu kalau seperti itu, cooming soon kalo gitu iya gak Aries," sahutnya Arifah.

"Arif, namaku bukan Aris tapi Ariesta you know, emangnya jenis kelamin aku sudah berubah apa sehingga kau selalu memanggilku selalu dengan Aris," dengusnya Ariestya.

"Kamu tuh yang duluan selalu saja sebut namaku Arif, emak dan papaku sudah berikan aku nama yang cantik kamu malah rubah dengan seenak jidat loh, satu ekor kambing cuu ini loh," guraunya Arifah.

"Sudah aahh kalau kalian bersua pasti ujung-ujungnya seperti ini, kita ini ke sini untuk tujuan utamanya adalah ini barang yang kamu minta,saya jamin khasiatnya bikin teriak ngeri-ngeri sedap gitu," jelasnya Fatir sambil menyodorkan sebuah botol kecil ke hadapan Arifah yang sudah dihilangkan cap dan stiker yang menempel dibobolnya.

Arifah mengambil botol itu lalu langsung memasukkan ke dalam handbagnya. Kedua sahabatnya selama ini selalu terbuka tentang apapun yang mereka lakukan dan alami.

"Arifah,apa kamu serius untuk melakukan itu pada ayah angkatmu yang ganteng itu?" Tanya Ariestya dengan penuh selidik.

Arifah menghentikan kegiatannya mengaduk-aduk minumannya itu, "Saya sangat serius,saya tidak mungkin melihat Pria yang sangat saya cintai harus hidup dan menikah dengan perempuan lain, coba aku tanya balik kalian apa kalian pengen melihat orang yang kalian cintai setulus hati bersanding dengan bukan kalian melainkan orang lain apalagi kau mengetahui jika orang itu tidak berniat baik," terangnya Arifah yang bergantian menatap kedua sahabatnya itu.

Ariestya dan Fatir bergidik ngeri," enggak maulah, saya akan perjuangkan cintaku bagaimana pun caranya walaupun harus menempuh jalan yang orang anggap crazy," tukasnya Fatir.

"Aku sepaham denganmu bestie, baru ngebayangin saja sudah buat emosi apalagi kalau jadi kenyataan," timpalnya Ariestya.

Adzan magrib berkumandang dari beberapa toa masjid yang kebetulan letaknya, tidak jauh dari tempat kafe tersebut berada.

"Sudah yah, aku pamit dulu sudah mau magrib soalnya," pamitnya Arifah Azizah Oktarani.

"Papayo, telpon kami kalau rencananya berhasil, Ingat ceritakan pada kami prosesnya yah," teriaknya Ariestya yang tersenyum penuh kemenangan melihat temannya itu memandanginya dengan penuh tatapan jengkel.

Arifah mengemudikan mobilnya menuju ke arah rumahnya yang ditempatinya bersama ayah angkatnya itu.

"Semoga saja rencanaku sukses, aku sangat mencintai ayah angkatku ya Allah…" gumamnya Arifah.

Malam minggu pun datang juga…

Hari ini Arifah pulang agak larut malam dari seperti biasanya. Arifah sengaja pulang terlambat, karena bosan mendengar dan melihat seisi rumahnya membicarakan rencana lamaran yang rencananya besok pagi akan diadakan di rumahnya Aqila Sera.

Arifah berjalan ke arah dapur rumahnya, kedua orang tua ayah angkatnya sudah meninggal dunia. Fauzi As'ad Anwar adalah Pria bujangan yang berusia 35 tahun. Pria yang telah membesarkan anak dari mendiang almarhum sahabatnya Zainul Abbas Adiguna dengan Aliya Sungkar.

Arifah berjalan mengendap-endap sembari celingak-celinguk melihat sekitarnya,"sepertinya aman dan mereka juga belum ada yang makan ini saatnya malam ini mereka tertidur lelap hingga besok,"

Arifah segera merogoh saku celana jeansnya itu, lalu segera mencampur beberapa tetes obat tidur ke dalam makanan dan minuman yang sudah dimasak oleh asisten rumah tangganya itu. Senyumannya langsung mengembang ketika rencananya sudah berjalan separuh jalan.

"Secangkir teh hangat yang manis tapi, tidak mengalahkan manisnnya wajahku dan diriku ini khusus dan spesial untuk ayahku tersayang," cicitnya Arifah seraya mencampur obat peee raaang saaang ke dalam teh yang dibuatnya melebihi dosis yang disarankan oleh Fatir.

"Nona Arifah," sapanya Bi Aminah yang datang tiba-tiba tanpa sepengetahuan dari Arifah.

Arifah tersentak terkejut mendengar seruan dari Bibi Aminah,ia segera memasukkan botol tersebut kedalam sakunya lagi.

