NovelToon NovelToon

Bukan Sebatas Istri Gelap

1. Hubungan Suami Istri

"Jia, kita duluan ya," pamit tiga karyawan ke Jia yang sedang menyapu di dalam toko bunga. 

"Ya, hati-hati di jalan." Gadis itu bernama Jia Grietha, ia tersenyum ramah melihat teman kerjanya pulang lebih awal sore ini. Setelah itu, ia lanjut bekerja. 

"Hei, Jia!" panggil karyawan lain datang. 

"Oh, kau mau pulang sekarang juga?" tanya Jia.

"Hm, maaf ya aku tidak bisa bantu kau hari ini, dan juga hari ini pertemuan terakhir kita," keluh temannya itu. 

"Oh pasti sudah mulai kuliah, ya," tebak Jia. Teman perempuannya itu mengangguk dan cengengesan. "Tidak apa-apa, aku malah senang kau kembali mengejar impianmu," ucap Jia. 

"Hehehe, kau juga jangan mudah putus asa,," semangat temannya itu dan memeluk Jia.  "Aku pergi dulu ya, jaga diri baik-baik, dan juga kalau kau mau nikah, jangan lupa kabarin aku," pamit temannya itu mengedipkan mata lalu keluar dari toko. Jia melambai pelan lalu menunduk lesu. "Huh, aku tidak tahu. " Jia pun kembali beres-beres sebelum pulang. Tiba-tiba Bosnya datang dari dalam. "Jia, kalau pulang nanti jangan lupa kunci pintu."

"Baik, Bu." Jia mengangguk ke Bosnya yang juga pulang duluan. Sekarang hanya Jia sendirian dan tidak lama kemudian ia pun menutup toko. Baru dua minggu bekerja di toko itu, ia sudah ditunjuk mempercayai kunci toko. Walau hanya cadangan saja, Jia selalu datang lebih awal dari karyawan lain. Usai menaruh kunci di dalam tasnya, gadis muda berparas cantik dan berlesung pipi itu pun berjalan pulang sendirian ke rumah. Setiap langkahnya, ada saja pria-pria jalanan yang meliriknya mesum. Hal itu membuatnya sangat risih. 

"Kalau saja ada taksi atau ojek, aku mau cepat-cepat sampai rumah. Mereka itu mengerikan." Jia pun menunduk tidak tahan ditatap terus. Mereka melirik Jia karena bodi gadis itu yang ideal dan dadanya yang semok menggairahkan. Bahkan belahan dadanya yang agak menonjol itu terlihat di antara kancing baju kerjanya yang ketat. 

Jia mempercepat langkahnya, namun seketika berhenti saat sebuah mobil mewah yang familiar menepi ke arahnya. Kakinya yang tadi lemas, tambah mati rasa saat kaca jendela diturunkan dan melihat pria tampan di dalam mobil itu meliriknya tajam. 

"Masuk," perintahnya arogan.                    

"Aku jalan kaki saja," tolak Jia halus.

"Aku bilang masuk!"

Karena didesak secara paksa, Jia pun patuh. Saat mau membuka pintu mobil yang tengah, lagi-lagi pria itu membentaknya.

"Duduk di depan,"

"Aku bukan supirmu, jangan buat aku mengulangi kata-kata lagi," 

"Maaf, Tuan Gara." Jia pun duduk di sebelah pria yang bernama Gara Harveyd. Tuan muda dari salah satu keluarga kaya raya di kota.  Pewaris Tuan Marvin dan terkenal atas perusahaan HARV yang menciptakan program teknologi yang selalu berhasil dalam uji coba. Tapi dari apa yang dihasilnya, ada hal buruk yang tidak diketahui oleh publik.

"Tuan, hari ini tidak sibuk?" tanya Jia memecah keheningan di dalam mobil.

"Tidak," jawab Gara ketus.

"Kalau begitu kenapa tidak pulang istirahat di rumah saja?" tanya Jia setengah gugup.

"Justru itulah aku sekarang lagi pulang ke rumah bersamamu," ucap Gara menatap dingin. Sampai-sampai hawa di sekitar Jia serasa membekukan tubuhnya. "Kenapa harus ke rumahku?" 

Gara menepikan mobilnya, lalu menatap remeh ke gadis itu. Tatapan seperti jijik mendengar Jia terus bertanya. Akibatnya, Gara mencengkram erat rahang Jia sampai membuatnya kesakitan.

"Rumahmu? Hei, jangan asal bicara, Jia." Gara mendorong kening gadis itu lalu duduk dengan sombongnya. "Rumah itu bukan punyamu saja, itu rumahku juga, rumah kita berdua. Tapi kalau kau sampai buat salah, kapan pun itu aku bisa menendangmu keluar dari sana,"  ancam Gara.      

