...[ CERITA INI AKAN SEGERA DIREVISI SETELAH TAMAT ]...
Singapore, 2020.
Semakin hari keadaannya semakin memprihatinkan, terbaring dengan alat bantu medis, tak berdaya di tempat tidur, tak sadarkan diri. Hampir tiga setengah tahun dia seperti ini sejak kajadian itu.
Senantiasa aku jalani menunggu dia terbangun dari komanya. Hidupku seakan ikut terbaring di dalamnya. Dalam tidurku, aku ketakutan sewaktu-waktu dia meninggalkanku selamanya.
Bukan seorang optimis mengharapkan hal yang membuat kekecewaan di masa depan. Bukan pesimis kembali melihat kehidupan di masa lalu. Namun, aku sebagai manusia yang ingin membawa harapan padanya.
Cermin yang ku lihat adanya pantulan diriku yang persis sama denganmu. Aku akan membawa muka mu dalam kehidupanku.
Dan memperbaiki semua apa yang terjadi yang telah kamu lalui dan yang telah kau perjuangkan selama ini untuk kehidupan orang lain.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...3, 5 Years Later...
...•...
...•...
Netherlands, November 2022. 10:21 AM
Seseorang tengah berjalan keluar dari gedung kampus Wageningen University. Sudah dua tahun dirinya bersekolah disini. Setelah lulus SMA nyatanya dia tidak bisa langsung untuk memasuki perkuliahan. Karena terjadi sesuatu yang membuat dirinya menunda untuk melanjutkan sekolah. Dan dimana akhirnya dia sudah berada disini untuk tujuan tertentu.
Orang-orang yang ia kenal menyapaya dan ia membalas sapaan tersebut. Namun dimana ada seseorang yang ia kenali, mereka yang sangat-sangat ia kenal. Teman satu negara, tanah air. Teman saat masih dibangku SMA. Salah satu darinya tidak pernah menyapanya sama sekali. Karena kejadian masa lalu.
"Heii, Zan," sapa dari salah satunya.
Dia adalah Tyo.
Kalian pasti ingat.
Kecuali tidak dengan orang yang tengah membenci ku ini. Karena dia menganggap bahwa aku telah menyakiti sahabatnya, Hanna.
Seperti halnya diriku yang sekarang menyesuaikan dengan sikap kembaranku.
Mereka tidak mengetahuinya.
"Ji mau kemana?" panggil Tyo kepada Aji yang terus berjalan. "Zan, gue duluan. See you."
Meski di antara kami ada jurusan yang berbeda. Kami selalu bertemu seperti ini. Aji pertama kali masuk kampus ini, disusul Tyo dan aku yang sama-sama menundanya karena suatu alasan. Dan aku, Tyo, dalam satu departemen yang sama Business and Management. Satu angkatan.
......................
Aji dan Tyo sudah berada di dalam gedung kampus.
"I didn't expect that Fauzan went to college here too. Bro..."
Tyo terkekeh sendirian. Dia tidak menyangka bahwa mereka akan bertemu lagi dengan Fauzan. Apalagi di tempat yang jauh seperti ini, di Belanda, dan kuliah di universitas yang sama.
Perkataan tersebut membuat Aji sedikit kesal. "Lo udah bilang itu berkali-kali! Kalau lo ngomong lagi, gue--" Dengan mengepalkan tinjuan yang mengarah pada Tyo.
Tyo pun menahannya dengan tangan. "Wait! Wait! Wait!" Tyo menurunkan tangan Aji tersebut. "Calm down, Ji. Tapi, sebagai best friend, gue pengen memberikan perdamaian for you and Fauzan. Why don't you talk about this carefully? Baik-baik lebih enak, kelar dah urusan."
Mulut Tyo terus saja cerocos sembari berjalan ke depan, tanpa merasa menyinggung. "Jangan terus-terusan kayak bocah. Kita ini udah dewasa, udah mahasiswa, bukan anak SMA la.... gi."
Perkataan terkahir sejenak sedikit ragu-ragu saat melihat ternyata orang yang sedang dinasehatinya hilang. "Gini nih, ginih. Kalau orang masih aja larut dalam masa lalu."
...****************...
Orang yang memiliki kembaran ini berada di tengah-tengah kota, berdiam menunggu seseorang yang akan datang padanya.
"Zi, maaf aku telat. Kamu udah lama nunggu?" Seorang gadis lebih muda satu tahun darinya telah tiba menghampirinya.
"Nggak, kok."
Apa kalian kebingungan?
Inilah kehidupan ku sekarang. Aku berpura-pura sebagai adik kembarku, Fauzan. Ketika pertama kalinya aku tiba di sini lalu bertemu dengan Tyo dan Aji. Mereka menganggapku sebagai Fauzan. Meski itu di luar rencanaku. Karena sudah terlanjur seperti itu, aku memutuskan untuk tidak memberitahu identitas ku yang sebenarnya. Aku lah Fauzi yang sesungguhnya.
