NovelToon NovelToon

Abangku Ayah Anakku

Bab. 1

Hujan turun dengan lebatnya, petir menyambar,angin bertiup dengan kencan. Hingga beberapa pepohonan ikut tumbang gara-gara badai malam itu. Alina Ariesta Wirawan berjalan mondar mandir di depan pintu masuk rumahnya, seraya terus memandangi pintu itu.

"Ya Allah… kenapa Mama dan Papa belum pulang juga yah, Abang Fadlan, Fatur sama Adinda juga belum pulang, katanya mereka pergi hanya sebentar saja, tapi sudah jam sebelas malam belum balik-balik, padahal katanya mereka hanya sebentar saja,kan aku takut sendirian di rumah," ketusnya Alina yang ke sana kemari menunggu ketiga saudaranya itu.

Berselang beberapa menit kemudian, Alina memutuskan untuk duduk di salah satu sofa tapi, baru saja hendak duduk pintu rumah itu terbuka lebar. Terlihat tubuh seorang pria yang lumayan tinggi tegap dan jangkung dia adalah Fadlan.

Fadlan Ibrahmi Nabhan Wirawan, pria yang tahun ini berusia 25 tahun yang sudah dijodohkan dengan salah satu rekan sahabat dari kedua orang tuanya yaitu Pak Arsyad Hakim Wirawan dengan Istrinya Bu Atikah Aminah Wirawan.

Alina Ariesta yang melihat kedatangan kakak sulungnya segera berdiri dari duduknya dengan penuh kebahagiaan. Kakak yang selalu melindunginya jika, ada orang yang menggangu atau pun usil padanya.

"Abang Fadlan, untungnya Abang sudah pulang aku takut sendirian," keluhnya Alina Ariesta yang sudah berdiri di depannya Fadlan.

Fadlan yang melihat adiknya itu segera menyunggingkan senyumnya penuh artinya itu.

"Maaf sudah membuat kamu sendirian, Abang kena macet soalnya," ujarnya Fadlan.

Alina Ariesta melihat hampir keseluruhan pakaiannya Fadlan basah kuyup," Abang ganti pakaian sana gih, entar masuk angin lagi jika memakai pakaian yang basah," usulnya Alina.

"Kamu temani Abang yah di dalam kamar, enggak apa-apa kan?" Tanyanya Fadlan yang berharap pada Alina agar permintaannya dipenuhi oleh adiknya itu.

Alina tanpa banyak pikir ia langsung mengiyakan permintaan dari Fadlan kakak sulungnya itu. Mereka kemudian berjalan ke arah dalam kamar tersebut. Kamar tidur yang bernuansa biru itu mendominasi dengan aksen pria yang jelas terlihat dari beberapa dekorasi dan ornament yang menghiasi kamar itu.

Fadlan mengunci rapat pintu kamarnya tanpa sepengetahuan dari adiknya," maaf malam ini adalah waktu yang paling tepat,mumpung mama,papa, Fatur dan Adinda baliknya besok," batinnya Fadlan lalu segera masuk ke dalam kamar mandi.

Alina duduk di atas ranjang kakaknya yang sering ia lakukan jika,dia masuk ke kamar itu.

"Abang akan menikah beberapa bulan lagi, kalau Abang sudah menikah pasti Abang akan pergi dari sini, terus siapa lagi yang akan antar jemput aku kuliah,Abang Fatur sudah mulai sibuk bekerja sedangkan Adinda kami beda kampus tidak mungkin bisa aku andalkan," keluhnya Alina.

Alina sama sekali tidak menyadari kedatangan Fadlan yang sudah selesai mandi. Air di sekujur tubuhnya Fadlan masih ada sebagian yang menetes membasahi wajahnya hingga ke tubuh sispacknya itu.

Hingga Alina yang dipeluk dari belakang oleh kakaknya itu tersentak kaget dengan perlakuan yang dilakukan oleh Fadlan.

"Aahhh!" Teriaknya Alina.

"Maaf Abang sudah buat kamu terkejut, Abang mohon jangan lepaskan tanganku dari tubuhmu, anggap saja ini pelukan terakhir kalinya Abang lakukan," ucapnya Fadlan sendu.

