NovelToon NovelToon

Fitnah Kejam Ibu Mertuaku

Kenapa Mama Berubah

"Ayo Sin masuk," ajak Doni ketika berada di depan pintu. Ini adalah pertama kalinya dia memperkenalkan Sindy kepada sang Ibunda yang bernama Misye.

"Assalamualaikum," ucap Sindy.

"Waalaikumsalam," balas Misye  tersenyum sambil memperhatikan gadis cantik yang mengenakan kerudung berwarna peach.

Sindy kemudian menghampiri dan mencium punggung tangannya.

"Oh jadi ini namanya Sindy, Don?" tanya Misye.

"Iya,  cantik kan orangnya Ma ?" tanya Doni.

"Iya cantik sekali, persis seperti foto yang Mama lihat."

"Sindy kamu bisa masak?" tanya Misye.

Sindy tersenyum kalem.

"Oh Jangan ditanya Ma, Sindy itu pinter banget masaknya pokoknya Doni cari menantu itu is the best. Cantik wajahnya, cantik akhlaknya juga pintar masak," cetus Doni.

"Tapi Mama nggak percaya kalau belum buktiin, Bagaimana kalau kamu masak untuk kita makan malam, sekalian kamu nginep di sini Sindy, biar kita bisa lebih dekat," ujar misye.

"Oh iya Tante, Tante mau aku Masakin apa?" tanya Sindy.

"Sebenarnya tante juga nggak ribet lah soal urusan makan, tante lebih suka dengan masakan khas Indonesia seperti rendang, opor ayam, tongseng dan sebagainya. Kamu bisa masak rendang?" tanya Bu Misye

"Alhamdulillah Bu, selama di kos saya juga jualan rendang pada mahasiswa-mahasiswa di kampus."

"Oke, kalau begitu saya ingin menyaksikan langsung cara kamu masak dan rasa masakan kamu, Jika kamu pintar masak berarti kamu lulus jadi calon menantu saya," ucap Misye dengan maksud bercanda.

"Baik bu," jawab Sindy.

Sindy dan bu Misye segera menuju ke dapur, keduanya langsung terlibat obrolan hangat.

Mereka berdua tampak akrab Sindy sibuk dengan peralatan masak memotong daging, sementara Bu Misye hanya menunggu di meja makan mengamati pekerjaan Sindy 

Setelah kurang lebih satu setengah jam, rendang itu pun jadi. Sambil memasak, mereka pun mengobrol kebanyakan obrolan itu adalah pertanyaan bu Misye tentang keluarga Sindy.

Selama Sindy menginap di rumah itu, Misye melihat kepribadian dari calon menantunya itu.

Selain Sindy memiliki sopan santun yang baik, Sindy juga rajin dan pintar memasak.

"Benar-benar menantu idaman," guman Misye ketika melihat calon menantunya memasak untuk makan siang mereka.

***

Karena Misye sudah memberikan lampu hijau, Doni memantapkan diri untuk melamar Sindy.

Hari  yang dinantikan oleh Doni tiba juga, di mana dia akan memboyong keluarganya menuju ke rumah calon istrinya. Sebelumnya Doni memang sudah menyatakan maksudnya untuk melamar Sindy sejak lama.

Karena itulah kedatangan Doni dan Bu Misye disambut baik oleh ibunda Sindy.

Setelah berkenalan dengan Bu Sindy Bu Misye menghampiri laki-laki yang berumur paruh baya yang berdiri di samping bu Anita.

"Ini Ayahnya Sindy ya?" tanya Bu Misye.

"Oh ini bukan ayahnya, beliau adalah pamannya.  Ayahnya Sindy masih berada di luar kota, katanya belum bisa pulang Bu, jadi beliau minta wakil kan sama kakaknya."

"Oh begitu, tidak apa-apa yang penting ada perwakilan dari bapaknya Sindy," ucap Bu Misye.

Setelah berbasa-basi sebentar, Bu Misya langsung menyatakan maksudnya yang ingin melamar Sindy.

