"Gwiyomi ... Gwiyomi ... ."
Gwiyomi mendengar beberapa orang meneriaki namanya namun matanya enggan untuk terbuka. Ia merasakan tubuhnya kini diangkat dan yang pasti akan dibawa ke rumah sakit. Gwiyomi ingin menolak, ia sangat takut jika apa yang ditakutkannya selama ini akan menjadi kenyataan.
Namun, malang tidak bisa cegah dan untung tidak bisa diraih. Apa yang selama ini ia sembunyikan rapat-rapat, pasti akan terbongkar sebentar lagi. Apalagi saat Dokter menanyakan hal-hal yang membuat Gwiyomi rasanya ingin menenggelamkan dirinya ke dasar samudera.
"Masih mengalami morning sickness?"
"Masih suka pusing?"
"Kalau makan apa-apa suka mual nggak?"
"Jaga kesehatan ya, supaya semuanya lancar sampai harinya."
Semuanya benar-benar kacau, ia berusaha menjawab dengan suara sangat pelan agar Kakaknya Eril tidak mendengar. Tapi hal itu mustahil terjadi, karena sekarang Eril sedang menajamkan pandangannya dengan dahi yang berkerut.
"Semuanya bagus, udah menjadi hal biasa kalau baru awal-awal sering pusing. Meskipun mual harus tetap makan ya, nanti kita bisa melakukan USG agar hasilnya lebih jelas," ujar Dokter mengulas senyumnya yang manis.
"Hasil USG untuk apa dokter?"
Deg
Gwiyomi memejamkan matanya rapat-rapat saat mendengar pertanyaan dari Eril. Jantungnya berdetak sangat kencang hingga ia merasa ingin mati saat itu juga.
"Untuk memastikan kalau kehamilan pasien baik-baik saja, Tuan. Selamat ya, sebentar lagi akan menjadi Ayah," seloroh Dokter mengerlingkan matanya pada Eril.
Eril membesarkan matanya, siapa yang tidak terkejut mendengar kabar seperti itu. Ia menatap Adiknya dan Dokter itu bergantian.
"Maksud Dokter dia hamil?" tanya Eril memperjelas.
"Menurut hasil pemeriksaan iya, apa mungkin Nona belum cerita? Mau surprise ya?" ujar Dokter masih dengan senyumannya yang tanpa dosa. Ia tidak tahu jika setelah ini akan ada peperangan besar.
"Dokter yakin? Kenapa dia bisa hamil? Berapa usia kandungannya sekarang?" Karena sangking terkejutnya, Eril sampai mencerca dokter dengan berbagai pertanyaan. Yang jelas ia berharap kalau semua ini salah.
"Usianya sudah 12 Minggu," sahut Dokter sepertinya mulai paham dengan apa yang terjadi.
Eril merapatkan bibirnya dengan tangan yang mengepal erat. Setelah berbasa-basi sejenak dengan Dokter, ia langsung mendatangi adiknya.
"Katakan siapa yang sudah membuatmu seperti ini?" Eril bertanya dengan suara paling datar yang pernah terdengar.
Gwiyomi menangis lirih, ia menggeleng lemah karena ia sendiri tidak tahu siapa yang telah menghamilinya. Ia bahkan sama sekali tidak menyangka kalau dirinya hamil, mereka hanya melakukannya satu kali, tapi kenapa ia harus hamil.
Ya Tuhan, tolong siapapun katakan padanya kalau semua ini hanya mimpi buruknya saja.
"Jangan bohong! Siapa yang sudah buat kamu seperti ini? Apa pria yang kau pacari secara diam-diam itu? Jawab!" Eril membentak penuh kekesalan, untung saja tadi Mamanya tidak ikut datang kesana, jika iya, bisa-bisa semuanya akan sangat kacau.
"Maafkan aku Kak," ucap Gwiyomi semakin mengencangkan tangisnya.
"Brengsek! Jadi benar pria itu yang sudah menghamili mu?" umpat Eril menendang kursi yang ada di depannya, ia tidak perduli kalau saat ini ia berada di rumah sakit, emosinya sudah berada di ubun-ubun.
