Di dalam ruangannya, Pelangi terus mondar-mandir sambil menatap layar ponselnya. Hari ini entah sudah berapa kali ia mencoba menghubungi nomor Devano kekasihnya, namun tidak mendapat jawaban. Bahkan terakhir kali ia bertemu Devano satu bulan lalu setelah ia menandatangani surat penanaman modal usaha pada kekasihnya itu, dan hingga hari ini ia belum juga mendapat kabar pengembangannya.
"Apa aku susul saja ya ke kantornya?" Pelangi bermonolog, lalu meraih benda kecil yang terdapat dua garis merah diatas meja kerjanya. Kemudian segera beranjak keluar dari ruangannya. Pelangi tidak bisa menunggu lagi. Terlebih kekhawatirannya setiap kali berhubungan badan dengan Devano kini benar terjadi.
Begitu sampai di kantor Devano, ia segera menuju ruangan kekasihnya. Pintu yang tak tertutup rapat membuatnya berpikir sebaiknya langsung masuk saja.
Baru saja akan mendorong daun pintu, namun ia urungkan ketika mendengar percakapan Devano dengan seseorang melalui sambungan telepon.
Panggilan sayang yang diucapkan Devano kepada lawan bicaranya di seberang telepon membuat Pelangi bertanya-tanya sehingga memilih untuk menguping pembicaraan kekasihnya.
"Iya Sayang, aku akan segera datang, oke tunggu aku. Aku juga mencintaimu."
Pelangi merasa jantungnya disayat dengan belati yang tajam. Seketika dadanya sesak seakan tak ada ruang untuk bernafas. Dalam hitungan detik kedua bola matanya sudah menganak sungai.
Mungkinkah Devano telah mengkhianati dirinya?"
"Iya, aku jalan sekarang."
Ketika Devano memutuskan sambungan teleponnya dan beranjak keluar dari ruangan kerjanya, Pelangi segera bersembunyi dibalik tembok pembatas ruangan. Beruntung Devano tak melihat keberadaannya.
"Dev, aku berharap hanya salah dengar." Lirihnya.
Setelah menyeka air mata yang sialnya terus mengalir tanpa henti, Pelangi bergegas pergi dari tempat itu.
Mobil Devano baru saja meninggalkan pelataran kantor, Dan Pelangi pun segera memasuki mobilnya lalu segera mengikuti Devano dengan jarak yang aman.
Tak berselang lama, mobil milik Devano berhenti didepan bangunan berlantai. Apartemen elite yang hanya ditempati oleh orang-orang sekelas sultan.
Pelangi memarkirkan mobilnya di seberang jalan agar tak terlihat oleh Devano.
Pelangi merasakan kedua kakinya lemas ketika mengikuti Devano berjalan masuk menyusuri bangunan berlantai itu. Ia berharap dalam hati jika Devano hanya ingin menemui rekan kerjanya di tempat ini.
Namun, Pelangi kembali dibuat terkejut ketika melihat Devano berhenti didepan sebuah pintu, seorang wanita yang tak asing dimatanya keluar dan langsung memeluk Devano dengan mesra. Tak hanya itu, Devano pun membalas pelukan wanita itu tak kala mesra bahkan dengan lugasnya mencium bibir wanita itu dengan penuh kelembutan.
"Silvi?"
Pelangi sampai mengucek kedua matanya, wanita yang ditemui oleh kekasihnya ternyata adalah Silvi, sepupu Devano sendiri. Namun, mengapa mereka terlihat bukan seperti saudara sepupu, melainkan seperti sepasang kekasih?
"Aku pikir Kamu tidak akan datang." Ucap Silvi.
"Mana bisa aku tidak menemui mu, servis mu benar-benar luar biasa dan selalu membuat aku ketagihan." Devano kembali mengecup Silvi dengan mesra.
"Jadi bagaimana? Kapan kita akan mendepak Pelangi keluar dari perusahaannya? Ini sudah satu bulan, semua hartanya sudah berada ditangan kita tanpa dia ketahui."
"Oh Silvi Sayang, kau sangat tidak sabaran rupanya. Biarkan dia beberapa hari lagi menikmati singgasananya, setelah itu kita akan melemparkannya ke jalanan. Dan sekarang ayo kita bersenang-senang."
Dengan posisi saling berpelukan, Devano dan Silvi pun masuk kedalam apartemen. Ketika akan menutup pintu, Devano terkejut saat tiba-tiba saja seseorang menerobos masuk.
