NovelToon NovelToon

Jodoh Dari Lahir

1. Ulang Tahun Bareng

Kisah ini terjadi sekitar awal tahun 2000-an. Ketika ponsel masih langka dimiliki oleh siswa sekolah dan program chat menggunakan MIRC mulai digandrungi para remaja

*

*

*

‘‘Heh, bego! Lu sengaja ya?" teriak seorang pemuda terhadap gadis manis yang tersenyum kikuk kepadanya. Gadis bernama Jennie mengusap tangan yang berlumuran campuran gula dan butter cream bewarna-warni.

Di hadapannya, tampak meja yang telah ambruk, sebuah kue ulang tahun berukuran besar, mencium lantai tak berdaya. Di sekitarnya, terdapat banyak benda yang terbungkus kertas warna-warni turut berceceran.

Semua yang hadir, menatap gadis itu. Jennie, mengeluarkan cengiran, membalas tatapan semua tamu yang membisu beberapa waktu, dan ... ledakan tawa pun mengisi malam itu.

"Nyeeet! Jawab! Lu sengaja ya?" Pemuda sang pemilik kue berjalan mendekati Jennie yang telah belepotan di mana-mana.

Jennie kembali memasang wajah kikuk, pura-pura bodoh.

Lima menit yang lalu

Malam ini adalah hari ulang tahun Jennie bersama seorang cowok yang dianggapnya sebagai musuh semenjak lahir. Jennie merasa kesialan datang bertubi-tubi, semenjak ia lahir. Ia mengenal seorang Juno Marcello Hadiningrat sebagai tetangga sebelah rumah yang memiliki waktu lahir yang bersamaan dengannya.

Setiap hari mereka selalu mengisi waktu dengan pertengkaran. Mulai dari hal yang paling kecil, hingga pada hal yang sangat besar.

Sialnya, orang tua mereka sepakat untuk merayakan ulang tahun ketujuh belas ini, bersama-sama. Anehnya lagi, mereka pergi acara makan malam bersama, tanpa mengawasi pelaksanaan pesta.

Mereka berdua, selalu saja tak ingin mengalah, sama-sama mencari kesempatan memulai masalah. Terkadang, Jennie yang memulai duluan, atau sebaliknya ... Juno yang mengawali masalah.

Saat ini, rasa iri karena ukuran kue Juno lebih besar dari milik Jennie, membuat gadis berambut sebahu teringin memulai kejahilannya. Jennie berjalan cuek ke arah kue ulang tahun mereka yang berjejer berbeda meja.

Mmm ... beruntung sekali hidupnya. Udah punya orang tua kaya, hidup mewah, bahkan untuk kue ulang tahun saja bisa sebesar ini?

Jennie membandingkan ukuran kue yang dibelikan orang tuanya. Matanya menyipit, menyaksikan Juno yang asik pansos dengan tamu yang lain.

Jennie mencolek kue ulang tahun Juno. Akan tetapi, ia dengan sengaja terpeleset jatuh dengan cantik menimpa meja di mana kue milik Juno terlihat gagah berdiri di sana. Anehnya lagi, kue miliknya yang berada di meja sebelah, tidak terganggu sedikit pun.

***

"Dodoool! Jawab! Lu sengaja ya?!" Bentakan pun tepat berada di telinga Jennie, membuyarkan lamunannya pada kesengajaan yang ternyata malah membuatnya ikut menjadi kotor.

Seorang pemuda, tiba-tiba berdiri tepat di hadapan Jennie. "Brow, lu kalau lakik jangan teriak-teriak depan cewek," ucap salah satu teman sekolah mereka bernama Anton.

Juno mendorong teman sebayanya menjauh dari Jennie. "Gue gak bicara sama elu anjiir!"

“Enak aja? Nuduh sembarangan! Padahal kuenya jatuh sendiri, juga!’ ucap Jenie membela diri.

“Gak mungkin! Gue lihat lu sengaja kan? Dasar sinto gendeng!” teriaknya tepa di hadapan Jenie.

Perang mulut pun tak dapat dielakkan. Mereka saling mengeluarkan umpatan dan serapah.

“Salah lu sendiri gak pinter jaga kuenya, O-on! Gue pites juga lama-lama lu ye?" Jennie menyingsingkan lengan pakaiannya makin ke atas

“Dasar cewek begok!” cetus Juno.

