Paula merasa tidak sendiri ketika sudah berada di sekolah karena banyak teman-teman nya yang menyayanginya. Teman-teman Paula penasaran dengan kehidupan Paula karena Paula hampir setiap hari dihukum oleh guru piket karena selalu terlambat masuk sekolah.
Dugaan teman-teman beralasan, Paula saat kembali di rumah selalu mengerjakan banyak kerjaan rumah. Paula ternyata memiliki mama dan saudara tiri yang memperlakukan Paula kurang baik.
Bagaimana Paula menghadapi segala kepedihan dan perlakuan buruk mama dan saudara tirinya?
Temu kan kisah lengkapnya di novel teen dengan judul
PAULA KAMI SAYANG KAMU
"Hai kamu! Siapa nama kamu?" ucap seorang pak guru yang berusia sekitar empat puluh tahunan. Dia menatap tajam ke arah Paula karena hampir setiap hari dirinya selalu datang terlambat. Bahkan gerbang masuk sekolah sudah ditutup oleh penjaga, Paula tetap nekat memanjatnya.
"Paula Candra Kinasih, pak!" jawab Paula.
"Sekarang apa alasan yang akan kamu sampaikan pada bapak atas keterlambatan mu hari ini. Kemarin katanya kucing kamu melahirkan. Sekarang apa lagi, hem?" ucap pak guru itu dengan nada sinis.
"Maaf, pak! Saya terlambat karena kesiangan pak! Semalam ada party di rumah, pak. Begadang lalu bersih-bersih rumah," jelas Paula.
"Hem, sudah bapak duga. Kalau kamu kerjaannya hanya party saja. Dan alasan bersih-bersih itu hanya alibi kamu saja. Hem, sekarang hukuman kamu sekarang adalah mengepel semua teras di depan kelas ini dari kelas XA-XJ," perintah pak guru tersebut.
"Sekarang pak!?" tanya Paula.
"Tidak! Tahun depan!? Tentu sekarang dong! Ayo cepat lakukan semua nya dan selesai kan secepatnya supaya kamu bisa mengikuti mata pelajaran hari ini," kata pak guru itu.
"Baik, pak!" sahut Paula tanpa banyak memprotes nya.
"Kalau saja semalam tidak ada party di rumah, pasti aku akan tidur lebih awal," gumam Paula sambil melenggang ke kamar mandi untuk menyiapkan peralatan tempur nya untuk mengepel depan kelas dari kelas XA-XJ.
"Beruntung semua anak-anak sudah masuk ke kelas mengikuti pelajaran. Mereka tidak melihat ku sedang dihukum," pikir Paula.
Paula menjalankan hukuman mengepel itu dengan cepat. Walaupun ada beberapa siswa yang mengintipnya sedang menjalani hukuman ngepel di depan semua kelas sepuluh, namun Paula tetap saja cuek mengerjakan nya. Paula tidak perduli jika menjadi bahan olokan jika ada siswa yang iseng suka mengolok dirinya kalau menjalani hukuman dari guru.
"Paula selalu saja kena hukuman. Tiap hari tanpa absen untuk menerima hukuman dari guru. Siswa itu benar-benar sudah tebal mukanya saat dihukum dan dilihat oleh murid-murid lainnya," kata salah satu siswa kelas sepuluh yang mengintip Paula yang menjalani hukuman mengepel lantai disepanjang depan kelas sepuluh.
"Benar! Dia sering terlambat datang ke sekolah. Sebenarnya apa sih kerjaan dia di rumah, kenapa dia selalu terlambat datang ke sekolah? Selain itu apakah rumah Paula sangat jauh dari sekolah ini sehingga selalu telat masuk nya," sahut salah satu siswa yang lain bernama Monika.
"Entahlah! Aku sendiri juga belum terlalu dekat dengan Paula. Setelah jam istirahat, aku akan menanyakan hal ini pada Paula, kenapa hari ini terlambat lagi," kata Kety.
Dari dalam kelasnya Monika dan Kety mengintip Paula yang sibuk mengepel. Di kelas nya Kety dan Monika sedang mencatat materi pelajaran. Saat ini guru yang mengajar tidak hadir dan digantikan oleh guru piket.