"Tujuan kita kemana sekarang?" tanyanya.
Dia adalah Ketlyn, anak dari adiknya ibu Si Kembar.
Yang sama-sama sebagai mahasiswa di kampus ini.
Fauzi memberikan kertas berisikan alamat sembari menyebrangi jalan bersamaan. Berjalan menyelusuri rumah ke rumah. Mencari alamat. Alamat yang sama telah kami temukan. Fauzi menekan tombol bel.
Ding Dong
Dan kedua kalinya Fauzi menekan tombol bel, pemilik rumah keluar.
"Hallo."
"Yah hallo."
"I'm sorry to trouble you. May I ask you for awhile please?"
(Maaf telah mengganggu. Bolehkan saya bertanya sebentar?)
"Ja, maar wie ben jij?"
(Yah, tapi siapa kamu?)
Dia bertanya dengan bahasa Belanda. Namun, Fauzi masih bisa mengerti.
"Ah sorry. I'm Fauzi..." Mereka segera berjabat tangan. "Saya di sini sedang mencari alamat seseorang. Dan alamat ini tertuju pada rumah ini. Je kan zien."
Fauzi memperlihatkan kertas yang tertulis alamat rumah.
"Yeah. Right. Dit adres, hier."
(Yah. Benar. Alamat ini, disini)
Fauzi dan Ketlyn tampak senang setelah mendengarnya.
"Can I meet with Miss Diana?"
"Sorry? Diana?"
"Yeah."
"Er is hier geen Diana."
(Tidak ada Diana disini)
"Is het waar? But, alamat ini benar disini."
Harapan memudar mereka memudar kembali.
"Ja, maar er bestaat niet zoiets als Diana in dit huis."
(Ya, tapi tidak ada yang namanya Diana di rumah ini)
"No no no..."
Namun, Fauzi tetap menunjukkan kertas alamat yang menurutnya benar. Fauzi sepertinya memaksakan diri. Katlyn mencoba membawanya pergi.
"Dank u voor de tijd meneer, vergeef mijn vriend."
(Terima kasih atas waktunya Pak, maafkan teman saya)
Untung saja pria itu tidak marah karena sikap Fauzi barusan.
Jarak mereka sudah cukup jauh dari rumah tadi.
"Katlyn...!" Fauzi mencoba melepaskan diri.
Katlyn sudah tidak mampu menahannya.
"Kat, kamu denger sendiri tadi! Dia bilang alamat ini bener," desaknya. Fauzi memaksakan untuk membanarkan pikirkannya tersebut.
"Tapi orang yang kita cari nggak ada disini, Zi. Kamu juga denger, kan?" Katlyn berusaha untuk menyadarkan Fauzi.
Fauzi pun akhirnya cukup tenang. Dia terlihat sedikit putus asa. Sampai saat ini ia belum menemukan keberadaan Diana, ibu dari Hanna.
Gue harus bisa nemuin ibu Hanna. Gue nggak boleh nyerah! Gue harus bisa wujudin impian Fauzan yang belum lengkap sepenuhnya.
...****************...
Universitas Indonesia, Indonesia 03:21 PM
"Hanna."
Panggilnya seseorang.
Hanna memberikan senyuman. Dirinya menghampiri orang yang memanggilnya. Dia membukakan pintu mobil pada Hanna. Membuat Hanna sendiri malu apa yang dilakukannya. Tersenyum kekeh saat diperlakukan seperti halnya tadi.
Mereka sudah berada di dalam mobil. Mobil antik kesayangan Afra.
"Pulang kemana nih?"
"Hei kayaknya lo cocok jadi supir pribadi gue."
"Hahaha... bisah tuh. Gue bakalan digaji nggak nih?"
Kami pun tertawa bersama.
Ternyata kami berdua berada di universitas yang sama. Meskipun jurusan kami berbeda, kami selalu bertemu untuk bermain bersama seperti dulu. Afra berhasil mewujudkan impiannya menjadi Arsitektur. Ralat mengambil jurusan Arsitektur. Dan Hanna sendiri telah menemukan apa yang dia cari sesuai dengan harapannya. Hal yang dia suka tanpa paksaan. Dia adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi.
Dari semua itu. Hanna benar-benar sudah menjadi dirinya sendiri. Dia sudah tidak memerlukan obat dari dokter, psikiater, dan terapi. Dia berjuang melawan semua masalah yang menyangkut dirinya, berjuang keluar dari lubang hitam. Meski begitu dirinya masih mengenang kejadian dimana saat prom night di masa lalu.
Berhentinya di sebuah rumah yang begitu besar dan luas.
"Makasih, Fra. Udah mau nganterin."
Bergegas keluar dari mobil.