"Begini loh Bu, kedatangan Saya kemari untuk melamar Sindy, karena saya melihat sudah ada kecocokan antara Doni dan Sindy begitupun dengan saya, karena itu sudilah kiranya ibu mau menerima lamaran saya ini," 

"Saya juga sudah membawa beberapa barang-barang seserahan saya mohon diterima," tambah Bu Misye.

"Baiklah Bu, dengan pertimbangan yang matang karena nak Doni juga sebelumnya sudah melamar secara pribadi kepada ayah Sindy, saya hanya menyampaikan jika ayahnya Sindy sudah menerima lamaran dari Doni," ucap Bu Anita.

Kedua belah keluarga itu pun menentukan hari pernikahan. Setelah disepakati hari pernikahan itu, Bu Misye memutuskan untuk pulang karena jarak antara rumah Sindy dan rumah mereka 2 jam sebelum itu Bu Misye berada hendak buang air kecil.

"Oh ya Bu, kalau begitu saya permisi, bisa pinjam toiletnya," ucap Bu Misye.

"Oh iya silahkan saja.  Mau saya antar ?" tanya Bu Anita 

"Tidak usah Bu, biar saya saja sendiri saja."

Setelah menuntaskan ritualnya, Bu Misye kembali ke ruang tamu.

Ketika melewati ruang tengah, langkah Bu Misye terhenti,  karena dia melihat sebuah foto keluarga

Seketika bola mata bu Misye memerah ketika melihat sosok lelaki yang ada di foto itu.

"Jadi Sindy itu anaknya Bramantyo," gumam bu Misye.

"Gawat! kalau begitu aku tak sudi menerima Sindy menjadi menantuku," batin bu Misye  dengan tatapan tajam ke arah potret keluarga itu.

Bu Misye kembali menemui keluarga Sindy dengan raut wajah yang cemberut. Tak seperti ketika ia datang.

"Doni, Ayo kita pulang," ajak bu Misha dengan ketus.

 Bu Anita sempat kaget melihat perubahan sikap bu Misye. Namun, mereka pikir mungkin Bu Misye terburu-buru.

Karena itu mereka tidak mengurubis sikap sinis bu misye tersebut.

Bu Anita dan pamannya Sindy mengantar tamunya hingga ke mobil, tapi tak ada pembicaraan di antara mereka.

Bu Misye benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat.

Bahkan setelah masuk ke dalam mobil pun Bu Misya enggan memberikan salam perpisahan atau sekedar basa-basi.

"Bu Misye kenapa ya,kok tiba-tiba perangainya berubah?" tanya Bu Anita pada putrinya.

"Mungkin nggak enak badan kali Bu, tapi Sindy yakin ,mamanya Mas Doni itu orangnya baik."

"Iya mungkin juga, mungkin dia lagi nggak enak badan karena habis dari toilet tadi," bu Anita mencoba berpikir positif.

Di dalam mobil.

Doni memperhatikan wajah Bu Misye yang terlihat tegang dan masam.

"Ma, ada apa sih, kok tadi sikap Mama tuh berubah banget. sikap Mama terlihat sinis, aku jadi nggak enak hati sama ibu dan pamannya Sindy."

Bu Misye menatap ke arah Doni.

"Sebaiknya kamu batalkan pernikahan kamu dengan Sindy, karena itu bisa jadi malapetaka bagi keluarga kita," ucap Bu Misye.

"Hah! membatalkannya? tapi kenapa Ma?" tanya Doni heran.

"Itu yang Mama bilang tadi, jika kamu tetap menikahi Sindy, maka dia akan menjadi malapetaka besar di rumah kita!"

"Enggak lah ma, kok tiba-tiba mama percaya seperti itu sih, bukannya dari awal Mama sudah menyetujui dan menyukai Sindy, bahkan Mama yang meminta Doni untuk segera meminang Sindy dan segera menentukan hari pernikahannya, kenapa tiba-tiba Mama berubah seperti ini sih?" tanya Doni.