Alina langsung saja menurut dengan apa yang dilakukan oleh abangnya itu," kenapa tiba-tiba ada perasaan aneh yang datang menyentuh relung hatiku, aku sedih mendengar perkataan dari Abang," batinnya Alina Ariesta.

Fadlan masih memeluk tubuh adiknya itu dengan erat, hingga tanpa ragu sedikitpun langsung membaringkan tubuhnya Alina. Apa yang dilakukan oleh Fadlan awalnya ditentang oleh Alina.

"Abang apa yang kamu lakukan!?" Teriaknya Alina yang terkejut dengan sikapnya Fadlan itu.

Fadlan segera memegangi kedua tangannya Alina agar tidak berontak dan melakukan perlawanan apapun.

"Diamlah, Abang harap kamu bisa bekerjasama denganku malam ini, Abang dari sejak kamu SMP Abang sudah menyukaimu, hingga detik ini hanya namamu yang mampu mengisi hatiku bukan perempuan lain," ucapnya Fadlan dengan tatapan mata membunuhnya itu.

Alina yang melihat langsung ke dalam bola matanya Fadlan langsung bergidik ngeri, karena untuk pertama kalinya ia melihat kakaknya seperti itu dan Alina pun sangat terkejut mendengar perkataan dari Fadlan tentang perasaannya padanya.

Alina semakin berusaha untuk meloloskan diri tapie, itu sia-sia saja," Abang kamu adalah kakakku dan aku adikmu ini tidak boleh terjadi Abang, ingat Abang kita ini saudara jadi aku mohon sadarlah dan hentikan semua apa yang Abang ingin lakukan, semua ini sangat salah besar!" Tegasnya Alina Ariesta yang berusaha untuk menyadarkan kakaknya itu.

Fadlan tersenyum smirk mendengar ocehannya Alina hingga ia tertawa terbahak-bahak mendengar perkataannya Alina.

"Hahaha, saudara adik kakak, kalau kamu adik kandungku aku tidak mungkin melakukan hal ini padamu haaa!!  Aku sangat mencintaimu Alina Ariesta, aku tidak akan sudi menikah dengan Aprilia Yuswandari, karena hanya kamu yang aku cintai,"

Alina mulai ketakutan, air matanya menetes membasahi pipinya itu, tubuhnya gemetaran ketakutan. Ia pun terkejut mendengar penuturan dari Fadlan yang mengatakan dia bukanlah adik kandungnya.

"Ma… mak-sud-nya Abang a-pa? Aku adikmu Abang ke-na-pa ngomongnya kalau aku ini bukan adik kandungnya Abang?" Tanyanya Alina Ariesta yang shock mendengar kenyataan itu.

"Baiklah, Abang akan menjelaskan padamu rahasia besar yang selama ini Papa dan Mama tutupi dari kalian semua,"

Fadlan pun menjelaskan dengan detail apa yang terjadi sebenarnya di dalam keluarganya. Demi obsesi dari kedua orang tuanya yang menginginkan seorang anak perempuan. Sehingga kedua orang tuanya yaitu, Bu Atikah dan suaminya memutuskan untuk mengadopsi Alina dari panti asuhan ketika baru berusia dua bulan. Sedang Fadlan ketika itu sudah berumur lima tahun, adiknya Fatur baru berusia satu tahun.

Ibu Fatimah sejak melahirkan Fatur tak kunjung hamil lagi. Alina Ariesta Amar Alvin adalah dua bersaudara hanya kakaknya yang berusia dua tahun belum ada yang mengadopsi saudarinya. Alina adalah anak yatim-piatu yang sejak lahir kedua orang tuanya sudah meninggal dunia. Mamanya Alina Ariesta meninggal dunia sehari sesudah melahirkan dengan selamat Alina Ariesta kedunia ini,hal itu sesuai dengan informasi dari pemilik dan pengurus panti asuhan.

Setelah mengangkat Alina jadi putri mereka, kurang lebih tiga tahun kemudian ketika Alina berusia sekitar tiga tahun, ibu Atikah akhirnya hamil dan betapa bahagianya, keluarga kecil itu ketika mengetahui jika, calon anak keempatnya adalah seorang perempuan.