Afra tersenyum lalu menyembunyikan klaksonnya. Bim.
"Hati-hati Fra."
Hanna pun langsung memasuki rumah tersebut. Hanna kembali tinggal bersama keluarganya. Sesekali dirinya juga pulang ke rumah yang berada di Bogor. Dan sekarang Hanna dapat hidup dengan harmonis bersama mereka. Ibu tiri yang sudah menerimanya. Ayahnya yang telah mengakui kesalahannya. Dan kakak tiri yang bernama Bella, telah mendapatkan kehidupan baru bersama orang yang dicintai. Mendatangkan anak kecil diantara kami. Hanna telah mendapatkan keponakan darinya.
...🐨🌹🐻...
...Info~...
...Hallo cerita ini merupakan SEASON 2 lanjutan dari cerita "Diary Of A School : Me and Yu" Maka dari itu yang belum membaca SEASON 1 ayoo buruan baca. Sweet 20 ......
Netherlands
Fauzi berada di kamarnya. Tengah berpikir keras memandang tumpukkan yang menempel pada dinding. Tumpukkan kertas-kertas informasi dari orangtua Hanna, Bu Diana.
"Gimana bisa bu Diana nggak ada disana?"
Fauzi menghela nafas. "Nggak ada lagi petunjuk lain selain tadi."
Tok Tok Tok
Seseorang mengetuk pintu kamar Fauzi. Fauzi beranjak membuka gagang pintu kamarnya itu. Setelah melihat orang yang dibalik itu, dia langsung saja masuk.
"Nih aku bawain makan malam," katanya meletakkan bingkisan di atas meja.
Fauzi duduk di tepi kasur dengan tampang yang menyedihkan. Katlyn melihat semua rangkaian pencarian yang menempel didinding. Membuat dirinya membuang nafas.
"Kamu nggak usah khawatir, kita bisa nemuinnya. Dan besok mungkin kita dapet informasi baru dari orang baru."
Katlyn memberikan semangat padanya.
"Aku harap begitu," putusnya.
Katlyn pun membuka bingkisan tersebut dan mengambil makanan yang ada di dalamnya. Kemudian memberikan pada Fauzi, menyuruh untuk segara memakannya.
...☀️...
Malam telah berakhir. Matahari sudah saatnya untuk terbit. Fauzi terbangun dari tidurnya, kemudian mengambil air wudhu untuk sholat subuh. Tak lupa dirinya melakukan kewajiban sebagai seorang muslim. Dalam beribadahnya, ia selalu berdoa untuk kesembuhan kembarannya itu. Juga berdoa agar dapat bertemu dengan bu Diana.
Setelah menunggu waktunya untuk berangkat ke kampus. Ia bersiap-siap merapihkan diri, juga menata rias seperti gaya style dari kembarannya.
Fauzi pun beranjak pergi.
...****************...
Netherlands, Wageningen University
Aji lagi-lagi bersama Tyo, yang tengah membeli makanan untuk sarapan pagi ini.
"Lo kenapa sih ngikutin gue mulu?"
"Me?" tanyanya Tyo menunjuk dirinya. Dia pun tertawa kecil dan seketika tawa itu langsung berhenti dengan wajah datarnya. "Aji Oh My God! You don't consider me a friend anymore?)
(Lo nggak nganggep gue sahabat lagi?)
Aji pun mengehela. "Bukannya gitu. Tapi dari awal masuk lo ngintilin gue mulu. Kalau gue udah lulus dari sini, lo mau sama siapa hah? Temen nggak punya lagi."
Aji menerima bingkisan makanan dari penjual yang ada di dalam truk kecil ini, dan kemudian ia memberikan uang padanya. Mereka pun beranjak pergi.
"You just don't know. I have many friends!" protesnya. "The girls here like me. You know?"
Belagu.
"Hallo.... Tyo."
"Hai... girls..."
Gadis-gadis melewati mereka. Namun, hanya Tyo yang mereka sapa. Apa yang dikatakan Tyo, benar adanya. Dia gemari oleh para gadis-gadis di sini.
"You see. Friendship itu mudah... I have many girls."
"Ouuuhhhh many girls. Terus si bocil di Indonesia mau dikemanain?"
Tyo tersentak. Aji terkekeh meledekinya.
"Hah... Oni. I miss you."
Tyo masih berharap bahwa Oni bisa menerima cintanya. Namun, dikarenakan Oni tidak bisa berhubungan jarak jauh, juga tidak memiliki kepercayaan penuh tentang kesetiaan semenjak ayahnya berselingkuh.
"Lupain itu, kita bahas yang tadi. Lagi pula, disini ada Fauzan. Gue bakalan lulus barengan sama dia kan."
Tyo selalu saja menyebutkan nama yang selalu membuat Aji memuncak pada kemarahan. Saat menyadari Tyo hanya berseri, dan Aji diam memberikan aura mematikan. Tyo pun meminta sepotong roti yang berbentuk panjang ini, melahapnya langsung.
