NovelToon NovelToon

Sistem Kekayaan Pria Soleh

1. Antara Dua Kematian

"Anak saya sudah ditemukan?" tanya Arsen seorang Mafia berdarah dingin yang telah kehilangan putra berusia enam tahun, pada saat sebelas tahun yang lalu. Saat ini, ia sedang melakukan pembedahan terhadap korban yang baru saja ditangkap oleh anak buahnya.

Ia mulai memisah-misahkan antara jantung, hati, pangkreas, ginjal, kornea, dan beberapa bagian lain yang bisa dijual demi menghasilkan kekayaan yang berlimpah ruah.

"Sampai hari ini belum, Boss."

"BODOH!" Arsen memamerkan pisau bedah yang ada di tangannya.

Dooorr

Refleks mereka semua tengkurap mendengar suara tembakan itu.

Doorr

Para pasukan berpakaian hitam berlarian tunggang langgang masuk ke dalam ruang bedah tersebut. Arsen ingin mengamuk, tetapi mendengar sorakan para anak buahnya tersebut, membuat ia lari tunggang langgang melompat jendela.

Satuan polisi internasional telah mengepung markas mereka yang selalu saja berpindah-pindah. Arsen yang tidak sempat menyiapkan senjata api, akhirnya berpegangan pada pisau bedah yang ada di tangannya.

Kericuhan yang mereka alami di tengah mengeluarkan organ-organ, membuat mereka tidak bisa membereskan semua itu dan terbengkalai. Arsen tak obahnya bagai pesakitan yang ketakutan dikejar oleh polisi, dan penyidik internasional. Tindakannya yang memperjualbelikan organ secara ilegal, sungguh meresahkan masyarakat dunia.

*

*

*

Pada sebuah pojok sekolah, terdengar suara yang memilukan antara pukulan, tendangan, yang diiringi teriakan parau dari seorang remaja pria berusia tujuh belas tahun. Semua yang ada di sana terlihat menggunakan seragam putih abu-abu.

"Anak lemah! Kalau kau masih berani mencuri barang milik pacar gue, maka kau akan merasakan bagaimana yang namanya sakratul maut." Ia melompat dan melayangkan tendangan pada siswa yang telah meringkuk tak bergerak.

"Sudah, Bro! Dia kagak gerak lagi!" Seorang kawan menahan dirinya untuk melanjutkan aksi yang membuat siswa itu nyaris kehilangan nyawa.

"Mampos aja sekalian! Gue nggak takut! Duit Bapak gue banyak!" teriak Dandy, siswa yang terkenal dengan kebanggannya pada kekayaan orang tuanya.

Doorr

Arsen yang tengah berlari tunggang langgang, kini jatuh tersungkur. Pahanya yang dulu pernah kena tembakan, kini kena tembakan lagi. Wajahnya mengernyit tetapi ia kembali mencoba untuk bangkit.

"Where are you going?" tanya salah satu dari satuan polisi federal internasional, menodongkan senjata api kepadanya.

Arsen melirik segala posisi dan kebetulan hanya ada satu orang saja yang berada di lokasi terdekat dengannya. Wajahnya yang tadi mengernyit, meringis kesakitan, kini mengeluarkan seringai mengerikan.

Dengan cepat ia menendang tangan polisi yang memegang senjata, bersalto menangkap senjata itu dan kali ini telah berada di tangannya. Arsen kini kembali menyeringai menarik pelatuk mengarahkan senjata tepat pada salah satu polisi internasional tersebut.

"Stay away or die?" Arsen menyeringai membuat wajahnya terlihat amat mengerikan.

Polisi internasional tersebut mengangkat kedua tangannya bergerak mundur untuk menjauh. Tanpa ia ketahui, dari sebuah gedung telah bersiap seorang snyper yang telah bersiap untuk menjejalnya dengan senjata laras panjang.

Arsen melirik ke arah kiri kanan memantau perkiraan apa yang akan terjadi. Sepertinya ia membatalkan niat melepaskan salah satu polisi tersebut. Dengan gerakan cepat ia menangkap polisi itu hendak menjadikannya tameng.

