Di bus pariwisata yang membawa rombongan mahasiswa pencinta alam itu, terdapat seorang gadis yang sangat riang, bahkan gadis itu yang paling aktif memandu semua mahasiwa untuk bernyanyi sampai bermain tebak gaya. Yoona Navia, 22 tahun. Gadis periang dan sangat disukai semua mahasiswa kampus karena sifatnya yang humble gampang berbaur dan juga ramah.
Yoona mahasiswa yang sudah menjalani 6 semester dan satu tahun lagi ia akan lulus dan mendapatkan gelar sarjananya. Sebenarnya kegiatan tadabur alam ini tidak ada hubunganya dengan kejuruannya, tapi ia ditunjuk langsung oleh rektor untuk memimpin rombongan yang sebenarnya sudah ada seorang Dosen disana.
Tapi entah kenapa dia yang ditunjuk untuk menemani Dosen memandu perjalanan, yang menurut Yoona sangatlah menyebalkan karena Dosen itu sangat tekenal kilernya.
Arthan Mileer, ya itu nama sang Dosen, pria 33 tahun yang sudah menjadi Dosen selama tiga tahun lamanya. Ia tekenal sangat dingin dan bahkan sudah ada beberapa mahasiswa menerima skorsing bahkan harus di drop out karenanya.
Dan itu yang membuat Yoona tidak suka dengan Dosennya. Bahkan crush nya pun ikut menjadi korban Arthan, yang dia sendiri bingung sebabnya apa.
"Haaahh! capek juga," keluh Yoona yang sudah duduk dikursinya dan sialnya malah sebelah tempat duduknya adalah tempat duduk Arthan, Dosen kilernya.
Yoona melirik kesamping dan betapa kesalnya dia karena saat dia duduk, Dosen itu malah menutup hidungnya yang pasti membuat Yoona tesinggung.
Tapi bukanlah Yoona kalau merasa malu, dia malah sengaja mengipas tubuh dengan lembaran kertas yang pastinya membuat aroma tubuh Yoona akan semakin tercium.
"Astaga, saya bisa mati," decih Arthan yang langsung membuka jendela mobil dan mengeluarkan sebagian wajah keluar lalu menghirup udara banyak-banyak.
"Iya Pak, itu lebih baik," cetus Yoona yang mendapatkan pelototan dari Arthan.
"Apa maksud kamu? kamu mendoakan saya mati?!"
"Enggak Pak, enggak sama sekali, Anda terlalu berperasaan," kilah Yoona yang nyatanya memang iya. Yoona tertawa dalam hatinya karena berhasil membuat Dosennya itu mendengus kesal.
Tiga puluh menit berlalu, akhirnya Bus yang mereka tumpangi telah sampai disebuah Vila, Vila yang sangat besar yang sepetinya memang sengaja disewa pengurus untuk menampung para mahasiswa yang ikut berpartisipasi di acara ini.
Yoona turun dari Bus, meregangkan otot-ototnya yang sedikit pegal karena lamanya perjalanan, terlebih lagi dia yang paling aktif selama diperjalanan.
Semua mahasiswa berbaris dengan tertib didepan Vila, satu persatu diminta untuk mengambil satu bola yang ada di akuarium yang saat ini Yoona pegang. Di bola tesebut sudah dituliskan angka, angka yang tertera nomor pintu kamar untuk menghindari rebutan kamar.
Setelah semua masuk ke villa dengan grupnya masing-masing. Para dosen dan asdos juga ikut masuk kekamar yang sudah disediakan dan berbeda dari mahasiswa lain.
Yoona membanting tubuhnya sendiri dikasur dipan yang sangat nyaman itu, walaupun ia mulanya tidak setuju ikut tapi sekarang ia menyesali penolakannya itu, karena memang seseru itu.
Malam pun tiba, para pembina menunda acara daki gunung karena tenyata cuaca hari itu sangat buruk, angin yang disusul hujan besar. Semua peserta bersorak kecewa, mereka sangat tidak sabar ingin lebih mengenal alam secara langsung, menikmati keindahan yang diciptakan oleh sang maha kuasa.
Trap!
Aakkkhhh!
Tiba-tiba lampu padam, para mahasiswa wanita yang memang sedang berkumpul dititik kumpul diruang tengah Vila sontak berteriak. Bimo, Dosen pembimbing meminta semua untuk tenang. Karena memang seharusnya tidak perlu ada yang ditakuti, itu hanya mati lampu yang mungkin saja sebab dari angin yang kencang.