"Nggak apa-apa, hanya saja Mama nggak ingin kamu menyesal karena menikahi Sindy.

"Sebaiknya kamu batalkan sebelum terlambat Doni! Mama gak akan merestui pernikahan kamu! titik."

"Yang nggak bisa gitu lah Ma,kita baru saja melamar dan menentukan tanggal pernikahannya, kenapa tiba-tiba membatalkan, lagi pula aku cuma cinta sama Sindy Ma."

"Terserah kamu, tapi mama tetap tidak setuju, titik!"

Hari Pertama Jadi Isteri

Mungkin sudah puluhan kali bu Misye membujuk Doni agar membatalkan pernikahannya bersama Sindy, tapi nyatanya Doni tetap keras kepala.

Hal itu karena bu Misye tidak pernah memberikan alasan sesungguhnya, kenapa beliau melarang Doni untuk menikahi Sindy.

Karena acara sudah ditentukan, Bu Misye pun terpaksa menerima Sindy.

Tak terasa waktu berlalu dan besok adalah hari pernikahan antara Doni dan Sindy.

Doni menghampiri kamar bu misye.

"Mah kenapa sih Mama nggak mau hadir di pernikahan Doni?"

Bu Misye menatap sinis ke arah Doni.

"Kan sudah Mama bilang, Mama nggak pernah setuju pernikahan Kalian."

"Ma doni  nggak mungkin bisa membatalkan pernikahan ini. Bagaimana nasib keluarga Sindy jika pernikahan Ini dibatalkan secara tiba-tiba?"

"Terserah Doni, yang jelas Mama nggak akan sudi hadir di pernikahan kamu."

"Tapi kenapa Ma, Memangnya apa salah Sindy?" tanya Doni.

Mendengar pertanyaan Doni, Bu Misye segera beranjak dari duduknya.

Bu Misye  selalu menghindar jika  pertanyaan kenapa tiba-tiba saja ia tidak merestui pernikahan yang sudah di depan mata.

Setelah beberapa kali membujuk sang ibunda, Doni pun harus pasrah, besok acara akad nikah dan resepsi pernikahannya tetap berjalan, meski tanpa kehadiran sang ibunda.

***

Doni mengenakan busana pengantin prianya, harus nya dia bahagia karena hari ini adalah hari pernikahannya. Namun, kebahagiaan itu tak lagi sempurna ketika sang ibunda enggan menghadiri acara akad nikah mereka.

Dengan wajah yang sedikit murung, Doni keluar dari kamarnya.

Dia kembali menghampiri kamar Misye. Bu Misye masih berada di cermin hias, bahkan wanita paruh baya itu masih mengenakan daster, pakan yang ia kenakan sehari-hari saat di rumah.

Doni bersimpuh di hadapan Bu Misye.

"Ma, Doni berangkat dulu, doakan agar pernikahan Doni dan Sindy langgeng sampai akhir hayat," ucap Doni sambil mencium punggung tangan Bu Misye.

Bu Misye bergeming, hatinya benar-benar tak tersentuh sedikitpun, bahkan saat itu Doni  tengah bersimpuh memohon doa restu kepadanya.

Entah berapa lama Doni bersimpuh, berharap sang ibunda memberikan doa restu kepadanya.

Namun setelah sekian lama, Bu Misye belum juga mengucapkan sepatah katapun.

Tangan Bu Misye basah oleh air mata Doni. Bu Misye tetap saja pada keputusannya..

Krek… suara pintu kamar terbuka.

"Ayo Don kita berangkat sekarang, sudah waktunya Nanti kita terlambat, mana butuh Waktu 2 jam untuk tiba di rumah Sindy," ucap seorang wanita yang menggunakan kebaya dan sanggul.

"Iya tante."

Doni kembali menatap wajah Bu Misye yang hanya diam tanpa ekspresi.

"Ma Doni berangkat dulu, jika mama tak memberi Restu, setidaknya doakan Doni  dan rombongan tiba di tempat tujuan dengan selamat," ucap Doni sambil menghapus air matanya.