"Hai, semangat!?" ucap Monika saat Paula melihat Monika dan Kety mengintip nya. Paula hanya tersenyum lebar ke arah Monika dan juga Kety.
"Jangan lupa, aku nanti pinjam catatan nya," kata Paula.
"Beres! Itu masalah kecil!" sahut Kety. Namun tanpa mereka sadari guru piket yang berada di kelas mereka segera menegur Monika dan Kety.
"Kalian berdua mau ikut membantu ngepel seperti teman kamu itu?!" ucap guru piket itu.
"Eh? Em tidak bu!?" sahut Kety yang nyalinya tiba-tiba ciut saat ketahuan oleh guru piket yang berada di kelasnya.
*****
"Paula, pulang sekolah boleh gak kita main ke rumahmu?" tanya Monika. Paula masih diam belum menanggapi.
"Iya, Paula! Boleh yah? Kami hanya main saja kok, tidak nyari makan siang gratis di rumah kamu. Kami hanya ingin tahu rumah tinggal kamu saja. Boleh yah!?? please!??" desak Kety ikutan menyambung.
Benar, Monika dan juga Kety sudah sangat penasaran dengan keadaan Paula di rumahnya. Kenapa Paula selalu saja datang terlambat ke sekolah. Sebenarnya apa penyebab Paula selalu tidak disiplin dalam segala hal termasuk tidak tepat waktu saat masuk sekolah. Namun saat pulang sekolah, Paula cepat-cepat pulang dan menghambur keluar dari kelas. Seolah-olah Paula sudah sangat terburu-buru untuk sampai ke rumah.
"Maaf, man teman! Lain kali saja deh! Jangan sekarang yah! Aku belum bisa mengajak kalian main ke rumah apalagi tahu tempat tinggal ku saat ini," kata Paula. Monika dan Kety menyipitkan bola matanya.
"Tapi kenapa sih? Kami hanya main sebentar saja kok, tidak akan menginap di rumah kamu. Kamu malu yah jika punya teman seperti kami?" sahut Kety yang memiliki rambut keriting seperti mie goreng.
"Iya, benar! Pasti kamu malu dengan kami yah karena kami tidak cantik seperti Catarina yah?" ucap Monika yang penampilan nya sangat culun dengan kacamata tebal dengan kulit tidak seperti Kety. Mereka berdua memiliki nama yang bagus dan keren tapi penampilan nya dan wajahnya tidak secantik nama nya.
"Eh?? Bukan, bukan seperti itu man teman! Aku, aku hanya belum bisa mengajak ke rumah ku. Lain kali saja yah!? Maafkan aku!!" sahut Paula dengan menangkupkan kedua tangannya sebagai tanda meminta maaf pada Monika dan Kety.
"Yah, dengan sangat menyesal kami harus kecewa atas penolakan kamu, Paula," sahut Kety.
"Maaf, maafkan aku!" kata Paula.
"Tapi kamu harus janji pada kami, Paula! Kamu harus jujur dan bicara dengan kami kalau kamu dalam kesulitan. Kami berdua siap membantu kamu kok. Karena kita ini bersahabat. Benar kan Monika?" ucap Kety.
"Iya, kita ini tiga serantai yang selalu kompak dan memiliki empati yang tinggi dengan kawan," sahut Monika.
"Serantai? Sepeda kali!? Hehehe," kata Paula.
"Hehe aku senang sekali saat melihat kamu tertawa, Paula! Wajah kamu itu sangat jarang sekali terlihat tersenyum dan ceria. Saat kamu tersenyum apalagi tertawa, kamu seperti matahari yang memancarkan sinarnya dengan terang," kata Kety.
"Hehe, Kety, Monika, terimakasih sudah menganggap aku sebagai sahabat kalian. Terimakasih kalian sudah menganggap aku teman kalian. Kalian sangat peduli dengan ku. Terimakasih banyak yah!?" ucap Paula sambil meraih dua tangan sahabat nya itu. Ketiga nya saling bergandeng tangan.