Snyper yang telah mengawasi gerakannya semenjak tadi telah mengunci Arsen dalam bidikannya. Pergerakan Arsen yang tiba-tiba, membuatnya menarik pelatuk, dan suara tembakan pun menggema.

Arsen menegang dengan mata berkedip sayu. Sudut bibirnya mengeluarkan darah dan ia kembali ambruk. Arsen mengejang, bagian belakang kepalanya terlihat memuntahkan darah segar yang tiada henti.

"A-Aziel ...." lirihnya dan matanya tak lagi bergerak. Tubuhnya tampak kaku membeku.

*

*

*

"Sayang ... Kenapa kamu menjadi begini?"

Sayup-sayup terdengar suara tangisan seorang wanita yang sangat ia rindukan. Perlahan, ia membuka mata dan ia melihat sosok cantik berpakaian putih tampak sedang menangis. Matanya yang tadi sendu, kini terbuka nyalang tak percaya. Ia melihat sosok istrinya yang meninggal tujuh belas tahun yang lalu, kala melahirkan anak mereka.

"Kenapa kamu menjadi seperti ini?" Kembali jiwa itu menangis di hadapannya.

Tangan Arsen bergerak ingin membelai pipi istrinya. Ia melihat rona kecantikan istrinya yang tak berubah semenjak terakhir bertemu. "Kenapa kamu menangis?" tanyanya sendu.

"KAU!" Suara garang menggema di seisi ruangan yang luas itu.

Jovita, terlihat menggelengkan kepala dengan mata sendu. Arsen yang mengenakan pakaian serba hitam, mencoba menarik istrinya yang menggunakan pakaian putih. Namun, langkahnya tertahan. Ada sosok yang menarik paksa dirinya di sisi kiri dan kanan. Sosok itu begitu kuat dan Arsen tidak berkutik melawannya.

"Kau! Manusia bi*dab! Sekarang kau harus menikmati apa yang kau tuai selama di dunia!"

"Arsen terus meronta melepaskan diri. Akan tetapi, sebuah pintu gerbang yang membuat tubuhnya membara kini terbuka."

Pintu gerbang yang sangat besar itu terus terbuka. Semakin besar terbukanya, semakin panas hawa yang ia rasakan. Arsen melihat kobaran api yang sangat besar. Suhunya empat ribu kali panasnya matahari.

"Aaagghh ..." Ia merasa sangat kesakitan. Padahal, tubuhnya belum mengenai kobaran api itu.

Dua makhluk yang mengiringi sisi kiri dan kanannya kembali mendorong agar pria itu mendekat gerbang kobaran api itu. Namun, Arsen menahan dirinya tidak masuk melewati kobaran api tersebut.

"Wahai manusia! Kenapa kau takut? Kau pantas mendapatkannya! Ini adalah azab yang pantas kau terima atas perbuatanmu di dunia!"

Arsen berlutut menangkupkan kedua tangannya memohon. "Jangan! Jangan masukkan saya ke neraka! Beri saya kesempatan untuk memperbaiki diri!" Arsen memohon dengan wajah ketakutannya.

"APA? Kau katakan kesempatan? Apa kau pernah melaksanakan sholat, puasa, baca Qur'an, berbuat kebaikan?" tanya makhluk itu.

Arsen ingin mengatakan bahwa ia telah melakukan semua dengan baik. Akan tetapi, mulutnya terkunci. Tak sepatah kata pun yang bisa ia ucapkan.

"Kau hanyalah manusia bi*dab, sesuka hati mencabut nyawa manusia demi kepentinganmu. Kau pantas disiksa di dalam sana!"

Arsen menggeleng cepat. "Jangan! Aku mohon beri aku kesempatan."

"Kau sudah m4ti!"

"Tolong aku!" Arsen kembali memohon.

Tiba-tiba, Arsen bagai melintasi lorong yang begitu cepat. Ia melihat sebuah tubuh yang terkapar sendirian di sudut sekolah. Beberapa orang berseragam baru saja meninggalkannya. Arsen tak bisa menghentikan tubuhnya yang bergerak cepat menabrak masuk ke dalam tubuh anak yang sudah tak berdaya lagi.