Doni beranjak meninggalkan bu Misye.

Setelah keluar dari kamar, Doni kembali merapikan wajah dan riasan pengantinnya.

Setelah selesai, Mereka berangkat menuju tempat berlangsungnya akad nikah.

Di dalam mobil pengantin, Doni hanya sendiri . Wajahnya menjadi murung, padahal hari ini adalah hari yang paling ditunggu olehnya setelah menjalin hubungan bersama sindy selama beberapa tahun terakhir, sayangnya doa restu masih belum didapat oleh Doni, tak hanya itu, Doni juga tak tahu kenapa sang Ibunda tiba-tiba tidak menyetujui pernikahannya bersama Sindy.

Suara iring-iringan pengantin terdengar meriah tapi ,tak juga mengubah suasana hati Doni yang sedang resah.

***

Dua jam perjalanan terasa sebentar karena sepanjang jalan Doni hanya melamun.

Kedatangan Doni disambut meriah oleh keluarga calon pengantin wanita.

Meski merasa heran atas ketidak hadiran Bu Misye di acara akad nikah tersebut. Namun acara tetap berlangsung dengan sukses dan sesuai rencana.

Setelah resepsi pernikahan antara Doni dan Sindy selesai. Mereka pun melaksanakan ritual malam pertamanya.

Doni masuk kedalam kamar pengantin bersama Sindy.

"Oh ya Mas, kok mama kamu gak hadir tadi, mama sakit ya?"tanya Sindy.

"Iya Sayang. Mama lagi gak enak badan," jawab Doni dengan senyum simpul.

Sindy merasa ada yang berbeda  dari raut wajah Doni.Sejak acara lamaran tersebut Bu Misye tak pernah lagi menjalin silaturahmi dengan keluarganya.

Tak hanya Sindy ,bahkan kedua orang tuanya dan pihak  keluarga Sindy mereka menyayangkan ketidakhadiran Misye di acara itu.

Mulai ada dugaan di hati Sindy, ia pun kepikiran dengan penyebab perubahan sikap bu Misye terhadap dirinya dan hal itu membuat Sindy melamun.

"Sayang, kamu kenapa melamun?" tanya Doni.

"Ah gak Mas."

"Sudahlah jangan dipikirkan, ini adalah malam pertama kita, jadi jangan sedih ya, sebaiknya kita nikmati saja malam ini," ucap Doni seraya mendaratkan kecupan di bibir Sindy.

Sebagai istri yang baik Sindy berusaha untuk tak memikirkan hal itu, kini ia fokus melayani sang suami di malam pertama mereka.

***

Keesokan harinya, Doni memutuskan untuk membawa Sindy pulang ke rumahnya. Setelah sungkem pada kedua orang tua dan keluarga mereka pun berangkat.

Sepanjang jalan Sindy hanya diam saja sambil sesekali melihat pandangan ke arah luar jendela.

Ia merasa begitu resah dan perasaan jadi tak enak.

"Sayang kamu kenapa sih?"tanya Doni.

"Gak Mas, aku hanya nervous saja," jawab Sindy.

"Doni meraih tangan Sindy, jangan takut sayang, rumah yang kita tempati ini adalah rumah kamu juga, jadi buang semua perasaan kamu yang gak-gak ya."

"'Iya Mas," ucap Sindy sambil tersenyum.

***

Setelah perjalanan yang cukup melelahkan, mereka pun tiba di rumah Doni.

Keadaan rumah begitu sepi, tak satu pun yang menyambut kedatangan kedua pengantin baru.

"Assalamualaikum," ucap Doni dan Sindy secara bersamaan.

"Waalaikumsalam," jawaban itu terdengar ketus di telinga Sindy.

Doni dan Sindy buru-buru menghampiri bu Misye kemudian Doni meraih tangan Bu Misye dan mencium tangannya, setelah itu Sindy mencoba meraih tangan Bu Misye tapi langsung ditepis oleh beliau.