Braakk!
Semua berteriak lagi, dan kali ini karena dahan pohon menimpa atap, yang mungkin saja atap itu akan bocor.
Tiba-tiba seorang pria paru baya datang dengan senter besar ditangannya. berdiri diantara para Dosen seraya berkata, "Maaf Pak Bimo, ada pemadaman listrik karena pohon besar menimpa gardu akibat angin. Kami akan menggunakan genset untuk sementara, uhuk uhuk!"
Arthan yang juga sedang berada di antara para Dosen seketika menjauh karena pengurus Villa itu terbatuk saat bicara. "Maaf Pak, saya sedang tidak sehat, uhuk uhuk!"
Arthan memberikan tanda yang berarti 'Tidak apa'. "Tapi maaf Pak Dosen, kita membutuhkan Solar."
Ucapan pria itu membuat Arthan mendelik kearah Bimo, dan membuat Bimo langsung mengalihkan pandangan kearah lain. Melihat tidak ada tanggapan dari semua Dosen. Pak Ujang, nama pengurus Vila, iapun menghela nafasnya.
"Baik Pak Dosen. Saya yang akan pergi untuk membeli solar," ucap pak Ujang yang sudah berlalu akan pergi.
Namun tiba-tiba Yoona menyela karena memang ia juga sedang berada diantara Dosen. "Kasian pak Ujang, dia sedang sakit, diluar 'kan sedang hujan," celetuk Yoona.
"Kalau begitu kamu saja yang pergi untuk membeli bahan bakarnya!" sambar Athan.
"Kok saya, Pak! yang lain kan ada." Yoona menatap para Dosen dan asdos lainnya.
"Maaf Yoona, kami juga memiliki kerjaan lain, dan sepertinya atap butuh perbaikan."
"Iya benar, dan kami juga harus menjaga mereka."
Semua Dosen menolak kecuali Arthan yang hanya diam dengan memainkan ponselnya, Yoona juga melihat keteman-teman lainnya yang ternyata ada yang sibuk merapikan perabotan karena benar ternyata atap bocor dan membuat banjir diseluruh bagian vila.
Yoona menghela napasnya sebentar lalu berteriak memanggil pak Ujang yang sudah hampir keluar vila. "Pak Ujang! biar saya yang beli!" teriak Yoona memanggil pak Ujang yang tersenyum lega.
Dengan berbekal payung yang diberikan pak Ujang dan arah jalan yang sudah dijelaskan, Yoona memberanikan diri untuk membeli bahan bakar diesel. Ia berjalan membelah lebatnya hujan, tangan kirinya memeluk tubuhnya sendiri karena angin yang kencang serasa menusuk tulang-tulangnya padahal dia sudah memakai jaket juga hoodie yang dia dobel.
Yoona merasa sudah berjalan lumayan jauh, tapi dia tidak sama sekali melihat ada pom bensin yang pak Ujang katakan. Lalu tiba-tiba...
Wuusshhh!
Sebuah mobil bok melintas kencang dan membuat payung yang Yoona pegang terbang, dan dikarenakan angin yang menghembus terlalu kencang, payungnya terbang ketengah jalan raya. Yoona melihat kesisi kiri kanannya, setelah memastikan tidak akan ada kendaraan yang akan melintas, Yoona pun berniat ingin mengambil payung itu.
Tapi sesaat kemudian, Wuuushh! Aaakkhhh!!
Yoona terpental disemak-semak, tapi tubuhnya tidak tersentuh mobil tadi, lantas siapa yang menyelamatkan dia. Saat dia masih syok, suara bariton menyeruak masuk ke cuping telinganya. "Kau bodoh atau apa hah! kenapa malah berlari kejalan raya, kau mau mati!"
Dengan pandangan yang kabur karena tetesan a ir hujan yang membasahi bulu mata, Yoona mengusap matanya dan ternyata orang yang menyelamatkannya adalah Arthan, Dosen kilernya yang juga saat ini tengah mengomelinya.
Merekapun berdiri dan Athar langsung menarik Yoona kesebuah gubuk reot. Meneduh sampai hujan mereda. Dan mereka tidak tahu sudah ada beberapa orang yang tengah mengintai mereka.