"Bibi Aminah! Apa bibi pengen lihat aku mati muda apa?! Hingga datang-datang tapi enggak bersuara sebelumnya," kesalnya Arifah yang mulai panik dan cemas jika apa yang dilakukannya ketahuan oleh orang lain.

"Hehehe maaf Non Muda,saya hanya menyapa Nona saja gak ada niat untuk buat Nona terkejut," sanggahnya Bibi Aminah yang sangat menyesal.

"Lain kali jangan diulangi lagi, Ingat bibi harus bersuara sebelumnya tapi, lihat jaraknya jangan pas dibelakang saya baru Bibi bicara," terangnya Arifah sembari berlalu dari hadapan bibi Aminah yang sudah bekerja sejak ia mulai tinggal di rumah itu juga.

"Baik Non Muda, oiya ngomong-ngomong Nona dicariin sama Aunty Alifah katanya pengen ketemu sama Non," ujarnya Bu Aminah.

"Terus bibi bilang apa, aunty Alifah sekarang ada di mana?" tanyanya lagi Arifah.

Bibi melihat-lihat sekitarnya lalu membisikkan sesuatu ditelinganya Arifah," tadi aunty Alifah Tahira datang dengan menyeret kopernya Non dan kedua matanya sembab seperti orang yang baru saja menangis gitu," ungkapnya Bibi Aminah.

"Ulah apa lagi yang diperbuat oleh Farhan suaminya itu," dengusnya Arifah.

Berselang beberapa menit kemudian, Arifah berjalan ke arah atas tangga, kemudian berjalan ke arah dalam kamar pribadi ayahnya itu. Di dalam genggaman tangannya sudah terdapat nampang yang berisi beberapa makanan seperti nasi, lauk pauknya yang belum terkontaminasi oleh obat tidur yang sudah dia campur.

"Ayah, apa kamu ada di dalam kamar?" Tanyanya Arifah yang berteriak memeriksa kondisi sekitarnya.

Arifah tidak melihat ayahnya berada di dalam kamar itu. Ia sudah memeriksanya dengan detail.

"Setelah shalat isya, saya yakin mereka sudah terlelap dan tidur pulas di dalam kamar mereka masing-masing, setelah mereka aman barulah aku bertindak," cicitnya Arifah.

Arifah berjalan ke arah dalam ruangan kerja Fauzi ternyata dia sedang sibuk mengerjakan beberapa pekerjaannya yang setiap hari semakin bertambah banyak saja selama jabatannya sudah berubah dan semakin tinggi saja dari sebelumnya.

"Ayah, apa kamu di dalam?" Tanyanya Arifah yang sekadar berbasa-basi saja.

Arifah tersenyum penuh arti, ketika melihat ayah angkatnya duduk di atas kursi kebesarannya itu dengan raut wajahnya yang serius.

"Ayah dalam keadaan seperti itu, dia semakin memperlihatkan kharisma dan ketampanannya itu," lirihnya Arifah.

Pintu itu berderit hingga Fauzi mengalihkan pandangannya ke arah pintu, ia tersenyum melihat anak angkatnya itu.

"Ayah aku bawain makanan spesial untuk ayah karena, aku yakin ayah tidak sempat untuk gabung makan dengan yang lainnya," imbuhnya Arifah.

"Kamu memang anak ayah yang sangat pengertian," pujinya Fauzi yang mematikan layar laptopnya itu.

"Bukan anak ayah tapi, calon istrinya ayah yang aku yakin akan membuat ayah hari ini bertekuk lutut di hadapanku," Arifah membatin seraya meletakkan beberapa piring dan mangkuk ke atas meja.

"Kamu gimana, apa tidak ikut makan bareng Ayah?" Tanyanya Fauzi Pria tiga puluh lima tahun itu.

"Aku sudah makan di luar bareng Ariestya dengan Fatir, jadi ayah saja yang makan, saya akan ke kamar mau mandi dulu," imbuhnya Arifah yang memperlihatkan senyuman termanisnya ke hadapan Fauzi.

Fauzi tertegun melihat senyumannya Arifah hingga tiba-tiba dadanya berdebar dan berdegup kencang.

"Ya Allah… apa yang terjadi padaku? Aku tidak boleh seperti ini dia adalah anak angkatku amanah dari sahabatku," gumamnya Fauzi yang berusaha menghilangkan rasa yang timbul dari dalam lubuk hatinya yang terdalam.

Bab. 3

Arifah Azizah Oktarani meninggalkan ruangan kerja ayah angkatnya itu. Ia berjalan ke arah kamarnya,tapi sebelum masuk ke dalam kamarnya dia terlebih dahulu memeriksa kondisi sekitar rumahnya itu.