Tiba-tiba seorang gadis merangkul tangan Aji. "Haii Mas Aji."
Namun, Aji mengabaikannya. Seorang gadis blesteran Jawa dan Eropa, ada disini. Aji pun memiliki darah Jawa dari ayahnya. Raden nama utamanya.
"Ngapain disini simbok?" sindir Tyo.
"Aihss simbok, simbok. Aku ini masih muda," kilahnya.
"Yaudeh deh Mbakyu..." Dengan logat jawa, Tyo membalasnya.
Aji melapaskan rangkulan gadis tersebut. Dia bernama Yolanda.
"Kamu kenapa sih dingin banget ke aku? What wrong, Mas Aji?"
"Nggak ada yang salah, but I have a girlfriend."
Kemudia Aji melanjutkan langkahnya. Sedangkan Tyo mentertawakan Yolanda yang diabaikan.
Puas.
...****************...
Indonesia, 1.16 PM
Rumah kediaman keluarga Afra. Afra tengah bersiap untuk pergi.
"Mah. Mah, Afra mau keluar dulu yah. Mau ketemu sama Gina, Oni."
"Iyah, hati-hati."
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Afra setiap harinya jika ada jadwal kelas, selalu bolak-balik ke Depok dan balik ke Bogor. Ia tidak menyewa kamar / kost untuk tinggal di Depok karena masalah keuangan. Dia juga bekerja paruh waktu di sebuah kafe. Meski mendesak, Hanna selalu mengizinkannya tidur di rumahnya. Atau bermalam di rumah teman lain.
Beruntung Afra memiliki mobil yang ditinggalkan almarhum ayahnya. Ini sangat berharga dan berguna.
Afra tiba di suatu tempat, mobil itu berhenti di depan Institut Pertanian Bogor (IPB). Di sini lah Gina dan Oni melanjutkan sekolahnya.
Mereka sudah terlihat tengah menunggu kedatangannya.
Bim! Afra membunyikan klakson.
"Hallo.... Afra... Wih rambut lo agak panjang sekarang. Lo panjangin ya?" Meski itu adalah pertanyaan, tapi suara itu terdengar menyebalkan.
"Buruan masuk."
"Dih! Judesnya nggak ilang."
Gina hanya tersenyum melihat kedua sahabatnya yang tidak pernah akur dan selalu ribut. Namun, ia menjadi hiburan tersendiri baginya.
Setalah Gina dan Oni memasuki mobil. Mobil pun melaju kembali.
Brum....
"Fra, biasanya lo nolak kalau diajak maen," cetus Oni sembari mencermin pada kaca.
"Hari ini dosennya nggak ada, tapi tetep aja ngasih tugas." Afra sedikit menengok ke belakang menunjuk ke arah bagasi.
Ada banyak kertas, karton dan sejenisnya yang berhubungan dengan jurusan. Dan Oni mengambil salah satunya.
"Part time lo gimana?" tanya Gina.
"Libur, Gin," balas Afra begitu senang.
Mobil berhenti karena lampu lalu lintas merah. Oni memandang serius apa yang dipegangnya. Kertas sketsa. "Fra ini lo yang buat?"
Afra menoleh ke belakang, mencoba melihat dengan jelas kertas yang dia maksud. "Iyah gue yang buat. Menurut lo gimana? Bagus nggak?"
"Fra." Gina memberitahu Afra untuk kembali melajukan mobilnya.
"Yah bagus, lah. Keren, keren.... Nanti kalau gue mau bangun rumah, lo gambarin yah. Tapi gratis, heheh," kekeh Oni.
"Maunya," ejek Afra tertawa kecil.
"Sayang Hanna nggak bisa ikut main," sambung Gina.
"Heem bener, ohiyah Fra."
"Apa On?"
"Hanna masih belum tahu juga?"
Afra berdiam sejenak memikirkan hal tersebut. "Masih, Aji juga nggak mau ngungkit masalah itu lagi ke Hanna. Dan kalian tahu kan Hanna sekarang udah benar-benar sembuh, kalau dia tahu sebenarnya, gue dan Aji takutin dia kayak dulu lagi."
"Bener sih," putus Oni.
"Lama kelamaan Hanna juga pasti tahu. Kita harus siap apa yang terjadi nanti," terang Gina.
Mereka sedang membahas tentang Fauzi yang mengira bahwa dia adalah Fauzan, bersekolah di sekolahan yang sama dengan Aji dan Tyo di Belanda. Hanna pun tidak menau tentang hal itu, karena kami menyembunyikannya.
...****************...
Netherlands
Kelas Fauzi sudah berakhir. Fauzi saat ini sedang merapikan buku dan alat tulis lainnya. Lalu, Tyo yang tadinya duduk di belakang tak jauh dari Fauzi mendekat.