Deg Ser jantung Sindy berdetak kencang.

"Gak usah pake cium tangan segala! Saya gak pernah menganggap kamu seperti menantu," ucap Bu Misye dengan ketus.Kemudian  Bu Misye berlalu begitu saja dari mereka.

Tak terasa bulir bening menetes di pipi Sindy saat itu.

Doni sampai heran melihat kelakuan Bu Misye.

"Sabar ya Sayang, aku yakin suatu saat Mama pasti akan menerima keadaan kamu," ucap Doni.

"Hiks, kenapa kamu nggak pernah bilang Mas, kalau mama kamu nggak pernah setuju tentang hubungan kita, kalau sudah begini aku jadi nggak enak berada di antara kamu dan mama kamu."

"Aku yakin ini cuma salah paham kok, Bukannya sebelum ini kamu dan mama terlihat akrab, bahkan Mama sendiri yang meminta aku untuk menikahi kamu secepatnya. Aku juga tidak tahu kenapa sikap  Mama jadi berubah," ucap Doni.

Sindy tertunduk  lesu. 

"Ayo sayang kita ke kamar kita, aku yakin besok atau lusa mama bisa menerima kehadiran kamu, jangan sedih ya," ucap Doni sambil mencubit pelan pipi Sindy.

"Iya Mas," sahut Sindy.

Keesokan harinya, sebagai menantu Sindy mencoba untuk mencari perhatian dengan memasak makan siang untuk mereka.

Bu Misye datang ke meja makan, saat itu sudah ada Doni yang sedang menunggu masakan dari Sindy.

Wajah bu Misye  masih cemberut, melihat tak ada satupun makanan yang terletak di atas meja, Bu Misye memanggil juru masaknya.

"Inem! Makanannya mana?!"teriak bu Misye.

Beberapa saat kemudian Sindy datang membawa sebuah bangku besar.

Bola mata bu Misye membelalak ketika melihat Sindy membawa makanan ke meja makan.

"Silahkan Ma," ucap Sindy sambil mengaut soup ke mangkok Bu Misye.

Plangk..

Mangkok berderai di atas lantai karena dibanting oleh Bu Misye.

"Saya gak mau makan, jika kamu yang masak!" teriak Bu Misye, kemudian Bu Misye berlalu sambil menghentakkan kakinya di atas lantai.

Deg, 

"Astagfirullah," ucap Sindy lirih.

Air mata Sindy tumpah seketika.

'Ya Allah apa salahku, hingga mertua ku begitu membenciku,' batin Sindy.

Kehadiran Orang Ketiga

Sudah beberapa hari Sindy tinggal di rumah itu. Meski selalu dianggap musuh oleh ibu mertuanya. Namun Sindy berusaha untuk terus mengambil perhatian Bu Misye dengan segala cara.

Pagi ini Sindy membuatkan sarapan untuk  Doni sang suami. Setelah sarapan siap, ia langsung membawanya menuju meja makan. 

Saat itu Doni dan Bu Misye tengah berbincang-bincang membicarakan sesuatu.

"Selamat pagi Ma," ucap Sindy menyapa Bu Misye.

Bukannya menjawab ,wajah bu Misye justru berubah menjadi masam.

Doni mengusap punggung Sindy.

"Sabar ya Sayang, aku yakin dengan kelembutan hati kamu suatu saat Mama pasti akan menerima kamu," ucap Doni.

Kata-kata itu selalu saja keluar dari mulut Doni, ketika Sindy diperlakukan tidak baik oleh bu Misye, tapi apalagi yang bisa Sindy lakukan selain bersabar.

"Iya Mas," jawab Sindy dengan bibir yang gemetar. Rasanya dia ingin menangis karena selalu mendapat penolakan dari bu Misye.

Tak ingin masalah itu berlarut, Sindy menguatkan hatinya untuk duduk bersama Bu Misye dan Doni.