"Saya harus memeriksa dengan baik dan teliti agar semuanya berjalan lancar sesuai dengan keinginanku, semoga apa yang aku lakukan malam berbuah manis," lirihnya Arifah.

Pagar, pintu dan jendela semuanya dia periksa dengan seksama dan secara detail. Arifah juga berjalan ke arah masing-masing kamar tidur yang bersisi beberapa orang pihak keluarga dari ayah angkatnya itu.

"Alhamdulillah aunty Alifah dan Uncle Faiz juga sudah mimpi yang indah, mereka sudah tertidur nyenyak, semoga kalian mimpi yang indah yah," cicitnya Arifah yang menutup rapat pintu kamar adik bungsu dari ayah angkatnya ketika melihat aunty nya sudah berada di dalam selimutnya itu.

Arifah bergegas untuk membersihkan seluruh tubuhnya itu lalu memakai pakaian yang baru saja dibelinya hari ini berkat rekomendasi dari kedua sahabatnya itu. Yaitu Ariestya Fathia Lubis dengan Fatir Muhammad Iqbal.

"Kalian memang sahabat aku yang ter the best lah, paling ngerti apa saja yang selalu aku inginkan," cicit Arifah yang melihat lingerie seksi yang dibelinya di Mall dia ambil barusan dari dalam paper bag berwarna pink itu.

Arifah segera memakainya dengan sangat hati-hati,ia takut kainnya robek karena menurutnya sangat tipis dan halus bahannya.

"Kalau seperti ini semua pakaian yang dipakai perempuan pasti setiap waktu akan banyak tragedi yang terjadi, pakaian tertutup saja masih menimbulkan insiden yang tidak baik dan banyak perempuan yang terdzolimi dengan model pakaian yang kekurangan bahan, tapi khusus untuk suami istri ini sangat membantu untuk hubungan yang lebih harmonis," ketusnya Arifah seraya berputar-putar di depan cermin besar yang berada di depannya untuk melihat penampilannya.

"Sangat perfek kalau seperti ini, pria mana yang akan tidak akan bertekuk lutut pada pesona Arifah Azizah Oktarina Zainul,"

Setelah menyelesaikan riasannya,Arifah segera berjalan ke arah kamar ayah angkatnya itu. Sambil celingak-celinguk memperhatikan keadaan sekitarnya,ia kemudian memutar kenop pintu ruangan kerja ayah angkatnya itu.

Arifah tersenyum penuh kemenangan nelohy kondisi ayah angkatnya yang mulai gelisah itu. Fauzi As'ad Anwar menatap kedatangan Arifah dengan tatapan matanya yang berbeda seperti biasanya yang dia lakukan.

"Arifah putrinya ayah, tolong cek ac pendingin ruangannya, sepertinya tidak berfungsi karena cuacanya malam ini begitu panas," pintanya Fauzi yang sudah sangat gelisah dengan kondisi tubuhnya yang cukup panas dan gerah.

"Acnya normal kok ayah," jawabnya Arifah yang tersenyum penuh maksud.

Arifah segera berjalan ke arah ayah angkatnya itu, sembari membuka jaket hoodienya yang sedari tadi ia pakai untuk menutupi lingerie merah yang dipakainya. Fauzy terkejut dan terbelalak melihat pakaian yang dipakainya oleh Arifah itu. Hampir keseluruhan bentuk tubuhnya terekspos dengan jelas dikedua pasang matanya Fauzi.

"Arifah pakaian apa yang kamu pakai itu?"tanyanya Fauzi yang semakin gelisah dan tidak tenang.

Arifah hanya tersenyum menanggapi perkataan dari ayah angkatnya itu, Arifah tanpa segan langsung naik ke atas pangkuan ayahnya itu.

"Ayah kepanasan yah, saya bantuin ayah yah untuk buka bajunya ayah supaya rasa gerahnya ayah berkurang," ucapnya Arifah yang begitu mendayu di telinganya Fauzi yang semakin membuat Fauzi semakin tak berdaya dengan kondisi tubuhnya sendiri.

"Arifah kenapa kamu berpakaian seperti ini Nak?" Tanyanya Fauzi yang berusaha untuk melawan perasaan anehnya itu.

"Saya sengaja berpakaian seperti ini khusus untuk ayah,apa ayah tidak menyukai dengan penampilanku yang sekarang," tangan dan jemari lentiknya Arifah sudah bergerilya kemana-mana hingga membuat Fauzi semakin merasakan keanehan pada tubuhnya sendiri.

Arifah semakin tertantang untuk menaklukkan ayah angkatnya malam itu juga. Hingga senyuman liciknya muncul di sudut bibirnya Arifah gadis berusia dua puluh tahun itu. Ia segera menanggalkan lingerie yang membungkus seluruh kulit cantik, putih halus dan mulusnya itu.