"Pokok, kita harus kompak.Mulai besok kamu tidak boleh terlambat lagi ke sekolah, Paula! Kalau terlambat dan kamu dihukum lagi oleh pak guru piket, kami akan ikut serta merasakan dihukum seperti kamu. Karena jika diantara kita dalam keadaan susah, kita harus ikut merasakan susah. Demikian juga jika kita senang semua ikut merasakan senang," urai Kety. Paula mengerutkan dahinya. Ini akan membuat Paula semakin terbebani jika antara Monika dan Kety akan ikut merasakan dihukum jika dirinya telat masuk sekolah.
"Jangan dong! Ini lain lagi konsepnya, man teman! Soal keterlambatan aku sekolah dan aku dihukum, kalian tidak boleh ikutan merasakan hukuman itu. Karena bagaimana pun semua itu karena aku yang salah. Oke?! Tapi mulai besok pagi, aku akan berusaha tidak akan terlambat lagi ke sekolah!" ucap Paula.
"Nah, begitu dong!! Aku jadi senang mendengar nya!!" sahut Monika seraya memeluk Paula. Kety pun ikutan memeluk Paula. Ketiga nya sama-sama berpelukan seperti teletabis.
Paula sudah tiba di rumah. Bersyukur mama tirinya sedang ke salon siang itu. Paula bisa sedikit bernafas dengan lega. Namun baru juga Paula meluruskan tulang belakang nya dengan rebahan di atas kasurnya yang empuk, Palupi berteriak keras memanggilnya.
"Paula!!" teriak Palupi di luar kamar. Karena suara teriakan Palupi begitu keras, Paula segera beranjak dari tempat tidur nya. Paula segera membuka pintu kamarnya dan ternyata Palupi sudah berkacak pinggang di depan pintu kamarnya.
"Dipanggil-panggil sejak tadi tidak juga menyahut. Haus banget nih, aku mau es sirup dah antar kan ke kamar ku ditambah dengan kentang goreng," perintah Palupi.
"Haus yah? Makanya jangan suka teriak-teriak," sahut Paula. Palupi melebar matanya dengan sempurna.
"Eh, sudah mulai berani yah!? Awas yah kalau mama nanti pulang, akan aku adukan dengan mama kalau kamu mulai berani melawan aku," ucap Palupi.
"Ih suka sekali mengadu. Ini aku akan bikinin, bawel!?" sahut Paula yang segera melenggang meninggalkan Palupi yang masih ngomel-ngomel tidak jelas. Palupi pun akhirnya kembali ke dalam kamarnya.
Paula segera membuat kan minuman manis dingin yang diminta oleh Palupi. Ditambah dengan kentang goreng. Di dapur ada salah satu pelayan yang suka membantu Palupi. Dia bernama mbak Dian. Mbak Dian membantu Paula menggoreng kan kentang yang sudah siap goreng.
"Non Paula mau digoreng kan juga kentangnya? Tadi mbak lihat, non Paula setelah pulang dari sekolah belum makan kan?" kata mbak Dian.
"Heem, mbak Dian! Boleh lah kentang goreng nya bikin banyak buat aku dan Palupi," sahut Paula.
"Siap non!" kata mbak Dian. Paula tersenyum melihat mbak Dian selalu baik terhadap dirinya.
"Kentang buat Palupi sudah siap, mbak Dian? Biar aku mengantarkan nya ke atas dulu sekalian minuman dinginnya," ucap Paula.
"Ini sudah siap non! Kentang goreng non Paula masih mbak goreng nih," kata mbak Dian.
"Oke, baiklah! Nanti saya akan kembali lagi ke sini setelah mengantarkan kentang goreng dan minuman dingin ini," ucap Paula.
*****
"Lama sekali sih!? Bikin ini saja sampai berjam-jam," keluh Palupi yang saat ini sedang sibuk bermain game di dalam kamar nya. Paula meletakkan piring yang berisi kentang goreng dan juga minuman dingin itu di depan Palupi.
"Namanya juga digoreng dulu kentangnya. Lalu bikin minuman dinginnya," sahut Paula. Palupi mendongak melihat ke wajah Paula.
"Kamu ini kalau tidak ada mama ku berani sekali melawan ku," ucap Palupi.
"Berani karena benar!" sahut Palupi.