"Siapa yang hamil?"
JEDEEERRRRR!!!
Bagai disambar petir di siang bolong, Gwiyomi dan Eril langsung membeku begitu mendengar suara lembut Mamanya. Kini keduanya menoleh bersamaan pada sosok wanita yang bertanya dengan wajah bingungnya itu. Lalu disampingnya ada Papa Axel yang hanya mengerutkan dahinya.
"Mama!"
"Eril, siapa yang hamil?" Bella melangkahkan kakinya lebar-lebar, tatapan matanya menyiratkan sesuatu yang tidak biasa.
Eril bungkam, ia tidak tega jika harus memberitahu Mamanya kabar yang pasti akan membuat wanita itu kecewa. Gwiyomi sendiri tidak bisa melakukan apapun, tangisnya semakin kencang hingga membuat Bella langsung menatapnya.
"Apakah Gwi hamil?" Bella bertanya lirih.
"Ma-"
"Maafkan Gwi Ma, Gwi salah, Maafkan Gwi ... ." Gwiyomi langsung menjatuhkan dirinya dari ranjang dan bersujud di kaki Ibunya. Ia tahu betapa kecewanya wanita ini jika tahu dirinya sudah ternoda sebelum menikah.
Bella mematung, tubuhnya bergetar hebat seiring air matanya yang meleleh membasahi wajahnya. Ia menatap semuanya dengan pandangan bingung, lalu ia menatap putrinya yang menangis dan bersujud kepadanya.
"Jadi, benar Gwiyomi hamil?" Bella kembali mengulangi pertanyaannya dengan wajah linglung, perlahan kakinya goyah hingga ia hampir terhuyung.
"Mama!"
"Bella!"
Axel langsung menangkap istrinya sebelum wanita itu terjatuh. Bella sendiri tidak bisa membendung air matanya, ia memeluk suaminya erat.
"Gwi hamil, dia hamil By, kenapa bisa seperti ini, Gwiyomi hamil, putriku ..." Bella menangis seraya merancau di pelukan suaminya.
Orang tua mana yang tidak ikut sakit jika tahu putri yang mereka jaga agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan masa lalunya. Justru kini bersujud dan menangis seraya mengatakan kalau dirinya hamil sebelum menikah. Entah dosa apa yang mengarungi perjalanan hidup mereka, kenapa putrinya harus memiliki nasib yang sama?
"Kenapa harus Gwi? Kenapa harus putriku By? Apa yang sudah aku lakukan sampai putriku harus seperti ini?" ucap Bella menangis meraung di pelukan suaminya.
Axel hanya bisa memeluk istrinya dengan memejamkan matanya. Ia sendiri tidak berdaya melihat kejadian ini. Apakah semua ini akibat dari dosa masa lalunya yang sering mempermainkan wanita hingga putrinya harus mengalami nasib yang mengerikan.
"Maafkan Gwi Ma, Gwi salah karena sudah tidak bisa menjaga diri. Mama tidak salah, Mama sudah mendidik Gwi dengan sangat baik, Gwi yang salah," ucap Gwiyomi masih menangis sesenggukan dibawah lantai. Ia benar-benar hancur saat melihat wanita yang telah melahirkannya menangis tidak berdaya seperti itu.
Bodoh, dia memang bodoh. Seharusnya ia tidak nekat menemui Bara waktu itu. Seharusnya ia diam saja dirumah dan mendengarkan kata Kakaknya kalau club itu tempat yang tidak baik. Andai saja ia bisa memutar waktu kembali, ia tidak akan datang kesana dan ia tidak akan kehilangan kesuciannya ditangan pria brengsek yang tidak bertanggungjawab. Sekarang siapa yang harus disalahkan?
"Bangun Gwi," ucap Axel tegas.
Gwiyomi masih terus menangis, ia menurut untuk bangkit dari duduknya.