"Oy Zan," sapanya. Fauzi tersenyum tipis. Kembali memasukkan buku-bukunya. "Hari ini lo mau kemana?"
"Langsung balik."
Tyo sedikit kecewa mendengar hal itu. "Mending kita nongkrong dulu, lo temenin gue."
Tyo mendorong-dorong Fauzi agar beranjak dari sini. Fauzi pun pasrah. Tyo mengajaknya ke suatu tempat seperti tempat makan. Namun, dengan suasana berbeda tidak seperti di Indonesia. Tyo meminum segelas yang mengandung alkohol.
"Sejak kapan lo minum gituan?"
Tyo mengangkat gelasnya tak terlalu atas. "Don't worry. Alkoholnya dikit."
...(Jangan ditiru)...
Fauzi kemudian terdiam. Dia tidak bisa memaksanya untuk tidak minum seperti itu. Bagaimanapun, dia benar-benar orang asing, orang Eropa.
"Zan!" Fauzi hanya menengok sambil minum tanpa mengandung alkohol. "When can you make peace?"
Tampaknya Tyo mulai mulai sedikit tidak sadar karena mabuk.
Fauzi hanya mengangkat bahunya tidak tahu.
Tyo meletakkan gelasnya lumayan keras.
"Hei, please bring one more glass!" Meminta pelayan untuk membawakan kembali minuman seperti itu.
"I just want to ask you one thing," lanjutnya kepada Fauzi.
"What's that?"
"Are you wrong? Apa lo salah, Zi?"
Fauzi masih terdiam. Dan." Gue... nggak tahu. Antara salah dan benar gue--"
Tyo kembali menggebrak meja dengan gelasnya. Brak! "Shit! I'm just asking whether you're wrong or not?!"
Fauzi terperanjat dengan apa yang dilakukannya. Tyo terlihat serius, meski sedang mabuk. Siang bolong seperti ini, bisa-bisa dia mabuk. Astaga.
"Antwoord mij!"
(Jawab gue!)
Fauzi mengehela nafas panjang. "Nggak. Gue nggak salah."
Sepertinya Tyo sudah tenang setelah mendengar itu. Dia tersenyum. "Hehe I trust you. Pegang ucapan lo, Zi.."
Fauzi sedikit senang, padahal ia berbicara karena pengaruh alkohol, mabuk. Mereka keluar dari tempat ini dengan Fauzi menggendong Tyo yang mabuk. Fauzi terlihat kesulitan.
"Lo bilang alkoholnya dikit,"
sindirnya.
"He-he-hehehe. Eigenlijk word ik gemakkelijk dronken. Gue nggak biasa."
(Sebenarnya, gue mudah mabuk)
Fauzi melepaskan pompangannya sampai Tyo terjatuh. "WOY!! Jij bent gek? Aaaah! Sss..."
(Lo gila apa?!)
Fauzi kembali membantu temannya itu. "Stupid."
"What are you saying?" desis Tyo.
"No," lirih Fauzi.
...****************...
Indonesia, 8:02 PM
Keluarga Hanna tengah makan malam bersama. Mereka semua berkumpul di meja makan.
"Hanna, gimana kuliah kamu?"
"Baik-baik, Yah. Hanna suka."
"Syukur kalau gitu."
"Dek. Kamu udah tahu belum ada perlombaan baru dibuka buat film pendek," papar Kakak ipar, bernama Fatur.
"Belum tuh, Kak," jawab Hanna sembari menyuapkan sesendok makan.
"Kakak punya brosurnya. Siapa tahu kamu sama temen-temen kamu mau ikut."
"Boleh tuh, Kak. Hanna minta ya. Makasih."
Fatur tersenyum angguk.
"Mas dapet dari siapa?" tanya Bella. Kali ini istrinya yang bertanya.
"Teman mas yang kerja di pertelevisian tahu kalau mas punya adik yang kuliah dijurusan itu, jadi dia suka ngasih informasi," tutur Fatur.
Bella pun senang mendengarnya. Senang dengan suasana seperti, harmonis dari sebuah keluarga yang diimpikan saat dulu kala.
...🐨🌹🐻...
Berlanjut...
Ternyata Fauzi membawa Tyo ke tempat tinggalnya. Karena Fauzi tidak tahu harus dibawa kemana, Fauzi bahkan tidak tahu rumahnya.
KRING... KRING....
Fauzi mengangkat telepon tersebut.
📞
"Yah Hallo?"
"Fauzi, kamu dimana? Aku dari tadi nungguin," cicit Katlyn.
Fauzi lupa akan janjinya.
"Sorry Tlyn, aku kelupaan gara-gara nih anak."
"Siapa?"
"Tyo, tahu kan? Temen SMA aku, dia mabuk dan aku bawa dia ke tempatku."
"Mabukkan?"
