Sinar mentari menyelinap masuk membuat sosok gadis yang tengah tertidur nyenyak pun terbangun. Dengan malas ia membuka mata dan kemudian mengambil ponselnya. Ponsel menunjukkan pukul 06.50. Rasa ngantuk membuat ia ingin kembali memejamkan matanya, namun tidak jadi saat suara sang bunda memanggilnya.
"Aira sayang, ayo bangun ini sudah pagi tidak baik anak gadis bangun siang begini." ucap Bunda sambil mengetuk pintu.
"Iya Bun, Ai uda bangun kok ini mau mandi." ucap Ai.
"Ya sudah, selesai mandi langsung turun, kita sarapan bareng ya Ai." ucap Surraya.
Surraya pun turun ke bawah dan menyiapkan sarapan di meja makan. Terlihat Arya suaminya sedang menuruni tangga menuju meja makan. Diikuti oleh dua pemuda di belakangnya yang tidak lain adalah Arsyad dan Arrayn kedua putra kebanggannya.
"Bun, Ai belum bangun lagi?" ucap Arrayn pada Surraya.
"Sudah, lagi mandi dan siap-siap di kamar." ucap Surraya.
"Selamat pagi semua. Ciee ada yang kangen sama Ai sampai ditanyain ke Bunda." ledek Ai pada Arrayn hingga membuat raut wajah pria itu berubah seketika.
"Emang siapa yang kangen kamu Ai?" tanya Arsyad pada Aira sambil melirik Arrayn.
"Huh, drama di setiap pagi dimulai." decak Arryn membuat semua orang terkekeh.
"Aa Rayn yang tampan, jangan marah dong Ai kan ga lagi ngeledek Aa. Lagian Aa nyariin aku tapi pas ditanya malu-malu kan jadi bahan ledekan Aa Syad jadi bukan salah Ai dong Aa." ucap Ai dengan memperlihatkan puppy eyes pada Arrayn.
"Sudah jika kalian terus bercanda maka semua yang ada disini akan terlambat." ucap Arya sambil memainkan ponselnya.
"Ai bagaimana kuliah dan pekerjaanmu apakah lancar?" tanya Arsyad.
"Aman dan terkendali kok Aa jangan khawatir." ucap Ai.
"Ai, kenapa kamu tidak fokus kuliah saja sayang, Ayahmu ini masih sangat mampu untuk membiayai ssmua fasilitas yang kau butuhkan." ucap Arya tegas.
"Ayah benar Ai, fokuslah pada kuliahmu Aa saja juga mampu untuk memenuhinya." kali ini Arsyad menimpali.
"Ai tahu kalian semua mampu, tetapi Ai ingin menemukan pengalaman dan mengukur seberapa besar potensi yang Ai miliki. Ai juga tahu bahwa keluarga Ai mampu memenuhi apa saja yang Ai inginkan, namun Ai juga ingin melakukan sesuatu yang Ai suka di usia muda Ai. Jadi Ai mohon mengertilah." ucap Ai tegas dengan memberikam penekanan pada pengalaman dan potensi.
"Iya, tapi Ai -- " belum sempat Arya berbicara sudah dipotong oleh istrinya.
"Baiklah sayang jika itu keinginanmu kami semua selalu mendukung segala proses yang kamu lakukan." balas Surraya lembut.
"Terimakasih Bunda." gumam Ai sambil.memperlihatkan senyum manisnya.
"Apa ada yang ingin terlambat sampai ke tujuan masing-masing?" celetuk Arrayn yang entah sejak kapan sudah berdiri.
Mendengar perkataan Arrayn mereka semua pun bergegas. Namun berbeda dengan Ai yang kalang kabut entah apa yang membuatnya seperti itu.
"Yah Bun, Ai berangkat dulu yaa udah telat nih. Bye semua, Ai sayang kalian." ucap Ai smabil berlari.
~Di Kampus~
"Ya ampun kenapa kelasnya pake acara dimajukan secara mendadak sih ga tau apa gue jadi kalangkabut gini." gerutu Ai bertubi-tubi.
Di sepanjang koridor kampus, Ai terus berlari tanpa memperdulikan semua orang. Ia tak memperdulikan jika ia harus menabrak semua orang yang mengganggu jalannya. Hingga ia tak sengaja menabrak seorang pria.
"Duhh, jalan pakai mata dong. Minggir napa, gue buru-buru nih. Lo ngehalangin jalan gue tau. Minggir ga!" amuk Ai pada pria itu dengan garangnya.
"Kamu yang salah jalannya ga bener lalu kamu mau menyalahkan orang lain?" balas pria itu dingin.
