Braaaakkk!
Suara berisik sekaligus mengejutkan akibat pintu kontrakan ditabrak sepeda motor yang melaju dengan kencang, memecahkan keheningan malam. Resty yang baru beres mandi dan akan membuka pintu kamar mandi, nyaris jantungan karenanya. Wanita bertubuh gempal itu refleks lemas untuk beberapa saat. Walau kejadian semacam barusan sudah terbiasa terjadi akhir-akhir ini dan itu ulah Tomi sang suami, tetap saja Resty tidak terbiasa dan memang tidak bisa menerimanya. Malahan yang ada, wanita berusia dua puluh enam tahun itu merasa sangat marah.
Semenjak anak kedua mereka lahir, kelakuan Tomi yang berprofesi sebagai sopir pribadi di keluarga kaya raya, memang menjadi makin tidak jelas. Tak hanya Resty yang sering dimaki, dibanding-bandingkan dengan Elia—istri muda Tuan Maheza sang bos. Sebab kepada anak-anak mereka pun, Tomi menjadi sangat kasar. Tak jarang, Tomi yang di beberapa kesempatan khususnya malam minggu layaknya sekarang, pulang larut, malah dalam keadaan mabuk. Kenyataan yang teramat Resty benci.
Setelah membawa masuk motor matic-nya dan meninggalkannya di ruang tamu, Tomi melangkah dengan sempoyongan berhias aroma alkohol yang tercium sangat kuat. Entah apa yang sebenarnya terjadi, tapi Resty sungguh tidak tahan lagi.
“Ayah, ... Ayah! Itu Cinta nangis, kebangun gala-gala tadi Ayah belisik nablak pintu!” ucap Cikho, anak pertama mereka yang hampir genap berusia lima tahun. Menggebu-gebu dan memang tengah mengadu.
Namun belum juga beres bicara, Tomi langsung membentak, “Berisik!”
“Masih kecil sudah berisik! Enggak tahu apa, Ayah capek banget!!” lanjut Tomi emosional khas orang mabuk.
Tak tanggung-tanggung, Tomi menggunakan kedua tangannya untuk menyingkirkan tubuh kecil Cikho, dari hadapannya.
Resty yang awalnya mengamati, buru-buru lari, menangkap tubuh Cikho dan syukurnya tepat waktu. Resty langsung membawa putranya itu masuk ke dalam kamar selaku sumber tangis bayi perempuan terdengar kencang.
Tanpa peduli pada tatapan Cikho yang begitu kebingungan sekaligus penasaran, juga tangis Cinta yang makin menjadi-jadi lantaran tak kunjung ditenangkan, Resty menutup, mengunci pintu kamar keberadaan kedua anaknya, dari luar. Resty melakukannya agar anak-anaknya aman dari serangan sang ayah yang menjadi mirip ODGJ. ODGJ pemuja istri muda bos, tepatnya!
Tentunya, Resty juga tidak rela anak-anaknya menyaksikan tingkah tidak jelas sang ayah ketika pria itu sedang mabuk layaknya sekarang.
“Apa kamu? Dikiranya aku akan tergoda, malam-malam kamu sampai keramas begitu? Jijik, iya!” Masih seperti biasa, Tomi yang mabuk, kembali menghina Resty.
“Badan mirip babi buntung juga! Paling banter cuman pakai daster, bisa-bisanya mau menyaingi ibu Elia!”
Resty menggeleng tak habis pikir karena selanjutnya, sang suami sampai membahas bagian-bagian tubuh ibu Elia. Dari ukuran sekaligus bentuk payudara, bokong, bahkan bagian vital sekaligus kewanitaan lainnya. Tomi terkesan sangat hafal, tapi tak seharusnya juga pria itu membahasnya. Namun yang Resty tahu, ocehan orang mabuk malah kebanyakan jujur! Lantas, benarkah Tomi memang setahu itu? Atas dasar apa?
Resty yang tidak tahan mendengarnya, memilih mengguyur Tomi dengan seember air dan wanita itu ambil dari depan kamar mandi di sebelah dapur. Air tersebut bukan air biasa karena Resty telah mencampurnya dengan setengah kilogram cabai bubuk. Wajah Tomi selaku tujuan yang Resty guyur langsung kuyup sekaligus merah. Malahan pria berparas tampan dan makin hari makin necis itu, sampai batuk-batuk karena tak sengaja meminum sebagian airnya. Meski tak lama kemudian, Tomi malah berakhir terjatuh, nyaris teler.
