Suatu ketika..
Terlihat seorang wanita membawa seorang gadis kecil berusia 5tahun ke sebuah rumah sederhana.Sesaat wanita berhenti dan berjongkok tepat dihadapan gadis kecil itu.
"Sayang..kau harus tunggu disini,tetap diam disini sampai ada orang yang akan keluar dari pintu itu." ujar wanita itu sambil menunjuk kearah pintu rumah tersebut yang tepat ia berdiri didepan pagar.
Gadis kecil itu pun sesaat menoleh kearah pintu tersebut.
"Ini ada susu dan biskuit kesukaan mu..Tetap berdiri disini dan jangan pergi kemana pun..Kau mengerti??" ujar wanita itu lagi sembari memberikan sebuah susu kotak dan sebungkus biskuit.
Gadis kecil itu mengangguk pelan,seakan ia paham dengan perkataan sang ibu.
"Jadi lah anak yang baik dan selalu menurut..Jika kau ingin selalu disayangi turuti apa pun kata mereka..Mengerti??" ujarnya lagi.
Gadis kecil itu kembali mengangguk pelan.
"Anak pintar." puji wanita itu sembari mengusap rambut anaknya dengan lembut.
Ia pun langsung beranjak bangkit dan akan bergegas pergi.
"Mama..-" panggil sang anak yang langsung menahan tangan wanita itu.
Wanita itu pun sesaat memandangi wajah polos sang anak.Seakan ia tak tega melihat raut wajah polos sang anak yang akan membuatnya sulit untuk melepasnya.
Perlahan wanita itu pun melepaskan tangan sang anak.Dan ia pun bergegas pergi meninggalkan sang anak sendirian begitu saja.
Seketika membuat sang anak menangis dan mencoba mengejar wanita itu.Tapi apa daya,jika wanita itu ternyata sudah mengikat kaki sang anak di pintu pagar tersebut.
Membuat sang anak pun menangis histeris.
"Mama..Mama..Huuaa..Hiks..Mama.." isak sang anak yang terus memanggil wanita itu dengan sebutan mama.
Wanita itu seakan tak peduli dan terus pergi meninggalkan buah hatinya sejauh mungkin.Karena sejak awal memang tujuan nya untuk meninggalkan sang buah hatinya dan menitipkannya pada seseorang yang bisa ia percaya.Tapi tidak secara langsung untuk ia mau menitipkan nya.Sebab ia memiliki alasan lain.
Mendengar suara sang gadis yang begitu kuat,pemilik rumah tersebut pun langsung keluar.Karena merasa penasaran saat mendengar suara tangisan gadis kecil itu.
Terlihat seorang wanita tua saat keluar dari rumahnya dan menghampiri gadis kecil itu.
"Yuna." seru sang wanita tua itu bernama Laurencia atau biasa dipanggil Lauren.
Lauren langsung memeluk tubuh gadis kecil itu sambil mengusap rambutnya.
"Apa yang sedang kamu lakukan disini nak??Kenapa kamu sendirian??" tanya Lauren yang panik melihat gadis itu yang tak lain adalah cucunya sendiri.
"Mama..Huhu..Huaa.." isak gadis kecil itu pada Lauren.
Lauren segera membawa cucunya masuk kedalam rumah.
Leona sang anak dari Lauren paling besar,langsung merasa kaget dan heran saat melihat Lauren ibunya membawa gadis kecil itu tak lain keponakannya sendiri.
"Ibu,kenapa kau membawanya kesini?" tanya Leona pada sang ibu.
"Sepertinya adik mu sengaja meninggalkan anaknya ke rumah kita." jawab Lauren dengan nada sewot.
"Apa??Maksud nya?" tanya Leona yang merasa bingung dan penasaran.
"Ini,dia meninggalkan sepucuk surat untuk kita." ujar sang ibu sembari menyodorkan sepucuk surat yang ia temukan di dalam tas cucunya.Yang secara kebetulan memang sengaja menaruhnya tidak terlalu dalam dan sangat terlihat.
Leona langsung membaca isi surat tersebut.
Maaf ibu,kakak..Aku harus pergi..Aku titip Yuna pada kalian..Aku belum siap untuk merawat dan membesarkan dia seorang diri..Maafkan jika keputusan ku tidak bisa kalian terima..
Setelah membaca isi surat tersebut,Leona langsung meremas surat itu.Terlihat raut wajahnya yang kesal dan marah.Karena ternyata adiknya telah membuang darah dagingnya sendiri yang juga keponakannya sendiri.
Walau pun ia tahu,jika sang adik telah melahirkan anak diluar nikah dan lelaki yang sudah membuat adiknya harus menanggung sendiri akibatnya.Tapi tetap ia tidak membenarkan jika sang adik tidak mau bertanggung jawab merawat dan membesarkan buah hatinya yang tak berdosa ini.