Arthan menggosokkan tangannya, karena rasa dingin yang mulai merasuk kepori-pori kulitnya, matanya melirik kesamping. Ia melihat Yoona yang sedang memeluk dirinya sendiri karena memang angin yang cukup kencang membuat rasa dingin itu menusuk hingga ketulang.
Merasa tidak tega akhirnya Arthan melepaskan jaketnya, berniat untuk memberikannya pada Yoona.
''Pakailah!'' ucap Arthan memakaikan jaket pada Yoona, tapi karena terkejut Yoona pun menghindar.
''Eehh! kenapa Pak?''
''Kamu kedinginan 'kan? pakai ini!'' Arthan dengan dingin dan ketus melemparkan jaketnya kepada Yoona.
Tapi karena tiba-tiba, Yoona pun panik dan berusaha meraih jaket itu. Namun, siapa sangka kakinya yang berpijak ditanah liat, terpeleset karena salah injak.
Aakkhhhh!!
Ehh!
Bruugghh
Yoona terhuyung dengan menarik kemeja Arthan, dan merekapun terjatuh bersama. Dengan Yoona yang berada di bawah dan Arthan yang menindihnya.
Beruntung Yoona terjatuh di rerumputan juga Arthan yang menaruh telapak tangannya dibawah kepala Yoona. Kalau tidak mungkin saja kepala Yoona akan terbentur.
Mata Yoona yang semula terpejam karena takut, perlahan terbuka karena ia tidak sama sekali merasakan sakit di kepalanya. Matanya menatap wajah tampan dosennya itu. Lalu turun hingga kedada yang terpampang jelas disana.
Ya, kancing kemeja Arthan lepas dan hanya menyisakan tiga kancing dari tengah kebawah. Beberapa saat mereka masih berada diposisi saling tindih. Namun, kemudian suara beberapa orang meneriaki mereka membuat keduanya tersentak.
''Waah!! kalian benar-benar tidak tahu malu!'' cercah seorang pria paruh baya dengan kumis yang lebat.
''Kalian tidak bermoral!'' timpal yang lain.
Yoona melihat kesekeliling, ada sekitar delapan orang bapak-bapak yang mengelilingi mereka dengan tatapan tajam.
Arthan yang masih berada di atas tubuh Yoona, segera bangkit dan membantu Yoona untuk berdiri dengan pakaian yang basah dan sangat kotor.
''Apa kalian pasangan suami istri ?! dan apa tidak ada tempat lain untuk menuntaskan hasrat setan kalian, hah!'' maki seorang bapak yang memakai jass hujan.
''Ehh? maaf, kalian salah paham—''
''Alah! enggak usah membela diri! kalian memang mau berbuat zinah 'kan?''
''Enggak! saya tadi itu kepleset,'' Yoona terus membela diri.
''Kepleset, lihat pakaian dia aja sudah setengah terbuka,'' cela bapak berkumis dengan mendelikkan mata pada kemeja Arthan yang terbuka.
''Ya benar!''
''Kita bawa saja dia ke balai desa!''
''Kalau perlu kita arak keliling kampung!''
''Setuju!''
Mereka terus berseru, mengatakan apa yang ada dalam pikiran mereka. Tanpa ingin mendengar penjelasan keduanya.
Yoona panik juga takut. Jantungnya serasa ingin lepas. Matanya melirik kesamping, melihat Arthan yang hanya diam dengan raut wajah datar.
Setenang itukah dia?
''Tidak sangka, yang terlihat berpendidikan ternyata tidak memiliki adab!''
Yoona memejamkan matanya, menerima hinaan seperti itu serasa sakitnya sampai ke ulu hati. Tapi dia patut menjelaskan yang sebenarnya terjadi, bukan?
''Bapak-bapak, kami tidak melakukan apa-apa, sungguh! kalian harus percaya,'' ucap Yoona memelas, agar mereka percaya, tapi sepertinya itu sia-sia. Karena apa yang mereka lihat, itulah yang mereka percayai.
''Maaf ya neng, kita enggak bakal percaya, karena kita juga udah liat buktinya,'' ucap seorang bapak yang memakai pakaian hansip.
''Buktinya? bukti apa? kita benar-benar kepleset tadi!'' Yoona tetap keukeuh menyangkalnya walaupun memang sangkalan Yoona benar, karena itu hanya sebuah ketidaksengajaan.