"Katakan siapa yang sudah melakukan ini padamu?" tanya Axel datar, tangannya sudah mengepal erat penuh emosi, mungkin perasaan ini yang dirasakan oleh Ayah Bella dulu saat ia menghamili putrinya. Begitu sakit dan tidak berdaya.
"Gwi ... tidak tahu, Pa." Gwiyomi menyahut sejujurnya, ia tidak mungkin menjadikan seseorang menjadi kambing hitam untuk kesalahan yang tidak diperbuat.
"Jangan mencoba menutupi ba ji ngan itu Gwi, katakan siapa yang sudah melakukannya?" Eril membentak dengan tidak sabar, ia paling emosi disini karena Adik kesayangannya dinodai.
"Aku benar-benar tidak tahu, Kak. Aku-"
"Lalu kenapa kau bisa hamil? Kau tidur dengan banyak pria? Atau ONS?" Bentak Eril semakin geram, ia merasa Gwiyomi hanya melindungi ba ji ngan itu.
"Gabriel!" Untuk pertama kali dalam hidupnya, Axel membentak Eril dengan sangat keras. Ia tidak suka dengan cara Eril menuduh Gwiyomi serendah itu, ia masih percaya jika putri kecilnya tidak akan melakukan dosa memalukan itu.
"Terus aja bela dia, Pa. Jika memang dia terus menutupi ba ji ngan itu, aku sendiri yang akan mencarinya! Dia harus datang dan mempertanggungjawabkan semua apa yang sudah diperbuat, bukan bersembunyi layaknya pengecut!" Eril berdecih penuh emosi, tatapan matanya tajam dan mengerikan membuat semuanya bungkam.
Happy Reading.
TBC.
Hai, hai, selamat datang kembali di cerita author Virzha.
Mohon dukungan LIKE, KOMEN, VOTE DAN SUBSCRIBE ya gengs.
Sini tak kasih bonus Visual Gwiyomi dulu yakk ...
Semua kejadian berjalan sangat cepat, setelah dinyatakan positif hamil, semua keluarga tidak henti mencerca Gwiyomi tentang siapa pria yang sudah menghamilinya. Meski Gwiyomi mengatakan jika ia sendiri tidak tahu siapa ba ji ngan itu, semuanya tidak ada yang percaya. Apalagi Kakaknya Rendra mulai ikut turun tangan membuat semuanya semakin kacau.
"Gwi, ayo katakan siapa yang sudah melakukan ini? Jangan takut, kita pasti akan membantumu." Kirana istri Kakaknya Rendra bahkan ikut membujuknya untuk membuka suara.
"Aku benar-benar tidak tahu, Kak." Gwiyomi hanya bisa menyahut seraya menangis lirih.
"Sudah, kalau Gwiyomi tidak mau mengaku, biarkan kita saja yang merawat bayi itu. Gwi jangan sedih, ada Mama yang selalu ada buat Gwi," ucap Bella memeluk putrinya hingga mereka berdua menangis bersama. Ia hancur, tapi ia akan lebih hancur jika melihat putrinya menangis ketakutan seperti ini.
"Mama jangan gila, merawat bayi itu gimana? Dia tetap harus menikah dengan pria yang sudah menghamilinya, bukan malah membiarkan semuanya seolah ini bukan masalah besar!" seru Rendra tidak terima jika pria yang merusak Adiknya akan lepas tanggung jawab begitu saja.
"Lalu siapa yang harus dimintai tanggung jawab? Sedangkan Gwi tidak tahu yang sudah melakukan hal buruk itu, Rendra. Tolong biarkan saja Mama yang merawat putri Mama ..." Bella semakin mengeratkan pelukannya kepada Gwiyomi membuat wanita itu semakin meraung di pelukan Mamanya.
"Baiklah jika itu keputusan Mama, itu artinya Mama sama saja sudah membela ba ji ngan itu. Untuk apa kita ada disini, tidak ada gunanya. Kiran! Bawa Keenan dan Kendra, kita pulang sekarang, biarkan dia bertahan dengan kekeraskepalaannya itu." Rendra sudah mulai muak melihat Gwiyomi hanya terus menangis tanpa mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.