Kehadiran Adinda sama sekali tidak mengurangi rasa kasih sayang kedua orang tuanya terhadap Alina Ariesta, walaupun jelas-jelas bukan anak kandung mereka. Alina sama sekali tidak mendapat kasih sayang yang berbeda dengan anak kandungnya Bu Atikah sehingga detik ini juga.

Air matanya luruh membasahi pipinya Alina, kenyataan yang baru saja ia dengar dari kakaknya itu sungguh membuatnya sedih. Ia tidak menduga jika, kedua orang tuanya yang selama ini begitu tulus menyayanginya dan memberikan kasih sayang yang begitu besar hanyalah orang tua angkat saja.

"Jadi Alina Ariesta apa Abang salah jika, Abang mencintaimu dan ingin memilikimu malam ini seutuhnya?"

Fadlan mulai melancarkan aksinya, sedangkan Alina terus berusaha memberontak sekuat tenaganya.

"A-bang sa-ya mo-hon jangan lakukan ini padaku," rengeknya Alina Ariesta yang masih berusaha untuk menyadarkan Fadlan walaupun keadaannya tidak memakai selembar benang pun lagi yang menutupi tubuhnya itu.

Fadlan sama sekali tidak menggubris permohonan dan rengekan dari Alina. Ia hanya melanjutkan apa yang sudah setengah jalan ia lakukan. Hingga teriakan demi teriakan kesakitan dari Alina Ariesta memenuhi seluruh sudut penjuru kamar pribadinya Fadlan.

"Aahhhh sakit!!" Jeritnya Alina bersamaan dengan semakin mengalirlah air matanya itu.

Mampir baca novel baru aku judulnya "Terpaksa Menjadi Orang ketiga"

give away kecil-kecilan khusus pembaca yang rajin" Caranya hanya baca, Like dan komentar.

Bab. 2

Suara tangisan kesedihan, ratapan dan permohonan dari mulutnya Aluna Ariesta Wirawan sama sekali tidak dihiraukan oleh Fadlan Ibrahmi Nabhan. Fadlan semakin menikmati kegiatannya itu hingga kelelahan dan tidak mampu lagi untuk melanjutkannya barulah berhenti beraktifitas di tengah malam itu.

Malam yang begitu dingin, dengan petir,kilat menyambar serta angin yang begitu bertiup kencang dan hujan yang turun begitu lebatnya tak menyurutkan semangatnya Fadlan untuk memenuhi keinginannya itu yang sudah terpendam selama hampir beberapa tahun belakangan ini.

Bukan hanya sekali dua kali saja, hubungan gelap keduanya terjadi. Fadlan selalu meminta hal tersebut, jika keadaan rumah sepi. Arifah Ariesta yang mulai terbiasa dengan hal itu, lambat laun tidak bisa menolak setiap kali abangnya memintanya.

Hingga hubungan tersembunyi dan terlarang itu berlangsung dua bulan lebih. Satupun dari mereka tidak ada yang mengetahui ataupun mencurigai cinta dan kasih sayang mereka yang semakin tumbuh besar hingga detik ini.

Fadlan mendekap erat tubuhnya Arifah,"Arifah Ariesta, hingga akhir hayatnya Abang hanya kamu lah yang Abang sayangi, Abang akan membatalkan pernikahan Abang dengan Aprillia Yuswandari, demi kamu sayang, Abang tidak mungkin hidup dengan perempuan lain selain dirimu dan kamu tidak perlu khawatir karena Abang akan memperjuangkan cinta kita," ucapnya Fadlan ketika kegiatan mereka baru saja berlangsung.

Arifah tersenyum mendengar perkataan dari kekasihnya itu," Alina sangat bahagia dengarnya Abang, semoga Papa dan Mama merestui hubungan kita ini, apalagi Alina sudah hamil Abang," imbuhnya Arifah Ariesta sambil menyodorkan testpack ke dalam genggaman tangannya Fadlan Ibrahmi Nabhan.

Fadlan awalnya terkejut mendengar hal tersebut, tapi ia langsung bahagia karena mengetahui jika kekasihnya hamil. Kesempatan semakin terbuka lebar untuk hubungan mereka yang otomatis semakin besar peluangnya juga.

