"Tuhan, kenapa ini harus terjadi padaku? Aku sudah kotor!"
Di sudut tempat tidur, Kanaya duduk meringkuk memeluk tubuhnya yang sudah tak mengenakan sehelai benang pun. Sesekali ia menggeleng pelan kepalanya berharap apa yang sudah terjadi padanya hanyalah sebuah mimpi.
Tatapan nya kembali terarah pada sosok laki-laki yang sudah tertidur pulas di sampingnya. Kepalanya kembali menggeleng pelan kala teringat kejadian beberapa saat lalu, sesuatu yang sangat berharga dalam dirinya direnggut dengan paksa. Kehormatan yang selama sembilan belas tahun ini ia jaga telah hancur hanya dalam sekejap saja.
Perlahan Kanaya turun dari tempat tidur, dengan langkah tertatih sambil meringis menahan perih di bagian intimnya ia memunguti pakaian nya yang berserakan di lantai lalu memakainya. Karena bajunya telah robek, Kanaya pun terpaksa mengambil jas laki-laki itu untuk menutupi tubuhnya. Kanaya menoleh menatap wajah lelap laki-laki itu yang terlihat begitu tenang seolah tidak terjadi apapun.
Entah dari mana datangnya laki-laki itu, tiba-tiba saja berada di dalam kamar hotel yang sedang ia bersihkan dengan beralasan ingin merendam tubuhnya yang katanya memanas, namun nyatanya malah menerkam dirinya.
"Aku sangat membencimu! Aku berharap Tuhan tidak mempertemukan Aku lagi denganmu. Laki-laki brengsek!" Kanaya mengumpat laki-laki itu dengan penuh amarah.
Kanaya pun mengayun langkah dengan tertatih keluar dari kamar itu. Meski sudah larut malam suasana hotel masih tampak ramai, di hotel tempatnya bekerja ini memang sedang diadakan perayaan anniversary sebuah perusahaan. Kanaya mempercepat langkahnya keluar dari hotel itu, ia ingin segera pulang dan membersihkan tubuhnya yang telah ternoda.
Di bawah langit malam yang gelap gulita, Kanaya mengendarai motor bututnya dengan perasaan marah dan putus asa bercampur menjadi satu. Kanaya merasa, masa depannya telah hancur dalam waktu yang singkat.
Sesampainya di rumah, Kanaya langsung menuju kamar mandi yang berdekatan dengan dapur.
Di dalam kamar mandi, Kanaya mengguyur seluruh tubuhnya sambil menangis pilu, tak perduli dengan hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang.
"Aku sudah kotor, seluruh tubuh ini sudah kotor!" Kanaya menangis tergugu, ia teringat dengan sang kekasih yang sangat dicintainya, bagaimana jika kekasihnya itu tahu tentang keadaan dirinya saat ini yang sudah tak suci lagi?
Tanpa sadar Kanaya menggosok tubuhnya dengan kuat-kuat sehingga kulitnya yang putih terlihat memerah. Bahkan Kanaya tak perduli dengan rasa sakit atas perbuatannya itu, ia terus menggosok tubuhnya seperti menyikat pakaian agar noda nya terkikis. Namun, nyatanya bagaimanapun ia berusaha kesuciannya yang telah ternoda tentu tidak akan bisa kembali seperti semula.
Jika saja tak ada sang adik yang bergantung padanya, mungkin saat ini Kanaya sudah mengakhiri hidupnya. Sekuat tenaga Kanaya mewaraskan dirinya agar tak melakukan hal demikian, karena hanya dirinya yang menjadi satu-satunya harapan sang adik setelah kedua orangtuanya tiada.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Menjelang pagi, Keenan baru terbangun dari tidurnya. Ia menggeliatkan tubuhnya seperti bayi, mulutnya mendesis pelan merasakan kepalanya yang sedikit pusing.
Keenan pun mencoba bangun, dan seketika ia tersentak kaget mendapati dirinya ternyata tak mengenakan apapun.
Keenan mengedarkan pandangannya didalam kamar yang asing dimatanya, terlihat pakaiannya berserakan di lantai. Kedua matanya membulat kala tatapannya tertuju pada noda merah di kain sprei berwarna putih.
Keenan meremas rambutnya dengan kuat saat merasakan kepalanya yang semakin pusing. Ia memijit pelipisnya sembari mencoba mengingat kejadian semalam.
.
.
.
Tadi malam, Keenan dan kedua adiknya datang ke sebuah hotel berbintang lima memenuhi undangan koleganya yang merayakan anniversary perusahaan di hotel tersebut.
Sembari menunggu kedatangan Arland, sahabat sekaligus rekan kerja Keenan. Anin dan Damar berpamitan untuk pergi mencari kekasih Damar yang kebetulan bekerja di hotel ini.
Tak lama setelah Anin dan Damar pergi, seorang wanita berpenampilan cukup seksi menghampiri Keenan dan langsung memberikan segelas minuman pada Keenan.