"I-yah."
"Yaudah tinggalin aja disana, nanti keburu malem nih."
"Yayayaya kamu tunggu disana, tunggu."
"Buruan."
"Yaaa."
Fauzi mengakhiri teleponnya. Dan meninggalkan Tyo di dalam kamar, tanpa sedikitpun keraguan darinya.
Yap dimana saat itu kami gagal menemukan Bu Diana di rumah itu. Dan tiba-tiba seseorang memanggil kami. Seseorang sedang mendengarkan pembicaraan antara kami dengan pemilik asing rumah tersebut.
Ternyata benar sebelum orang asing menghuninya, itu adalah rumah Ibu Diana dan suaminya. Saat masih tinggal di rumah, seseorang memberi tahu kami bahwa Bu Diana selalu terlihat di bar. Dia memberi tahu kami alamatnya. Namun, orang tersebut tidak berharap banyak karena setelah pindah dari sini Bu Diana tidak pernah terlihat lagi, dan itu sudah cukup lama.
Itu adalah rumah kedua di Belanda yang diinformasikan Fauzi. Sebelumnya, rumah pertama kami gagal karena terlihat rumah tersebut disita dan tidak ada penghuninya. Fauzi dan Katlyn pun bertanya kepada orang-orang di sekitar sana. Bahwa pemilik rumah pindah karena bangkrut.
...****************...
Aji yang baru saja keluar kampus bersama teman-temannya sambil mengobrol tentang sesuatu, dan tak lama kemudian Aji berpamitan untuk memisahkan diri. Ponselnya berdering menampilkan nama sahabatnya Hanna di layar ponselnya. Panggilan video.
"Wewewewe Hanna Sengklek. Apa kabar nih?"
Aji terlihat senang mendapati panggilan video call dari Hanna.
"Wewewewe Batu Akik Ajinomotif ..." Hanna mengikuti nada bicara Aji yang mengejeknya.
"Hahahahha dasar. Ngapain malem-malem video call? Tuh, udah ngantuk kan." Aji pun duduk di kursi yang disediakan untuk di luar.
"Susah tidur. Terus gue inget elo, deh."
"Cieee ciee ciee yang kangen gue," godanya. Setelah mendengar ini, Hanna memberikan ekspresi menyebalkan pada Aji. "Eh, Na. Gue pengen liat si dede gemes dong."
"Dede pasti udah tidur, pinter....."
"Gue cuman bilang doang, pinter..."
Kemudian Hanna merasakan ada yang aneh di video call tersebut, ada seseorang di belakang Aji yang sedang menonton. Aji juga menganggap Hanna aneh.
"Oii ada apa?"
"Oh belakang lo." Hanna memberitahunya. Aji kemudian berbalik untuk melihat apa yang ada di belakangnya. "Siapa?"
Setelah melihatnya, Aji langsung mengernyitkan wajahnya karena tidak senang. Orang itu tersenyum padanya perlahan mendekat. Aji segera kembali ke layar ponselnya.
"Mbakyu yang selalu ngintilin gue," bisik Aji.
Hanna terkekeh. "Ohh itu orangnya."
Dia pernah memberi tahu Hanna tentang hal itu. Bahwa ada orang Jawa - Eropa yang selalu mengganggunya.
"Hallo Mas Aji," sapa Yollanda memegang pundak Aji. "Lagi ngapain?"
Aji menjauhkan tangan Yollanda darinya. Tatapan Yollanda langsung terfokus pada ponselnya membawa seseorang ke sana dan merasa tidak suka.
"Oh, Mas Aji lagi videocall'an sama pacarnya..." desis Yollanda, yang dia tahu orang tersebut adalah pacarnya karena banyak postingan di media sosial Aji selalu bersama dengan orang tersebut.
"Pacar?" Hanna tak paham.
"Udah tahu gue lagi pacaran, kenapa masih disini?" ketus Aji.
Yollanda terdiam setelah mendengar ini. Namun, ternyata ia mendekatkan wajahnya pada ponsel. "Sorry, Mbak. I don't care if you are his girlfriend," cicit Yollanda menunjuk pada Aji.
Aji heran dengan ucapannya. Demikian pula, Hanna sama sekali tidak mengerti.
"But, sebelum jalur kuning melengkung aku bakalan memperjuangkannya. Do you understand?" Ternyata Yollanda masih melanjutkan ucapannya itu.
Ia membuat Aji dan Hanna diam seperti patung. Hanna juga mengangguk ya atas pernyataan Yollanda.
"Good, okay. Aku pergi dulu yah, Mas. Ada yang harus diurus," pamitnya. "Bhay bhay baby .."
Yollanda melambai selamat tinggal sambil tersenyum manis tapi yang dilihat Aji itu menggelikan. Dia akhirnya pergi. Aji kembali ke layar masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat barusan. Dan.