"Pelangi?"
Kelopak mata Devano melebar melihat keberadaan kekasihnya. Ia tiba-tiba terlihat gugup, berbeda dengan wanita tak tahu malu disampingnya. Silvi justru tampak santai dengan menampilkan senyum sinis.
"Pe-langi, bagaimana bisa tiba-tiba kamu ada disini?" Tanya Devano dengan nada yang gugup.
"Seharusnya aku yang bertanya, apa yang kamu lakukan disini?" Balas Pelangi dengan sorot mata yang tajam.
"Apa? Ini apartemen Silvi, kamu tahu sendiri kan aku memang selalu menjemput Silvi." Ucap Devano.
"Tidak usaha berpura-pura lagi, Dev. Aku sudah mendengar semuanya! Kenapa kamu tega melakukan itu padaku? Padahal aku sudah memberikan segalanya untuk Kamu!"
Devano terdiam, kedua matanya menatap Pelangi dengan lekat, namun beberapa saat kemudian tawa renyah menggelar yang membuat Pelangi tersentak.
"Baguslah kalau kamu sudah tahu semuanya. Jadi kurasa aku tidak perlu berpura-pura lagi. Baiklah akan aku beri tahu, sebenarnya Silvi ini bukanlah sepupu ku tapi dia adalah calon istriku." Ucap Devano menekankan di akhir kalimatnya.
"Dan Kamu, hanya wanita bodoh yang mau-maunya saja tertipu dengan bujuk rayuku." Lanjutnya.
Dunia Pelangi seakan runtuh mendengar kalimat yang terucap dari bibir kekasihnya. Devano yang sangat dicintainya ternyata selama ini telah mengkhianatinya dengan tanpa perasaan, bahkan telah menipunya.
Tanpa Pelangi sadari, kini Silvi sudah berdiri di hadapannya. Memperlihatkan surat pengalihan nama atas perusahaan Pelangi dan kini telah menjadi milik Devano. Tak hanya itu, bahkan seluruh harta Pelangi telah berpindah tangan pada dua pengkhianat dihadapannya itu. Ia jadi teringat saat menandatangani surat investasi tanpa membacanya terlebih dahulu.
"Bersiap-siaplah, sebentar lagi kamu akan jadi gelandangan."
Seluruh tubuh Pelangi bergetar hebat. Air matanya kembali mengalir dengan deras. Benda kecil yang akan ia tunjukkan pada Devano ia genggam dengan erat sehingga terlihat buku tangannya yang memutih.
Pelangi bergerak maju, tiga tamparan beruntun ia berikan ke wajah Devano sehingga meninggalkan bekas memerah lalu melemparkan alat tes kehamilan itu tepat diwajah Devano. Tanpa melihat apa reaksi Devano, Pelangi langsung saja pergi dari sana dengan perasaan yang benar-benar hancur.
"Bagaimana dia bisa hamil, Dev? Kenapa kau ceroboh sekali!" Silvi sangat marah mengetahui jika Pelangi telah hamil dengan Devano. Alat tes kehamilan yang dilemparkan Pelangi ke wajah Devano ia remuk dalam genggamannya.
"Kau urus itu, Dev, aku tidak mau tahu! Jangan sampai kehamilan Pelangi menjadi bumerang untuk kita!" Ucap Silvi lalu memberikan alat tes kehamilan itu pada Devano, kemudian ia langsung saja masuk kedalam kamar nya meninggalkan Devano yang masih mematung ditempat nya berdiri. Gairah yang tadinya berkobar kini padam begitu saja.
Dan setelah Silvi berlalu dari hadapannya, Devano menatap dengan ekspresi tak terbaca pada benda kecil di tangannya yang terdapat dua garis merah. Pelangi hamil anak nya, itu lah yang terucap dalam hati Devano.
Pelangi mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi setelah meninggalkan apartemen Silvi, tak perduli dengan padatnya pengendara. Air matanya tak hentinya mengalir sehingga membuat penglihatannya mulai buram.
Pelangi benar-benar tak menyangka jika Devano akan tega berbuat seperti ini padanya. Beberapa bulan ini Devano selalu memberinya kebahagiaan yang tak terkira, namun hari ini kekasihnya itu merenggut segalanya hingga tak tersisa.