"Maaf, Aku tidak minum alkohol." Ujar Keenan sembari menatap segelas minuman yang terulur padanya.
"Hei, ini hanya orange jus bukan alkohol." Kekeh wanita itu.
Dengan tersenyum Keenan pun mengambil segelas minuman itu, dan tanpa rasa curiga sedikitpun ia langsung meminum nya.
Wanita itu duduk disamping Keenan sembari memperhatikan penampilan Keenan yang sangat mempesona.
Beberapa saat duduk, Keenan mulai merasakan ada yang aneh ditubuhnya. Tiba-tiba saja ia merasa gerah, darahnya serasa mengalir lebih cepat membuat sesuatu dalam dirinya menegang.
Keenan menoleh menatap wanita disampingnya yang ternyata terus menatapnya.
'Sial! Wanita ini pasti ingin menjebak ku.' Umpat Keenan dalam hati.
Keenan pun beranjak dari tempat duduknya dan berpamitan pada wanita itu pergi ke toilet. Namun, wanita itu tak tinggal diam. Ia mengikuti Keenan, tetapi sayangnya seorang pelayan menabraknya sehingga ia kehilangan jejak Keenan.
Sementara itu, Keenan berjalan dengan sempoyongan sembari menahan sensasi ditubuhnya yang semakin membuat tubuhnya memanas. Yang ia butuhkan sekarang adalah air untuk merendam tubuhnya untuk menghilangkan rasa yang begitu menyiksa.
Keenan terus berjalan tanpa arah, hingga ia melihat sebuah kamar yang pintunya sedikit terbuka. Tanpa berpikir panjang Keenan langsung masuk ke kamar itu.
Kanaya yang sedang membersihkan kamar tersebut terkejut melihat seorang laki-laki tiba-tiba masuk dan langsung menutup pintu dengan keras.
Keenan pun terkejut karena ternyata didalam kamar itu ada seorang wanita, jika dilihat dari seragam yang dikenakannya wanita itu adalah petugas housekeeping.
"Maaf, Anda siapa? Sepertinya Anda salah kamar. Kamar ini baru beberapa saat lalu ditinggalkan oleh penghuninya." Ujar Kanaya.
"Air, Aku butuh air untuk merendam tubuhku. Tubuhku rasanya panas." Ucap Keenan dengan terbata.
Namun, melihat wanita didepannya membuat sensasi ditubuh Keenan semakin memanas. Ia rasa merendam tubuhnya saja tidak akan bisa menghilangkan rasa panasnya, ia membutuhkan wanita itu untuk membantunya terlepas dari sensasi yang menggerayangi tubuhnya.
Seolah gelap mata Keenan berjalan dengan cepat menghampiri wanita itu dan langsung mendorong wanita itu keatas tempat tidur dan langsung menindihnya.
Kanaya terkejut, ia memberontak berusaha melepaskan dirinya dari laki-laki yang menindihnya ini sambil berteriak berharap akan ada yang menolongnya. Namun, tanpa diduga laki-laki itu malah menciumnya dengan beringas sehingga ia kesulitan untuk bersuara.
Kanaya terus melakukan perlawanan, akan tetapi tenaganya kalah kuat dengan laki-laki itu. Semakin ia berontak semakin laki-laki itu malah semakin beringas, pakaian Kanaya pun telah robek sampai pada akhirnya Kanya hanya bisa menangis, pasrah menerima nasibnya yang tragis.
Di hotel tempatnya mengumpulkan uang untuk biaya hidupnya dan sang adik yang masih duduk di bangku sekolah dasar, di hotel ini pula masa depannya telah dihancurkan oleh laki-laki asing.
...-----...
"Ya Tuhan, Aku telah memperkosa seorang gadis!" Keenan meremas rambutnya dengan kuat setelah mengingat kejadian semalam. Ia langsung mengusap wajahnya dengan kasar saat tatapannya kembali tertuju pada noda merah di sprei berwarna putih itu.
Dengan cepat Keenan turun dari tempat tidur memunguti pakaiannya lalu memakainya. Ia mencari jas nya namun tidak ketemu. Keenan mengedarkan pandangan mencari gadis itu tetapi ia tidak mendapati jejak gadis itu lagi didalam kamar. Keenan segera berlari menuju kamar mandi, barangkali gadis itu berada di sana namun, ternyata didalam kamar mandi itu kosong sepertinya gadis itu sudah pergi.
Dengan frustasi bercampur rasa bersalah, Keenan membawa langkah kakinya keluar dari kamar. Ia bersumpah dalam hati akan mencari gadis itu dan akan bertanggung jawab atas perbuatannya.
"Ah sial!"
Keenan mengusap wajahnya dengan kasar saat berada di lobi hotel. Ia baru sadar jika kunci mobil, ponsel dan dompet nya berada didalam saku jas namun, sayang jas nya itu entah menghilang kemana.
Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Keenan dari belakang yang membuat Keenan tersentak kaget.