"Rendra ..."
"Pulang!" Rendra langsung membentak sebelum Kirana menyelesaikan ucapannya.
Kirana bungkam, ia tidak mungkin membantah jika suaminya sudah berkata seperti itu.
"Sekali lagi Kakak bertanya, siapa yang sudah menghamili mu?" Sebelum benar-benar pergi, Rendra ingin sekali Adiknya mau berterus terang padanya.
"Aku yang sudah menghamilinya."
Terdengar suara berat pria yang tiba-tiba terdengar membuat semua orang kaget. Mereka langsung menoleh bersamaan untuk melihat siapa pria yang dengan lantang mengatakan jika dia yang sudah menghamili Gwiyomi.
Gwiyomi membesarkan matanya saat melihat Hazel, ia sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan pria ini. Selama ini Hazel memang sering mengatakan padanya jika pria itu ingin bertanggung jawab, tapi berulang kali Gwiyomi menolak mentah-mentah karena ia tahu jelas bukan Hazel pelakunya.
"Hazel? Apa maksudmu?" Rendra menatap Hazel tajam, dahinya berkerut penuh tanda tanya.
"Maaf jika kedatanganku kesini sangat lancang, aku datang ingin mempertanggungjawabkan apa yang sudah aku lakukan." Hazel menjawab pernyataan Rendra dengan suara tegas. "Uncle, Aunty, aku yang sudah menghamili Gwiyomi, aku akan tanggung jawab dan menikahinya," ucapnya lagi beralih menatap Axel dan Bella bergantian.
"BANG SAT!!!" Rendra tidak semudah itu mendengar apa yang dikatakan Hazel, ia langsung saja melibas Hazel dengan tendangan di perutnya.
"Rendra!" Semua orang memekik kaget melihat tingkah Rendra yang tanpa basa-basi itu.
"Baju ngan kau Hazel! Beraninya kau merusak adikku!" Rendra menghardik penuh amarah, ia menarik kerah baju Hazel lalu kembali menghantam wajahnya dengan pukulan yang keras.
"Kak Rendra, hentikan itu Kak!" Gwiyomi berteriak, ia berlari untuk menahan Kakaknya yang memukuli Hazel dengan membabi buta.
"Jangan membelanya! Beraninya dia datang tanpa merasa bersalah! Bang sat! Kau pikir siapa dirimu berani melakukan itu apa Adikku!" Rendra tidak peduli apapun lagi, ia menghajar Hazel sampai pria itu berlumuran darah.
"Hentikan Kak, aku mohon ... ." Gwiyomi tidak menunggu waktu lama, ia langsung bersujud di kaki Kakaknya Rendra dan menangis lirih. "Jangan melukainya lagi, Hazel tidak salah, bukan dia pelakunya, Kak." Gwiyomi mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
"Cih." Rendra meludah kelantai. "Secinta itu kau dengan ba ji ngan ini sampai kau membelanya seperti ini?" Rendra tersenyum sinis, ia menarik kakinya agar terlepas dari pegangan Adiknya.
"Aku mengatakan yang sebenarnya, bukan Hazel yang sudah menghamili ku," kata Gwiyomi masih kekeh, ia tidak mau Hazel menjadi korban dari kesalahan yang tidak diperbuatnya.
"Tidak, aku yang menghamilinya. Hukum saja aku, aku yang sudah menghamili Gwiyomi," ucap Hazel meski tertatih-tatih, mencoba duduk untuk berbicara.
"Kau dengar itu? Ba ji ngan ini sudah mengaku, apalagi yang ingin kau tutupi?" sentak Rendra geram.
"Semuanya diam." Axel yang sejak tadi bungkam akhirnya buka suara. Wajah pria itu terlihat menggelap penuh amarah.
"Hazel, katakan yang sejujurnya, apakah kau yang sudah menghamili putriku?" Axel bertanya dengan suara beratnya yang penuh wibawa. Bukan karena ia diam, ia tidak marah, ia justru sangat marah hingga ia ingin membunuh Hazel saat ini juga, tapi ia menahannya sekuat tenaga.