Arthan menghela nafasnya kesal, ia melirik kearah belakang Yoona, melihat seorang pria yang terlihat sebaya dengannya, mendekat pada Yoona. ''Lihat! sekasar itu dia, sampai celana gadis ini robek,'' ucapnya yang hampir saja menyentuh bagian paha Yoona kalau saja Arthan tidak cepat-cepat mendorong laki-laki itu.
''Jangan lancang Anda!'' cercah Arthan yang menatap tajam pada laki-laki yang sudah terjatuh itu.
Yoona tersentak, ia melihat kearah celananya yang memang ada sebuah robekan pada bagian paha belakang tepatnya dibawah bo-kongnya.
Dengan cepat Yoona menutupi robekan itu dengan telapak tangannya. Wajahnya benar-benar sudah memerah padam karena menahan rasa malu.
''Sudah-sudah kita bawa mereka saja, ke balai desa!'' lerai bapak yang sejak tadi hanya diam menonton.
''Pak Ar! jelaskan pada mereka, kalau kita memang tidak melakukan apa-apa!'' pekik Yoona dengan air mata yang berderai dan bercampur air hujan.
Tapi Arthan seolah tidak perduli dengan Yoona yang sudah menangis dengan frustasi. Ia tetap menatap tajam ke arah laki-laki yang juga menatapnya.
Mereka pun di bawa kesebuah kantor kepala desa yang mereka sebut Balai desa itu. Maka disinilah Yoona dan Arthan berada. Mereka berdua duduk ditengah-tengah para bapak-bapak yang mengelilinginya dengan tatapan hina, seolah benar kalau mereka berdua adalah pelaku zinah yang tertangkap basah.
''Jadi bagaimana? apa kalian akan mengakuinya atau enggak?!'' tanya seorang pria paruh baya dengan pakaian rapih yang penduduk desa panggil Pak Kades.
''Kita harus mengakui apa, pak? sedangkan apa yang mereka tuduhkan itu tidak benar!'' sahut Yoona.
''Tapi maaf neng, mereka pasti tidak akan salah tuduh, apalagi yang menyergap kalian bukan hanya satu atau dua orang saja.''
''Begini saja, saya ingin melihat kartu identitas kalian?''
Yoona menggeleng, karena memang kartu identitas dia tertinggal di Villa. Dan Arthan yang membawa kartu identitas nya segera mengeluarkan-nya dari dompet, lalu memberikan kepada Pak Kades.
''Lajang? itu berarti benar, kalian tidak memiliki ikatan pernikahan,'' ucap Pak Kades.
Yoona menghela nafasnya kasar. Dia kesal pada semua orang terlebih lagi pada Arthan yang tidak ada niatan untuk melontarkan pembelaan.
''Begini saja, kalian menikah sekarang juga!''
Yoona terbelalak, ia tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Menikah? dengan cara seperti ini?
Yoona menggeleng pelan, air matanya kembali menetes. Dia tidak mau, benar-benar tidak mau!
''Pak Ar! tolong bicara sesuatu!'' jerit Yoona yang sudah sangat tidak bisa lagi menahan diri.
Arthan melirik sejenak. Sungguh, bukan dia tidak mau melakukan pembelaan, karena menurutnya kalau ia menyangkal sekalipun mereka tidak akan percaya dan dia ataupun Yoona akan terlihat semakin salah dimata penduduk desa.
''Pak Kades, berikan saya waktu untuk menghubungi rombongan kampus. Kami menginap di Villa indah sana.'' Yoona mendengus karena Arthan baru saja membuka mulutnya sejak tadi.
''Baik kalau begitu.''
''Saya boleh pinjam telepon-nya?'' Seorang kepala desa mengangguk dan menggeser telepon yang ada diatas meja.
Arthan terdiam sejenak, ia bingung harus menghubungi siapa, karena dia sendiri tidak hafal dengan nomor salasatu dosen. Yang pada akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi nomornya sendiri, karena ponselnya memang tertinggal disana dan berharap ada yang menjawabnya.
Beberapa kali Arthan mencoba menghubungi nomornya sendiri, namun tidak sama sekali ada yang menjawabnya.
''Bagaimana?'' tanya Kepala Desa meminta kepastian.
**HAPPY READING
TBC**>>>
''Jadi bagaimana?''
''Enggak! aku tetap enggak mau!'' keukeuh Yoona.