"HAHAAHAHAHAHA Hahahahaha...."
Kami bersamaan tertawa.
"Aduh hahaahaha. Malem-malem ginih, gue dapet hiburan," kekeh Hanna tidak bisa berhenti tertawa.
"Gila tuh anak, emang nggak punya malu. Bule Jawa, haduhh ada-ada aja," sambung Aji.
Pada saat yang sama, dia melihat seseorang yang dia kenal. Seseorang yang dibenci dan selalu membuatnya marah ketika mendengar nama itu. Orang itu adalah Fauzi, tapi ia kira adalah Fauzan. Fauzi mendekati seorang wanita lalu pergi
Tanpa sadar Aji memperhatikannya.
"Aji, Aji."
"AJI....!!"
"Yah Han?"
"Liatin siapa sampe bengong gitu?"
"A-ah.... itu ada kucing gelut sama burung. Heh heheh. Ahyah kabar Afra gimana?"
...****************...
Fauzi dan Katlyn berjalan bersama ke stasiun untuk mencapai tujuan mereka di kota berikutnya. Kereta juga melaju di atas rel kereta api. Tatapan Fauzi memandang ke jendela dengan pikiran kemana-mana.
"Kabarnya Fauzan gimana? Ada perkembangan?" tanya Katlyn.
Fauzi hanya menggeleng tersenyum tipis.
"Nggak usah masam gitu, kamu harus yakin."
Sikap Katlyn yang selalu optimis selalu bisa membangkitkan semangat Fauzi.
Kereta mengikuti jalurnya sendiri dan itu sudah pasti. Tetapi manusia memiliki banyak jalan yang harus dia tempuh. Ke arah mana tidak yakin seperti apa akhirnya akan terlihat.
Fauzi dan Katlyn keluar dari kereta. Kembali berjalan menuju suatu tempat dimana tempat itu memiliki petunjuk. Melangkah terus dan kami menemukan sebuah tempat yang kami cari. Sebuah tempat dimana itu adalah bar.
"Clubbing?"
Katlyn mengangguk. Ia pun melanjutkan langkahnya. Namun, Fauzi masih terdiam sepertinya enggan untuk masuk. Katlyn pun segera menariknya.
"Ayo."
Pertama kalinya Fauzi memasuki tempat seperti ini. Orang-orang berpakaian seksi dan ...
"Kat aku nggak bisa." Fauzi mengalihkan pandangannya.
Katlyn yang melihat tingkah lucu Fauzi, tersenyum. "Lebay amat," kekehnya.
"Harus jaga mata, pikiran, dan hati. Godaan ini, Kat," imbuh Fauzi.
"Napa jadi katro ginih, padahal udah sering liat ginian di luaran sana."
"Beda lagi."
Fauzan segera mungkin untuk menemukan seseorang yang ia cari, dia ingin cepat keluar dari tempat ini.
Katlyn pun kemudian menghampiri pekerja yang ada disini. Menanyakan sesuatu padanya dan kemudian pekerja tersebut menunjukkan seseorang yang tengah duduk dikelilingi oleh beberapa perempuan. Meski ini belum menjelang malam, tapi bar ini cukup ramai
Katlyn bersama Fauzi langsung beranjak menuju orang tersebut.
"Goedenmiddag," sapa Katlyn.
(Selamat sore)
"Oh haii.... Wie is dit schattige meisje? Kom hier. Come over here! Kom met me mee."
(Siapa gadis cantik ini? Kemari. Kemarilah! Ikut denganku)
"Nee bedankt," jawab Katlyn panik.
(Tidak terima kasih)
Pria tersebut mengira bahwa Katlyn ingin ikut bergabung bersamanya namun itu salah.
Fauzi langsung menarik Katlyn menyembunyikan dia di belakang badannya, agar pria tersebut tidak macam-macam kepada saudara perempuannya ini.
"Sorry meneer, we waren hier om u te ontmoeten. We willen vragen," desak Fauzi.
(Maaf pak, kami di sini untuk bertemu dengan Anda. Kami ingin bertanya)
"Alstublieft." Dia mengambil segelas minum beer lalu meneguknya. "Wat wil je me vragen? Wil je hier van vrouwen genieten ....? Ik kan het geven. Met speciale prijzen." Dia menyeringai lalu tertawa kecil untuk menggodanya.
(Silahkan. Apa yang ingin kamu tanyakan padaku? Apa kamu ingin menikmati wanita di sini ....? Saya bisa memberikannya. Dengan harga spesial)
"Oh no no. Thanks," gugup Fauzi. "Ik wil iets over Diana vragen. Herken je het?"
(Saya ingin bertanya tentang Diana. Apa Anda mengenalinya?)
Pria tersebut secepat mungkin langsung berdiri dan mendekati Fauzi. Tatapan pria tersebut melirik ke arah sana sini. "Hei! Schiet op en zeg het nog een keer! Kent u hem?"