"Keterlaluan..!! Tega sekali dia melakukan ini pada anaknya sendiri." protes Leona dengan sewotnya.
"Memangnya apa isi surat itu??" tanya Lauren yang belum sempat membaca isi surat tersebut.
"Dia sengaja meninggalkan Yuna dan tidak berniat ingin merawatnya bu." jawab Leona menjelaskan.
Lauren pun langsung menghela nafasnya.
"Ibu tidak tahu harus menghadapi sikapnya.Pergaulan yang terlalu bebas,membuatnya jadi sulit diatur.Dan sekarang dia membebankan Yuna pada kita." keluh Lauren pada Leona.
"Sudah lah bu,biarkan saja apa yang dilakukannya saat ini.Aku yakin suatu hari nanti dia pasti akan menyesal karena sudah menelantarkan anaknya sendiri." ujar Leona mencoba menenangkan ibunya.
Lauren pun mengangguk paham.
Leona pun menghampiri Yuna keponakannya sambil tersenyum.
"Yuna,mulai sekarang kau tinggal bersama kami.Bibi harap kau jadi anak yang penurut..Mengerti??" ucap Leona dengan nada ramah pada Yuna.
Yuna mengangguk sambil tersenyum polos.Yang seakan dia belum memahami,jika apa yang sudah terjadi pada hidupnya.Membuat ia harus hidup tanpa hadirnya kedua orang tuanya.
...****************...
13 tahun kemudian..
Saat Yuna mulai beranjak dewasa,saat usianya sudah menginjak 18tahun.Dimana ia sudah duduk di bangku menengah atas.
Ia tumbuh tidak seperti gadis cantik dan modis pada umumnya.Melainkan Yuna justru menjadi gadis yang tertutup dan culun.Ia tak pintar bergaya,dan selalu malu jika menjadi pusat perhatian.Terlebih ia sering menjadi bahan ejekan karena dianggap anak tidak jelas,yang tidak memiliki kedua orang tua.
Bahkan dia sering dianggap gadis anak haram.Sejak itu Yuna menutup diri dari teman-teman nya yang selalu membully-nya.
Ia sadar tidak ada satu pun dari mereka yang peduli dengannya.Tapi untungnya ia masih bisa bersyukur memiliki nenek dan bibi yang masih peduli dengannya.
Di saat hari kelulusan,Yuna terlihat masih sendiri.Disaat seluruh teman-temannya bersorak gembira bersama dan saling memberikan pelukan hangat serta ucapan.Tapi tidak dirinya yang justru hanya sendirian.
Walau sedikit iri bisa melihat seluruh teman-temannya gembira dan bahagia,tapi Yuna hanya bisa memperhatikan mereka dari kejauhan.
Disaat dirinya masih berdiri seorang diri,Tiba-tiba segerombolan gadis yang berjumlah 4 orang datang menghampirinya.
"Ckck.. Sudah hari kelulusan kau masih saja sendirian Yuna.Kau benar-benar gadis yang malang." sahut Viana,ketua dari genk mereka yang dikenal sombong dan merasa paling cantik disekolah.
Yuna memilih diam menunduk tanpa berani menanggapi sindiran Viana.
Sebab ia tahu,ia tidak ada nyali untuk melawan Viana.Yang selain dikenal sombong,ia juga memiliki kuasa sebagai anak dari pemilik sekolahnya.
Yuna selalu bertekad akan berusaha tidak membuat masalah disekolah.Karena tidak ingin mengecewakan sang nenek dan bibinya Leona yang sudah susah payah membiayai pendidikannya hingga lulus.
Itu sebabnya,ia selalu rela mendapatkan perlakuan tidak mengenakan dari teman-temannya yang selalu berusaha membully-nya.Terutama Viana sendiri yang selalu menjadi orang pertama yang selalu menganggu dirinya selama 3tahun disekolah.
Sebelum Hari Kelulusan,
Ada seorang teman sekelas Yuna melihat gadis itu dengan kesal. "Hei, apa kau tidak bisa lawan mereka? Paling tidak,kau tolak lah kemauan mereka.!"
Yuna melihat ke arah pemuda itu. Pemuda tampan, tinggi, dengan rambut acak-acakan.
"Rico?" seru Yuna.
"Ku pikir kau tidak kenal nama ku.!" pemuda yang bernama Rico itu memutar satu kursi lalu dia duduk di hadapan Yuna.
"Kau ada masalah apa sih sebenernya sama Viana?" tanya Rico yang penasaran.
Yuna membetulkan letak kacamatanya.
"Ya, cuma karena aku ada aja, 'kan?" jawab Yuna menunjuk dirinya.
Rico yang mendengar pun semakin kesal.
"Dengar! Yang bisa lindungin kau itu diri mu sendiri! Bukan aku, guru, atau siapapun! Kita sekelas udah tiga tahun dan selamat tiga tahun kenapa kau betah banget dibully!" ujar Rico.