Ai yang mendengar suara bass pria tersebut pun mendongak untuk melihat siapa yang telah ia tabrak dan menyalahkan dirinya itu.
"Loh, gue yang salah? Jelas-jelas lo yang salah. Udah ah ga ada guna berdebat sama lo yang ada gue bisa telat masuk. Waktu gue habis sia-sia ngeladenin orang yang gak muka tembok kayak lo." desis Ai emosi.
Ai pun meninggalkan pria itu dan berlari menuju ke kelasnya. Sampai di kelas ia mengintip ke kaca pintu dan terlihat belum ada sosok dosen di dalam ruangan tersebut. Ai pun bernafas dengan lega. Ia pun melangkahkan kakinya masuk kemudian duduk.
"Loh Ai kok lo ngos-ngosan gitu?" ujar Fira heran yang melihat Ai duduk sembari mengatur nafasnya.
"Gilaa siapa yang majuin jam perkuliahan tanpa konfirmasi di grup dari awal sih Fir?" tanya Ai dengan ngos-ngosan.
"Ai loh pasti lupa cek grup kelas kan malam tadi, makanya loh bilang gitu. Ai ketua tingkat udah share infonya dari jam 8 malam Ai. Dan lo pasti baru cek pagi ini kan?" ucap Fira.
"Eh yang bener, jadi salah gue dong yaa yang ga update jadwal." gumam Ai sambii menepuk jidatnya sendiri.
"Eh cepet pada duduk, dosen udah jalan ke kelas." teriak Didit si ketua tingkat.
Semuanya pun duduk di kursi masing-masing. Kelas yang seketika riuh kini mulai senyap. Tidak ada aktivitas yang dilakukan selain mengutak-ngatik ponsel yang ada di genggaman mereka. Tak lama terdengar derap langkah kaki mremasuki kelas semua yang tengah berkutat dengan ponselnya pun kini berhenti dan fokus pada pria yang berada di depan pintu.
"Selamat pagi. Maaf saya terlambat, karena ada beberapa hal yang harus saya urus dengan dekan." ujarnya.
"Baiklah, kalian bingung mengapa bukan Pak Arsen yang hadir. Mulai hari ini saya menggantikan Pak Arsen untuk mengajar di kelas Sastra 1 karena beliau telah dipindah tugaskan ke kota lain." jelasnya.
"Keren banget."
'
"Ga papa deh kan gantinya dosen tampan."
"Dosen idaman."
"Ini bakal jadi saingan gue."
"Perasaan gue ga enak."
"Calon suami gue."
"Berkharisma banget deh."
Itulah celoteh anak kelas dengan berbagai tanggapan. Ada yang senng dan ada pula yang kesal jangan tanya tanggapan gue. Gue kesal banget secara tuh orang yang gue tabrak pagi tadi di koridor kampus bahakn sempat berdebat. Bahkan gue jadi malas untuk masuk kelas dia saking kesalnya gue.
"Baiklah, perkenalkan nama saya Davier Galuh Pramono. Dan seperti yang sudah saya katakam bahwa saya akan menggantikan Pak Arsen untuk mengampu mata kuliah Sastra lokal mulai hari ini hingga akhir semester. Dan tentunya saya memiliki aturan yang wajib kalian patuhi selama satu semestet ke depan." jelas Davier.
Kemudian Davier mengambil selembar kertas di dalam map bewarna biru. Davier meminta mahasiswanya untuk mendengar, menyimak bahkan bila perlu mencatat setiap poin peraturan yang akan ia bacakan. Dengan suara lantang ia membacakannya.
PERATURAN MAHASISWA:
**1.DOSEN SELALU BENAR.
2.TOLERANSI KETERLAMBATAN 10 MENIT.
3.PRESENTASI KEHADIRAN MINIMAL 75 %.
4.PENGUMPULAN TUGAS TEPAT WAKTU.
5.JIKA DOSEN MELAKUKAN KESALAHAN MAKA KEMBALI KE POIN 1 YANG MENYATAKAN "DOSEN SELALU BENAR.
TERTANDA**
DAVIER GALUH PRAMONO
Seusai peraturan tersebut dibacakan kelas mulai riuh seakan melontarkan kata tak terima atas peraturan yang dibacakan oleh Davier. Namun hanya ocehan yang tidak jelas yang mereka lontarkan.Mereka tidak berani mengatakan langsung.
"Ocehan yang tidak ada gunanya." gerutu Ai
"Apa ada yang ingin ditanyakan? Jika tidak ada maka kelas kelas saya sudahi hari ini." ujar Davier.
"Bapak umurnya berapa?"