“Kalau menurut Mas, ibu Elia jauh lebih menggoda, ibu Elia jauh lebih membuat Mas puas, bahkan ibu Elia jauh lebih layak dijadikan istri, nikahin, Mas! Sana nikahin ibu Elia! Aku sama sekali enggak keberatan. Aku sama sekali enggak merasa rugi! karena tanpa Mas, pun, aku bisa bahagia! Tanpa Mas, aku akan jauh lebih bahagia!” ucap Resty.
“Satu lagi, ... alasanku malam-malam keramas bukan buat menggoda Mas apalagi bikin Mas mengakui aku lebih baik dari ibu Elia. Karena meski sekarang sudah hampir pukul dua belas malam, aku baru beres urus orderan buat besok, Mas! Kalau aku enggak kerja, memangnya ke depannya kita makan apa karena uang gaji Mas saja makin hari makin enggak jelas?”
“Harusnya sebagai suami, Mas malu karena justru aku yang jadi tulang punggung keluarga ini!”
“Harusnya sebagai suami, Mas jauh lebih menghargai aku apalagi alasanku gendut begini karena aku melahirkan anak-anak Mas! Aku yang selama ini mengabdi kepada Mas, menemanimu dalam suka dan duka!”
“Satu lagi, aku enggak pernah punya masalah dengan ibu Elia karena sekadar kenal saja, enggak! Kami beneran enggak ada sangkut pautnya! Enggak sepantasnya Mas membanding-bandingkan kami! Andai pun Mas sudah bosan ke aku, Mas cukup kembalikan aku ke orang tuaku!”
Walau sadar berbicara dengan orang mabuk hanya sia-sia, paling tidak Resty sudah meluapkan unek-uneknya dan itu cukup membuat rasa sesak di dadanya sedikit berkurang.
“Besok kalau Mas sudah enggak mabuk, tolong jangan sibuk mengelak lagi. Karena daripada jawaban Mas saat Mas enggak mabuk, ocehan Mas saat sedang mabuk layaknya sekarang jauh lebih bikin aku percaya!”
Belum puas hanya mengomel saja, Resty sengaja melemparkan ember di tangan kanannya sekuat tenaga. Namun, lemparan ember yang Resty lakukan dan mengenai kepala Tomi, sama sekali tidak mengusik pria itu. Menegaskan, kini Tomi benar-benar teler.
Mendapati kenyataan tersebut, Resty hanya bisa menangis. Wanita itu merasa sangat nelangsa, tak menyangka rumah tangga yang mereka bangun atas dasar saling cinta, akhir-akhir ini menjadi dihiasi banyak luka.
Resty sempat berpikir, alasan Tomi berubah karena tekanan masalah ekonomi. Namun tampaknya alasan tersebut tetap bukan penyebabnya. Sebab Tomi tetap berulah meski Resty yang sengaja membuka warung makan demi meringankan tanggung jawab Tomi, menghasilkan uang bulanan lebih dari gaji Tomi.
Kini, dering telepon yang terus terulang dari ransel kecil di pundak kanan Tomi, mengusik Resty. Resty yang sempat terduduk, berangsur berdiri untuk memastikan.
Yang Resty khawatirkan, saat pulang tadi, Tomi kembali terlibat kecelakaan. Sedangkan telepon tersebut merupakan telepon dari pihak korban. Alasan yang juga membuat gaji Tomi tidak sampai Resty karena untuk membayar ganti rugi. Malahan tak jarang, Resty harus keluar uang untuk menebus kekurangannya.
“Ibu Elia ...?” batin Resty yang belum apa-apa sudah deg-degan bahkan takut. Apalagi semenjak tiga bulan terakhir, nama ibu Elia selalu jadi bidadari terindah untuk seorang Tomi. Termasuk ketika mereka melakukan percintaan sekaligus hubungan suami istri, nama ibu Elia juga yang masih Tomi sebut, bukan nama Resty.
Tak tanggung-tanggung, di layar ponsel Tomi ada sembilan panggilan WA tak terjawab, selain enam pesan masuk dan semua itu dari ibu Elia.
“Semoga enggak. Semoga Mas Tomi enggak sampai macam-macam apalagi bikin ibu Elia marah,” batin Resty yang juga sengaja membuka pesan dari ibu Elia. Resty ingin memastikannya.
Resty penasaran, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa istri muda dari bos suaminya itu begitu sibuk menghubungi Tomi?
Deg!