"Awas saja nanti aku adukan ke mama kalau kamu sudah mulai berani bicara," kata Palupi.
"Eh, hobi sekali suka ngadu seperti anak kecil," sahut Paula.
"Eh?? Kamu?? Lama-lama menyebalkan sekali!. Cepat keluar dari kamarku! Aku sudah tidak membutuhkan kamu! Bikin eneg saja kalau lihat wajah kamu itu yang sok polos tapi nyebelin banget," kata Palupi.
Paula segera melenggang meninggalkan kamar Palupi. Kamar yang awalnya merupakan kamar nya. Sebelum mama tiri dan juga Palupi datang ke rumah itu karena papa nya Paula membawa mereka masuk ke rumah itu setelah mama Paula meninggal dunia. Dan kehadiran mama tiri dan juga Palupi membuat Paula tersingkir dari perhatian papa Paula.
Paula duduk di meja makan. Mbak Dian sudah menyiapkan kentang goreng dan juga minuman dingin untuk Paula.
"Silahkan dinikmati, non! Nona tidak mau makan nasi? Mbak bikin iga bakar loh beserta cah kangkung," ucap mbak Dian. Paula mulai mengambil kentang goreng itu lalu memasukkan nya ke dalam mulutnya.
"Terimakasih banyak mbak Dian! Ini aku habiskan kentang goreng nya dulu. Oh iya, mbak Dian!? Ini minuman dingin untuk ku juga?" kata Paula.
"Iya dong!? Ayo diminum dulu non! Kalau begitu, biar mbak siapkan iga bakar dan cah kangkung nya. Non Paula harus makan banyak," ucap mbak Dian.
"Terimakasih banyak mbak Dian. Mbak Dian dari dulu sangat baik dengan ku," sahut Paula.
"Non Paula ini bicara apa sih? Mbak sudah lama kerja di rumah ini sejak nyonya besar belum meninggal dunia. Jadi dari nona Paula masih kecil, mbak sudah bekerja di sini," kata mbak Dian.
"Terimakasih mbak Dian! Mbak Dian lah yang selalu membantu aku jika mama tiri dan Palupi suka memberikan aku banyak kerjaan di rumah ini. Mereka seperti tidak senang jika aku santai di rumah. Padahal jelas-jelas di rumah ini sudah banyak pelayan atau pembantu rumah tangga di sini. Apalagi jika papa tidak pulang karena melakukan perjalanan bisnis ke luar. Mereka kesempatan membuat aku seperti pembantu. Dari menyuruhku memijat badan mereka sampai larut malam hingga melakukan kerjaan rumah," ucap Paula.
"Non Paula yang sabar yah, non! Mbak yakin jika suatu saat non Paula akan mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan. Dan non Paula akan terbebas dari penindasan mami tiri dan juga non Palupi," sahut mbak Dian.
"Aamiin!? Rasanya aku sudah tidak sabar segera lulus dari sekolah menengah atas ini, mbak! Aku ingin kuliah ke luar kota dan keluar dari rumah ini. Aku capek tinggal bersama mereka. Bagaimana pun juga mereka sangat disayangi oleh papa. Aku harus menghargai itu. Papa sangat menyayangi mama Citra, mama tiri ku," kata Paula.
"Sabar yah, non! Kelak pasti tuan besar Thomas akan tahu jika mereka berdua terkadang memperlakukan non Paula kurang baik," ucap mbak Dian.
"Mungkin kehidupan keras ini harus aku lewati, mbak! Mulai besok, aku akan bangun lebih awal supaya kerjaan ku cepat selesai. Aku tidak mau datang terlambat terus ke sekolah. Mbak Dian tahu? Gara-gara aku terlambat masuk ke sekolah, aku hampir setiap hari mendapatkan hukuman terus di sekolah. Mungkin saja semua teman-teman ku disekolah dan juga guru-guru di sekolah itu sudah mengenalku lantaran aku di nilai sebagai siswa kurang disiplin," ucap Paula.
"Astaga non?! Yang sabar yah non!?" sahut mbak Dian.