Beberapa waktu suasana terasa hening. Perlahan, tubuh itu bergerak. "Hah ... Hah ... Hah ...." Napasnya tersengal. Ia merasakan kesakitan luar biasa di sekujur tubuh ini. Tulang-belulangnya seakan remuk terpisah jauh dari persendiannya.

"Hah, apa yang terjadi?" Ia mencoba menggulingkan tubuh pada posisi telentang. Ia mengambil posisi senyaman mungkin supaya bisa mengambil napas dengan lega.

Setelah beberapa waktu, ia mulai bisa bergerak dan melirik ke arah sekitar dan tubuh ini. Ia memegangi pakaian putih yang penuh dengan tempelan sepatu. Ia baru menyadari bahwa dirinya yang berusia lima puluha tahun ini sedang menggunakan seragam sekolah.

"Apa yang terjadi?" Arsen meraba wajahnya. "Aaagghh ...." Kini terasa sakit merasakan beberapa lebam meski tak terlihat langsung oleh matanya. Ia pun mencoba mengubah posisi, duduk.

[ Apa yang kau pikirkan? Bukan kah ini keinginanmu? ]

Arsen melirik ke kiri dan ke kanan. Ia yakin mendengar sebuah suara di dalam otaknya, tetapi wujudnya sama sekali tak dapat ia lihat.

[ Aku adalah Sistem yang akan memandumu, menjadikan tubuh anak laki-laki yang kau tumpangi ini, menjadi kaya raya. ]

Arsen masih tampak bingung. Ia kembali melirik seragam sekolah yang terpasang pada tubuhnya.

[ Bukan kah, kau meminta kesempatan bukan? Kali ini kau sudah mendapatkan kesempatan itu, dan ini hanya berlaku dalam kurun waktu seratus hari. ]

[ Kali ini, tugasmu adalah menjalani misi untuk mengubah takdirnya dan menjadikannya sebagai laki-laki atau pria soleh! ]

Arsen kembali melirik tubuh yang ia gunakan. "Lalu, dia sendiri bagaimana? Apakah dia menyadari saat aku menggunakan tubuh ini?"

[ Dia tertidur, dan tidur dalam waktu yang panjang. Selama seratus hari ini, kau harus mengumpulkan amalan yang banyak, sebagai tabungan agar kau diperhitungkan masuk ke surga! ]

Degh ...

"Aaaagghh ...." Arsen memegang dada yang terasa sakit.

[ Jika kau melakukan perbuatan buruk dan menambah tabungan dosa yang kau miliki, maka segala amalan yang ditabung akan terkuras. ]

[ Dan, kau akan merasakan kesakitan dalam sekujur tubuhmu bagai tersengat aliran listri yang mematikan! ]

"Aziel! Aziel!" Seorang pemuda berwajah berandal sama-sama mengenakan seragam sekolah, tampak berlari mengejarnya. Arsen kebingungan ketika nama itu dipakai untuk memanggil dirinya karena nama itu adalah nama putranya yang telah hilang sebelas tahun yang lalu.

Pemuda itu meraba tubuh yang dipakai oleh Arsen ini. "Gue pikir lu habis dihajar Dandy? Tapi syukur lah! Lu baik-baik aja."

Arsen mengerutkan keningnya. Ia baru menyadari tubuhnya kini tak lagi merasakan sakit. 'Apa yang terjadi?'

[ Selamat menjalani kehidupan sebagai Aziel, anak yang kau cari selama ini! ]

2. Pria Tua di Tubuh Remaja

Arsen tersentak, tak menduga bahwa dirinya saat ini bersemayam dalam tubuh anak yang ia cari selama ini. Ia menyayangkan bahwa selama ini, anak ini telah ia sia-siakan. Arsen melirik kedua tangannya kiri dan kanan.