Pelangi Atmaja adalah seorang wanita yang terlahir dari keluarga kaya raya. Sejak kecil ia sudah termanjakan dengan fasilitas mewah dari keluarganya. Karena Pelangi adalah anak tunggal, maka ialah satu-satunya pewaris perusahaan keluarganya. Dan setelah kecelakaan beberapa tahun silam yang menewaskan kedua orangtuanya, kini Pelangi harus mengelola perusahaan seorang diri.
Meskipun terlahir dari keluarga kaya, tak membuat hidup Pelangi indah seperti namanya. Nyatanya, Pelangi hanya seorang wanita dengan penampilan sederhana yang jauh dari kata modern. Hal inilah salah satu pemicu yang membuatnya kesulitan mendapatkan pasangan hidup. Setiap mencoba mendekatkan diri kepada laki-laki, hanya tatapan hina yang ia dapatkan sehingga pada akhirnya Pelangi hanya bisa menutup diri.
Pelangi merasa hidupnya kelabu. Namun, semua itu terpatahkan saat Devano masuk dalam kehidupannya. Devano Pratama adalah seorang pria tampan berusia 27 tahun, memiliki perusahaan yang tak kalah besar dari perusahaan Pelangi.
Hubungan Pelangi dan Devano bermula saat perusahaan mereka menjalin kerjasama.
Bagi Pelangi, Devano adalah sosok pria yang sempurna. Baik hati, penyayang, lembut dan sangat perhatian. Bersama Devano, Pelangi mendapatkan kebahagiaan yang selama ini tak pernah didapatkannya. Devano tak pernah sekalipun mengkritik penampilannya yang tak seperti wanita pada umumnya, yang berpenampilan anggun nan seksi. Setiap hari Pelangi hanya mengenakan celana bahan panjang dan juga blazer setiap kali berangkat ke kantor, wajahnya pun dirias seadanya, bahkan rambutnya selalu di kuncir kuda. Dan di masa-masa tersulit nya, Devano lah yang menjadi penyemangat nya.
Semua perlakuan istimewa yang diberikan Devano membuat Pelangi memberikan seluruh isi hatinya tanpa sisa, termasuk sesuatu yang sangat berharga dalam dirinya sebagai seorang wanita.
Namun, balasan yang di dapatkan hanya lah pengkhianatan yang tak pernah ia bayangkan.
Perasaannya benar-benar hancur, Pelangi mengendarai mobilnya tanpa memperhatikan jalanan didepan lagi sehingga kecelakaan tak bisa dielakkan. Sebuah mobil yang akan menyeberang, menghantam mobil Pelangi dari samping dan membuatnya terpental cukup jauh.
.
.
.
Pelangi membuka mata perlahan, hal pertama yang hadir dalam pandangannya adalah ruangan asing dengan cat dinding yang serba putih.
"Syukurlah kamu sudah sadar."
Suara yang asing itu membuat Pelangi segera menoleh ke asal suara.
"Kamu siapa?" Tanya Pelangi sembari memegang kepalanya yang terlilit perban.
"Aku Gerald, yang sudah menabrak mobil Kamu. Aku minta maaf, kejadiannya begitu cepat." Ucapnya.
Pelangi menggeleng, "Tidak perlu minta maaf karena itu juga salahku, aku juga tidak memperhatikan jalan." Ucapnya. Lalu tiba-tiba saja Pelangi teringat sesuatu, ia langsung meraba perutnya.
"Maaf, dengan berat hati aku harus mengatakannya. Dokter tidak bisa menyelamatkan kandungan mu." Ucap Gerald dengan raut wajah bersalahnya.
Bukannya bersedih kehilangan janinnya, Pelangi malah tersenyum. Senang karena janin itu tak akan membebani dirinya yang sudah tak memiliki apapun lagi.
"Baguslah dia tidak selamat." Ucap Pelangi yang membuat Gerald mengerutkan keningnya. Seharusnya wanita itu bersedih atau menangis karena telah kehilangan janinnya. Namun, Gerald juga tidak ingin bertanya apa maksud wanita itu berkata demikian.
"Biaya rumah sakit sudah aku bayar. Dan aku benar-benar minta maaf karena sudah membuatmu kehilangan janin mu, sebagai gantinya kau boleh meminta apapun asalkan tidak membawa masalah ini kejalur hukum."
Pelangi terdiam.
"Oh ya, beritahu dimana alamat rumahmu atau nomor telepon Suamimu untuk mengabarinya?" Tanya Gerald.