Baru membuka pesan di ruang obrolan ibu Elia dan sang suami, Resty langsung syok. Dada Resty seolah dipalu sangat kuat, dan tubuhnya langsung gemetaran, panas dingin tak karuan. Ada yang tidak beres, Resty yakin itu!
Resty berusaha memberanikan diri untuk kembali menatap saksama isi ruang obrolan WA ibu Elia dan Tomi. Ia memungut ponsel Tomi yang sempat refleks terjatuh dari genggamannya. Tidak, Resty tidak sanggup karena apa yang ia lihat sungguh benar. Di WA yang baru ia buka, salah satunya berisi foto telanjang seorang ibu Elia menghadap kamera sambil memamerkan kewanitaannya! Ekspresi sekaligus pose ibu Elia benar-benar tidak pantas dijelaskan. Mirip model video panas yang memang sengaja menggoda.
Pertanyaannya, kenapa istri seorang bos besar sekelas Tuan Maheza, sampai mengirimi Tomi foto tak lazim seperti itu? Terlebih jika dibandingkan dengan Tuan Maheza yang tampan, gagah, dan tubuhnya sangat atletis menyerupai aktor laga, Tomi tidak ada apa-apanya!
Ibu Elia : Pah, kirimin punya kamu dong. Pengin lagi! Yang tadi beneran belum puas, tapi si Maheza keburu dateng. Sebel banget sumpah!
Ibu Elia : Aku beneran enggak tahan. Aku habis nonton ini. Besok di vila, kita coba gaya mereka ya, kayaknya enak banget.
Ibu Elia : Pah, kamu ke mana, sih? Kok enggak balas-balas? Aku mau kamu ke sini sekarang! Mumpung Maheza sudah tidur di kamarnya bareng mayatnya si Cinta. Lagian si Martin kayaknya juga kangen sama kamu. Kamu kan papahnya Martin, tentu yang Martin cari kamu, bukan si Maheza.
Ibu Elia : Bang-sat kamu, Pah! Kamu bilang, kamu jijik ke istri kamu. Tolong dong, buktiin. Aku beneran ingin bukti! Kamu harus jauh-jauh dari dia, kalau perlu, kalian cerai saja! Jangan sampai istrimu hamil lagi kayak kemarin padahal kamu sudah sumpah-sumpah enggak bakalan sentuh dia! Ceraikan dia, nanti aku kasih kamu rumah!
“Hah!” Resty yang merasa sangat kebas, terduduk lemas di hadapan sang suami. Ia menatap kecewa sekaligus miris wajah Tomi. Benar-benar tidak menyangka, ternyata suaminya itu telah bermain api.
Di tengah tatapannya yang kosong, sampai detik ini Resty tetap sulit untuk percaya, bahwa suaminya yang hanya bekerja sebagai sopir pribadi, juga sampai merangkap menjadi simpanan istri muda bosnya!
Walau merasa hancur, Resty juga makin penasaran. Resty ingin tahu lebih jauh mengenai hubungan sang suami dengan istri muda bosnya. Karenanya, Resty sengaja melihat pesan-pesan WA sebelumnya dan memang belum ada yang Tomi hapus. Parah! Ternyata Tomi dan Elia sudah berselingkuh sebelum Resty hamil anak kedua!
Semacam pesan tak pantas pun sudah terbiasa menjadi bagian dari obrolan keduanya. Malahan, Elia yang selalu mengirimi video hubungan intim untuk keduanya coba demi memuaskan fantasi Elia!
Dari semua obrolan, baik pesan tulis, video, maupun pesan suara, Elia terkesan begitu haus sentuhan. Fatlnya, Elia dan Tomi sengaja memanfaatkan Martin selaku hasil dari hubungan keduanya, sebagai tambang emas untuk mengelabuhi Tuan Maheza yang memang sulit memiliki momongan.
“Tega kamu, Mas! Tega! Pokoknya aku enggak terima kamu giniin! Kalian harus menerima balasan setimpal! Aku pastikan, Tuan Maheza akan tahu semua ini!” batin Resty yang sudah berlinang air mata. Hatinya remuk redam. Namun demi kedua anaknya, Resty berusaha tegar.
Selain bukti di aplikasi WA, ternyata di ransel kecil Tomi juga ada ******, test pack, bahkan beberapa obat kuat dan bisa jadi merupakan seperangkat alat ‘tempur’ untuk memuaskan Elia. Sementara ketika Resty membuka kemeja lengan panjang warna biru tua bagian punggung suaminya, ... luar biasa, punggung tersebut penuh bekas cakar dan bisa dipastikan betapa liarnya istri muda dari Tuan Maheza.