"Syukur lah, lu nggak apa. Sekarang, ayo cabut!" ucap pemuda yang memanggilnya dengan nama Aziel tadi. Pemuda yang tidak diketahui namanya itu, melangkah mulai meninggalkan lokasi. Namun, Arsen masih saja tak bergerak. Ia dalam kebingungan panjang.

"Woi! Buruan!"

Teriakan itu membuyarkan lamunan dan akhirnya ia bangkit dan mulai melangkah. Ia semakin heran akan tubuh ini. Ia yakin ketika bangun tadi, semua belulang yang ada pada tubuhnya terasa kelu hingga membuatnya susah bernapas. Namun, semua kesakitan itu hilang begitu saja. Ia merasa sangat bugar.

'Siapa yang melakukan ini padanya?'

Arsen mengangkat tubuh ini. Setelah itu, ia menepuk beberapa bagian seragam yang tampak begitu kotor.

"Woi! Buruan, napa?!" teriak pemuda yang tak ia kenal.

Arsen yang tak pernah diperintah itu mulai merasa geram. Seumur hidupnya, tak pernah ia rasakan yang namanya diperintah. Ia memilih berputar arah dan melangkah berlawan arah dengan remaja tadi.

Dengan jelas ia mendengar langkah cepat dari seseorang yang ada di belakang. Dengan kemampuan bertahan sebagai ketua mafia yang selama ini menjadikannya tak tertandingi, membuat tubuhnya leluasa bergerak menahah tubuh anak laki-laki tadi, lalu membantingnya dengan sangat kuat.

"Aaagghhh!" teriak pemuda tersebut.

Arsen menatapnya dingin tanpa hiba sama sekali. Namun, tiba-tiba tubuhnya terasa sakit bagai tersengat listrik. Sekarang, terdengar suara teriakan pria remaja itu. Tubuhnya semakin membungkuk tak kuasa merasakan sengatan listrik begitu saja.

[ Peringatan pertama karena kau sudah melanggar ketetapan yang sudah diberikan! ]

Dalam tubuh yang meringkuk menahan rasa sakit yang membuat napasnya seakan habis, suara misterius itu kembali terdengar.

"Aziel! Apa yang lu lakukan pada gue?" ringis pemuda yang baru saja dibanting oleh Arsen.

Arsen masih tak bergeming. Tubuhnya baru saja menjapat kejutan hebat, hadiah sesuatu yang tak bisa ia lihat. Secara perlahan, ia mulai mengatur napas melirik pemuda dengan wajah tirus yang mulai beralih duduk.

"Lu kenapa sih? Kenapa gue jadi sasaran lu?"

Arsen cukup tersinggung mendengar bocah tengil itu berbicara dengan cara yang tidak sopan terhadapnya. Tangannya serasa ingin dilayangkan meninju bibir yang dirasa cukup kurang ajar terhadap orang tua berusia lima puluh tahun seperti dia.

Remaja yang ada di dekatnya itu bangkit meskipun wajahnya menggambarkan raut yang terlihat sungguh tidak menyenangkan. "Gue mau laporin elu ke Bang Baron!" Langkah remaja itu terlihat terseok menjauhi dirinya.

Arsen bangkit, meski pedih sengatan masih menyisakan debaran jantung yang berdetak cepat tak menentu. Akhirnya, ia memilih untuk mengikuti remaja yang seakan dekat dengan tubuh anaknya ini. Arsen terus mengikuti langkah remaja tersebut hingga memasuki lokasi yang sangat asing. Dari kejauhan, remaja tadi tampak berbicara dengan pria berwajah sangar, berambut gondrong. Lalu, mereka berdua serempak menoleh ke arahnya membuat dirinya merasa akan mendapat masalah.

"Ziel! Mari lu!" bentak pria gondrong itu.

Arsen melirik ke arah kiri, kanan, dan belakang, melupakan sesuatu mencari anaknya yang bernama Aziel. Namun, kenyataan tak ada siapa-siapa selain dia. Arsen menunjuk pada dirinya.

"Woi! Elu! Siapa yang punya nama Aziel selain elu di sini?"