Fadlan memeluk tubuhnya Alina Ariesta yang hanya tertutup badcover itu, "Syukur Alhamdulillah, Abang sangat bahagia mendengarnya, jalan kita untuk bersatu semakin terbuka lebar jika kamu hamil sayang, Abang yakin papa dan mama akan merestui hubungan kita nantinya," ujarnya Fadlan yang tersenyum sumringah.

Perasaan mencintai dan menyayangi pun tumbuh juga di dalam hatinya Alina Ariesta. Ia diam-diam mulai merasakan cinta untuk abangnya itu, padahal jelas-jelas tinggal menghitung hari saja hari pernikahan kakaknya akan berlangsung dengan perempuan lain.

Malam itu Alina duduk di gazebo belakang rumahnya, ia meneteskan air matanya. Ia bahagia sekaligus sedih setelah mengetahui jika dirinya hamil. Sedangkan dua hari lagi, pernikahan kakak sulungnya sekaligus ayah dari jabang bayi yang di dalam kandungannya yang berusia dua bulan itu.

"Apa yang harus aku lakukan, Abang juga sudah berusaha sekuat tenaganya untuk meyakinkan papa dan mama, tapi mereka tetap bersikukuh untuk menikahkan Abang dengan Aprilia Yuswandari, sedangkan aku tidak mungkin menutupi kenyataan jika, aku hamil karena lambat laun perutku juga semakin membesar saja," gumamnya Alina Ariesta seraya sesekali menyeka air matanya itu.

Alina Ariesta menuruni undakan tangga rumahnya pagi itu, ia berniat untuk berangkat ke kampus. Walaupun akhir-akhir ini kondisi kesehatannya kurang fit disebabkan akan kehamilannya. Tetapi, dengan sekuat tenaga dan semampunya untuk beraktifitas normal seperti biasa, agar tidak ada yang curiga akan kehamilannya itu.

"Mbak Alina, hari ini aku enggak bisa antar Mbak soalnya mulai hari ini aku harus cepat datang ke sekolah karena minggu depan sudah mulai semester," imbuhnya Adinda yang sudah berdiri di samping kakak ketiganya itu dengan memakai seragam putih abu-abunya itu.

Adinda memang baru saja duduk di bangku sekolah menengah atas kelas sebelas,tapi kemampuannya mengemudikan motor patut diacungi jempol. Sedang, Alina sudah berapa kali diajarkan oleh kakak-kakaknya tapi, tetap tidak bisa karena terlalu takut untuk mengendarai motor.

Alina melirik ke arah Adinda," tidak apa-apa kok adek, Mbak bisa naik ojol kalau kamu tidak bisa, Mbak doakan semoga kamu berhasil dengan nilai yang terbaik," ucapnya Alina yang tersenyum tipis menanggapi perkataan dari adiknya itu.

"Alhamdulillah Mbak enggak marah dan memaklumi keadaanku,kalau gitu yuk kita ke dapur,papa sama Mama sudah lama menunggu kita," ajaknya Adinda Agustin Wirawan.

Mereka berjalan bergandengan tangan, layaknya kakak adik yang sangat saling menyayangi dan menghormati itu seperti biasanya, perasaan Alina dengan keluarga angkatnya sama sekali tidak pernah berubah ataupun pudar.

Baru saja Alina ingin mendudukkan bokongnya ke atas salah satu kursi meja makan, semua orang dikejutkan dengan sebuah benda kecil yang dilempar oleh Ibu Atikah ke hadapan keempat anak dan suaminya itu.

Mereka sama-sama saling bertatapan satu dengan lainnya, mereka bingung dengan benda itu. Sedang, Alina dan Fadlan mulai gemetar, panik dan ketakutan dengan penemuan testpack yang Alina dan Fadlan jelas-jelas mengetahui jika testpack itu miliknya.

"Bi Sumi! Bu Siti tolong kemari!" Teriaknya Bu Atiqah yang memanggil kedua asisten rumah tangganya itu.

Bu Sumi dan Bu Siti yang mendengar teriakannya nyonya besar mereka itu yang cukup menggelegar, melengking dan cempreng di pagi hari itu. Alina semakin ketakutan melihat reaksi dari Mama angkatnya itu. Tubuhnya gemetaran tangannya berkeringat dingin.