Resty segera masuk ke kamarnya karena Cikho sampai menangis sesenggukan. Resty meluapkan kesedihannya dengan memeluk erat Cikho yang sampai ia emban karena ia juga langsung menenangkan Cinta. Sambil memangku Cinta sang putri yang baru berusia tiga bulan, Resty tetap memeluk hangat Cikho. Kebersamaan yang juga terus Resty pertahanan, seolah kebersamaan kini menjadi kebersamaan terakhir bagi mereka.
Tak lupa, Resty sengaja merekam obrolan WA Elia dan Tomi menggunakan ponselnya. Elia berniat menjadikan video rekaman tersebut sebagai salah satu bukti pamungkas kepada Tuan Maheza.
Dalam hatinya, Resty bersumpah serapah. Besok juga, Resty akan langsung datang ke vila untuk merekam aksi gila Elia dan Tomi secara langsung. Ia akan menjadikannya sebagai bukti paling akurat kepada Tuan Maheza.
“Sebelum kamu menceraikan aku dan akan dihadiahi rumah, aku dulu yang akan menceraikanmu, Mas! Aku akan melaporkanmu ke polisi dengan pasal perselingkuhan sekaligus perzinaan!”
“Pantas selama ini kamu sibuk membanding-bandingkan kami! Ternyata karena dia semurah itu, diobral semuanya karena kega-telan!”
Hati Resty hancur sehancur-hancurnya. Pengabdiannya selama enam tahun terakhir sebagai seorang istri, sia-sia. Benar-benar tak berarti. Paling menyedihkan, tentu nasib kedua anaknya. Karena meski Resty bisa tanpa Tomi, bagaimana dengan anak-anaknya yang masih sangat butuh figur seorang ayah? Bahkan, kedua anaknya yang masih balita terancam tak punya ayah lagi. Karena sudah bukan rahasia umum, kebanyakan laki-laki akan lepas tanggung jawab jika sudah bercerai dari ibu dari anak-anaknya.
***
Keesokan harinya, Resty yang tidak bisa tidur, sengaja menyiapkan semua orderan lebih awal. Semuanya benar-benar Resty siapkan, selain Resty yang bersikap biasa saja, seolah semuanya baik-baik saja. Walau ketika berhadapan dengan Tomi dan pria itu sampai mengajaknya berbicara tak berdosa, Resty susah payah menahan emosinya karena yang ingin Resty lakukan adalah menikam Tomi hidup-hidup atau malah mengulitinya.
“Bu, titip anak-anak, ya.” Resty sengaja menitipkan kedua anaknya kepada tetangga sebelah kontrakannya.
Walau yakin dirinya akan berhasil membongkar perselingkuhan Tomi dan Elia, Resty bahkan yakin dirinya akan segera kembali dan bersama kedua balitanya lagi, entah kenapa perpisahan kali ini membuat Resty merasa sangat berat. Seolah perpisahannya dengan kedua anaknya akan berlangsung sangat lama. Padahal biasanya, Resty terbiasa menitipkan kedua anaknya ketika ia harus pergi ke pasar membeli kebutuhan warung makannya. Namun kini, ... entahlah. Rasanya terlalu berat. Atau mungkin karena Resty masih terlalu baper akibat hubungan Tomi dan Elia?
“Enggak, ... enggak! Semuanya pasti akan baik-baik saja!” yakin Resty pada dirinya sendiri. Ia segera mengemudikan motor matic putihnya untuk menyusul Tomi.
Tak kurang dari satu jam, Resty sudah sampai di dekat kediaman Tuan Maheza. Dari semua rumah mewah di kawasan elite di sana, rumah Tuan Maheza sangat besar sekaligus mewah mirip sebuah istana. Tak lama berselang, Resty memergoki Tomi yang memboyong Elia dan sang bayi ke mobil Lexus warna hitam.
Tomi dan Elia hanya pergi bersama Martin, dan Elia duduk persis di tempat duduk belakang Tomi. Ketiganya kompak terlihat sangat semringah layaknya keluarga bahagia pada kebanyakan.
Jengkel, tentu saja. Namun Resty dengan sigap bak pahlawan wanita, berusaha tegar setegar-tegarnya demi merampungian misinya. Resty tak hanya berhasil mengikuti perjalanan Lexus hitam yang diikutinya. Sebab statusnya yang juga diketahu sebagai istri Tomi, membuatnya dengan leluasa diizinkan masuk oleh sepasang paruh baya selaku penjaga vila.