Arsen tersadar saat ini dia lah yang akan memainkan peran menjadi diri anaknya. Anak yang dulu selalu ia bentak dibuat menangis akan sikapnya yang dingin. Setelah anaknya benar-benar menghilang, ia pun tak langsung mencarinya. Setelah kurun waktu bertahun, ia bermimpi istrinya menangisi anaknya yang menghilang. Kala itu, baru lah ia berniat mencari putranya.

Tak disangka, kematian yang entah kapan, membuat dirinya kini menyatu dengan putra yang sudah remaja dalam keadaan mengenaskan. Namun, ini sungguh terasa aneh. Tubuhnya begitu cepat pulih. Bahkan, sengatan listrik yang tiba-tiba tadi sudah tak terasa lagi.

"Buruan!" Suara itu menyentak Arsen dari pikirannya yang panjang. Kali ini ia melangkah cepat.

Bugh

Ternyata, ia mendapat bogem mentah tiba-tiba yang melayang begitu saja tanpa aba-aba, tepat di ulu hatinya. "Lu ini budeg apa ya? Udah dari tadi gue panggilin, lu balas bengang bengong seperti orang bego."

Arsen meringis terbungkuk menatap tajam pada pria yang baru saja melayangkan tinju di bagian tubuhnya itu. Hal ini membuat pria berambut gondrong tadi semakin naik pitam.

"Lu udah mulai berani melawan ya?" Kali ini sikutnya dihunuskan pada tubuh yang telah terbungkuk menahan sakit, membuat tubuh remaja yang digunakan oleh Arsen tadi ambruk membentur tanah.

"Aaaghhh," ringisnya merasakan sakit luar biasa. Tak terasa, air matanya menetes begitu saja. Bukan karena pukulan dan tumburan tubuh ini pada lantai yang keras ini, tetapi ia baru menyadari betapa kerasnya kehidupan yang dijalani putranya selama menghilang.

Dugh

Kali ini tendangan melayang pada tubuh itu. "Lu tadi menyerang rekan kerja lu kan? Ini sebagai hukuman bagi lu!" Pria gondrong itu menghantam kuat tubuh yang semakin meringkuk mendapat serangan bertubi-tubi.

Arsen tak lagi dapat menerima perlakuan pria asing ini. Dengan sigap, ia menarik kaki yang sudah membuatnya kesakitan dan menghempaskan tubuh itu dengan sangat kuat.

Suara hempasan yang cukup keras, diiringi teriakan kesakitan kini jelas menggema di sana. Tubuh pria itu terlentang dengan kepala terbentur di atas lantai. Beberapa orang yang mendengar teriakan dari orang yang dikenalnya, dengan cepat mendekati lokasi. Setelah sampai, mereka semua heran melihat pria gondrong itu mengejang dengan mata terbuka lebar.

Di samping pria gondrong, mereka melihat Aziel yang meringkuk, tetapi wajahnya menyeringai. Mereka berlari dan langsung melayangkan tendangan pada Aziel.

3. Bertemu Dandy

Tendangan kuat mendarat begitu saja pada tubuh yang belum bersiap mendapat serangan itu. Terdengar teriakan parau yang keras mendapatkan hantaman hebat dari beberapa pria dewasa.

Setelah melihat Aziel tak bergerak, mereka segera mengangkat Baron bersama-sama dan membiarkan Aziel yang meringkuk tak bergerak. Arsen yang berada di tubuh Aziel hening, ia bagai mendapat pecutan hebat menyadari hari-hari yang selama ini dijalani oleh putranya ini.

"Ziel, elu sih? Pakai ngelawan segala? Harusnya elu nurut!"

Kepala pemuda bernama Aziel itu mendongak pada sumber suara tadi. Ternyata dia adalah pemuda berseragam sekolah, persis sama dengan pakaian yang saat ini melekat di tubuhnya. Dia duduk di sisi tubuh kawan sebayanya ini.

"Mana yang sakit?" Dia menarik tas yang terpasang pada punggungnya, lalu mengeluarkan jel lidah buaya yang selalu disiapkan untuk keadaan tak terduga seperti ini.