Warga desa menatap kesal pada gadis itu. Yang mereka anggap, sebagai gadis keras kepala
''Yoona, apa kau mengingat nomor teman-teman mu?'' tanya Arthan berbisik.
Yoona menggeleng dengan wajah cemberut, ia masih kesal pada Dosennya itu.
''Lalu nomor ponselmu?''
''Handphon ku mati, habis baterai dan lagi aku charger dikamar.''
Arthan mendengus, ia bingung harus melakukan apa lagi. Karena dia pun sudah berusaha mengajak mereka ke Villa tapi, mereka tidak ada yang mau.
''Jika kalian tetap menolak, maka kami akan mengambil langkah tegas. Kami akan mengarak kalian keliling kampung!''
''Setuju!'' seru semuanya.
Yoona semakin panik. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Melihat Arthan pun sepertinya dia juga bingung.
Namun, tiba-tiba seseorang datang dengan memakai jas hujan. Yoona ikut menoleh dan senyumnya pun terbit.
''Pak Bimo!'' Yoona berlari kearah Bimo, salasatu Dosennya juga. ''Pak tolong jelaskan pada mereka, kalau apa yang mereka tuduhkan itu tidak benar!'' lanjutnya menunjuk pada mereka yang menatap kearahnya.
Bimo terdiam, ia bingung karena dia sendiri tidak tahu apa-apa. Dia datang karena memang mang Ujang bilang kalau dia mendengar Yoona dan Arthan dibawa ke balai desa oleh warga.
Bimo melepaskan jass hujannya lalu menyampirkan-nya ke paku samping pintu. Berjalan mendekat ke mereka ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.
''Maaf Pak Kades. Saya Dosen dari kampus Gunadarma. Beliau juga Dosen di kampus kami, dan dia salasatu mahasiswa terbaik kami. Kalau boleh tahu, ada apa ini Pak?''
Pak Kades yang bernama Purnomo itu mengangguk sejenak, ternyata apa yang di katakan laki-laki itu benar, kalau mereka adalah Dosen dan Mahasiswa. Tapi tetap saja, apa yang warga desa lihat tidak bisa dielakan.
''Begini Pak?''
''Bimo.''
''Begini Pak Bimo, mereka didapati sedang berzinah ditengah hujan begini. Dan para warga lah yang memergokinya, bukan begitu?''
''Benar!'' sahut warga desa.
''Enggak pak, itu enggak benar!'' sela Yoona.
''Pak Kades, mohon maaf, saya menghormati Anda, tapi saya juga sangat mempercayai mereka. Namun, jika memang sudah tidak ada toleransi lagi, karena saya tahu peraturan berbagai macam tempat pasti berbeda. Kita diskusikan lagi, bagaimana baiknya?''
''Sesuai peraturan yang berlaku pak, siapa yang kedapatan melakukan hal-hal yang tidak senonoh, maka dengan terpaksa mereka harus dinikahkan sekarang juga demi mencegah bala yang akan menimpa desa ini, karena ulah tidak bermoral mereka.''
Bimo menghela nafasnya, dia bingung harus berkata apa lagi, karena memang berbagai macam desa pasti memiliki kepercayaan masing-masing. Walaupun memang mereka hanya mendapatkan tuduhan palsu sekalipun.
''Pak, saya mohon jangan paksa kami untuk menikah, karena memang kami tidak melakukan apa-apa. Ini buktinya.'' Tunjuk Yoona pada bajunya yang kotor dan ada luka lecet disiku dan lututnya.
''Ini bukti saya memang tadi terjatuh, bukan berzinah. Dan kebetulan Pak Arthan lah yang menyelamatkan saya.''
Yoona sudah terisak dia benar-benar tidak mau menikah dengan cara seperti ini terlebih lagi dengan dosen killernya yang dia benci. Lagi pula dia harus bagaimana bicara pada orang tuanya nanti. Orang tuanya yang tahu dia pergi untuk melakukan perjalanan dari kampus dan tiba-tiba dia malah mengabari mereka, akan menikah, apa tidak terkejut mereka nantinya.
''Sebentar bapak-bapak.'' Bimo menarik Arthan dan juga Yoona menjauh sedikit dari mereka.
''Pak Arthan, Yoona. Kalian harus menuruti apa yang mereka mau, kalau tidak, pasti akan berbuntut panjang,'' bisik Bimo memberikan usul.