"Aku bingung harus apa, Co? Dia cantik, kaya, anak pemilik sekolah juga. Apalah aku? Mungkin dia begitu karena aku cuma pengganggu pemandangan dia," jawab Yuna pasrah, matanya membesar di balik kacamata tebalnya.
"Lawanlah! Mau sampai lulus kau dibully? aku muak ngeliat kau diam aja!" tukas Rico.
Yuna terdiam. Tanpa diperintah oleh Rico pun, dia ingin sekali melawan. Akan tetapi, dia takut kalau dia melawan Viana, dia akan dikeluarkan dari sekolah. Padahal selama ini, tantenya-lah yang membiayai dia sekolah. Maka dari itu, dia tidak mau macam-macam di sekolah selain belajar.
Yuna adalah seorang anak yang penurut. Dia tau kalau ibunya meninggalkan dia di rumah tantenya. Sejak saat itu, Yuna menjadi tanggung jawab nenek dan tantenya. Untuk membalas budi baik mereka, Yuna bertekad untuk mendapatkan beasiswa di sekolah serta saat dia kuliah nanti dengan harapan akan ada sebuah perusahaan besar yang bersedia merekrutnya untuk bekerja di perusahaan mereka. Sesederhana itulah cita-cita dan mimpi Yuna.
Maka dia diam saja saat Viana menindas nya. Leona serta neneknya beberapa kali melaporkan masalah ini ke sekolah.
Namun, pihak sekolah hanya berkata, "Akan kami tindak lanjuti kembali,"
Sampai detik ini, tidak ada tindakan tegas dari sekolah terhadap Viana.
Pernah suatu hari, Yuna pulang dengan keadaan basah kuyup tanpa mengenakan alas kaki. Gadis itu berjalan dengan menenteng buku-buku serta alat tulisnya.
"Loh, Yuna? Kau kenapa, Nak? Kenapa bisa basah begini. Mandi pakai air hangat! Dan, demi Tuhan, dimana sepatu serta tasmu, Yuna?" tanya Lauren, nenek Yuna yang merasa panik dan khawatir.
Yuna menggelengkan kepalanya dengan bergetar. Nyaris saja gadis itu terkena hipotermia jika tidak segera ditolong hari itu. Kejadian itulah yang membawa Lauren serta Leona melaporkan kejadian penindasan terhadap Yuna ke sekolah.
Yuna tidak tahu kalau selama ini Rico memperhatikan dirinya. Yang Yuna tahu adalah jika Viana sudah menindas nya maka tidak ada seorangpun yang berani untuk membela dan berdiri di pihak Yuna. Termasuk beberapa guru dan wali kelas.
"Aku coba lawan ya, tapi aku tidak janji," kata Yuna akhirnya.
"Kau harus berubah, Yuna! Kau harus jadi kuat dan kau harus jadi cantik untuk bisa ngelawan Viana! Kalau kau bisa ngelawan, dia tidak akan bertindak semena-mena lagi sama dirimu.. Paham?" ucap Rico.
"Besok pulang sekolah tunggu aku di depan gapura."
Yuna memandang Rico heran.
"Untuk apa?" tanya Yuna penasaran.
"Anggap aja kita kencan," sahut Rico, kemudian dia mengembalikan posisi kursi ke tempatnya semula dan kemudian dia meninggalkan Yuna.
"See you tomorrow, Cupu Girl!"
Keesokan harinya sepulang sekolah, Yuna menunggu Riko di depan gapura sesuai dengan janji pemuda itu. Tak lama sebuah motor besar berhenti di depannya.
"Oi, naik!" Rico melemparkan helm kepada Yuna dan memintanya untuk naik ke atas motornya.
Yuna menangkap helm pemberian Rico dan dengan bantuan dari pemuda itu dia berhasil memakai helmnya. Rico meminta Yoona untuk berpegangan erat karena dia akan mengajak gadis itu ke sebuah tempat.
Sekitar 30 menit, mereka pun tiba di sebuah salon kecantikan.
"Aku mau kau belajar pakai alat rias sama mereka. Riasan sederhana aja, supaya menarik dan paling enggak muka mu nggak kelihatan ngebosenin.." ujar Rico.
Tak lama, Rico memanggil salah seorang temannya yang bekerja di salon kecantikan itu untuk membantu Yuna belajar make up.
Riko juga meminta kepada temannya untuk menata rambut Yuna supaya menjadi lebih rapi. Sekitar dua jam lebih akhirnya Yuna selesai. Betapa berbedanya dia saat ini dengan make up serta rambut yang tertata rapi, kuncir kudanya hilang sudah.