"Bapak sudah menikah?"
"Boleh minta nomor Whatappsnya?"
Rasaya Ai ingin muntah mendengar pertanyaan tidak jelas yang teman-temannya lontarkan. Tinggal menunggu saja apa dosen itu akan menjawab atau tidak.
"Umur saya 23 tahun dan saya belum menikah. Untuk nomor Whatapss akan saya berikan kepada PJ mata kuliah ini. Oh yaa siapa PJ nya?", gumamnya.
Fira pun mengacungkan tangan. Ya karena dia adalah PJ nya. Anak-anak yang lain pun menatap sinis ke arah Fira namun seketika nyalinya menciut ketika aku menatap mereka tajam.
"Baiklah, kalau begitu kelas hari ini saya akhiri sampai di sini. Selamat pagi." ujar Pak Davier.
Ai pun akhirnya bisa bernafas lega, dan langsung menarik lengan Fira untuk keluar dari kelas. Mereka menyusuri koridor dan tanpa sengaja berpapasan dengan Dosen Killer bin Kutub itu.
"Permisi pak." ucap Fira.
"Tunggu dulu, kamu PJ saya kan untuk kelas Sastra 1?" tanyanya dingin.
"I-iya pak benar." jawab Fira gagap.
"Kalau begitu ini kartu nama saya dan disitu ada nomor saya. Hubungi saya segera agar saya bisa memberikan info perkuliahan." ujarnya dingin.
"Baik pak akan segera saya lakukan." jawab Fira lagi
Tak lama ponsel Ai berdering. Ai mengambil ponsel dari saku tas dan terlihat nama di benda pipih itu.
Kak Pandu Is Calling
Au pun menjauh dari mereka dan menerima panggilan tersebut. Setelah selesai berbicara Ai pun kembali menghampiri mereka.
"Fir, sorry gue ga bisa nemenin lo ke kantin gue harus buru-buru karena Kak Pandu udah nungguin gue yaa." ujar Ai kepada Fira.
"Iya ga papa gue langsung balik aja kok Ai." jawab Fira ramah.
"Ya udah gue duluan. Saya permisi Pak." ucap Ai pada Pak Davier.
"Iya silakan." balas Davier dingin.
Davier POV
Aku hari ini telah selesai mengajar dan ketika melewati koridor kampus tak sengaja berpapasan dengan mahasiswiku. Mereka menyapaku. Ketika berbicara gadis yang pagi tadi menabrak dan marah-marah padaku ternyata juga mahasiswaku. Ketika sedang mengobrol ia meminta izin untuk menerima telepon.
Setelah selesai, ia izin untuk pulang duluan karena sudah di tunggu oleh seseorang yang di panggilnya Kak Pandu. Disaat itulah aku sempat tahu nama panggilannya Ai. Namun aku merasa aneh ketika ia menyebut nama seorang pria. Ya Pandu.
"Siapa itu Pandu?"
"Apa hubungan gadis ini dengan pria yang bernama Pandu itu?"
-----------------Next Update----------------
Jumat, 5 Juni 2020
Salam Hangat
Author Halu
Aira pun meninggalkan mereka berdua untuk menuju ke parkiran. Setelah mendapat panggilan dari Pandu ia pun segera meluncur untuk menemui pria itu. Di perjalanan Ai dibuat kesal sebab keadaan jalanan yang begitu macet. Ia terus menggerutu tanpa henti.
"Apa Jakarta harus seperti ini ya. Kapan jalanan di sini tidak terkena macet. Merusak mood gue aja sih ga tau apa gue lagi buru-buru." gerutu Ai di dalam mobilnya.
Sudah hampir setengah jam ia duduk diam dan terus memperhatikan sekitar. Ini sudah cukup lama membuat Ai yang sejak tadi menggerutu akan nasibnya kini telah berhenti. Ia sudah benar-benar bosan melihat rambu lalu lintas yang sejak tadi tidak ada tanda untuk berubah hijau. Akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi seseorang.
Me
Andin, katakan pada Kak Pandu
kakak terlamat, jalanan begitu
macet hari ini.
Andin
Baik kak, baru saja aku mau
menghubungi kakak.
Kak Pandu cemas padamu
Setelah menghubungi asistennya Ai kembali fokus melihat ke depan. Ia sudah benar-benar jenuh berada di jalanan macet ini. Jam di ponselnya sudah menunjukkan pukul 11.20. Itu artinya sudah hampir satu jam Ai terjepit di dalam kemacetan.
Davier POV
Di ruangan Davier sedang memeriksa jadwal mengajar dan mengerjakan beberapa tugas kantor. Ia memiliki janji untuk bertemu dengan Arya di rumahnya pukul 3 sore nanti.