Gwiyomi menggeleng lemah, ia memohon kepada Hazel untuk tidak melakukan hal gila itu. Masa depan pria itu akan hancur jika harus menikahi wanita ternoda seperti dirinya.
"Ya." Hazel menjawab dengan tegas tanpa keraguan.
Gwiyomi memejamkan matanya singkat, ia tidak bisa lagi mencegah Hazel yang sudah sangat nekat itu.
"Kau memang ba ji ngan!" Rendra kembali merangsek maju tapi Kirana langsung menahan tangannya.
"Biarkan Papa bicara," tutur Kirana menenangkan suaminya yang penuh emosi itu. Ini padahal hanya Rendra, belum jika Eril juga ada disana, jika iya, Hazel mungkin akan habis.
Axel mengepalkan tangannya erat, ia melihat Bella yang hanya diam dengan pandangan kosongnya. Wanita itu pasti tidak percaya jika anak dari sahabatnya yang sudah menghamili putrinya.
"Malam ini bawa orang tuamu kemari, kalian akan segera menikah," kata Axel memutuskan dengan suara tegas.
"Pa, ini salah Pa, Hazel tidak bersalah, dia hanya-"
"Cukup! Semuanya sudah jelas, Papa sangat kecewa padamu Gwi," kata Axel kali ini memandang Gwiyomi sendu lalu beranjak dari sana, hilang sudah sikap tegas yang sejak tadi ditunjukkan, ia kalah, ia benar-benar sudah kalah dan gagal menjadi seorang Ayah.
"Maafkan Gwi, Pa." Gwiyomi tidak sanggup menatap mata Ayahnya, pria yang begitu menyayanginya itu sudah benar-benar kecewa padanya.
Gwiyomi menutup wajahnya dengan kedua tangan, tangisnya semakin pecah. Semua orang perlahan meninggalkannya hingga hanya tersisa Hazel yang masih mendesis kesakitan. Pria itu mencoba mendekati Gwiyomi lalu menepuk pundaknya.
"Semuanya akan baik-baik saja, aku akan bertanggung jawab, jangan menangis Gwi," tutur Hazel pelan.
Gwiyomi mengusap wajahnya kasar, ia melirik Hazel dengan tatapan tajamnya. "Kenapa? Kenapa kau harus melakukan itu? Kau tidak salah, kenapa harus membelaku? Biarkan aku saja yang hancur, kenapa kau harus ikut menghancurkan dirimu juga Hazel? Kenapa? Biarkan saja aku yang hancur ... ." Gwiyomi memukul dada Hazel dan menangis histeris.
"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi, jika kau hancur, maka aku akan hancur bersamamu." Hazel meraih tangan Gwiyomi lalu memeluknya erat.
Tangis Gwiyomi pecah dalam pelukan Hazel, rasa sakit karena luka batinnya begitu menghujam. Sakit hingga tidak tertahankan, bahkan dadanya sesak seperti tidak bisa bernafas. Sekarang hanya ada tangis penyesalan di dalam kehancuran hidup yang kian merajalela.
Happy Reading.
TBC.
Visual Hazel_
Pernikahan pastinya akan menjadi hal yang paling dinantikan oleh semua orang di dunia ini. Namun, lain halnya dengan pernikahan Hazel dan Gwiyomi. Tidak ada senyuman penuh kebahagiaan atau ucapan selamat atas pernikahan mereka. Hanya air mata dan kesediaan yang mengantarkan keduanya kedalam ikatan suci sebuah pernikahan.
Semua keluarga besar mereka hadir dalam pernikahan itu, terutama keluarga Hazel yang baru saja tiba dari Surabaya. Apakah keluarga Hazel marah? Tentu saja iya, bahkan Hazel juga mendapatkan hadiah pukulan dari Papanya Angga. Semua orang pasti tidak menyangka jika Hazel akan menjadi pria yang telah merusak Gwiyomi.