"Aku tidak punya Suami dan juga sudah tidak punya rumah, bahkan sudah tidak mempunyai apapun lagi." Jawab Pelangi dengan raut wajah yang datar.
"Apa maksudnya? Maaf, bukannya aku ingin ikut campur dengan permasalahan mu tapi bagaimana bisa kau mengatakan...
Belum sempat Gerald menyelesaikan ucapannya, Pelangi sudah lebih dulu memotongnya.
"Ini semua terjadi karena kebodohan ku sendiri. Dengan mudahnya aku terperdaya dengan semua ucapan manisnya. Setelah aku memberikan semuanya, dia justru mengkhianati aku tampa ampun, bahkan telah mengambil semuanya dariku."
Gerald terdiam, iapun mengerti apa yang telah terjadi pada wanita yang ditabraknya itu.
"Aku turut prihatin atas apa yang terjadi padamu." Ucap Gerald. "Jika kau tidak keberatan, aku akan memberimu tempat tinggal dan jangan sungkan mengatakan jika kau perlu bantuan ku."
******
Karena Pelangi tidak ingin berlama-lama tinggal dirumah sakit, dan Gerald pun membawa Pelangi ke apartemennya yang sudah lama kosong.
Merasa tak tega melihat keadaan Pelangi, Gerald memutuskan untuk menemani Pelangi sebentar dan memberanikan diri bertanya tentang bagaimana kejadian sebenarnya yang menimpa Pelangi.
Pelangi menceritakan semuanya tanpa ada yang terlewat. Dan dari cerita Pelangi, Gerald mendapati satu nama dari masa lalunya, seorang wanita yang dengan tega mengkhianati dirinya dan lebih memilih laki-laki lain.
Gerald akhirnya juga menceritakan bagaimana dulu Silvi mengkhianati nya. Satu Minggu menjelang hari pertunangan, Gerald menangkap basah calon tunangannya itu sedang berduaan dengan laki-laki yang tidak ia kenal didalam apartemen Silvi. Dan dihadapannya langsung Silvi dengan lantang mengatakan jika lebih memilih laki-laki itu dari pada dirinya yang sama sekali tidak romantis.
"Jika kamu mau, aku bisa membantumu untuk membalas mereka." Ucap Gerald.
Pelangi menoleh menatap Gerald dengan lekat. "Dengan apa kau bisa membantuku?" Tanyanya.
"Sebelumnya aku beritahu, aku pemilik perusahaan Argantara group. Dengan kekuasaan ku, aku bisa membantumu merebut kembali semua harta milikmu." Ujar Gerald.
"Kau tulus ingin membantuku atau juga karena ingin membalas mantan kekasihmu?" Tanya Pelangi.
"Sepertinya keduanya." Jawab Gerald sembari tersenyum tipis. "Aku tidak menyangka jika kita memiliki nasib yang sama, dikhianati oleh orang yang kita cintai." lanjutnya.
"Tapi kau tidak serugi diriku. Kau laki-laki dan Silvi juga tidak mengambil apapun darimu. Sementara aku, bukan hanya hartaku yang direnggut tetapi juga..." Pelangi tidak sanggup meneruskan kalimatnya. Penyesalan terbesar dalam hidupnya adalah telah memberikan kehormatannya dengan suka rela pada Devano.
"Sudah tidak usah dilanjutkan, biarlah apa yang telah terjadi akan menjadi pelajaran untuk kita. Dan sekarang aku mau kamu merubah dirimu menjadi wanita yang kuat, jangan seenaknya bisa di injak-injak ."
Pelangi mengangguk sambil tersenyum. "Terima kasih karena sudah ingin membantuku dan juga memberikan tempat tinggal untukku."
"Sama-sama, anggap saja ini adalah ganti rugi dan sekali lagi aku minta maaf telah membuatmu celaka."
Pelangi menanggapinya dengan senyuman serta anggukan pelan.
Beberapa saat berbincang-bincang, Gerald pun berpamitan pulang dan berjanji akan kembali datang besok menemui Pelangi.
Setelah Gerald meninggalkan apartemen, Pelangi merenungi semua yang telah terjadi. Dirinya memang begitu bodoh karena dengan mudahnya terbuai bujuk rayu Devano, yang ia sangka laki-laki paling tulus mencintainya. Namun ternyata dibalik itu semua ada yang diincarnya. Dan hari ini Pelangi sudah bertekad pada diri sendiri akan mengubah diri seperti yang dikatakan oleh Gerald, menjadi wanita yang kuat dan tidak mudah percaya begitu saja kepada siapapun.