‘‘Apa? Lu bilang gue bego? Lu sendiri gimana? Gemulai? Udah tujuh belas, masih aja main boneka!” balas Jennie tak kalah sengit.

Lalu, meledak lah tawa para undangan yang berencana ingin menikmati pesta meriah malam ini.

Juno merasa malu, semakin naik pitam. “Apa kata lu? Gue dibilang gemulai?”

Juno menarik kedua bahu Jennie. "Gemulai ya?" Jennie terus ditarik hingga posisi mereka menjadi sangat dekat.

Jennie merasa takut akan reaksi Juno yang terus mendekatkan wajahnya. "Jadi, kayak apa yang lu maksud gemulai?" Bibirnya semakin dekat. Amarah karena telah mengatainya, membuat ia ingin membuktikan bahwa dirinya bukan lah seperti yang dituduhkan Jenie.

Jennie menyibak kedua tangan Juno, lalu mengaruk kue bertulis nama cowok itu yang sudah tidak bisa dimakan. Ia melemparkan kue itu ke wajah Juno. Potongan kue tersebut tepat mendarat di pipi Juno.

Juno menarik kasar sisa kue yang melekat pada pipinya. Ia pun mengangkat kue Jennie yang masih utuh, melemparkan ke arah musuh bebuyutannya itu.

Jennie berhasil menghindar, menimpa Anton yang sedari tadi menjadi pengawal. Kericuhan pun terjadi. Acara sweet 17'th yang diharapkan menjadi kisah manis itu, ternyata malah gagal total.

Perang lempar-lemparan kue pun tidak terelakan.

*

*

*

Akhirnya, kedua orang tua mereka pulang dari acara makan malam bersama. Kedua belah pihak, merasa geram dengan apa yang terjadi.

"Kalian, telah melanggar kepercayaan Ayah." Setelah itu, Jennie dan Villa, adiknya, disuruh masuk kamar dan membersihkan diri.

Sementara itu, telinga Juno ditarik oleh Maminya. Telinga itu masih berada di tangan sang ibu hingga sampai ke rumah mereka yang bersebelahan.

"Dasar, anak bandel??” geram sang Ibu, membuat Juno tak bisa berkutik.

Di kamar yang ada di seberang ruman mereka, Jennie baru saja usai mandi.

"Dasar anak dongo, padahal gue udah nyiapin kado buat dia. Nah, kejadian tadi malah jadi gak sempat ngasihnya. Lah, biar aja lah ... gue jual lagi aja!" sungutnya menatap ke luar jendela. Jendela kamar mereka saling berhadapan.

*

*

*

Bunda memanggil Villa, adik Jennie. Ia baru saja selesai mandi langsung diinterogasi mengenai apa yang terjadi.

Villa menceritakan semua yang terjadi, apa adanya. Mendengar cerita dari Villa, Bunda hanya bisa menggelengkan kepala.

"Mengapa mereka tidak pernah akur sih?” guman Bunda, terlihat stress oleh tingkah mereka.

‘‘Padahal, kami ingin menyatukan mereka semenjak lahir dulu.” Bunda menutup bibir menyadari telah salah bicara

“Oh ya? Apa mereka tahu?" Villa spontan angkat bicara.

"Kamu jangan kasih tau mereka ya?"

Bunda tampak berpikir sejenak. Ia menjelaskan bahwa ini dilakukan karena dahulunya masa muda, Bunda dan Siska, ibu Juno adalah sahabat semenjak masa kuliah. Mereka telah berjanji ingin menyatu dengan menjodohkan anak mereka jika beda jenis klamin.

Ternyata, mereka lahiran di waktu yang sama dan benar adanya bahwa jenis anak-anak mereka berbeda. Saking niatnya untuk menjodohkan putra putri mereka, untuk nama pun mereka sepakat dibuat mirip, memikirkan agar bagus bunyinya dalam undangan pernikahan.

Setelah mendengar penjelasan Bunda dengan panjang lebar, Villa pun meminta izin kepada ibunya untuk datang ke kamar kakaknya yang baru saja dimarahi oleh kedua orang tuanya.

Ia teringat, memiliki sesuatu yang beluk sempat diberikan. Dengan penuh semangat, Villa mengetuk pintu kamar sang kakak, dan ternyata kakaknya itu baru selesai mandi.