Hingga hanya menyisakan underwear saja, yang semakin membuat laki-laki dewasa yang berusia kurang lebih tiga puluh lima tahun itu merasakan cenat cenut dibagian intinya. Fauzi pun akhirnya kalah dengan kondisi tubuhnya sendiri dengan akal sehatnya.

Fauzi segera merebahkan tubuhnya Arifah di atas meja kerjanya,ia langsung meee luuuu maaatt biiii biiir mungilnya Arifah yang berwarna kemerahan yang sangat menggoda itu.

"Maaf jika ayah melakukannya denganmu, karena batas kesabaran ayah sudah habis," racaunya Fauzi.

Keduanya pun melakukan apa yang seharusnya mereka tidak lakukan. Fauzi menggendong tubuhnya Arifah ke dalam kamar pribadinya itu. Fauzi menutup pintu kamarnya dengan mengunakan kakinya yang cukup panjang itu.

"Pelan-pelan ayah," cicitnya Arifah sambil menggigit lembut bibirnya yang berusaha menahan apa yang dilakukan oleh Fauzi padanya.

Deru nafas keduanya memenuhi seluruh sudut penjuru kamar tidur itu yang mendominasi dengan warna putih biru itu khas kamar laki-laki. Arifah sesekali menggenggam erat ujung seprei dan bedcover yang berada di atas ranjang yang terpasang menghiasi ranjang king size-nya Fauzi.

Nafas keduanya memburu dan ngos-ngosan, jantung mereka berdegup kencang hingga teriakan demi teriakan yang meluncur dari bibirnya Arifah.

"Aahh sakit!!" Teriaknya Arifah ketika Fauzi berhasil membobol pertahanan dari tubuh anak angkatnya itu dengan segala upaya dan usaha yang dilakukannya itu.

Anak yang sama sekali tidak diadopsi secara hukum,hanya dalam bentuk pengakuan secara lisan dan bentuk tanggung jawab serta balas budinya Fauzi As'ad Anwar terhadap kedua orang tuanya Arifah yang tidak lain adalah orang yang telah membantunya selama ini. Yaitu Pak Zainul Abbas Adiguna dengan istrinya Aliya Sungkar.

Air matanya Arifah menetes membasahi pipinya itu, ia tidak menyangka jika akibat dari kegiatan mereka itu membuatnya tersiksa terutama dibagian daerah paling bawahnya itu.

"Ayah stop!" Jeritnya Arifah yang cukup melengking tinggi di tengah malam buta itu.

Jeritan dan teriakan dari Arifah sama sekali tidak membuat seorang pria dewasa itu yang bernama Fauzi As'ad Anwar untuk berhenti dari kegiatannya yang pertama kali ia lakukan diusianya yang cukup terbilang dewasa itu 35 tahun belum menikah sekalipun.

Menjelang subuh, barulah mereka berhenti dari rutinitas malamnya. Fauzi mendekap erat tubuhnya Arifah anak angkatnya itu. Beberapa bulan belakangan ini, entah kenapa ada perasaan yang aneh yang kerap kali timbul dalam hatinya ketika melihat anak angkatnya itu.

Arifah tubuhnya sangat kelelahan sehingga ia tidak mampu membuka kedua kelopak matanya. Arifah langsung terlelap dalam tidurnya itu, saking capek dan lelahnya sehingga ia mendengkur halus di telinganya Fauzi,pria yang sejak dia duduk di bangku sekolah menengah atas sudah mulai tertarik dan jatuh cinta pada pria bujangan yang bernama ayah angkat.

Fauzi merapikan anak rambutnya Arifah yang menghalangi wajahnya itu," maafkan ayah Nak, semestinya ini tidak boleh kita lakukan mengingat kamu adalah anak dari Abang Zainul yang seharusnya aku jaga dan lindungi malah aku orang yang merenggut mahkotamu terpenting dalam hidupmu, ayah sebenarnya menyayangimu tapi, cinta ini harus aku kubur dalam-dalam dan buang jauh-jauh karena, esok aku akan melamar kekasihku Aqila Sera Syamil." Fauzi mengecup dengan lama keningnya Arifah hingga kedua matanya pun ikut terpejam mengikuti langkahnya Arifah menuju alam mimpi indahnya.

Keesokan harinya, Fauzi diam-diam memindahkan tubuhnya Arifah ke dalam kamarnya sendiri sebelum Arifah terbangun.

"Maafkan ayah ini yang terbaik untuk kita berdua," gumamnya Fauzi.

Rombongan keluarga besar Fauzi sudah berangkat ke rumahnya Aqila Sera Syamil untuk mengadakan lamaran yang sudah ia rencanakan beberapa hari yang lalu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!