"Oh ya Don, beberapa hari lagi Viola pulang dari Malaysia. Mama minta dia untuk tinggal di sini sementara waktu ya itung-itung menemani Mama lah biar nggak kesepian gitu," ucap Bu Misye.

"Viola, tapi kenapa dia tidak pulang langsung ke Surabaya,Ma?" tanya Doni dengan nada sedikit keberatan.

"Mama yang minta dia untuk tinggal beberapa lama di sini, biar kita semakin dekat saja," cetus Bu Misye.

Doni menghela nafas panjang.

"Terserah mama saja lah." 

Bu Misye tersenyum menyeringai.

"Gitu dong Doni, kapan lagi kamu bisa membahagiakan Mama mu ini. Ingat loh Doni, kalau istri itu bisa jadi mantan, tapi kalau orang tua gak ada yang namanya mantan," sindir Bu Misye.

Deg Ser…

Lagi-lagi ucapan Bu Misye terasa mengiris di hati Sindy. Sindy yang tak pernah diperlakukan kasar oleh keluarga hanya bisa menahan air matanya.

'Kenapa setiap kata-kata yang keluar dari mulut mama seperti ingin memprovokasi aku dan mas Doni,' batin Sindy.

Doni menggenggam tangan Sindy untuk menguatkan istrinya itu, sebenarnya Doni juga tahu jika kata-kata Bu Misye bermaksud menyindir Sindy.

Setelah pembicaraan itu, keadaan kembali hening.

***

Setelah sarapan pagi, Sindy mengantar Doni hingga di depan pintu. Mereka pun berjalan bergandengan tangan.

Sindy merasa penasaran tentang sosok Viola yang dibicarakan oleh Bu Misye.

"Mas Viola itu siapa?" tanya Sindy.

"Teman aku waktu kuliah dulu," sahut Doni enteng.

"Teman, cuma teman?" gak ada hubungan Keluarga dengan kamu?"

"Gak ada."

"Tapi kenapa mama memintanya untuk tinggal bersama kita?"

"Gak tahu juga, tapi ya sudahlah, aku sudah payah membujuk Mama untuk ikut tinggal di sini, jadi aku nggak mau Mama kecewa jika aku menolak keinginannya."

Wajah Sindy seketika berubah.

"Kamu sabar ya, sayang. Aku janji gak macem-macem kok, aku tetap cinta sama kamu," ucap Doni sambil mencium kening Sindy.

"Iya Mas." Hanya itu yang bisa Sindy jawab.

"Aku pergi dulu," ucap Doni.

"Hati-hati di jalan Mas."

***

Sindy melambaikan tangannya ke arah Doni yang keluar dari garasi.

Tanpa sengaja Sindy melirik ke arah ibu-ibu yang sedang bergosip di depan rumah sambil berbelanja dengan tukang sayur keliling.

"Eh Bu Misye, saya baru lihat menantunya, cantik juga ya," ucap Salah satu tetangga melirik ke arah Sindy.

"Iya wajahnya saja yang cantik,tapi akhlaknya ih amit-amit," ucap Bu Misye sambil bergidik.

"Emangnya kenapa Bu, akhlaknya?" tanya salah seorang ibu-ibu.

"Di depan suaminya saja dia baik sama saya, kalau gak ada suaminya, saya dibentak-bentaknya. Saya kecewa sekali Doni memilih wanita seperti dia."

"Benarkah Bu?"

"Iya, karena itu saya gak mau bicara sama dia."

"Oh begitu Bu."

"Iya, Bu. Memang ya, kalau Keluarganya gak bener, anaknya pasti gak bener juga, saya yakin si Sindy itu pakai pelet untuk menundukkan Doni. Saya sering melihatnya sedang melakukan ritual di kamar," ucap Bu Misye

"Astagfirullah Bu, tapi istri Doni itu pakai kerudung Bu, masak melakukan hal musyrik seperti itu?"

Bu Misye memutar bola mata malasnya.