"Kak, ini kado dariku," ucapnya dengan penuh semangat berharap sang kakak menyukainya.

Dengan antusias Jenie membukanya, tetapi ekspresi sang kakak tampak berubah datar.

2. Sinto Gendeng dan Wiro Sableng

"Kakak nggak suka ya?" Mata Villa tampak berbinar-binar, kecewa dengan reaksi yang diberikan sang kakak.

“Oh, enggaaaak. Kakak suka kok!” elak Jenie yang hafal sifat adiknya yang mudah menangis.

Jennie tidak ingin melihat adik kesayangannya ini bersedih. Jennie memasang wajah pura-pura bahagia.

Bagus sii ... tapi koleksi ini udah kebanyakan.

Setelah mendapat reaksi yang diinginkan, Villa pamit dengan alasan ke rumah Juno ingin menyerahkan hadiah juga.

“Tunggu!!!” Jennie menggantung tangan tanda berhenti.

“Ada apa Kak?”

“Ini, kasih ke wiro sableng sinting itu!” Ia menyodorkan sebuah benda yang dibungkus dengan kertas kado.

"Jangan beranjak dari situ sebelum dia menyerahkan kado buat kakak, ya?!” tambahnya.

Villa mengangguk patuh. Setelah adiknya berangkat, dia pun membuka kado yang diberikan oleh teman-temannya.

Akan tetapi, alangkah terkejutnya ia saat melihat isi dari kado tersebut.

Hal yang pertama yang ia dapatkan sungguh di luar dugaan. "Aaaahhh!" teriaknya. Jennie melempar benda yang baru saja ia buka. Ada boxeer milik kaum adam di sana.

Mungkin salah orang nih, yang ngasih kado, ringisnya.

Jennie membuka kado itu satu per satu. Teriakan demi teriakan keluar dari bibirnya. Bisa disimpulkan bahwa semua kado yang ia dapatkan adalah milik Juno.

Beberapa waktu kemudian, benda-benda yang ada di dalam kotak terbungkus kado telah berpindah ke dalam kantong. Jennie berencana untuk menukarnya sendiri ke rumah Juno, nanti.

*

*

*

Di rumah sebelah, Villa telah berada dikamar Juno.

“Bang, ini kado dariku dan dari kakak.” Villa menyerahkan kado darinya dan yang dititip oleh Jennie.

Terlebih dahulu, Juno membuka kado dari Villa, namun ekspresinya biasa-biasa aja.

Namun, ketika membuka kado dari Jennie dia langsung histeris “HOREEE JAM METAL ...” soraknya sumringah.

Melihat hal itu Villa cuman tersenyum simpul. “Kalau begitu, udah dulu ya? Villa pulang dulu.” Villa melambaikan tangannya.

“Tunggu ... tunggu ....” cegat Juno.

“Kenapa Bang?”

“Ini ada kado buat kakak, sampaikan maaf dari Abang karena gak ngasih langsung ke dia.”

“Oh… iya! Lupa!” Villa menepuk jidatnya karna hampir melupakan pesan sang kakak dan segera menarik bungkusan itu dari tangan Juno.

Villa pun keluar dan menutup pintu kamar Juno. Ia langsung pamit pada kedua orang tua Juno kembali ke rumahnya.

Tahu juga ni anak sama selera gue, batinnya. Ia memandang jam metal berlambangkan tengkorak dan menciumnya.

Villa tidak langsung memberikan hadiah tersebut kepada sang kakak. Ia mengira bahwa Jennie sudah tertidur dengan sangat pulas. Hingga ia memilih untuk menyerahkannya esok pagi saja.

Dia tak tahu bahwa Jenie masih menunggu semenjak tadi. Karena tak kunjung datang juga, akhirnya Jennie mulai kesal.

Awas aja anak itu nanti, ntar gue minta lagi hadiahnya baru tau rasa, udah capek-capek nabung selama tiga bulan, malah ini balasan yang dia beri, batinnya.

Karena rasa kesal yang luar biasa, membuat Jenie terus uring-uringan sepanjang malam. Esok paginya, usai sholat Subuh, tanpa babibu Jennie membawa kantong yang berisi barang-barang yang tertukar.

Kebetulan sekali, Juno sudah berada di beranda rumah Jennie. “Nih,  semuanya ketukar," ucap Jennie menatap Juno dengan penuh arti.