Sepasang paruh baya tadi sudah langsung pergi dan berdalih baru akan kembali sorenya untuk menyalakan lampu maupun beres-beres ala kadarnya. Dengan kata lain, di vila mewah tersebut hanya ada dua orang dewasa yaitu Tomi dan Elia karena Elia juga tak sampai membawa suster penjaga.
Masuk ke vila, yang langsung Resty cari adalah kolam renang. Karena seperti video yang kemarin malam Elia kirimkan ke WA Tomi, permainan yang ingin Elia lakukan menjadikan kolam sebagai tempat eksekusinya.
Di vila mewah yang juga luas di sana, suasananya benar-benar senyap. Tak ada suara lain yang Resty dengar selain suara dari deru napas dan juga detak jantungnya sendiri yang memang sudah sangat kacau. Namun setelah ia makin masuk ke dalam dan itu di dapur, di bagian out door sekat antara gedung dapur dan bangunan di seberangnya terdengar suara musik relaksasi yang mengalun lirih.
Jantung Resty langsung berhenti berdetak ketika akhirnya usaha Resty melongok dari jendela dapur, sungguh melihat adegan tak pantas sang suami dan Elia. Keduanya yang hanya memakai pakaian dalam, sudah ada di pinggir kolam. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Resty segera mengeluarkan ponselnya dari dalam tas selempangnya. Ia segera merekam adegan panas layaknya film dewasa yang diperankan oleh suaminya itu, melalui kamera ponselnya dalam bentuk video.
“Sesakit ini ya Tuhan! Kedua manusia itu benar-benar sakit!” Berlinang air mata, Resty menggigit kuat-kuat bibir bawahnya karena hanya itu yang bisa ia lakukan sebelum ia menemui Tuan Maheza.
Di depan sana, Elia dan Tomi yang masih asyik dengan fantasinya, berangsur turun ke kolam renang. Elia yang terus mengumbar senyum bahagia nan manja, memilih duduk di pinggir kolam, sedangkan Tomi masuk kolam, kemudian kembali menciumi tubuh Elia lagi. Namun di kesempatan tersebut, Elia yang begitu menikmati permainan Tomi, tak sengaja menoleh ke jendela dapur dan membuatnya memergoki Resty.
“Bang-sat! Pah, itu istri kamu! Dia merekam kita! Setan!” teriak Elia langsung panik.
Lebih panik lagi Resty yang dimaksud. Buru-buru Resty kabur sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas. Resty mengerahkan seluruh tenaganya untuk kabur. Nyawanya seolah dicabut paksa hanya karena berada di posisi sekarang. Dikejar oleh orang yang jelas berusaha merebut bukti fatal yang ada di tangannya.
Dalam hatinya Resty menyesalkan keadaannya yang tidak memiliki nomor ponsel Tuan Maheza. Kenapa ia tak sampai mengambil nomor Tuan Maheza dari ponsel Tomi, agar ia langsung bisa mengirimkan kedua bukti yang ia miliki?
“Resty! Se-tan kamu, ya! Berhenti!” teriak Tomi yang lari sambil memakai asal pakaiannya. Sambil terus berlari, ia yang sudah di teras depan vila menatap murka Resty yang malah langsung kabur menggunakan motor.
Resty tetap dengan tekadnya, membongkar perselingkuhan sekaligus kejahatan Elia dan Tomi. Karena melalui Martin yang ternyata anak Tomi, kedua manusia jelmaan demit itu berniat menguasai kekayaan Tuan Maheza.
Walau Resty sudah ngebut, Lexus hitam yang dikemudikan Tomi dan melaju sangat kencang sekaligus bar-bar, sudah ada di belakangnya. Dari sebelah Tomi, Elia juga tak hentinya berteriak, memaki sekaligus meminta Resty untuk berhenti. Apalagi di jalan yang mereka lalui terbilang sepi. Malahan entah kebetulan atau bagaimana, di jalan yang bawahnya merupakan curam menuju jurang itu hanya ada mereka. Membuat Resty dengan sangat jelas mendengar setiap makian Elia untuknya.
Sesekali, di tengah detak jantungnya yang berdegup kencang tak kalah kencang dari laju motornya, Resty memastikan keberadaan Lexus hitam di belakangnya melalui kedua kaca spion motor. “Tuhan, tolong lindungi hamba. Tolong selamatkan hamba dari kedua manusia jelmaan demit itu. Tanggung jawab hamba masih berat. Anak-anak hamba masih kecil. Mereka sedang menunggu kepulangan hamba! Mereka benar-benar hanya punya hamba jadi tolong, hamba mohon lindungi hamba!” batin Resty sengaja menambah kecepatan laju motornya.