Selama kita masih punya tekad yang terpelihara dalam semangat, maka tiada kata terlambat untuk memulai sebuah awal yang baru. Karena hidup bukan tentang menunggu badai berlalu, tetapi belajar menari ditengah hujan.
Perubahan diri memerlukan perjuangan, bukan sekedar duduk diam. Jangan menunggu, karena tidak akan pernah ada waktu yang tepat. Mulailah dari titik mana pun. Yakinlah dengan potensi diri sendiri yang tak terbatas. Satu-satunya batasan adalah yang kita tetapkan pada diri kita sendiri.
----------------
Pagi mulai menyapa, matahari sudah tinggi di ufuk timur. Beberapa kali Pelangi mengerjapkan mata karena terkena silau matahari yang menyelinap masuk melalui cela jendela.
Setelah kesadarannya terkumpul, Pelangi mendudukkan tubuhnya dari pembaringan. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar yang sangat asing baginya. Ini adalah pertama kalinya ia terbangun bukan didalam kamarnya. Jangankan berharap untuk bisa tidur dikamar nya lagi, menginjakkan kaki didepan rumahnya saja sudah tak bisa ia lakukan.
Dan biasanya, pagi-pagi sekali ia sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. Namun tidak dengan pagi ini. Pelangi menekan pangkal hidungnya, entah bagaimana nasib perusahaannya yang kini telah berpindah pemilik pada dua pengkhianat itu.
Pelangi tersenyum kecut, mengingat fakta bahwa sekarang dirinya tidak mempunyai apapun lagi.
Menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Dengan langkah gontai dan sesekali menguap, Pelangi masuk ke kamar mandi. Dengan mandi akan membuatnya lebih segar dan menjernihkan pikiran dari dua pengkhianat yang terus mengusik pikirannya.
Setelah selesai mandi, Pelangi terpaksa memakai baju yang sudah ia pakai sejak kemarin, baunya sudah apek namun mau bagaimana lagi. Tidak ada lagi yang bisa ia pakai. Di dalam lemari juga tidak ada satu pun pakaian Gerald yang tertinggal.
Selesai dengan masalah pakaian, sekarang beralih ke masalah perut. Apakah di dapur ada bahan makanan yang bisa di masak? Pelangi bergegas pergi menuju dapur dan ternyata tidak ada apapun yang bisa di masak. Astaga, ini benar-benar keterlaluan! Sudahlah pakaian bau apek dan sekarang, juga harus menahan lapar.
Duduk termenung di ruang makan dengan memangku dagu, memikirkan nasibnya yang benar-benar miris. Pelangi, sang pewaris tunggal Atmaja harus merasakan semua yang tidak pernah ia rasakan sejak kecil. Tempat tinggal pun kini hanya menumpang.
Entah sudah berapa lama Pelangi termenung seorang diri, hingga ia tidak menyadari jika Gerald sudah berdiri di belakangnya.
Tepukan pelan di bahu membuatnya terperanjat kaget dengan cepat berbalik dan hampir saja memukul si pemilik apartemen.
"Ampun!" Gerald melindungi kepala dengan kedua lengannya.
"Astaga Gerald, aku pikir tadi siapa." Pelangi mengusap dada. "Bagaimana kamu bisa masuk?"
Gerald terkekeh, "Hei apa kau lupa? Ini adalah apartemen ku."
"Oh ya, aku lupa." Pelangi nyengir kuda sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ada apa kau datang pagi-pagi sekali?" Tanyanya.
Gerald memperlihatkan dua buah paper bag yang dibawanya. "Aku membawa ini untukmu." Jawab Gerald sembari meletakkan barang bawaannya itu di atas meja.
Pelangi melirik paper bag itu, "Itu apa?"
Menarik kursi lalu duduk. "Itu pakaian dan beberapa keperluan wanita, kau pasti membutuhkannya." Ucap Gerald, tersenyum tipis melihat Pelangi masih memakai pakaian yang kemarin. Iapun dapat mencium aroma tak sedap dari pakaian Pelangi itu, namun tak mungkin ia mengatakannya.
"Maaf, aku jadi merepotkan mu." Pelangi jadi merasa tak enak hati pada Gerald.