Fadhlan yang melihat dan menyadari akan hal itu segera memegang genggaman tangannya Alina agar bisa tenang dan tidak bereaksi aneh seperti sekarang ini. Fadlan tersenyum ke arahnya Alina sembari memberikan kode agar bisa lebih tenang.

Alina pun menundukkan kepalanya dan tidak berani menatap langsung ke arah mamanya itu.

"Bibi katakan padaku, apa benda ini milik kalian?" Tanyanya Bu Atikah dengan tegas.

Bu Sumi dan Bi Siti saling bertatapan satu sama lainnya, mereka spontan saling menggelengkan kepalanya tanda bukan dia yang pemilik benda tersebut.

"Maaf Nya itu bukan milik kami, lagian gimana coba caranya kami hamil sedangkan nikah saja belum apa lagi untuk hamil," sanggahnya bi Siti.

Bu Atiqah mengarahkan pandangannya ke arah bi Sumi," saya juga Bu, tidak mungkin karena suamiku sudah hampir tiga bulan tidak balik dari Sumatera, saya juga masih kb," ujarnya Bi Sumi yang memelankan suaranya ketika berbicara tentang alat kontrasepsi yang dipakainya.

"Kalau benda ini bukan milik kalian, jadi siapa yang punya? Tidak mungkin saya pemiliknya," dengusnya Bu Atiqah yang mengarahkan tatapannya ke arah seluruh ruangan tersebut.

Hingga tatapannya tertuju pada Alina Ariesta yang tampak aneh, gugup dan raut wajahnya langsung pucat pasi.

"Kenapa putriku seperti itu sikapnya,apa dia mengetahui siapa pemiliknya apa jangan-jangan dia adalah… saya tidak boleh dzuzon putriku itu anak yang baik, bukan gadis yang nakal yang bergaul dengan orang yang tidak baik, aku tidak boleh memiliki pikiran yang jelek," batinnya Bu Atiqah.

"Mama, emangnya kamu dapatkan itu dari mana?" Tanyanya Pak Arsyad Hakim Wirawan sambil sesekali menyendokkan makanan ke dalam mulutnya itu.

"Mama dapat benda ini di tong sampah, jadi tidak mungkin orang luar yang membawa ke dalam rumah kita," sarkasnya Bu Atiqah sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan tersebut dan menatap mereka satu persatu.

Bab. 3

Alina Ariesta yang hendak menyendok nasi goreng seafood buatan Bu Sumi itu, karena tidak tahan mencium wangi bumbu masakan tersebut langsung mual-mual.

"Oek… owek…"

Alina sudah sekuat tenaga menahan rasa mualnya itu, tapi semakin ia tahan semakin ingin keluar juga. Alina segera berlari menuju wastafel yang tidak terlalu jauh dari meja makan. Bi Sumi dan Bi Siti saling bertatapan satu sama lainnya. Walaupun mereka sudah mengetahui apa yang terjadi, tapi mereka lebih memilih untuk bungkam seribu bahasa.

"Alina apa yang terjadi padamu Nak?" Tanyanya Bu Atiqah yang sangat mengkhawatirkan keadaannya Alina.

Sedangkan yang ditanya malah hanya menitikkan air matanya dalam tangisannya itu. Alina segera memeluk tubuh dari mamanya itu.

"Mama, maafkan saya Ma, Alina yang punya benda itu," ucapnya sendu Alina Ariesta yang tubuhnya sudah bersimpuh di hadapan mamanya itu.

Jedar.. der.. dar.. dur…

Bagaikan petir di siang bolong, perkataan yang dikatakan oleh Alina mampu menggoyahkan keyakinannya Bu Atiqah selama ini terhadap putri angkatnya itu. Sedangkan yang lainnya juga dibuat shock, terpukul dan marah sekaligus kaget dengan fakta baru terungkap itu. Sedangkan Fadlan raut wajahnya pun terlihat dan tersirat raut ketakutan jika, mereka akan mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari anggota keluarganya itu setelah kenyataan yang beberapa hari ini ia tutupi.

Alina Ariesta Wirawan bersimpuh di hadapan Mama angkatnya itu tepat di kakinya, "Maafkan saya Ma, itu punyaku Alina," ujarnya Alina Ariesta yang tersedu-sedu dalam tangisnya.