“Tabrak!” tegas Elia dingin saking murkanya. Apalagi di depan Resty merupakan tikungan.
Bergidik, Tomi menatap tak percaya Elia. Di waktu yang sama, wanita cantik di sebelahnya langsung menatapnya dengan tatapan marah. Tentu, jika sudah begitu Elia tak menerima penolakan.
“Tabrak seperti yang pernah kita lakukan kepada Cinta!” tegas Elia dengan suara lirih tapi malah membuatnya sangat keji.
Mendengar itu, ingatan Tomi mendadak dipenuhi masa-masa indahnya bersama Resty. Mereka sudah berpacaran sejak SMA, mereka sudah melalui banyak suka dan duka. Terakhir, wajah Cikho dan Cinta turut hadir memenuhi benaknya. Hanya saja, Elia yang ada di sebelahnya sudah langsung mengambil kendali kemudi. Dalam sekejap mobil mereka melaju bak embusan angin yang sangat kencang. Dan tanpa bisa ditahan, ulah Elia mampu membuat Resty maupun motor yang wanita itu kendarai, masuk ke jurang.
Jantung Tomi seolah lepas menyaksikan semua itu. Dunia Tomi menjadi berputar lebih lambat, apalagi bisa dipastikan, Resty tidak selamat.
Tak beda dengan Tomi, dunia Resty juga seolah berputar lebih lambat. Mulutnya memang terkunci rapat, tapi dari kedua ujung matanya, butiran bening mengalir. Hatinya merintih pedih, mencemaskan kedua nasib balitanya yang tengah menunggu kepulangannya. Kemudian kedua tangannya terulur, memohon pertolongan demi kedua balitanya. Resty memohon keadilan untuk ia dan anak-anaknya.
“Tuhan, anak-anak hamba sudah menunggu,” batin Resty. Tubuhnya melayang di udara dan tak lagi duduk di atas motor. Namun dalam sekejap, tubuhnya berangsur terbanting di palung jurang paling dalam, sangat jauh dari tepi jalan sebelum ia jatuh.
“Aku, istri yang dikhianati. Namun kenapa aku juga sampai terbunuh padahal niatku hanya ingin membongkar kejahatan mereka? Niatku benar-benar mulia, ... aku bahkan tidak berniat mengemis kepada mas Tomi untuk memilihku atau setidaknya, meminta dia memberiku kesempatan demi anak-anak kami. Sungguh, sama sekali tidak karena kini prioritasku benar-benar anak.”
“Aku sungguh ikhlas membuang laki-laki tak setia seperti mas Tomi ke tempat sampahh sekelas Elia. Yang ingin aku lakukan malah membuat kedua manusia jelmaan demit itu mendapatkan balasan setimpal untuk kejahatannya.”
Angin berembus kencang menorehkan rasa dingin, mengiringi sekelompok buruk gagak hitam yang berterbangan di sekitar sana. Arwah Resty menangis, menatap pedih raganya yang sudah berlumur darah. Sampai detik ini, darah segar masih mengalir dari kepala bagian belakangnya. Namun jika melihat wajah, wajah Resty tampak sangat segar, bersih mirip bayi baru lahir yang sudah dibersihkan untuk pertama kalinya.
Arwah Resty berangsur jongkok tak jauh dari atas kepalanya. Air mata yang akhirnya jatuh dari kedua matanya, turut berakhir di wajah raganya yang tampak sangat segar, seolah raga itu belum mati. Tak lama kemudian, rintik gerimis mendadak hadir dan Resty memejamkan kedua matanya.
Diamnya arwah Resty tak hanya karena marah, tapi juga terlalu kecewa. Kenapa kebenaran malah kalah oleh kejahatan? Namun tak lama kemudian, Resty menyadari dirinya tak lagi merasakan rintik gerimis. Dan ketika ia membuka mata kemudian menengadah untuk memastikan, di sebelahnya ada pria sangat tampan berparas tenang, tengah memayunginya.
Pria berpakaian panjang serba hitam itu mengaku sebagai malaikat kematian yang akan membawa Resty ke kehidupan selanjutnya karena Resty memang sudah mati.
“Aku mohon, izinkan aku hidup sekali saja. Aku harus membongkar kejahatan suami dan selingkuhannya. Selain itu, aku juga masih punya dua balita yang hanya mengandalkanku! Kedua balitaku sungguh tidak punya siapa-siapa lagi selain aku!” isak Resty sampai menyembah-nyembah kepada si malaikat kematian.