"Santai saja, tapi sebenarnya itu tidak gratis." Gerald tersenyum penuh makna.
"Kalau begitu aku berhutang, nanti aku bayar setelah aku punya pekerjaan dan punya uang." Ucap Pelangi. Sebenarnya ia mempunyai kartu ATM, namun ia tidak tahu dimana tas nya berada sekarang. Mobilnya pun ia juga tidak tahu setelah kecelakaan itu.
"Hei, aku tidak meminta bayaran berupa uang."
Pelangi mengangkat pandangan menatap Gerald dengan tanya. "Lalu?"
Gerald tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang putih. "Sebenarnya aku kesini pagi-pagi karena ingin menumpang sarapan."
Pelangi langsung menghela nafas panjang, "Kau kesini ingin menumpang sarapan, sementara aku sejak bangun sudah menahan lapar. Tidak ada apapun yang bisa di masak disini." Ucapnya dengan lirih.
"Ya ampun, aku lupa jika disini tidak ada apapun." Gerald menepuk keningnya sendiri. Bagaimana ia bisa melupakan itu.
Gerald pun menyuruh Pelangi untuk berganti pakaian, kemudian mengajak wanita itu untuk pergi berbelanja bahan masakan. Beruntung tak jauh dari apartemen ada swalayan sehingga tak membutuhkan waktu lama, beberapa bahan masakan seperti beras, sayuran, daging dan lain-lainnya beserta bumbu dapur sudah mereka beli.
Kembali ke apartemen, Gerald langsung meminta Pelangi untuk memasak karena iapun sudah sangat lapar.
Meski termanjakan dengan segala kemewahan sejak kecil, namun pelangi bukanlah perempuan manja yang tidak mengerti urusan dapur. Setiap ada waktu luang ia pasti memasak sendiri. Dengan gesit ia berkutat dengan peralatan memasak, sementara Gerald hanya duduk manis menjadi penonton. Sesekali ia tersenyum membayangkan jika sosok pendampingnya nanti seperti Pelangi yang pintar memasak.
Dalam waktu tiga puluh menit, nasi dan lauk berupa rendang, sambal dan juga sayuran telah tertata rapi diatas meja makan.
Gerald dengan tak sabar ingin mencicipi masakan buatan Pelangi, dari aromanya saja sudah membuat perutnya benar-benar keroncongan.
"Silahkan di makan, maaf jika rasanya tidak sesuai selera mu. Hanya seperti itu kemampuan ku memasak." Ujar Pelangi.
Tanpa mengucapkan apapun, Gerald langsung mengambil piring, mengisi nasi dan semua jenis lauk yang tersedia kedalam piringnya. Laki-laki itu makan dengan sangat lahap tanpa menghiraukan Pelangi yang terus menatapnya.
Dua piring nasi telah habis, Gerald pun menyudahi makannya saat merasakan perutnya sudah benar-benar penuh padahal ia masih ingin makan.
"Masakan mu enak banget, aku rasanya sampai tidak mau berhenti makan." Gerald terkekeh.
"Bukan masakan ku yang enak, tapi itu karena kamu yang memang lapar." Ucap Pelangi sembari tertawa pelan.
"Aku serius, masakan kamu emang enak banget. Aku gak pernah loh makan sebanyak ini, apalagi ini masih dibilang waktu sarapan."
Tiba-tiba saja Gerald mengeluarkan suara khas orang kekenyangan yang membuatnya malu sendiri.
Pelangi pun menutup mulut dengan telapak tangan menahan tawa.
"Tuh kan denger sendiri, aku sampai sendawa gini." Gerald tersenyum kikuk.
"Iya iya, syukurlah kalau kamu suka dengan masakan ku." Pelangi pun memulai makan, sedari tadi ia belum makan karena terus menatap Gerald yang makan dengan lahap.
Dan kini giliran Gerald yang menatap Pelangi sedang makan. Membuat Pelangi merasa malu karena terus ditatap.
Setelah selesai makan, Gerald mengajak Pelangi menuju ruang tengah untuk mengobrol ringan. Kebetulan hari ini Gerald tidak ada jadwal apapun di kantor sehingga ia bisa bebas bersama Pelangi. Banyak hal yang mereka ceritakan, hingga tak terasa waktu beranjak sore.
Satu hari bersama membuat keduanya semakin dekat tanpa canggung seperti dua orang yang sudah berteman lama.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!