Semua orang yang hadir di dalam ruangan dapur itu terkejut mendengar perkataan dari Alina, Pak Arsyad Hakim Wirawan menatap tajam ke arah anak angkatnya itu yang sama sekali tidak pernah dianggap anak adopsi sedikitpun.

Beliau berjalan ke arah istrinya itu kemudian membantu putrinya untuk berdiri," sayang putrinya Papa,apa yang kamu katakan sebenarnya? Katakan pada Papa jika perkataanmu itu hanya bercanda saja dan Papa mohon tarik semua perkataanmu barusan," harapnya Pak Arsyad Hakim dengan penuh kasih sayang.

Alina Ariesta tak mampu menatap ke dalam kedua bola matanya Papa angkatnya itu, hanya air matanya yang mampu menjelaskan kebenaran yang ada. Alina tergugu dalam tangisnya, ia menutup mulutnya rapat-rapat saking tidak kuasanya untuk berterus terang kepada Pak Arsyad Hakim Wirawan.

"Alina Mama bertanya padamu, katakanlah yang sejujurnya pada Mama siapa pria yang telah menghamilinya Mama akan memaksa ia bertanggung jawab atas perbuatannya ini, Mama tidak…." Ucapannya Bu Atikah Aminah berhenti seketika karena asisten rumah tangganya menyela pembicaraannya itu.

Adinda Agustin dengan kakak keduanya Fatur Arfat Wirawan hanya terdiam dan menyaksikan apa yang terjadi di depan matanya mereka dengan sendok dan garpu masih setia berada di dalam genggaman tangannya itu.

Bi Sumi membungkuk sedikit tubuhnya, "Nyonya besar Pak Hendra Winata Papanya Nona Aprilia Yuswandari dengan istrinya Bu Dewi Ayu berada di depan," tuturnya bi Sumi yang menatap ke arah bi Siti seolah meminta penjelasan apa yang terjadi di dalam sana.

Bi Siti hanya mengangkat bahunya itu yang tanda tidak mengerti dengan maksud dari tatapan matanya bi Sumi.

"Alina kembali ke dalam kamarmu, kalian bertiga lanjutkan makannya kalian kemudian lanjutkan aktifitas kalian," perintahnya Bu Atiqah.

"Alina sepulang Papa dari kantor, Papa mohon jelaskan apa yang terjadi sebenarnya padamu Nak," ujarnya Pak Arsyad Hakim Wirawan dengan penuh kelembutan.

Alina hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan permintaan dari papanya itu. Bu Atiqah menatap ke arah putra sulungnya itu yang mulai nampak gelisah dan ketakutan.

"Kenapa Abang Fadlan sama sekali tidak membantuku untuk berbicara dengan Mama dan papa padahal janjinya akan memperjuangkan cinta dan hubungan kami berdua," batinnya Alina Ariesta yang berjalan menaiki undakan tangga seraya sesekali menatap ke arah Fadlan Ibrahmi Nabhan.

Air matanya tak hentinya menetes membasahi pipinya itu,ia tidak menduga jika perjuangan cintanya hanya dia seorang diri yang berusaha untuk berjuang bertaruh masa depannya.

Alina Ariesta hanya duduk dan balkon kamarnya,ia mengunci rapat pintu kamarnya itu. Rembulan malam itu begitu cantiknya menghiasi langit dengan cahayanya yang berkilauan, dengan taburan bintang-bintang menambah keindahan malam bulan purnama.

"Andai aku bisa meraih bintang akan aku petik satu untuk menemaniku malam ini," gumamnya Alina.

Pintu kamarnya berderit, dan masuklah seseorang dari arah luar kamarnya Alina.

"Alina Ariesta, katakan sebenarnya siapa pria yang telah menghamilimu nak?" Tanyanya ketika sudah berada tepat di belakang punggungnya Alina Ariesta.

Alina Ariesta tersentak terkejut mendengar perkataan dari seseorang yang sama sekali tidak disadarinya kedatangan orang itu di dalam kamarnya.

Alina segera menyeka air matanya itu," Mama," cicitnya Alina kemudian langsung menundukkan kepalanya tidak berani bertatapan langsung dengan perempuan yang sudah berjasa besar dalam kehidupannya itu.