''Tapi Pak, Ayah saya bagaimana?''
''Saya akan menjelaskannya. Mereka pasti mengerti,'' sahut Arthan dengan gentle, tanpa mau tahu perasaan Yoona padanya, yang memang sangat membencinya.
''Kalau begitu, aku yang akan menghubungi orang tua mu,'' timpal Bimo membuat Yoona membelalakkan matanya.
''Paak...'' Yoona sudah lemas, dia takut bagaimana reaksi Ayahnya nanti. Terlebih lagi sang Ayah yang memiliki penyakit jantung.
Mereka kembali bergabung pada warga desa, Bimo duduk didepan Pak Kades, dengan wajah berwibawa ia pun mulai membuka mulutnya.
''Pak Kades, kami menyetujui apa yang sudah menjadi ketentuan desa ini. Tapi bagaimanapun mahasiswa kami ini seorang wanita, yang pastinya membutuhkan seorang wali untuk menikah dan itu wajib bukan? jadi saya mohon kalian bisa menunggu orang tua Yoona terlebih dahulu.''
''Baik Pak, kami akan menunggu.''
Bimo dan Arthan kembali menjauh dari mereka meninggalkan Yoona yang masih duduk diantara para warga. Yoona melihat dari ujung matanya, kalau Arthan dan Bimo sedang menghubungi seseorang yang pasti dia sangat tahu kalau yang sedang dihubungi itu adalah orang tuanya.
Ia hanya bisa mendengus pasrah dan berdoa semoga orang tuanya tidak jantungan mendengar apa yang terjadi pada anaknya ini.
2 jam kemudian seorang pria paruh baya datang dengan mobil hitamnya. Dan segera masuk ke kantor balai desa menemui orang-orang termasuk salah satunya adalah anak gadisnya.
''Yoon!''
''Ayah!'' Yoona berdiri dan berlari kemudian memeluk ayahnya dengan erat bahkan terdengar suara isakan tangis dari gadis 22 tahun itu.
''Sudah! Ayah sudah mendengar penjelasan dosen kamu, jangan takut, hmm?'' Rahmat, sang Ayah. Menenangkan anaknya yang masih menangis di pelukannya.
Yoona mengangguk, ada setitik harapan. Ia berharap sang Ayah bisa membebaskannya dari tuduhan itu dan tidak jadi dinikahkan. Namun, ternyata ia salah besar. Sang ayah malah mengatakan siap untuk menjadi walinya.
Sungguh, mulai saat itu ia anggap masa depannya akan suram, se-suram kisah cinta pada crush nya yang belum juga ia dapati hatinya.
''Saya Arthan Mileer, Pak!'' Arthan mengulurkan tangannya dan Rahmat, ayah dari Yoona menyambut.
''Pak, bagaimana kabar Anda?'' Bimo pun ikut menyalami tangan Rahmat. Ya mereka sudah saling mengenal sejak lama.
''Baik nak Bimo.''
Mereka sudah bersiap untuk melakukan akad, dengan seorang penghulu kampung yang sudah duduk di depan mereka. Arthan menyambut tangannya dan menunggu penghulu itu menyelesaikan tuntunan akad yang akan ia ulangi nanti nya.
Namun, sebelum itu Arthan diminta mengeluarkan sesuatu untuk menjadi mahar sebagai mas kawin, yang akan diberikan untuk Yoona
Arthan pun merogoh sakunya, dan mendapati lima lembar uang yang ada di saku, dan dengan terpaksa juga dengan rasa malu, ia hanya sanggup memberikan uang lima ratus ribu itu sebagai mahar mas kawin untuk Yoona.
''Saya terima nikahnya dan kawinnya Yoona Navia binti Rahmat Wijaya, dengan mas kawin berupa uang senilai lima ratus ribu rupiah, dibayar tunai!''
Sah!
Yoona memejamkan mata dia berharap ini semua hanyalah mimpi, tapi harapannya itu hanyalah sia-sia karena apa yang terjadi benar adanya.
Pergi dari rumah masih menjadi gadis dan nanti pulang ke rumah sudah menjadi istri orang. Orang yang selama ini ia benci karena sikap arogannya. Namun ternyata orang itu malah menjadi suaminya.
Bulir air mata menetes begitu saja setelah doa-doa terpanjatkan dengan hikmat.
Bersambung...
HAPPY READING!!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!