"Maaf, aku tidak akan melakukan kesalahan," lirih Jia ketakutan.

"Bagus, sekarang siapkan dirimu, hari ini aku mau kau lakukan apa yang aku minta, jangan lagi membuat banyak alasan." Centil Gara ke kening Jia lalu menyetir lagi.

Jia merem@s tali tasnya, ia belum siap total melakukan hubungan suami istri. Diam-diam, Jia pun melirik Gara yang fokus. Tampan pria itu memang tidak diragukan lagi. Setiap saat melihatnya, akan ada mata yang berhasil memikatnya. Seperti Jia, dia sudah diikat cukup lama dan sulit menghancurkan rantai Gara.

.

Note : Judul aslinya bukan ini, tapi beda. Karena terkena sensor jadi ganti judul lain. Mohon tinggalkan jika merasa kurang layak untuk dibaca🙏😊

2. Cuma Bohongan?

Sesampainya di rumah, Gara dan Jia masuk bersama dan tidak lupa mengunci pintu rapat-rapat. Pria berjas kantoran itu pun melempar dirinya ke sofa yang empuk.

"Siapkan, air hangat, aku mau mandi sekarang," perintah Gara yang agak kecapekan dan menonton tv.

"Ba-baik." Patuh Jia pun ke kamarnya. Setelah merapikan diri, ia pun melakukan tugasnya. Tidak makan waktu lama, gadis itu datang melapor. "Aku sudah siapkan semua, Tuan," ucap Jia berdebar-debar di sebelah Gara. 

"Mulai cekatan ya, tidak lambat seperti kemarin-kemarin," ucap Gara sedikit memuji. Hanya ucapan itu saja, Jia sudah tersipu malu-malu. "Itu, soal yang kemarin, aku belum-" lirih Jia tambah gugup lagi.

"Alasan apa lagi yang mau kau katakan?" tanya Gara mendekatinya. "Mau bilang kalau masih halangan?" terka Gara sinis. "Maaf, aku-" Gagap Jia takut dipelotot. 

"Jia, berhenti beralasan lagi, aku tadi pagi melihatmu berlari di jalan," ucap Gara.

"Katanya sedang datang bulan, tapi rupa-rupanya cuma bohongan," decak Gara menunjuk Jia. "Memang wajah polos seperti ini mudah menarik para pria mendekatimu, dan juga gampang membual kemana-mana," tuduh Gara. 

Genggaman Jia makin erat, gadis itu yang terus menunduk pun menatap lurus ke Gara, membuat pria itu agak tersentak atas perubahan ekspresi amarahnya. "Itu semua salah! Kau salah!" pekik Jia keras. 

"Kemarin aku memang lagi haid, karena itu aku tidak bisa melayanimu, dan tadi pagi aku terpaksa berlari ke rumah pelanggan bungaku," tutur Jia dengan mata berkaca-kaca. 

"Heh, kenapa harus susah payah sampai lari begitu? Kenapa tidak pakai motor atau taksi?" tanya Gara memang tidak percaya dan tidak suka Jia berlari, karena tadi dua dadanya yang semok itu bikin mata pria yang jelalatan meliriknya bebas. Gara saat itu ingin menarik Jia ke dalam mobilnya, tapi Gara tidak bisa karena sedang mengatar Ibunya. 

"Itu karena aku sudah tidak punya waktu, kalau bukan dengan cara ini, aku bisa telat memberikannya,"  jawab Jia sedikit gagap menjelaskan. 'Duh, lebih baik aku tidak usah terlalu jujur, aku takut Gara akan memboikot toko bunga itu,' batin Jia demi pekerjaannya tidak hilang. 

Sebenarnya, Jia bisa saja pakai motor, tapi teman kerjanya tidak ada yang mau meminjam. Mereka takut, orang akan mencuri motornya kalau dipakai Jia yang cantik itu, dan sebagian dari mereka, ada yang iri dengan bodi Jia yang perfeck, maka dari itu juga Jia tidak terlalu dipedulikan. Hanya satu teman Jia yang baik di sana, tapi orang itu sudah pergi melanjutkan impiannya masuk ke kampus ternama di kota lain. 

"Ck, kenapa harus kau yang lakukan? Kenapa bukan yang lain saja?" decak Gara kesal melihat Jia yang jelas dimanfaatkan. 

"Itu sudah bagian dari pekerjaanku, tuan," jawab Jia.

"Sial, besok aku akan ke sana, bicara langsung pada Bosmu," geram Gara mengepal tangan. Namun Jia dengan cepat, menggenggam kepalan itu dengan lembut. "Tidak usah, aku sudah terbiasa," ucap Jia tersenyum mencoba meluluhkan emosi Gara. 