Resty bahkan sampai bersimpuh, menciium kedua kaki yang memakai sepatu pantofel kulit sangat keren dan terlihat mahal itu.
Tak lama kemudian, gemuruh mengiringi petir yang menggelegar sekaligus saling kejar. Semua itu seolah ada di atas kepala malaikat kematian maupun Resty. Resty menengadah, membuatnya mendapati langit gelap di atas sana seolah terbelah. Seorang wanita cantik berpakaian panjang serba putih layaknya bidadari, hadir menyambutnya dengan senyuman yang begitu menawan. Senyuman yang membuat dunia mendadak diwarnai pelangi. Apa yang Resty alami benar-benar mirip mimpi.
“Kehidupan di luar nalar, apakah memang semumukau ini?” pikir Resty. Wanita cantik tadi menghampiri sekaligus mengulurkan tangan kanannya kepadanya, seolah akan memperkenalkan diri sekaligus mengajaknya berkenalan.
“Kenapa kau datang?” tanya malaikat kematian sambil menatap heran si wanita cantik berpenampilan serba putih di sebelahnya.
Tanpa menjawab pertanyaan malaikat kematian, si wanita berkata, “Hai, Resty! Aku Guardian Angel yang akan memberimu misi untuk kembali hidup! Kebaikanmu selama ini, baik di kehidupan yang baru kamu tinggalkan maupun kehidupan di masa lampau, membuatmu mendapatkan kesempatan kembali hidup untuk menuntaskan misi yang belum kamu selesaikan! Kamu benar-benar salah satu arwah terberuntung yang pernah aku temui!”
Terkejut, tentu saja. Tapi Resty benar-benar bahagia. Arwah dari wanita yang baru meninggal itu sampai mendekap erat kedua kaki si Guardian Angelnya.
Malaikat maut yang mendengar itu segera memetikkan jemari tangan kanannya, dalam sekejap, kitab hitam hadir di genggaman tangan kanannya. Ia membuka kitab hitam itu dan melihat data lengkap Resty yang malah kosong. Hanya foto dan biodata saja tanpa ada catatan hidup wanita berkulit kuning langsat tersebut. Padahal normalnya, harusnya ada catatan semacam riwayat hidup Resty.
Malaikat maut kebingungan dan menanyakannya kepada Guardian Angel. “Kenapa arwah ini tidak memiliki riwayat hidup?” tanya malaikat rupawan itu kepada Guardian Angel. Ia sampai menyodorkan kitab tebal berwarna hitamnya kepada sang Guardian Angel.
Guardian Angel tersenyum geli. “Apanya yang enggak ada? Jelas-jelas sepanjang itu riwayat hidupnya.” Ia sungguh melihat banyak catatan di buku tersebut mengenai perjalanan hidup Resty, tapi malaikat maut sampai bersumpah tetap tidak bisa melihatnya. Sumpah yang malah membuat guntur menggelegar-gelegar di atas kepala mereka.
“Sudah, sudah sana pergi, aku harus segera menjelaskan misi yang harus Resty jalani karena raga yang akan dia tempati benar-benar akan mati!” usir Guardian Angel.
Walau masih kebingungan, si malaikat kematian itu memilih undur. Namun ketika tatapannya bertemu dengan tatapan Resty, mata teduh itu sukses membuatnya terjatuh di bebatuan sana yang memang dihiasi sungai kecil berair cetek.
“Ya ampun Anda!” keluh Guardian Angel yang kemudian menghela napas dalam.
Resty yang menjadi kebingungan hendak menolong malaikat maut, tapi pria itu mendadak menghilang bersama asap hitam yang turut menguap, layaknya kekuatan sihir di drama Korea yang pernah Resty tonton.
Selanjutnya, fokus Resty langsung tertuju kepada sang Guardian Angel. “Maaf, kenapa tadi, kamu mengatakan, raga yang akan aku tempati akan segera mati? Memangnya, aku tidak akan hidup di ragaku lagi? Atau memang, aku akan hidup di kehidupan orang lain?”
Guardian Angel langsung tersenyum sambil mengangguk. Ia menjelaskan panjang lebar mengenai misi yang ia tawarkan kepada Resty. Ia melakukannya dengan cepat sekaligus jelas. Hingga beberapa saat kemudian, arwah Resty yang sudah menjabat tangan kanan Guardian Angel sebagai bagian dari kesepakatan, perlahan hilang.