"Kita cari softlens dan mulai besok kau ke sekolah dengan tampilan kayak gini, ya? tidak usah malu. Kita udah kelas tiga, sisa masa sekolah kita tinggal sedikit, jadi aku mau kau nikmatin masa-masa ini..Oke?" ucap Rico memberi nasehat.
Wajah Yuna pun memerah.
"Kenapa kau selalu bersikap baik denganku?"
"Udah ku bilang kan, aku muak sama dirimu yang diam saja kalo ditindas.Aku mau kau lawan Viana!" jawab Rico tegas.
Dengan semangat dan bantuan dari Rico, Yuna pun bertekad untuk melawan semua penindasan yang dilakukan oleh Viana.Jauh di dalam lubuk hatinya, dia sebenarnya sudah muak juga dengan semua penindasan itu. Akan tetapi karena dia mengingat posisinya, dia tidak berani melawan Viana.
Begitulah pada akhirnya di hari kelulusan itu, Yuna berani melawan Viana.
"Tidak masalah aku sendiri, kan aku memiliki segudang prestasi yang menemani dan menyertaiku. Tidak seperti kau yang selalu datang beramai-ramai tapi nol prestasi!"
Viana pun geram, kemudian yang menyiramkan segelas air dingin ke wajah Yuna.
"Jangan sombong, kau Anak Haram! Cih..Kau beruntung kita sudah lulus,kalau tidak kau tidak akan kubiarkan lolos." ucap Viana memberi ancaman pada Yuna.
Yuna pun akhirnya mendapatkan sertifikat kelulusan dengan nilai memuaskan dan dia berhasil meraih peringkat 1 dengan nilai tertinggi dari seluruh temannya dalam satu angkatan tersebut.
Dengan nilai itu Yuna berhasil masuk ke salah satu universitas terkenal di kota itu dengan bantuan beasiswa dan tanpa membayar satu sen pun.
Di kampus itu, Yuna menjadi sosok pribadi yang baru dan berbeda dengan saat dia di sekolah menengah. Lagi-lagi, di kampusnya Yuna menjadi mahasiswi terbaik. Berbagai macam prestasi berhasil diraihnya.
Sampai suatu ketika, Leona meminta Yuna untuk menemaninya makan di sebuah restoran yang berada di pusat perbelanjaan.
"Aku malas masuk mall, Bibi," ucap Yuna saat itu.
"Sebentar saja. Setelah itu kita akan pulang. Bibi sedang ingin makan sushi di mall itu. Bibi traktir," rayu Leona lagi.
Karena tidak ingin membuat bibinya bersedih hati, Yuna pun menyanggupi keinginan bibinya itu.
"Halo, Bi. Aku sudah sampai mall. Bibi di mana?" tanya Yuna dalam panggilan teleponnya dengan Leona.
("Masuk dari pintu barat, Yun. Kau cari eskalator, lalu naik ke lantai tiga.") jawab Leona lagi.
Yuna mengangguk. "Ya sudah. Aku ke sana. Tunggu aku ya, Bi,"
Gadis itu pun segera mencari eskalator untuk naik ke lantai 3. Karena Yuna berjalan sambil asik berkirim pesan dengan sang bibi, dia tidak melihat dengan baik, jalanan yang ada di depannya.
Tiba-tiba saja, Yuna bertabrakan dengan seseorang.
"Aduh!" lirih Yuna.
"Aw!" ucap orang asing tersebut.
"Maafkan aku, apa kau terluka?" tanya orang asing tersebut.
Yuna mengangkat wajahnya dan melihat orang yang bertabrakan dengannya.
"Ma-, maafkan aku juga, Om. Aku baik-baik saja," jawab Yuna dengan kepala menunduk.
Pria itu tertawa.
"Om? Hahahaha! Maaf karena aku sedang mengejar jadwal meeting ku. Kau benar baik-baik saja?" sahut pria itu yang sesaat tertawa kecil.
Yuna mengangguk sambil mengusap-usap panggulnya.
"Aku baik-baik saja dan aku juga minta maaf karena tidak hati-hati saat berjalan," ujar Yuna kembali meminta maaf.
Gadis itu melihat kartu nama milik pria itu terjatuh. Dia membaca nama yang tertera di kartu itu.
"Om Shane, ini punya Anda," kata Yuna sembari menyerahkan kartu identitas pria bernama Shane.
Pria yang mungkin sudah berumur bernama Shane itu tersenyum.
"Jangan panggil aku Om. Simpan saja. Ah, aku harus pergi dan kalau tiba-tiba pinggul mu sakit dan butuh tukang pijat, kau boleh menghubungiku di nomor itu. Sampai jumpa," ucap Shane dengan membawa senyum manisnya.
Yuna terpana melihat punggung lebar Shane yang sedang berjalan itu. Jantungnya tak henti berdebar saat mengingat pertemuannya dengan Shane, kemudian dia membaca kartu nama itu lagi. "Shane White"
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!