(Hei! Cepat dan katakan lagi! Apakah kamu kenal dia?)
Fauzi bertambah gugup. Dan. "Ye-ah. Ik zoek het hier." Sedikit ragu. "He-re."
(Y-ah. Saya mencarinya di-sini)
Pria ini terlihat frustasi. "O mijn God! Wordt u ook door hem bedrogen?"
(Ya Tuhan! Apa kalian ditipu juga olehnya?)
"Wat? Wat bedoelt u?"
(Apa? Apa maksud mu?)
"Zij en haar man zijn oplichters. En haar man zit al in de gevangenis. Hij heeft mijn geld afgepakt!" geramnya.
(Dia dan suaminya adalah penjahat. Suaminya telah di penjara. Dia telah mengambil uangku!)
"Ohh wait, wait, gevangenis? Het zijn oplichters?" kejut Fauzi masih tidak percaya.
(Tunggu, tunggu, penjara? Mereka penipu?)
"Zi, fotonya,"
"Oh iyah yah." Fauzi mengambil foto bu Diana untuk diperlihatkan pada pria ini.
Tampaknya pria itu terheran-heran. "Tunggu, kalian orang Indonesia?"
Fauzi dan Katlyn menjadi kebingungan, pria itu berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Mereka berdua mengangguk perlahan.
"Aaaa kenapa tidak bilang daritadi?"
Mereka berdua ikut tersenyum kakuk. Pria itu mendekat menyapa Fauzi, lalu pada Katlyn tapi segera dilarang oleh Fauzi. Pria itu berseri.
"Perkenalkan nama saya Markus."
"Fauzi."
"Katlyn."
Di sini menjadi ajang perkenalan.
"Om bisa bahasa Indonesia?" tanya Katlyn tampak ragu karena pria ini tidak terlihat seperti orang asli Indonesia.
Markus terkekeh mendengar dirinya dipanggil om. Setua itukah dia?
"Saya memang bukan orang Indonesia. Tapi, saya pernah tinggal lama di sana," ungkapnya. Fauzi dan Katlyn ber'oh. "Kenapa kalian mencari Diana? Apa kalian keluarganya untuk mengembalikan uangku?"
"Bukan, bukan om," sanggah Fauzi dengan cepat. Markus sedikit kecewa. "Kami kesini memang sedang mencari bu Diana karena alasan lain."
"Ah begitu."
"Apa om tahu keberadaan bu Diana sekarang?"
"Sebenarnya saya tidak tahu, karena Diana selalu berpindah-pindah tempat setelah bajingan itu dipenjara." Markus masih geram kepada suaminya Diana.
"Memang apa yang sudah suaminya lakukan? Kenapa dia bisa di penjara?" tanya Katlyn menjadi penasaran.
"Dia melakukan penggelapan, dia juga sudah menipu semua orang dengan menjanjikan suatu hal yang menguntungkan. Yah... seperti saya, saya salah satu korbannya, saya mengenal dia saat di Indonesia. Setelah mendapatkan semuanya, dia kabur ke sini, ke tempat asalnya. Tapi, dia kabur ke tempat yang salah, dia bertemu dengan saya di sini."
Ternyata Markus adalah orang yang menjerumuskan suami Diana ke penjara. Markus juga yang telah menolong Diana, meski dengan imbalan harus bekerja di bar miliknya. Tapi, setelahnya dia melarikan diri.
"Sepertinya kalian benar-benar membutuhkan Diana. Saya akan membantu kalian."
"Om serius?"
Berharap.
"Tentu. Kenapa tidak. Saya senang bisa bertemu dengan orang-orang Indonesia, ah~ Saya ingin kembali ke negara itu."
Fauzi dan Katlyn hanya tersenyum. Ternyata, orang ini tidak seburuk yang mereka pikirkan sebelumnya.
"Biar ku beritahu, catat..."
Secepat mungkin Fauzi segera menyiapkan buku dan alat tulisnya, tapi saat hendak mengambil Katlyn menatap ke arahnya sambil menggoyangkan ponsel. Tiba-tiba saja Fauzi menjadi orang paling bodoh.
Markus memberitahukan alamat rumah Diana.
"Rumah itu tempat persembunyiannya. Bisa saja, dia ada di sana. Tapi saya tidak yakin ini bisa membantu kalian menemukannya."
"Om makasih banyak...." Fauzi dan Katlyn bersemangat penuh harapan setelah mendapatkan informasi yang begitu menguntungkan.
Meskipun Markus tahu tempat persembunyian Diana, ingin meminta uangnya kembali, Diana pasti tidak akan bisa mengembalikannya. Suaminya juga sudah mendapat ganjaran di penjara. Markus masih punya hati nurani, karena Diana juga telah tertipu oleh bajingan itu.
...🐨🌹🐻...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!