“Semangat, Resty! Kamu pasti bisa! Jangan lupa, kebenaran akan selalu menang! Kalaupun proses memperjuangkannya butuh perjuangan bahkan menyakitkan, itu karena harga sebuah kebenaran memang sangat mahal!” ucap Guardian Angel yang tersenyum hangat melepas menghilangnya arwah Resty. Kehangatan yang tak kalah hangat dari sinar matahari berteman pelangi, siang ini.
Setelah arwah Resty benar-benar pergi, fokus perhatian Guardian Angel menjadi tercuri pada raga Resty. Ia berangsur jongkok, menatap penuh terka wajah Resty.
“Kenapa malaikat maut tidak bisa membaca riwayat hidupmu? Apakah kalian memiliki masa lalu khusus?” pikirnya.
Di tempat berbeda, di ruangan yang benar-benar mewah, mesin EKG berdengung memekak dan terdengar sangat menyakitkan. Garis yang harusnya bergerak naik turun itu telah sepenuhnya lurus, menegaskan siapa pun yang terhubung dengan alat tersebut sudah tak memiliki aktivitas kehidupan lagi.
Adalah wanita cantik berambut panjang yang memiliki kulit seputih sekaligus selembut susu. Di sebelahnya, seorang pria gagah yang tak lain Tuan Maheza terdiam membeku. Satu, dua, bahkan lama-lama tak terkendali, butiran bening silih berganti berjatuhan.
Kebersamaan di kamar mewah yang sengaja dirancang menjadi ruang rawat pribadi di sana menjadi diselimuti duka. Para pelayan yang terjaga di sebelah sang Tuan, berangsur menunduk dalam. Satu persatu dari mereka yang jumlahnya ada tiga orang, menitikkan air mata. Namun lain dari mereka, dua orang dokter dan juga tiga orang suster yang menangani Cinta selaku istri pertama Tuan Maheza, malah kompak berkode mata. Kelimanya saling lirik kemudian berbagi senyuman. Senyum kemenangan yang membuat tampang mereka menjadi tampak keji.
Akan tetapi, dalam sekejap keadaan menjadi berubah. Ketika pada akhirnya, mesin EKG di sana malah menghasilkan bunyi bib bib bib, mengiringi garis naik turun yang kembali merekam aktivitas jantung. Semuanya dibuat tercengang, apalagi ketika akhirnya mata bulat Cinta perlahan terbuka.
Pelayan Tuan Maheza bersuka cita. Tak kalah bahagia dari Tuan Maheza yang detik itu juga mengungkung tubuh istri pertamanya. Air matanya jatuh membasahi wajah cantik wanita itu.
Terbangun di tubuh asing, tapi pandangannya langsung dipenuhi wajah Tuan Maheza sebagai sosok pertama yang ia lihat, Resty benar-benar tercengang.
“S-sayang!” ucap Tuan Maheza masih berlinang air mata.
“Hah? S-sayang? Sebenarnya, aku bangun di tubuh siapa?” batin Arwah Resty. Karena saat di perjanjian tadi, ia tidak diberi tahu tubuh siapa yang akan ia tempati.
Ketika arwah Resty menoleh ke samping, di sana ada dinding berupa hamparan cermin. Betapa terkejutnya arwah Resty karena terbangun di tubuh istri pertama bos suaminya yang sangat cantik. Tubuh wanita yang ia ketahu sangat dicintai oleh Tuan Maheza. Sebab alasan Tuan Maheza terpaksa menikahi Elia pun karena surat wasiat dari Cinta sebelum wanita itu ditemukan kecelakaan. Yang mana, Cinta dan Elia ini bersahabat sejak keduanya duduk di bangku SMA.
Resty ingin segera bangun, tapi tubuh Cinta seolah tidak memiliki tenaga. Rasanya mirip kebas, seolah ada kelainan dalam tubuh tempatnya terbangun itu.
Dari belakang, tim dokter mendekat dan berusaha melakukan penanganan. Namun Tuan Maheza yang sudah sampai mendekap erat tubuh Cinta, membuat mereka tak mungkin melakukannya. Tuan Maheza tetap tidak mau mengakhiri dekapannya. Membuat pelayan di sana menuntun tim dokter untuk keluar membiarkan sang Tuan hanya berdua dengan istri tercinta.
Kesal, itulah ekspresi dari kelima tim dokter di sana. Khususnya pria baya bermata sipit dan berkacamata bening yang dipanggil dengan sebutan dokter Gunawan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!