Gara menatap dua lesung pipi Jia yang manis, lalu bergumam dalam hati. 'Terbiasa? Hahaha, aku ingat sekali dia belum sebulan masuk di sana, tapi dia sudah terbiasa? Apa dia sedang menenangkan ku?' pikir Gara.

"Okay, tapi lain kali jangan berlari seperti itu,"

"Siap, Tuan." Hormat Jia. 

"Oh jadi bagaimana sekarang? Apa kau sudah tidak haid?" tanya Gara dengan muka seriusnya lagi, berpindah ke topik utama. 

"Ta-tadi pagi sudah bersih, tapi aku belum si-siap," jawab Jia lirih. 

"Kalau belum siap terus, tidak akan ada pengalaman yang kau dapatkan, Jia," bisik Gara dengan mesum ke telinganya. 

"Aku juga awalnya belum siap melakukan itu padamu, tapi jika dipikir-pikir lagi, aku tidak boleh membuang kesempatan membuat pengalaman enak itu," lanjut Gara membuat daun telinga Jia memerah. 

"Ta-tapi bukan kah itu lebih bagus jika melakukannya dengan istrimu nanti?" dorong Jia menolak halus. Hatinya berdebar-debar saat Gara tanpa izin mau memeluknya. 

"Oh tunggu, sekarang aku paham kenapa kau menolakku, ternyata jawabannya ada pada katamu itu," tunjuk Gara. 

"Kau berharap jadi istriku yang tulus dicintai, kan?" tebak Gara tersenyum smirk. Sontak saja dua pipi Jia merah tomat dan langsung menggelengkan kepala. 

"Itu tidak benar! Aku tidak pernah berharap begitu," pekik Jia jelas bohong.

"Hahaha, bagus deh, aku juga berharap kau tidak berpikir begitu, bagiku itu kau hanyalah seorang budak, Jia," jelas Gara berkata jujur. Jia tersenyum paksa mendengarnya, bagai mendapat sayatan yang menyakitkan. 

"Sekarang aku mau mandi, kau ke kamar, tunggu aku di sana," titah Gara menunjuk ke kamar. 

"Baiklah." 

Gara menatap datar gadis yang dia beli tanpa sepengetahuan orang tuanya. Gara membeli Jia bukan karena harta, atau latar belakangnya. Tetapi Gara justru bermaksud melindungi Jia dari cengkraman pria di luar sana. Hatinya menolak cinta, tapi matanya itu jelas ia mencintai Jia. Hanya saja, ia belum sadar.

"Sial, mereka menyebalkan." Gara masuk ke kamar mandi yang terpisah dan terlihat sedang kesal ke keluarganya yang terkenal pemaksa. Sedangkan di rumah aslinya, nampak ada banyak orang hadir di ruang tamu. Terutama ada wanita muda cantik dan saat ini sedang populer di dunia hiburan. Karirnya begitu meningkat pesat. Apalagi rumor yang beredar malam ini menambah popularitasnya. Rumor itu tentang dirinya akan segera menikah dengan Gara Harveyd. Aktris itu bernama Celin Michella yang dicintai oleh fansnya dan menganggapnya sebagai titisan dewi keberuntungan. 

Namun, bagi Celin, keberuntungan itu malah sebaliknya memberikan derita bagi hatinya yang sedang berduka atas meninggalnya orang yang sangat ia cintai. 

        

'Jika benar aku pembawa keberuntungan, aku tidak akan kehilangan dia.' Celin dari lubuk hatinya mencoba membendung air matanya agar tidak keluar lagi malam ini. Lalu ia melihat ayahnya duduk di sebelahnya, bernama tuan Edwin yang tergila-gila ingin menjadi bagian dari keluarga Marvin dengan cara menjadikan Celin sebagai istrinya Gara. 

"Ayah, aku benar-benar membencimu." Celin menggerutu melihat sikap seenaknya tuan Edwin yang tidak peduli pada perasaannya. Ia juga baru sadar atas perceraian orang tuanya itu disebabkan oleh sikap Edwin yang buruk. 

3. Dicium Mendadak

Tanpa kehadiran Gara, dua pihak sepakat akan menggelar pernikahan Celin dan Gara pada tanggal yang sudah ditentukan, tepatnya tiga hari mendatang. Setelah basa-basi ke tuan Marvin dan nyonya Vera, tuan Edwin pun pamit pulang bersama putrinya.

"Ma, coba telepon Gara lagi," suruh tuan Marvin.

"Mama sudah telepon Gara tapi tidak diangkat, Pa," terang nyonya Vera memperlihatkan riwayat panggilannya yang begitu banyak.