Davier melirik arloji yang ia kenakan. Arloji tersebut menampakkan bahwa sekarang sudah menunjukkan waktu untuk istirahat salat dan makan siang. Davier pun meninggalkan pekerjaannya sejenak dan merebahkan dirinya di sofa.
Sekilas pikiran kembali teringat dengan Ai mahasiswanya itu. Ia mendapatkan info dari beberapa dosen bahwa Ai merupakan mahasiswi yang terkenal dengan kepintaranya dan ia juga populer di kalangan para pria di kampus.
Tidak henti-hentinya Davier memikirkan tenntang Ai. Sejak pertama kali ia bertemu Ai ada rasa yang aneh yang tiba-tiba mengganggu dirinya terlebih setelah mendengar nama seorang pria. Ya nama Pandu, ia dibuat penasaran oleh sosok Pandu itu. Davier mengacak rambutnya kasar. Ia betul-betul merasa kacau.
"Apa-apan aku ini, gadis itu. Mengapa gadis itu begitu mengganggu pikiranku? Dan mengapa aku menjadi seperti ini karena gadis itu." ucapnya dengan penuh rasa kesal.
Davier POV Off
Di lain tempat Ai masih berada dalam mobil dan suasana macet. Wajahnya menampakkan raut kekesalan. Namun seketika raut wajahnya berubah ketika mendapati rambu lalu lintas berubah menjadi warna hijau. Ia pun mulai menancapkan gas dan meluncur untuk menuju ke lokasi tujuan.
Sekitar 20 menit pun ia telah sampai ke lokasi tujuan. Jika tidak macet mungkin ia sudah sampai sejak tadi. Jarak dari kampus menuju kemari tidak terlalu jauh. Hanya membutuhkan waktu 20 menit saja itu pun jika tidak macet.
"Selamat siang nona Ai, Pak Pandu sudah menunggu anda di ruangannya." ucap seorang wanita yang tak lain adalah asisten Pandu.
"Baiklah terimakasih Kak Moza. Kalau begitu aku permisi untuk menemui Kak Pandu." ucap Ai singkat.
Ai pun mendorong knop pintu tanpa mengetuk. Bukan tanpa alasan Ai melakukan itu. Ai sudah lama kenal dengan Pandu jadi tidak heran jika Ai sesuka hati. Namun Ai juga sadar dimana dan bagaimana harus mengkondisikan sikapnya.
"Maaf Kak aku telat pake banget." ucap Ai pada Pandu.
"Santai aja kali Ai, kayak baru kenal aja kamu. Lagian kamu itu bukan karyawan biasa, kamu kan wakil direktur. Jadi kamu bebas mau gimana." ucapnya santai sambil tersenyum pada Ai.
"Ya tetap aja Kak, aku ga mau mereka berpikiran negatif soal aku. Ini dunia pekerjaan bukan dunia permainan yang bisa seenak hati." ucap Ai tak enak.
"Formal banget sih kamu Ai, udah jangan cemberut gitu ah ntar cantiknya hilang loh." goda Pandu.
"Ih kakak, bikin aku malu aja tau ga. Kenapa kakak minta aku ke kantor. Apa ada kerjaan atau meeting dengan client?" tanya Ai penuh selidik.
"Ga ada jadwal apapun kok. Kalau ada kan pasti Andin kasi kabar ke kamu." ucap Pandu santai.
"Terus kenapa dong?" tanya Ai lagi.
"Ya ampun Ai, ini kan kantor kamu juga. Bukan berarti kamu kerja secara freelance ngebuat kamu ga harus datang ke kantor kan." ujarnya sedikit kesal.
Memang benar apa yang Pandu katakan. Bukan berarti Ai freelance membuat Ai tidal datang ke kantor. Tapi Ai berpikir karena tidak ada jadwal jadi Ai tidak harus ke kantor.
Pandu menyadarkan lamunan Ai. Ai pun tersadar dan menoleh kepadanya. Ai melihat wajahnya yang kembali ramah.
"Kenapa melamun, kamu mikirin apa Ai?" tanya Pandu pada Ai.
"Gak mikirinn apa-apa kok kak." jawab Ai.
"Ai, kamu hari Minggu pagi ada acara ga?" tanya Pandu.
"Ga ada tuh kak, emang ada apa?" tanya Ai balik.
"Disti, dia mau ngajak kamu jalan katanya. Dia minta aku nanyain ke kamu. Gimana Ai bisa kan?" tanya Pandu lagi.