Bu Atiqah duduk di samping anaknya itu," sayang jangan takut katakan saja yang sebenarnya pada Mama, insya Allah… mama akan bantu kamu untuk menyelesaikan semuanya dengan baik," tutur Ibu Atiqah Aminah yang berusaha untuk membujuk putri angkatnya itu.

"Mama pria itu adalah Abang Fadlan," lirihnya Alina Ariesta yang semakin mengeraskan suara tangisnya itu.

Jedar… der…

Bagaikan petir di siang bolong, ucapannya Aliena mampu membuatnya Bu Atiqah shock dan kaget setengah mati.

"Alina jangan sekali-kali berbohong pada Mama, Nak katakan jika apa yang kamu barusan ucapkan adalah kebohongan besar," ujarnya bu Atiqah sembari memegang kedua pundaknya Alina.

"A-ku ti-dak berbohong Mama, kami saling mencintai," pungkasnya Alina.

"Apa!? Itu tidak boleh terjadi sayang kalian itu saudara mana ada adik kakak saling mencintai?!" Kesalnya Bu Atiqah.

Alina seolah tersudut dengan apa yang terjadi padanya, ia tidak tahu harus berbicara dan berbuat apa lagi.

"Saya tidak bohong ataupun menipu Mama dan memanipulasi kenyataan yang ada, saya hamil putra sulung Anda sudah jalan tiga bulan," ungkap Alina dengan mantap.

Bu Atiqah sebenarnya sudah mencurigai gerak-gerik kedua anaknya itu, tapi ia tidak ingin suudzon terhadap putra putrinya itu.

"Apa kamu sadar dengan apa yang kamu katakan, kalian tidak mungkin bersatu karena, kalian saudara…,"

Alina segera menyela ucapan Mama angkatnya itu dengan memotong pembicaraannya.

"Kami bukanlah saudara kandung iya kan Mama, saya dengan Abang Fadhlan hanya saudara angkat jadi apa salahnya kami saling mencintai dan menyayangi satu sama lainnya," tukasnya Alina.

Kedua matanya Bu Atiqah terbelalak mendengar perkataan dari putri sulungnya itu sekaligus anak ketiganya.

"Alina katakan pada Mama siapa yang mengatakan semua berita bohong ini, kamu adalah anaknya mama anak ketiganya mama dan papa Nak," imbuh Bu Atikah yang ikut bersedih juga.

Alina tidak berani memandang wajah mamanya, "Iya memang kami saudara Mama tapi,bukan saudara kandung dan sampai kapanpun kenyataan itu tidak akan pernah berubah sampai kapanpun Mama, saya tetap anak adopsi mama dan papa." Sanggahnya Alina Ariesta yang baru kali ini menentang semua perkataannya Bu Atiqah.

"Ya Allah… apa kurangnya mama selama ini Nak, apa karena rasa sayangnya mama padamu itu kurang, atau banyak kekeliruan dari perhatian dan kasih sayang yang mama curahkan dan berikan untukmu?" Tanyanya Bu Atikah Aminah sembari menangkupkan kedua tangannya di dagunya Alina Ariesta.

"Mama sama sekali tidak punya kekurangan bahkan karena kebaikan mama sehingga Alina bisa hidup sampai detik ini, tanpa mama mungkin Alina sudah mati, Alina sangat malu dengan kelakuan Alina tapi, aku tidak mungkin bisa berhenti untuk mencintai Abang Fadlan putra sulungnya Mama hingga akhir waktuku Ma di dunia ini," imbuhnya Alina.

Mereka kemudian terdiam sesaat dan merenungi semuanya yang terjadi begitu cepat dalam kehidupan keluarga mereka.

"Tapi, Nak abangmu itu akan menikah dengan perempuan pilihan Mama, kalau kita membatalkan pernikahan mereka maka perusahaan papa yang baru bisa bangkit dari kekurangan dana bisa kembali hancur dalam sekejap mata, Papa Aprilia Yuswandari itu pria yang sedikit kejam dan keras kepala Nak," ucapnya Ibu Atikah yang menangis tersedu-sedu meratapi nasib anaknya itu.

Ibu Atikah sama sekali tidak mempermasalahkan hubungan keduanya, jika semuanya ketahuan sebelum perjodohan ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!