"Jangan sedih, Mama bahagia Gwi udah nikah. Apapun alasannya, Mama tetap bahagia untuk Gwi." Bella memeluk putrinya seraya mengusap air matanya yang terus mengalir.
"Maafin Gwi, Ma." Hanya kata maaf yang bisa Gwiyomi lontarkan, bahkan ia rasa kata maaf saja tidak akan cukup untuk mengganti seluruh luka yang ia berikan kepada keluarganya.
"Mama udah maafin Gwi, sekarang Gwi nggak boleh sedih lagi, kasihan bayinya nanti ikut sedih kalau Gwi sedih," ucap Bella mencoba tersenyum meski gagal, ia mengusap perut putrinya yang masih rata.
"Terimakasih, Ma." Gwiyomi langsung memeluk Mamanya sangat erat. Ia semakin malu karena Mamanya justru mengulurkan tangan dan bersikap lembut padanya. Ia lebih rela jika Mamanya ini akan memarahinya saja.
"Bella, kayaknya kita perlu bicara." Tiara mendatangi kedua Ibu dan anak yang tengah berusaha saling menguatkan itu.
Bella menatap sahabatnya, ia menghela nafas panjang. "Biarkan Gwi istirahat dulu, dia pasti capek belum istirahat dari kemarin," ujar Bella memandang putrinya.
"Ya, apalagi sekarang lagi hamil. Harus jaga kesehatan sayang, jangan banyak pikirkan. Hazel pasti akan tanggung jawab sama Gwi, Mama yang akan memastikan hal itu sendiri," tutur Tiara mengelus lembut lengan Gwiyomi, anak sahabatnya ini, sekarang sudah menjadi anaknya juga.
Gwiyomi mengangguk singkat, ia beranjak dari sana menuju kamarnya. Ia tidak tahu apa yang akan dibicarakan, tapi yang jelas semua itu terkait masa depannya dengan Hazel. Mereka berdua masih sangat muda, bahkan Hazel umurnya baru dua puluh tahun. Entah bagaimana kehidupan rumah tangga mereka nanti, Gwiyomi hanya berharap jika anak dari ba ji ngan di perutnya ini segera lahir agar ia bisa terbebas dari siksaan jiwa ini.
******
"Nggak bisa Ra, aku nggak mau kalau Gwi ikut ke Surabaya. Biarkan saja mereka tinggal disini."
Di ruang tengah terjadi pembicaraan serius antara keluarga Gwiyomi dan juga Hazel. Mereka tentu harus memikirkan matang-matang bagaimana kedepannya hidup anak mereka.
"Hazel itu masih kuliah, dia tidak mungkin menghidupi Gwiyomi yang sedang hamil tanpa bantuan dari kita. Biarin Gwiyomi kita bawa ke Surabaya, tenang aja Bel, aku pasti menjaganya dengan baik. Kamu tahu sendiri bagaimana aku menyayangi Gwi seperti aku menyayangi anakku sendiri," tutur Tiara.
"Gwiyomi akan tetap disini," sahut Hazel membuat semua pandangan jatuh kepadanya. "Aku sudah bersedia bertanggung jawab atas kesalahanku, jadi sekarang Gwiyomi juga sudah menjadi tanggunganku. Aku akan bekerja dan mengajak Gwi tinggal bersamaku," sambungnya dengan nada tegas seolah ia bisa melawan semua cobaan yang akan menghadang mereka.
"Kau pikir mencari pekerjaan itu mudah? Makanya kalau mau apa-apa dipikir dulu, to lol nggak ilang-ilang," cetus Eril menatap Hazel begitu sinis, ia masih dendam karena ba ji ngan itu telah merusak Adik tersayangnya.
"Aku memang bodoh Kak, tapi aku pasti bisa menghidupi Gwiyomi. Kalian tenang saja, aku pasti akan membuat Gwi bahagia hidup bersamaku," kata Hazel mengepalkan tangannya erat, tak terima Eril mengatainya begitu kasar.