"Wah bisa dong kak. Apa sih yang ga buat anak aku." ucap Ai dengan memperlihatkan senyum tipis.
"Serius nih kamu bisa. Ga ngerepotin kan Ai?" tanya Ai lagi.
"Iya serius, lagian udah lama juga Disti ga jalan bareng sama Mami Papinya kan Kak." ucap Ai.
"Syukur deh Ai kalo kamu bisa. Makasih yaa uda mau nemenin Disti, ngerawat dan jadi orang tua buat keponakkan aku Ai." ucap Pandu.
"Iya sama-sama Kak. Lagian kakak juga tau kan kalo aku uda ketemu anak kecil itu bawaannya gemessh banget." ucap Ai semangat.
Disti adalah keponakan Pandu. Sejak 2 tahun terakhir setelah kecelakaan kedua orang tua Disti, Pandu memutuskan untuk merawat Disti. Disti adalah anak semata wayang Kakaknya Pandu.
Semenjak Ai tau Pandu merawat Disti, sejak itulah Ai juga berniat membantu Pandu untuk merawat Disti. Sehingga Disti memmanggil Ai dan Pandu dengan panggilan Mami Papi.
Jangan kalian pikir Ai itu suda menikah ya apalagi menikah sama Pandu. Jangan salah paham ya. Ai cuma jadi Ibu angkat untuk Disti supaya dia merasakan kasih sayang orang tua seutuhnya.
Sekarang usia Disti sudah menginjak 5 tahun. Dan makin banyak saja permintaan yang ia minta ke Ai ataupun ke Pandu. Kadang Pandu merasa tidak enak sama Ai, tapi Ai santai dan tidak masalah juga untuk menuruti keinginan Disti.
Ternyata perbincangan Ai dan Pandu cukup lama. Waktu sudah menunjukkan pukul 3. Jadi Ai memutuskan untuk pamit pulang sama Pandu. Ai harus balik dan bantuin Bunda masak untuk makan malam. Iya Bunda itu ga bisa masak semenjak Ai SMP Ai yang ambil alih buat menyiapkan makan malam, paling Bunda cuma naruh aja di meja makan.
Di rumah, terlihat sepasang rekan bisnis yang sedang membahas pekerjaan. Iya siapa lagi kalau bukan Davier dan Papanya Hardi serta Arya dan anak-anaknya.
"Bagaimana mengenai kerjasama kita apakah anda setuju Pak Arya?" tanya pria paruh baya yang tak lain adalah Hardi.
"Saya setuju dengan kontrak kerjasama ini Pak Hardi. Mulai hari ini kita adalah partner." ujar Arya dengan menampakkan seulas senyumnya
"Baguslah jika begitu." ujar pria tersebut.
"Oh ya Davier, kamu juga seorang Dosen 'kan, kamu mengajar di Kampus mana?" tanya Arya.
"Iya benar. Mulai hari ini saya dipindah tugaakan di Universitas Indonesia Pak." jawabnya singkat.
"Loh itu kan kampus dimana adek kuliah kan Pa." ujar Arsyad.
"Iya benar tuh Aa Syad." timpal Arrayn.
"Hmm, iyaa benar juga." tukas Arya.
"Memang nama anak Pak Arya siapa? Laki-laki atau perempuan." tanya Hardi
"Perempuan, namanya --"
Belum sempat Arya menjawab dari luar sudah terdenagar deru mesin mobil yag berarti. Ai sudah pulang. Dan Ai pun masuk ke dalam rumah.
"Assalamu'alaikum." ucap Ai.
"Wa'alaikumussalam." jawab semua serempak.
"Nah itu dia anak saya, sayang sini Ayah perkenalkan pada rekan bisnis Ayah." sambil menoleh ke arah Ai.
Davier dan Hardi pun ikut menoleh kearah yang sama dengan Arya dan betapa terkejutnya Ai dan Davier.
"Bapak? Ba-Bapak ngapain di rumah saya?" kaget Ai.
"Kamu, yang di kampus tadi kan." ujar Davier dingin.
-----------------Next Update--------------
Jumat, 5 Juni 2020
Salam Hangat
Author Halu
Ai terkejut melihat Davier si Dosen killer bin dingin ada di rumahnya. Bagaimana tidak, seperti yang terlihat ia duduk bersama dengan Ayah dan kedua saudaranya bahkan terlihat begitu akrab. Bukan hanya Ai yang terkejut bahkan Davier pun juga sama terkejutnya dengan Ai.
"Kalian uda saling kenal?" tanya pria paruh baya yang kelihatannya seumuran dengan Ayah gue.
"Dia mahasiswiku Pa." ujar Davier singkat.