"Iya, mbak! Mau tidak mau aku harus terima segala konsekuensi nya karena sudah datang terlambat masuk sekolah. Mbak Dian tahu, mereka tidak memberikan ijin sopir mengantarkan aku ke sekolah. Aku harus naik angkutan umum. Padahal Palupi satu sekolah dengan ku di sana," keluh Paula.
"Yang sabar yah, non! Pasti papa Thomas suatu saat akan mengetahui perihal ini," kata mbak Dian.
"Mereka sangat pandai membuat alasan, mbak! Mana mungkin mereka mau disalahkan," sahut Paula.
"Benar juga! Yang sabar yah non! Nona pasti bisa sabar dengan semua ini. Mbak akan membantu non Paula," ucap mbak Dian.
"Terimakasih banyak, mbak Dian! Mbak Dian sangat peduli dengan aku," kata Paula.
"Paula, mau kemana kamu??" teriak mama Citra yang pagi ini sudah duduk di ruangan makan bersama dengan putri kesayangan nya yaitu Palupi. Di meja makan itu tidak ada papa Thomas. Papa Thomas belum kembali dari perjalanan bisnisnya di luar kota.
Paula yang mendengar namanya dipanggil oleh mama tirinya itu segera menoleh dan menghentikan langkahnya yang hendak buru-buru pergi ke sekolah. Dalam niatan Paula hari ini dia tidak boleh terlambat masuk sekolah lagi.
"Berangkat ke sekolah, ma!?" jawab Paula. Paula masih berdiri jauh dari meja makan itu, di mana mama tiri dan juga saudara tirinya masih duduk di ruang makan sambil menikmati sarapan paginya.
"Kok enak sekali kamu, mau pergi saja! Apakah kamu lupa jika kamu harus mencuci piring dan gelas kotor ini sebelum berangkat ke sekolah. Lagipula apakah semua tugas-tugas rumah kamu sudah selesai kamu kerjakan?" ucap mama Citra ketus.
"Pekerjaan rumah sudah selesai saya kerjakan ma! Untuk piring dan gelas kotor yang mama dan Palupi pakai biar nanti pulang sekolah saja saya cuci, ma! Saya harus segera sampai di sekolah ma! Maaf, ma! Saya harus pergi sekolah sekarang juga!!?" kata Paula.
Paula sudah tidak mau dirinya terlalu ditindas dan dipermainkan mama Citra, mama sambung nya itu. Ditambah Palupi juga ikutan memerintah dirinya seenaknya saja. Paula segera melenggang ke luar rumah tanpa memperdulikan teriakan mama tirinya itu.
"Paula!? Berhenti kamu!? Kalau tidak, akan aku adukan pada papa kamu kalau kamu sudah berani melawan mama," teriak mama Citra.
"Adukan saja, ma! Aku sudah tidak takut lagi!" sahut Paula. Mama Citra dan Palupi saling berpandangan. Mereka berdua tentu saja sangat terkejut kenapa tiba-tiba saja Paula menjadi berani pada mereka.
Paula sudah tidak perduli lagi. Dia harus berani bersikap. Toh diri nya sudah menyelesaikan semua tugas-tugas rumah yang dibebankan pada Paula. Itu sudah cukup bagi Paula. Apakah diri nya harus mengerjakan tugas lain lagi sedangkan dirinya harus pergi ke sekolah tanpa diberi fasilitas motor maupun mobil. Paula harus naik angkot untuk sampai ke sekolah.
Selama papa nya melakukan perjalanan bisnis sampai berhari-hari selalu saja Paula harus mengerjakan tugas-tugas rumah. Padahal asisten rumah tangga di rumah itu sudah banyak. Ditambah fasilitas mobil dan motor milik Paula ditahan oleh mama tirinya. Kunci mobil dan motor nya di sembunyikan oleh mama Citra, mama tirinya. Paula tetap mengalah dan tidak mau ribut karena masalah ini.
"Mama, bagaimana kalau Paula mengadukan. semua nya pada papa Thomas?! Kita bisa diusir dari rumah ini, ma!?" kata Palupi khawatir.