"Itu hanya kedoknya saja, biar gak terlalu kelihatan. Ibu-ibu hati-hati saja jika bicara sama Sindy, kalau dia pinjam uang gak usah dikasih, tapi lebih baik  gak usah dekat-dekat dia. Saya takut jadi korban pesugihan nya," ucap Bu Misye.

"Astagfirullah, kok ibu bisa bicara seperti itu sih?"tanya salah satu tetangga.

"Bu saya hanya memperingatkan, hati-hati saja. Karena saya melihat sendiri dengan mata kepala sendiri dia sering melakukan ritual."

"Ih kok aku jadi takut ya, Bu. Dilingkungan kita ada orang seperti dia."

"Makanya Bu besok-besok kalau milih menantu jangan cuma cantik, tapi pilih juga akhlak yang baik dan terutama bibit-bebet dan bobotnya jangan seperti saya yang sudah menyesal. Sekarang anak saya yang jadi korban," ucap Bu Misye bernada nyinyir.

Sindy mengintip dari balik pintu, untuk melihat para ibu-ibu tetangga dan bu Misye.

Entah apa yang lagi dibicarakan Bu Misye dengan ibu-ibu itu lagi, Sindy sudah tak bisa mendengar karena mereka berbicara secara berbisik-bisik.

Dengan langkah gontai Sindy menapaki tangga menuju lantai atas kamarnya.

Setibanya di kamar Sindy langsung menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur.

Melihat bu Misye yang seperti itu, ia jadi enggan untuk keluar dari kamar.

Sindy bersandar pada sandaran tempat tidurnya. Tatapannya menerawang jauh mencoba mencari letak kesalahannya pada bu Misye.

Berkali-kali Sindy mengingat, tapi memang ia merasa tak pernah melakukan kesalahan pada bu Misye.

'Ya Tuhan, ubahlah hati ibu mertuaku agar bisa menerima aku sebagai menantunya. Aku tak ingin karena mertuaku, aku dan suamiku sampai harus berpisah," batin Sindy.

***

Keesokan harinya, Sindy kembali bertemu dengan bu Misye di meja makan.

Karena hanya pagi dan malam hari mereka berkumpul untuk sarapan dan makan malam bersama.

Semalam Doni lembur, karena itulah Sindy tak ikut makan malam, ia memutuskan untuk tak bertemu dengan bu Misye agar tak sakit hati.

Doni dan Sindy  duduk bersamaan berhadapan dengan bu Misye.

"Doni, hari ini kamu antar Mama ya."

"Antar ke mana Ma?" tanya Doni.

"Antar ke bandara mau jemput Viola."

"Antar ke bandara? Kenapa nggak suruh Viola saja menggunakan taksi untuk sampai ke sini, biar Doni nggak repot Ma."

"Doni, Viola itu tamu kita, lagi pula hanya sebentar saja kita ke bandara nggak lama kok."

"Tapi Ma, akan lebih praktis jika Viola menggunakan taksi."

" Ya sudahlah bilang saja kamu nggak mau bantuin mama," dengus Bu Misye dengan wajah yang cemberut.

Melihat bu Misye yang cemberut, mau tak mau Doni menyetujui keinginan mamanya itu.

"Baiklah jam berapa jemputnya?"

"Jam 02.00 siang. Tapi jemputnya kita berdua saja ya," ucap Bu Misye.

"Loh kenapa cuman berdua ma, aku mau bawa Sindy."

"Ngapain juga kamu bawa Sindy, dia kan nggak penting. Viola itu pindah dari Malaysia ke Jakarta, tentunya dia pasti akan bawa barang yang banyak mana cukup kalau menambah satu penumpang lagi,"

Doni semakin tak enak hati terhadap istrinya. Lagi-lagi dia selalu berada dalam dilema antara memikirkan perasaan Bu Misye atau perasaan Sindy.

Doni melirik ke arah 

Sindy yang terlihat sedih.