"Loh Ai udah pulang?" tanya Bunda yang sekaligus membuat Ai tersadar dari yang tadinya menatap Davier heran.
"Eh iya Bun, baru aja nyampe nih." ucap Ai sambil melirik mereka seakan meminta penjelasan.
"Sayang, sebelum kamu ke kamar, sini duduk bentar dan sekalian Ayah kenalkan dengan rekan bisnis Ayah." pinta Ayah pada Ai, dan Ai pun menurutinya.
"Iya Yah. Perkenalkan saya Aira Anandia Maheswari Om putri dari Bapak Arya Septian Maheswari dan Ibu Suraya Anandia Maheswari." jelas Ai dengan mengulas senyum pada pria paruh baya itu.
"Putrimu sangat cantik, lemah lembut dan juga sopan Arya. Pasti kau sangat menyayanginya, apalagi dia putri tunggal dalam keluargamu. Nak panggil aku Om Hardi." ujar pria itu yang telah aku ketahui namanya.
"Om bisa aja, Ai jadi malu loh Om." ucap Ai sambil tersenyum.
"Aku menyayangi semua anak-anakku tanpa pilih kasih sedikitpun. Mereka semua adalah kebangganku." jawab Arya membalas perkataan Hardi.
"Maaf, Ai harus naik ke atas, mau mandi karena banyak juga yang harus Ai kerjain, Ai permisi dulu yaa." ucap Ai lembut.
"Iya silahkan nak." ujar Hardi pada Ai.
"Ya udah kamu mandi gih, ntar ke dapur yaa bantuin Bunda masak Ai." ujar Surraya , dan Ai balas dengan memberikan jempol sambil berjalan menaiki tangga.
~Di Kamar~
Ai masuk ke kamar lalu meletakkan kunci mobil dan tas di atas meja belajarnya. Kemudian Ai menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Rasanya hari ini sungguh melelahkan. Padahal tidak banyak kegiatan yang Ai lakukan.
Sekitar lima belas menit Ai merehatkan diri berbaring di ranjang. Merasa tubuh Ai sudah lebih leluasa bergerak Ai pun bangun, melihat jam di ponsel yang menunjukkan pukul 17.20 dan Ai pun bergegas menuju kamar mandi.
~Di Ruang Tamu~
"Kalau semuanya uda beres saya dan Papa pamit pulang dulu Om." ujar Davier.
"Ehh tungggu, jangan buru-buru, makam malam aja disini sekalian, lagian uda mau deket maghrib loh ini." ujar Surraya.
"Ya ga usah tan, ntar merepotkan. Lagi pula saya dan Papa juga belum mandi." ujar Davier.
"Eh jangan panggil tante, semua teman anak-anak Bunda, mangggilnya pake Bunda. Jadi kamu panggil Bunda aja ya." ujar Surraya lembut.
"Ehh, baik Tan eh Bun." ujar Davier canggung.
"Ga papa, kan bisa mandi di sini aja Om sama Daviernya, masalah baju ganti ga perlu dipikirin." ujar Arsyad kali ini.
"Kami merasa merepotkan keluargamu loh Arya." ujar Hardi.
"Ah, kami tidak merasa di repotkan. Lagi pula kau mengatakan bahwa istrimu juga sedang keluar kota menemani anakmu yang akan sedang hamil tua kan, jadi santai saja." ujar Arya santai.
"Terimakasih sekali lagi." ujar Davier.
"Mari saya antar Om dan Davier ke kamar tamu untuk istirahat dan mandi." ujar Arrayn kali ini berbicara.
Davier dan Hardi pun mengikuti Arryan menuju kamar tamu di lantai 2. Mereka pun segera mandi lalu beristirahat sejenak. Setelah memasuki waktu salat maghrib mereka pun meunaikan ibadah salat maghrib berjamaah begitu pula dengan keluarga Arya.
Di kamar Ai sudah selesai dengan ritual mandi dan sedang duduk sambil mendengarkan musik, berhubung ia sedang dapat tamu bulanan. Jam di ponselnya menunjukkan pukul 18.13 ia pun menyudahi aktivitasnya dan turun menuju ke dapur untuk memasak.
Sejak SMP Ai lah yang menyiapkan makan malam, karena memang ia pintar memasak dibandingkan sang Bunda. Dengan lincahnya ia memasak, sedangkan bunda hanya menyiapkan meja dan meletakkan makanan di meja makan.
Setelah selesai Ai pun membersihkan dapur, mencuci segala peralatan memasak. Jangan kira mereka tak mempunyai pembantu, hanya saja pembantunya hanya bekerja membersihkan rumah, mencuci, menyetrika, dan hal-hal kecil lainnya. Selebihnya dilakukan oleh Ai dan Bundanya.