"Dan apakah kau pikir aku akan membiarkan putriku hidup menderita bersamamu? Jangan harap." Axel ikut menyahut seraya menatap Hazel begitu tajam.
"Sudahlah Axel, Bella, lebih baik Gwi ikut bersamaku. Hazel bisa membantuku di perusahaan agar bisa menghidupi istrinya," kata Angga yang sejak tadi diam angkat bicara.
"Tidak! Gwiyomi akan tetap tinggal di Jakarta, begitupun Hazel. Aku akan memberikan mereka tempat tempat tinggal. Setelah itu terserah mereka ingin hidup seperti apa. Anggap saja itu hukuman akibat perbuatan mereka," kata Axel tegas dan begitu serius.
Semua orang terdiam mendengar keputusan Axel itu. Jika Axel sudah memutuskan, maka semuanya tidak akan ada yang berani untuk menggugat.
"Baiklah jika itu yang terbaik, tapi untuk tempat tinggal, biarkan aku yang memberikannya Axel. Sekarang Gwiyomi adalah putriku juga, dia juga sudah menjadi tanggung jawabku," kata Angga mengangguk menyetujui.
"Ya." Axel juga setuju, asalkan Gwiyomi masih berada di dekat jangkauannya, ia merasa sudah lebih tenang. Bukan ingin bermaksud jahat membiarkan Hazel dan Gwiyomi yang masih remaja harus bertahan hidup sendiri, tapi ia ingin memberi pelajaran kepada mereka, anggap saja seperti itu.
Setelah keputusan dibuat, Bella segera menghampiri putrinya yang berada di kamar. Ia tak rela, tapi harus merelakan. Sekarang putrinya sudah menjadi milik orang lain, ia tentu harus menghargai keputusan yang sudah dibuat.
"Mama tetap sayang Gwi, lagipula kita masih bisa bertemu Sayang. Rumah Mama selalu terbuka untuk Gwi," tutur Bella memberikan pelukan hangatnya kepada Gwiyomi.
Gwiyomi hanya diam saja, ia tahu ia salah, jadi ia terima semua resiko yang menjadi takdir hidupnya. Di malam hari setelah pernikahan penuh air mata itu, Gwiyomi akhirnya meninggalkan rumahnya untuk hidup bersama Hazel, pria yang sudah menjadi suaminya.
Sepanjang perjalanan mereka pun tak ada satupun obrolan yang tercipta. Hanya suara mesin mobil yang terdengar dan kendaraan lain yang saling bersahutan.
"Terimakasih," ucap Gwiyomi disela-sela kebisuan mereka berdua.
"Untuk apa?" Hazel mengangkat alisnya seraya melirik Gwiyomi.
"Terimakasih sudah sudi menerima perempuan kotor seperti diriku. Setelah ini, kau berhak melanjutkan hidupmu Hazel, aku tidak keberatan jika kau ingin menentukan masa depanmu sendiri," kata Gwiyomi lirih.
Hazel mengerutkan dahinya, ia tampak tidak senang dengan ucapan Gwiyomi itu. "Jangan berpikir yang aneh-aneh, aku sudah setuju menikah denganmu, itu artinya aku sudah menerima segala yang ada dalam dirimu. Untuk saat ini, lebih baik kau fokus saja pada bayi di dalam kandunganmu," ucap Hazel.
"Sejujurnya aku ingin membunuh bayi sialan ini," kata Gwiyomi berdecih begitu sinis.
"Jangan gila kamu, dia tidak bersalah, kenapa harus membencinya?" sentak Hazel menatap Gwiyomi begitu terkejut.
"Lalu siapa yang salah? Gara-gara dia ada masa depanku hancur, semua mimpi yang aku atur sedemikian indah harus pupus hanya karena ulah Ayahnya yang tidak bertanggungjawab. Aku benci Hazel, aku benci bayi ini, aku mau dia mati!" Gwiyomi berteriak histeris, ia tidak tahan lagi membendung segala emosi yang terpendam dalam dirinya selama ini.
Happy Reading.
TBC.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!