"Sayang, maaf ya aku nggak bisa bawa kamu, lain kali kita akan pergi bersama. Oh ya kita juga belum sempat berbulan madu. Nanti kalau Viona ada di rumah ini kita akan pergi liburan berbulan madu," ucap Doni dengan lembut untuk membujuk Sindy.

Sindy hanya bisa mengangguk pasrah.

"Iya mas, tidak apa-apa," sahut Sindy, lagi-lagi bibirnya bergetar ketika menyangkut omongan suaminya itu.

Melihat Cindy yang pasrah dan Doni yang selalu menuruti keinginannya bu Misye  semakin besar kepala.

'Lihat saja sebentar lagi akan kupastikan Doni akan menceraikanmu dan memilih Viola,' batin Bu Misye.

***

Waktu menunjukkan pukul 02.00 siang bu misye dan Doni tiba di bandara.

Setibanya di lobby bandara, mereka dihampiri oleh Viola yang ternyata sudah menunggu kehadiran kedua orang itu.

"Halo Viola," sapa Bu Misye.

"Halo Tante." Balas Viola

Mereka berdua pun cupika-cupike.

Setelah berbasa-basi sebentar dengan Viola, Bu Misye mengajak Viola untuk naik ke mobil Doni.

Viola duduk di samping Doni, karena itu permintaan dari bu Misye.

Sebenarnya Doni tak enak hati jika harus membawa mantan pacarnya tinggal di rumah mereka.

Namun, ia tak berdaya karena sang ibunda selalu mengancam akan pergi meninggalkan rumah yang mereka tempati saat ini.

Karena memikirkan perasaan Sindy, Doni jadi lebih banyak diam ketika dalam perjalanan menuju rumah.

Namun,tidak begitu  dengan Viola. Ia terus mengajak Doni mengobrol. Bahkan tak segan-segan Viola mengungkit kenangan ketika mereka berpacaran dulu.

***

Sekitar 1 jam Mereka pun tiba di rumah.

Satu persatu penumpang turun dari mobil. 

"Loh Don istri kamu mana, kok tamu datang nggak disambut sih," cetus Viola ketika tak melihat siapa pun menyambut  mereka.

"Ada kok, Ayo silahkan masuk," ajak Doni.

Doni langsung menghampiri Sindy yang berada di kamarnya.

Ketika masuk ke dalam kamar, ia melihat Sindy tengah melamun.

"Sayang kamu kenapa?" tanya Doni sambil menepuk pundak Sindy.

"Eh Mas, sudah pulang ?"tanya Sindy yang baru tersadar dari lamunannya.

"Iya, ada tamu di bawah. Ayo samperin," ajak Doni.

Mereka pun menghampiri Viola dan Bu Misye.

"Sayang, ini Viola," ucap Doni memperkenalkan Viola pada Sindy.

Sindy dan Viola berjabat tangan.

"Saya Viola, mantan pacarnya Doni," ucap Viola sambil tersenyum.

"Mantan pacar?" gumam Sindy dengan wajah yang sedikit kaget.

Bi Misye tersenyum menyeringai melihat ekspresi wajah Sindy. 

"Ayo Viola, saya antar ke kamar kamu, kamu pasti butuh istirahat setelah perjalanan jauh," ucap Bu Misye.

"Iya Tante."

Sindy menatap punggung Bu Misye dan Viola yang berlalu meninggalkan mereka.

'Apa maksud mama, membawa mantan pacarnya mas Doni untuk tinggal di rumah kami,' batin Sindy.

"Sayang aku pergi dulu ya," ucap Doni yang seketika membuyarkan lamunan Sindy.

"Mas, ternyata Viola itu…"

"Sudahlah, kamu tenang saja, Viola hanya mantan aku, sedangkan kamu istri aku. "

"Tapi Mas, bagaimana…"

"Aku bilang sudah Sin! aku capek harus mengimbangi antara perasaan kamu dan Mama. Sudah jangan pikir macam-macam, aku pergi dulu," ucap Doni seraya berlalu.

Sindy hanya bisa menatap kepergian Doni dengan air matanya yang metes secara perlahan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!