"Jangan khawatir, sayang!? Suamiku itu sangat bodoh. Dia selalu percaya dengan semua cerita yang mama sampaikan pada nya. Dengan sedikit menangis bombay, papa Thomas pasti akan semakin yakin dengan cerita yang mama sampaikan padanya. Paula bisa saja kena hukuman oleh papa Thomas," ucap mama Citra dengan tersenyum seringai.
"Wah, mama benar-benar hebat! Bisa membuat papa Thomas hanya percaya pada kata-kata mama," sahut Palupi.
"Itu karena, papa Thomas sangat mencintai mama, sayang!? Papa Thomas tidak mungkin bisa menyakiti mama, apalagi menceraikan mama," kata mama Citra.
"Mama benar-benar hebat! Mama bisa menaklukkan papa Thomas," ucap Palupi.
"Awas saja! Setelah ini kalau Paula berani macam-macam, akan mama buat dia diusir dari rumah ini oleh papa nya sendiri," kata mama Citra.
"Hehehe, iya ma! Lebih baik kita pikirkan saja supaya Paula bisa diusir dari rumah ini. Aku sudah enek dengan Paula di rumah ini," ucap Palupi.
"Jangan khawatir, sayang!? Kamu akan menjadi putri satu satu-satu nya yang akan mewarisi semua harta milik papa Thomas," kata mama Citra.
"Iya, ma! Dan Paula akan menjadi gembel tidak mendapatkan harta secuil pun dari papa Thomas," ucap Palupi.
Mama dan anak itu sama-sama tertawa dengan segala rencana jahatnya untuk menguasai rumah dan juga harta papa Thomas. Mereka akan mendepak Paula keluar dari rumah itu.
*****
Sementara itu, Paula sudah tiba di sekolah. Dia bisa bernafas dengan lega karena pagi ini Paula datang lebih awal dan tidak lagi terlambat datang ke sekolah.
"Wah, Paula! Senang sekali kamu tidak dihukum lagi hari ini," ucap Kety. Monika mengangguk tanda membenarkan ucapan Kety.
"Kalian senang yah, kalau aku tidak mendapat kan hukuman dari guru karena terlambat masuk sekolah?" sahut Paula.
"Tentu saja, Paula!? Kamu datang lebih pagi, Paula! Apakah kamu sudah makan pagi?" tanya Monika.
"Hehe, belum teman-teman! Karena aku takut terlambat, makanya aku tidak ikut sarapan pagi. Karena aku takut jika naik angkot suka kejebak macet," ucap Paula.
"Kalau begitu, mumpung masih ada waktu, ayo kita ke kantin sekolah dulu. Aku akan mentraktir kamu sarapan pagi, Paula," kata Kety.
"Kalau kalian memaksa, ayolah!? Tunggu apa lagi!?" sahut Paula dengan tertawa lepas.
"Hehehe, senang sekali lihat kamu bisa tertawa seperti ini, Paula!?" kata Monika.
"Memang biasanya aku gimana?" tanya Paula.
"Biasanya? Ibarat matahari, sinarnya redup karena tertutup mendung hitam," sahut Kety.
"Hehehe, aku bersyukur punya teman seperti kalian berdua," kata Paula seraya merangkul bahu dua temannya yaitu Kety dan Monika.
Mereka bertiga pergi ke kantin sekolah sebelum bel masuk tanpa pelajaran di mulai hari itu.
"Bu, soto tiga mangkok, teh manis hangat tiga yah bu!?" ucap Paula.
"Kali ini biar aku saja yang mentraktir kalian berdua yah!?" kata Kety.
"Tidak usah, Kety!? Karena aku hari ini tidak dihukum oleh guru karena aku tiba ke sekolah lebih awal, biar aku saja yang mentraktir kalian berdua. Oke?!" sahut Paula.
"Eh?? Kok jadi kamu yang mentraktir kami sih?" sahut Monika.
"Tidak apa-apa? Lain kali ganti kalian. Oke?" ucap Paula.
"Oke, baiklah! Terimakasih, Paula!? Kamu benar-benar sangat baik sekali. Selain itu kamu juga sangat cantik luar dalam. Kami semakin menyayangi kamu, Paula," kata Kety.
"Eh, jangan memuji aku seperti itu. Nanti kepalaku jadi besar loh," sahut Paula seraya terkekeh saja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!