"Bun, Ai keatas dulu yaa ambil handphone, Bunda panggil yang lainnya aja yaa." gumam gue ke Bunda dengan lembut.
"Ya udah buruan gih, jangan lama-lama." ujar Bunda.
"Oke Bunda sayang." ucap Ai pada Surraya, lalu berjalan menaiki tangga.
Bunda mengampiri suami, anak-anak dan tamunya di taman belakang. Terlihat mereka sedang mengobrol santai. Bunda sekilas memperhatikan Davier dengan mengulas senyum tipis di bibirnya.
"Makan malam udah siap, mari kita makan bersama." ujar Surraya membuat pembicaraan itu terhenti.
"Nah, ayoo kita makan malam." ajak Arya kepada mereka semua.
Mereka pun menuju ke meja makan dan menempati kursi masing-masing. Arya yang tidak melihat kehadiran putrinya pun bertanya kepada sang istri.
"Bun, Ai mana, ga turun untuk makan malam?" tanya Arya penasaran.
Mendengar ucapan sang Ayah, Arsyad dan Arrayn pun menatap Bundanya seakan meminta jawaban atas pertanyaan sang Ayah.
"Di kamar, katanya tadi mau ambil handphone dulu, ga tau kenapa ga balik-balik." ujar Surraya .
"Ya uda biar Aa aja yang panggil Bun." ujar Arryan yang mulai bangkit dari tempat duduknya namun tiba-tiba tangannya di tahan oleh Arsyad sembari berkata "Ga perlu, tuh dia turun, kalo pun di ga turun biar gue yang panggil dari pada ujungnya ribut karena lo ganggu Ai." ujar Arsyad sambil terkekeh kecil.
Arrayan mendengus tanda tak suka dengan ucapan sang kakak, walaupun kenyataannya memang benar adanya. Arrayan dan Aira memang tidak bisa jika sehari saja tidak damai.
"Kamu lama banget sih Ai, ambil handphone doang juga." omel Surraya pada Ai.
"Hehehehe, maaf Bun, tadi si Andin telepon jadi aku bicara dulu sama dia." ucap Ai. Tapi Ai tersadar ketika melihat ada Davier sama Papanya,
"Kok mereka belum pulang ya?" batin Ai dalam hati.
"Ya udah duduk dulu kek baru sambung ngobrolnya, kasian yang uda nunggu lama nih." ketus Arrayan, membuat Ai menjulurkan lidahnya ke Arrayan.
"Wkeeek, bilang aja Aa Rayn yang lapar, jangan bawa-bawa yang lain." ledek Ai.
"Udah berantemnya, sekarang kita makan, Ai ayo duduk di sebelah Davier." ujar Arya.
Dengan terpaksa Ai duduk di sebelah Davier. Walaupun begitu ia tetap memperlihatkan rasa hormatnya kepada tamu. Ia pun duduk di sebelah Davier.
"Ayo silahkan di makan, ini yang masak Ai loh." ujar Surraya dengan bangga, buat Ai jadi malu tau.
"Terimakasih Bun." ujar Davier.
"Apa gue ga salah dengar kan, dia panggil nyokap gue apa tadi, Bunda?" batin Ai dalam hati.
"Gimana enak ga Om, Davier? Ini bukan kali pertama kok Ai masak. Setiap hari Ai kok yang masak jadi ga perlu diragukan lagi deh." puji Arsyad.
"Luar biasa enak loh ini ga kalah sama makanan di restoran deh. Iya kan Vier?" ujar Hardi.
"Iya enak." ujar Davier singkat.
Ai merasa senang dengan pujian yang didapatnya hari ini. Ia juga merasa senang jika tamunya merasa puas dengan jamuan yang ia hidangkan. Tiba-tiba ponsel Ai berbunyi dan ternyata panggilannya dari Andin lagi. Ia izin permisi untuk mengangkat telepon.
Andin Is Calling
"*Halo"
"....."
"Iya udah kapan emang dia mau ketemuan sama aku Ndin?"
"....."
"Dia gila atau apa Ndin, ini bukan lagi jam kantor. Aku ga mau. Bilang sama dia atur jadwal sesuai jam kantor."
"....."
"Kalau gitu batalin kerja sama dan kontrak kantor kita sama kantornya."
"....."
"Profesional? Dia mengatakan aku ga profesional, apa maksudnya*?"
"....."
Mendengar Ai berteriak, sontak membuat mereka yang sedang menyantap makanan pun menoleh ke sumber suara. Menatap dengan begitu banyak pertanyaan.