“Nih, punya lo.” Juno juga menyerahkan kantong barang yang ada di tangannya. Kepala bagian belakang diusap dan ia terlihat membuang muka. Dalam reaksinga itu, jelas menyiratkan ada sesuatu rahasia wanita yang ia pegang.

“Mereka pasti sengaja,” guman Juno sambil melihat kantong yang isinya milik kaum cowok itu.

“Entah lah," celetuk Jennie bersidekap menunggu sesuatu.

Namun, tanpa pikir panjang Juno balik balik badan hendak pulang.

“Tunggu dulu!” cegat Jenie dengan ketus.

“Apa lagi?” tanya Juno mendelik.

"Lo udah nerima kado dari gue?"

“Udah!”

“Trus?” Jennie menengadahkan tangan tepat di hadapan Juno.

Tanpa pikir panjang Juno mengorek hidungnya memberikan sebongkah upil pada telapak tangan Jennie.

"Anjiiir! Gue gak butuh upil dari lu ini, kampreeet!" teriak Jenie mengelap telapak tangannya pada baju Juno.

“Terus, lu mau apa lagi?” Juno berusaha mengelak dari Jenie.

“Mana buat gue?” bentaknya sambil menghentakan kaki.

“Kan udah gue kasih, begok!”

“Mana? Kapan? Lagian yang ada dalam kantong ini dari temen-temen smua dan itupun semua tertukar," sungut Jenie.

“Ngapain lu bentak-bentak gue? Yang jelas gue udah ngasih lu hadiah, titik!” Juno pun putar badan dan beranjak.

“Tunggu dulu!” Jennie kembali mencegat Juno.

“Apa lagi?” geram Juno.

"Gue kan udah ngasih lo hadiah. Kalo lu gak ada duit bilang aja! Kan lu tahu kalo gue ini orangnya baik hati dan pengertian!”

Kuping Juno langsung menjadi panas. “Apa lu bilang? Pengertian? Apalagi bilang gue gak ada duit? Yang gue tau isi dompet gue lebih banyak dibanding isi dompet lu!” Ia beranjak menjauhi rumah Jennie.

"Dasar Wiro Sableeeeeng syaalaaan!" teriak Jennie.

Namun Juno tak acuh dengan omelan Jennie. Jennie menghentakkan kedua kakinya karena kesal.

Dengan perasaan kesal, Jennie masuk kerumah dan menemukan Villa sambil membawa sesuatu yang di bungkus kertas kado.

“Kakak kemana aja? Aku udah mencari dari tadi ke kamar kakak."

“Emang nya napa?” Jennie menjawab dengan ketus, karena masih merasa kesal dengan Juno.

“Ini ada hadiah dari Bang Juno untuk Kakak!” Menyerahkan kantong tersebut langsung ke tangan Jennie.

Jenie sangat terkejut saat menerimanya. "Kenapa ada sama kamu?” Memandangi kantong itu berulang kali.

Tanpa menunggu jawaban sang adik, Jennie langsung membawa kantong tersebut ke dalam kamarnya.

Dengan tidak sabar, ia membuka hadiah yang diberikan Juno.

"HOREEE ... Inikan benda yang dari dulu gue pengen, walkman!!!! Duh, gimana ya? Gue baru aja cari gara-gara, dengannya nih.” racaunya sembari menggaruk pelipis.

Setelah menaruh walkman pemberian Juno di atas meja belajar, Jennie berlari kecil menuju rumah yang ada di sebelah rumahnya.

“Tante ... Tante ...” Jennie mencari Tante Siska yang belum terlihat sama sekali.

“Iya, ada apa? Kenapa pagi-pagi buta udah di sini?” Tante Siska muncul dari arah dapur.

“Di mana Juno, Tan? Kok gak keliatan?” Lehernya memanjang mematap ke segala arah.

“Mungkin dikamar, tadi Tante dengar dia sedang mandi." Tate Siska melirik Jennie, menyernyit tersenyum simpul.

"Terus kamu kok belum mandi?” Jenie terlihat masih memakai piyama.

“Aku kesini mau ngucapin terimakasih sama Juno, Tan.  Tapi dianya gak kelihatan?"

Kalau begitu, ucap terima kasihnya, nanti di sekolah aja deh.

"Kalau gitu, aku pulang aja ya, Tan?"

"Kalau penting banget, langsung ke kamarnya aja. Mungkin dia udah beres mandi."