Pemuda itu sudah mengeluarkan jel yang menenangkan bagian luka dalam ini sudah berada setengah bagian di jemari bersiap untuk dioleskan pada tubuh Aziel. Namun, matanya terbelalak. Tak sedikit pun tampak luka dan lebam di tubuh temannya yang jelas mendapatkan serangan brutal.

"Gue nggak mimpikan?" Ia mencubit tangan Aziel dan cubitan itu ditepis kuat.

"Aaagghhh ...." Ringisan pun terdengar dari mulutnya.

Aziel mulai mengubah posisi dan duduk di samping temannya ini. "Apa yang kau kadukan sama si gondrong tadi?" tanyanya dengan raut mata datar terkesan dingin menyeruak pada tubuh lawan bicara.

"Gue hanya bilang tadi lu nyerang gue tiba-tiba waktu gue ajak untuk bekerja. Makanya dia marah. Kayak gak tau giamana Bang Baron aja lu? Minimal kita harus nyetor tiga ratus ribu sehari ke dia. Eh, orangnya lu bikin koma kayak gitu."

Aziel memasang wajah tak tertarik melirik pemuda di sampingnya ini. "Siapa nama kau?"

Remaja itu membelalakkan mata berpindah posisi duduk tepat di hadapannya. "Nama gue? Lu jangan bercande jang!" Punggung tangan pemuda itu melekat di keningnya.

Aziel menepis tangan orang yang ada di hadapanya ini. "Iye, nama kau? Kita tidak pernah bertemu selama ini."

"Ziel, lulu mengalami amnesia ya? Masa lu lupa sama gue? Jangan-jangan tadi itu, Dandy benar-benar menghajar lu ya? Jadi, membuat otak lu bermasalah? Masa lu lupa sama gue yang udah berjuang bersama semejak kita di sini."

Aziel menatap pemuda itu dengan wajah datarnya. "Saya tak tahu! Katakan saja!"

"Gue ini Joki! Masa lu lupa? Anjiirr, tiba-tiba berasa ngomong sama orang tua."

Beberapa waktu berlalu, Arsen mulai mempelajari banyak hal dari informasi yang diberikan oleh Joki. Hal yang mengejutkan membuat ia tak bisa percaya, ternyata selama ini anaknya menjadi pencuri di bawah kungkungan Baron sebagai ketua yang mungkin menculik Aziel dulu.

"Saya tidak mau tinggal di sini lagi!" ucap Aziel. Lalu, ia bangkit lalu beranjak menuju pintu arah keluar gedung.

"Ziel! Apa elu lupa? Udah berapa kali kita mencoba kabur, tapi nggak pernah berhasil. Ini saja kita diizinin sekolah aja udah syukur!" Joki menarik tangan Aziel, tetapi ditepis membuat tubuh Joki oleng dan ambruk.

"Gile anjiirr, sejak kapan lu bisa sekuat ini?" rutuk Joki kembali bangkit.

"Jangan ganggu dan jangan ikuti saya!" Aziel terus beranjak tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

[ Kau masih bertanya? Bukan kah sudah aku katakan supaya kau melakukan hal yang diperintah Agama? ]

"Lalu saya biarkan ketika terus dipukuli saja gitu?"

[ Aku tidak melarangmu membela diri. Jika kamu dihajar seperti itu, disarankan melakukan segala upaya untuk mempertahankan diri. Makanya kamu tidak diberi hukuman. ]

[ Namun, jika kamu melakukannya dengan perasaan dendam dan penuh kebencian, maka bersiaplah misi pahala dan bonus yang harusnya kamu dapat akan berkurang. Amal jariyah yang akan mengantarmu ke surga juga akan berkurang. ]

"Hmmmff ...." Arsen di dalam tubuh anaknya itu melengos kesal. Ia mulai berpikir bahwa menjadi orang baik ternyata sangat lah sulit, karena banyak aturan yang mengikat. Apalagi ia diawasi Sistem yang mengikutinya 24 jam.