"Anak kita itu memang tidak berguna, sudah dikasih tahu jangan keluyuran di luar, tetap saja dilanggar, maunya apa dia?" gerutu tuan Marvin kecewa.

"Jangan marah-marah dulu, bisa saja di hari terakhirnya, Gara mau bebas bersama teman-temannya. Apalagi tinggal tiga hari, status lajangnya berakhir. Kali ini kita maklumi Gara, Pa," tutur nyonya Vera menenangkan suaminya itu.

"Kalau niatnya mau begitu, harusnya bukan sekarang. Bikin aku malu saja bahas pernikahan ini, Ma."

Nyonya Vera tersenyum saja mendengar suaminya yang protes. Ia pun mengajak tuan Marvin ke atas istirahat. "Pa, yang penting itu Gara sudah setuju, kita tidak perlu lagi mempermasalahkannya, lebih baik istirahat di kamar, Papa pasti capek dari kantor, yuk."

Tuan Marvin yang dibujuk pun luluh. Pria itu memerintahkan ke pembantu membereskan ruang tamu lalu menaiki anak tangga bersama istrinya. 

Memang kemarin Gara terpaksa setuju, tetapi dari lubuk hatinya, ia sangat menolak Celin menjadi istrinya. Alasannya ada pada jawaban dari pertanyaan Jia ke Gara sekarang.

"Tuan, apa tidak masalah kau melakukan ini?" tanya Jia yang sedang berdiri di belakang Gara yang habis mandi.

"Hm, tidak," jawab Gara singkat sambil mengeringkan rambutnya di depan cermin lalu memberikan handuk putih ke Jia.

"Keringkan dulu rambutku," pinta Gara duduk di kursi rias Jia. Gadis itu pun mengelap rambut Gara yang masih basah. "Kenapa kau tanyakan itu?" tanya Gara melihat pantulan Jia di cermin.

"Bukan kah ini tugas seorang istri? Kenapa tidak menikah saja dan meminta itu padanya? Mungkin itu lebih baik daripada melakukannya bersamaku," usul Jia berharap malam ini tidak melayani Gara..

"Istri? Aku tidak butuh," tolak Gara arogan.

"Kenapa?" tanya Jia sedikit kaget. Gara diam sejenak lalu berdiri, kemudian duduk di tepi ranjang. "Aku mandul."

Jia tersentak lagi, saking terkejutnya, hampir menjatuhkan handuk di tangannya itu. Jia pun meletakkan handuk, ikut duduk di dekat Gara. "Maaf, aku pikir karena tuan kaya raya, tuan memerlukan istri, tapi sekarang aku baru tahu kau itu-"

"Sudahlah, jangan dipikirkan lagi," ucap Gara berbaring di ranjang. Jia tambah gugup, merasa bersalah dan takut melayani Gara yang hanya pakai jubah mandi. Tapi ada hal lain yang dipikirkan Jia.

"Tuan Gara memang suka berbuat seenaknya, tapi dia juga baik hati sih. Dia pasti tidak mau menikahinya karena tidak mau merusak harapan wanita itu," gumam Jia membatin.

Melihat Jia diam, Gara beranjak duduk, kemudian memeluk dari belakang. "Apa lagi yang kau pikirkan?" bisik Gara dengan suara lembut. Karena dipeluk tiba-tiba, Jia pun tersadar lalu secepatnya bicara. "Tuan Gara, kau tidak akan ke tempat kerjaku, kan?" tanya Jia gelagapan, hatinya berdebar-debar lagi merasakan nafas Gara yang menghembus ke lehernya.

"Jia, tidak usah memikirkan itu lagi, sekarang lakukan tugasmu," mohon Gara lalu menggigit leher Jia, membuat gadis itu ikut menggigit bibir bawahnya saat tangan Gara mulai nakal mengelus pahanya yang mulus. "Tuan yakin malam ini mau melakukannya?" tanya Jia berbalik badan, dan berhadapan dengan Gara.

Tanpa keraguan lagi, Gara memegang kepala Jia lalu memberinya satu jawaban. Pipi Jia semakin merah dicium mendadak. 

"Persiapkan dirimu, Jia," bisik Gara mesum lalu melepas jubah mandinya. Sontak saja, Jia berbalik badan, tidak mau menatap tubuh Gara yang gagah, apalagi adik kecil Gara yang mendebarkan hasratnya.

"Jangan malu begitu, ini tidak akan sakit, malah kau bakal keenakan, Jia." Goda Gara menurunkan perlahan tali tanktop Jia. Gadis itu pun kembali melihat Gara lalu diam malu-malu. Kemudian dengan sendiri, Jia melepaskan semua pakaiannya. Setelah itu, keduanya sama-sama BuGil di atas ranjang. 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!