"Oh, ke kamarnya aja ya, Tan?" Tante Siska mengangguk dan tersenyum.

"Baik lah, aku ke sana dulu."

Jenni telah berada di depan pintu lamar Juno.

Tok

Tok

Tok

"Jun ... Juno?”

Tapi yang tak ada jawaban.

"Wiro sableng?" Jennie menempelkan daun telinga pada pintu.

Masih tanpa jawaban, membuat Jennie berinisiatif menarik gagang pintu.

“Eh, gak terkunci?” Dengan semangat 45 ia menyelonong masuk dan ...

“Haaaaaaa ....” Jenie berteriak menutup mata.

3. Rahasia Juno

Saat menyadari ada yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya, Juno segera menutup bagian penting pada tubuhnya tadi.

“NGAPAEN LO MASUK KAMAR GUE?” teriak Juno murka.

“Maaf, gue cuman mau berterima kasih. Tadi gue ketok pintu kamarnya, tapi gak ada yang nyahut. Ya, gue buka aja pintunya.” Jenie masih masih dalam posisi membelakangi Juno.

Aiiihh, belum kayak Ade Rai binaragawan itu ya? Kalau kayak gitu, bakalan rela ngintip lama-lama.

“Ngapain juga lo berterima kasih? Lo kan anak yang gak tau berterima kasih.” Juno masih memegangi handuk yang akan melorot.

“Iya ... ini kan gue udah datang buat minta maaf ...." gumannya pelan. Tubuhnya masih membelakangi Juno, sedikit mencoba mencuri pandang.

“Ya udah, lo gue maafin. Tapi lo keluar dulu sanah! Ngapain juga masuk kamar gue masih pakai baju tidur! Nanti orang salah sangka kan berabe? Sekarang, mending lu cabut!" Juno masih memegangi handuknya dengan erat.

“Makasih yah? Elo emang paling ngerti sama keinginan gue."

Juno berusaha menahan senyum di bibirnya. Ia sedang berusaha menyembunyikan ledakan di dalam hatinya.

“Dah, gue mandi dulu. Sampai ketemu di sekolah!” Jenie menutup pintu kamar cowok yang telah terlihat aneh menahan senyum. Setelah memastikan Jenie pergi, Juno menepuk kedua pipi yang terasa panas. Ada kupu-kupu menari di hatinya.

Tengah asik mengendalikan diri, handuk Juno melorot. "Aiissh ...." Juno segera memasangnya kembali, lalu menuju arah lemari tempat seragamnya menggantung.

Jenie yang merasakan waktunya telah sempit, memilih mandi dengan secepat-kilat. Saat menuju ruang makan, seluruh anggota keluarga memandang Jenie dengan heran.

“Jen? Rambutnya masih ada busa tuh?” ucap Ayah yang memperhatikan gadis yang masih kasrak kusruk memasukan peralatan ke dalam tas. Ia terlupa menyisir rambut dan langsung saja menuju ruang makan.

“Beneran, Yah? Duh gimana nih? Jenie kembali masuk kekamar mandi dan membersihkan rambut sekenanya. Setelah itu, ia melanjutkan sarapan dengan tergesa-gesa.

"Uhuk ..." Jenie pun tersedak.

“Jenie, makannya pelan-pelan dong!” nasehat Bunda.

“Tapi Bunda, aku buru-buru nih. Sebentar lagi bel tanda masuk kelas akan berbunyi.” Ia tak henti melihat ke arah jam tangan yang menunjukan waktu pukul 06.50. Sementara ia harus masuk pukul 07.00.

Diluar rumah, terdengar suara klakson mobil yang bertalu-talu tiada henti. Suara itu cukup membuat kuping penghuni rumah sekitarnya menjadi sakit.

"Woooy! Berisik!" hardik tetangga rumah Jenie kepada pengemudi.

“Siapa sih? Gak sopan banget?” gumam Ayah.

“Biar aku yang liat, Yah.” Villa berlari kecil keluar rumah.

“Kak ... Kak ... ternyata itu cowok kakak yang jemput.” Villa kembali dan duduk melanjutkan sarapan.

Mendengar ucapan Villa barusan, sontak membuat Jenie tersedak. Dia menarik gelas dan meminumnya hingga perasaannya menjadi lega.

“Cowok?” tanya Ayah dengan alis terangkat.