Tubuh dan kaki ini, tak tahu harus dibawa ke mana. Rasa lapar dan haus yang luar biasa, mendera tubuhnya yang tiada henti mendapat siksa sedari tadi. Ia merogoh kantung celana bewarna abu-abu dan ternyata kedua kantong kiri dan bolong. Ia beralih pada kantong seragam di dada kiri berlabel OSIS, ternyata kosong juga.

Kruuuyuuuk

Ia memegangi perut menahan rasa lapar yang luar biasa.

[ Kenapa kau tidak berbuat baik? Bukan kah misi menjadi pria soleh itu sudah menjanjikanmu untuk memiliki sesuatu yang kamu inginkan? ]

Kepala pria berusia tujuh belas tahun itu melirik ke arah kiri dan kanan, ia bersiap untuk menyeberangi jalan. Ia melihat warung tegalan dari seberang jalan dan akhirnya memutuskan untuk menyeberang.

Dari satu sisi, rubicon bewarna coklat melintas dengan kecepatan tinggi mendahului kendaraan lain. Saat melihat sosok pemuda berpakaian sekolah melintas, matanya nyalang tak percaya.

"Ahh, pencuri itu masih bisa berdiri rupanya?"

Sang pengemudi menginjak pedal gas dengan dalam. Bibirnya terulas senyum tipis dan bersiap untuk melakukan sesuatu yang tak terduga. Kendaraan melesat cepat dan dengan sengaja bergerak lurus hendak.menghantam tubuh yang menyeberang itu.

[ Sensor bahaya terdeteksi. ]

Tubuh Aziel bergerak dengan sendirinya dengan kecepatan cahaya berlari ke arah penggir jalan. Pemuda yang ada di atas rubicon itu tak percaya dengan apa yang ia lihat barusan. Aziel, siswa yang tadinya dihajar beramai-ramai dengan teman sekolah lainnya, berlari hingga tak bisa ditangkap lagi oleh lensa mata. Ia melirik ke arah Aziel yang menatap laju kendaraannya.

Tanpa ia sadari dari arah berlawanan, ada kendaraan yang melaju. Ia tersadar dan matanya nyalang mencoba banting strir. Pedal rem diinjak dengan dalam meskipun ia masih harus menabrak tiang listrik.

Aziel bergantian melirik tangannya secara bergantian. "Ini ulahmu juga?" gumamnya.

[ Begitu lah! Jadi kau tak perlu khawatir jika marabahaya tak terduga, tiba-tiba menghampiri. ]

Lalu, pemuda itu melirik ke arah rubicon yang hampir saja menewaskannya di tempat. Dari arah kemudi, keluar seorang pemuda remaja juga. Wajah pemuda itu nanar menatap ke arah dirinya. Aziel kembali melirik ke arah kiri dan kana.

"Kenapa dia? Apa dia mengenalku?"

Pemuda itu berjalan mendekati Aziel. Namun, ternya tubuh yang akan dihantamnya itu telah berpaling dan menjauh. "Oi! Kau! Kemari kau!" teriaknya.

Aziel tak merasa mengenalnya hanya melirik sejenak. Ia melanjutkan langkah kaki karena merasa tidak memiliki kepentingan terhadap pria muda itu. Namun, seseorang itu menahan langkah dengan menarik bahunya secara kasar.

"Lu ngga denger kata gue sialan?" teriaknya di hadapan Aziel.

Aziel melirik pemuda labil itu dengan wajah datarnya, menepis tangannya dengn kasar. "Siapa kau?"

Dandy, tertawa dengan wajah sangarnya. Meskipun ia sedikit heran karena Aziel terlihat tak terluka sama sekali usai dikeroyok bersama teman-temannya tadi. Namun, berlaku pura-pura melupakannya ini sungguh membuatnya sangat terhina.

Dandy menarik Aziel dengan paksa. Namun, tangan Dandy ditepis, kali ini dengan tenaga yang tak main-main, hingga membuat suara tulang bocah itu berderit. Teriakan Dandy membuat semua yang mendengarnya ngilu.

[ Arsen, apa yang kau lakukan pada anak itu? ]

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!