"Dengar baik-baik, katakan padanya aku membatalkan kontrak kerja sama. Jika ia menolak besok aku sendiri yang akan menemui dan berbicara padanya."
Ai menutup telepon dan melempar ponselnya ke sofa di ruang santai keluarga. Emosinya memuncak setelah mendengar aduan dari asistennya. Tiba-tiba ponsel Ai berdering kembali menunjukkan bahwa Pandu menelponnya, ia pun mengambil ponsel lalu sedikit meredakan emosinya.
Kak Pandu Is Calling
"*Halo Kak, ada apa?"
"....."
"Iya kak, maaf aku harus membatalkan kontrak ini tanpa bertanya dulu pada kakak, ga papa kan kak?"
"....."
"Aku ga papa, aku bisa atasin masalah aku sendiri. Don't worry."
"....."
"Iya kak aku yakin, percayalah."
"....."
"Baik kak, Bye*."
"....."
"Ai, selesaikan makanmu nak." ujar Surraya .
"Udah ga ada selera Bun." ujar Ai kesal.
"Ai, duduk dan selesaikan makanmu atau fasilitasmu Aa cabut." ujar Arsyad tegas.
"Tapi Aa, Ai --," ucapan Ai terpotong ketika Arya berbicara.
"Duduk Ai." tegas Arya.
"Baik Yah." ucap Ai terpaksa menurut.
Ai pun duduk dan kembali melanjutkan makannya tanpa berbicara sedikitpun. Ai benar-benar kesal setelah mendapatkan telepon dari asistennya. Ai hilang kesabaran karena client yang mengatakn Ai tidak profesional.
"Sekarang apa masalahnya Ai." tanya Arsyad pada Ai yang lagi badmood.
"Ga ada Aa." jawab Ai singkat.
"Kalo ga ada kenaoa tadi teriak dan marah-marah sampe ngelempar handphone segala ke sofa?" tanya Aryad lagi.
Ai paling tidak bisa berkutik kalau Arsyad dan Ayah yang angkat bicara. Ai ga bisa ngebantah atau pun ngelak sedikit pun dari mereka. Bahkan Ai pastinya hanya bisa diam aja.
"Ai, Aa kamu nanya loh, kok ga di jawab." ujar Surraya lembut.
"Biasalah Aa, masalah kecil di Kantor." ucap Ai singkat.
Mendengar Ai bicara kata kantor, terlihat Hardi dan Davier seketika terkejut. Terlihat dari raut wajah dan alisnya yang naik sebelah. Seakan mereka meminta penjelasan.
"Kalo bicara yang jelas kenapa sih dek?" kali ini Arrayn angkat bicara.
"Client aku yang super duper cerewet meminta buat diadain meeting di minghu ini. Ai setuju aja selama Ai bisa. Tapi Aa tau kan udah 3x Ai meeting sama dia, bukan bahas pekerjaan, tapi malah bahas hal pribadi seakan lagi dinner apa. Nah hari ini dia ngajak buat meeting dan yang biki kesal meetingnya malam ini jam 8. Ya aku ga tolak lah, terus aku di bilang ga profesional. Siapa yang ga marah coba." ucap Ai kesal.
"Pandu tau soal ini?" tanya Arya.
"Iya Yah, dan aku udah minta maaf karena udah ambil keputusan sepihak, dan ternyata dia ga marah malah setuju sama keputusan aku." ucap Ai lagi.
Davier POV
Aku melihat Ai menerima telepon dan ternyata itu dari asistennya. Aku berpikir untuk apa ia menyewa asisten? Dan setelah panggilan terputus aku melihat raut wajahnya yanh sedang menahan emosi. Handphone nya pun berdering kembali dan ia mengangkatnya.
Setelah usai ia ingin naik ke atas namun, tidak jadi karena ia diminta untuk melanjutkan makannya. Ia pun menurut dan duduk kembali. Keluarganya meminta penjelasan dan ia menjelaskan semuanya.
Betapa terkejutnya aku, ternyata asistennya itu adalah pegawai di tempat ia bekerja. Aku tak menyangka ia juga bekerja di saat sedang kuliah. Namun nama itu kembali ku dengar. Ya pria yang bernama Pandu. Ternyata keluarga ini juga mengenal pria itu.
"Siapa sebenarnya pria bernama Pandu itu? Mengapa aku merasa aneh ketika nama pria itu terdengar di telingaku?"
Davier POV Off
-----------------Next Update--------------
Jumat, 5 Juni 2020
Salam Hangat
Author Halu
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!