“Nggak kok Yah, cuman temen di sekolah. Tak lebih, kok.” Jenie mencium tangan kedua orang tuanya dan berlari kecil menuju orang yang menjemputnya.

“Lo ngapain pake acara menjemput-jemput segala?” sambil mendorong kepala Anton, sang pengemudi. Kening Jenie sedikit mengernyit melihat kendaraan yang dibawa oleh temannya ini.

“Ya, nggak apa ... sekalian lewat." Anton mencoba membuka pintu untuk Jenie yang macet. Mobil ini tergolong mewah pada kisaran tahun 80-an.

“Lewat sini? Sejak kapan lo lewat sini? Sedangkan, arah rumah lo kan dari sana?" Menunjuk arah yang berlawanan.

Sedikit susah payah Anton membuka pintu, bahkan sampai harus ditendang, barulah pintu itu terbuka juga. Jenie langsung masuk kedalam mobil tua tersebut. Anton hanya menjawab pertanyaan Jenie dengan senyuman kikuk.

Deru mesin mobil tua bewarna merah itu, mengeluarkan suara yang cukup kasar. Jenie kembali mengernyitkan dahi. "Aman nggak nih?" tanya Jenie sedikit khawatir.

"Aman, dong!" Anton senyum lebar melaju dengan kecepatan di bawah standar. Pada speedo meter, jarum menunjukan angka 25.

Tanpa ia ketahui, seseorang sedang menunggunya di rumah sebelah. Wajah siswa pria itu terlihat kesal.

“Udah capek-capek nunggu, dia-nya malah pergi duluan aja? Sama bencong itu lagi? Cowok berseragam sekolah itu menyalakan ayam jago yang masih langka dimiliki oleh yang lain.

Diperjalanan Juno bertemu dengan si centil Yovie. “Lo mau ikut ga?” tanya Juno.

Tentu saja si centil Yovie tidak menolak. 'Juno itu udah ganteng, tajir, jadi idola para wanita lagi.'

Yovie naik membusungkan dada merasa bangga. 'Pasti anak-anak bakalan iri sama gue, nih. Khususnya bagi kaum hawa yang mengidolakan Juno,' batinnya.

Jadi, Juno adalah siswa populer di sekolah mereka. Para siswa perempuan sangat suka berada di dekatnya. Juno tergolong siswa yang supel dan tidak hanya itu ia masuk pada daftar golongan siswa cerdas, tajir, dan tidak sombong.

Walau sedikit suka pamer, Juno suka nolongin siapa saja yang kesulitan. Ia tak pernah keberatan bila ada yang meminta mengantar atau menjemput ke rumah teman yang membutuhkannya.

Dia tak pernah memilih berteman dengan siapa saja, hingga semua ingin menjadi orang yang dekat dengannya. Baginya, sih tak masalah, karena ia ingin melakulan uji coba, yakni menguji rasa cemburu Jenie.

Akan tetapi, ternyata usahanya sia-sia belaka. Meskipun Jenie memiliki itelejensi di bawah standar, ternyata ia cukup populer dikalangan siswa laki-laki. Jenie memiliki wajah mungil, senyum manis berlesung di bawah mata, hidungnya kecil mancung, membuat tak sedikit kaum adam di sekolah, tergila-gila padanya.

Meskipun dalam materi sekolah Jenie cukup lemah, tetapi dalam ekstrakurikuler ia sangat jago. Jenie sering memenangkan turnamen bela diri antarsekolah, membuatnya cukup populer dan ditakuti di sekolah.

Semenjak dulu, Juno dan Jenie selalu duduk di kelas yang sama. Namun, nilai rapornya selalu terbentang jarak antara bumi dan langit. Juno selalu mendapat nilai membanggakan, Jenie selalu mendapat nilai membagongkan.

Saat Jenie sampai di sekolah, meskipun hanya lebih cepat tiga menit sebelum bel berbunyi, dengan semangat ia berburu contekan kepada yang lain.

Ia tidak tahu, ada contekan yang selalu nganggur yang siap dipinjam untuknya, tetapi orang itu selalu terabaikan. Ujung-ujungnya, sang sumber memilih diam menyembunyikan PR itu kembali di dalam tas.

Saat jam istirahat, ketika Jenie asik menikmati makanan di kantin, dua temannya membuat keributan kecil. “Lepasin gue, sakiiiit!”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!