"Astaga Arland, Kamu membuat Aku kaget saja!" Keenan menghela nafas nya dengan kasar sembari mengusap dada.
"Kamu dari mana saja sih? Kenapa semalam tiba-tiba menghilang dan membuat Kami khawatir. Apa Kamu tahu? Aku, Damar dan Anin terpaksa menginap di Hotel ini karena tidak mungkin kami pulang tanpa Kamu. Damar juga terpaksa berbohong pada Om Vino dan Tante Tania jika kalian ingin menginap di rumahku."
Arland menghentikan kalimatnya, keningnya mengkerut sembari memperhatikan penampilan Keenan yang berantakan. Apa sahabatnya ini semalam datang dengan penampilan seperti itu? Batin Arland.
"Arland, sesuatu terjadi tadi malam tapi Aku tidak bisa menceritakannya sekarang. Di mana Anin dan Damar?"
"Mereka ada di mobil, Kami sudah berencana melapor ke Polisi jika sampai pagi ini Kamu belum juga ketemu. Memangnya sesuatu apa yang terjadi sehingga Kamu tiba-tiba menghilang?"
Keenan memijit keningnya. Kepala nya kembali berdenyut kala ingatannya kembali tertuju pada kejadian semalam. Meski dalam pengaruh obat, tetapi ia masih bisa mengingat apa yang terjadi semalam. Sebuah kenyataan jika ia telah menodai kesucian seorang gadis. Dan ini semua terjadi akibat ulah seseorang yang ingin menjebaknya.
Melihat Keenan yang memang sepertinya belum bisa menceritakan apa yang terjadi, Arland pun mengajak sahabatnya itu menuju mobilnya.
.
.
.
Baru saja Arland dan Keenan keluar dari hotel, seorang gadis terlihat setengah berlari memasuki hotel. Gadis itu langsung menuju kamar dimana kesuciannya telah ternoda.
Awalnya Kanaya berniat untuk tidak masuk bekerja hari ini, namun mengingat keadaan kamar itu yang berantakan membuatnya bergegas untuk berangkat ke hotel. Ia harus membersihkan kamar itu, ia tidak ingin sampai ada jejak apapun yang tertinggal di sana dan membuat peristiwa yang dialaminya akan tersebar dan mempermalukan dirinya. Sepanjang langkah dalam hati ia berharap jika laki-laki itu sudah tak berada di dalam kamar itu lagi.
Kanaya membuka pintu kamar itu dengan pelan, ia bernafas lega setelah mengintip kedalam kamar ternyata laki-laki itu sudah tak berada didalam kamar. Kanaya pun masuk ke kamar itu, kedua matanya berkaca-kaca melihat noda merah yang sudah mengering pada sprei berwarna putih. Ini adalah noda yang menandakan dirinya sudah tak suci lagi.
Setelah mengganti sprei yang telah ternoda dengan sprei yang baru, Kanaya pun bergegas keluar dari kamar itu. Hari ini ia akan bekerja seperti biasa dan akan berusaha melupakan peristiwa yang terjadi semalam.
Biarlah ia menyimpan rapat-rapat kejadian yang menimpanya seorang diri.
.
.
.
Setelah bertemu kembali dengan kakaknya, Anin terus memeluk lengan kakaknya itu hingga kini mobil sudah melaju. Terpaksa mereka menumpang di mobil Arland karena kunci mobil Keenan hilang bersama jas nya.
Sepanjang perjalanan, Keenan pun turut memeluk adiknya dengan sesekali ia mengusap rambut panjang Anin. Keenan mengumpat dirinya dalam hati karena tidak bisa mengontrol dirinya dari pengaruh obat itu. Ia tidak bisa membayangkan jika yang ia lakukan pada gadis itu, terjadi pada adik kesayangannya ini.
Arland yang mengemudi melihat gelagat Keenan dari kaca spion didepannya, ia dapat menebak jika sesuatu yang terjadi yang dimaksud Keenan pasti adalah sesuatu yang buruk. Sebagai sahabat, ia tidak akan tinggal diam dan akan turut membantu apapun kesulitan yang dialami oleh Keenan.
Beberapa saat melaju, mobil Arland pun telah terparkir di pelataran kediaman Erlangga.
"Setelah Kau merasa lebih baik, Kau harus memberitahu padaku apa sebenarnya yang terjadi semalam." Bisik Arland saat mereka berada di ambang pintu.
Keenan hanya menjawabnya dengan anggukan kepala. Kejadian semalam benar-benar membuatnya kehilangan mood, bahkan untuk berbicara saja ia merasa begitu enggan. Pikirannya terus tertuju pada gadis itu, apa yang terjadi pada gadis itu setelah peristiwa tadi malam? Apakah gadis itu akan menuntutnya atas tuduhan pemerkosaan. Memikirkan hal itu membuat kepala Keenan semakin sakit. Namun, ada satu pertanyaan yang mengganjal di pikirannya. Kenapa gadis itu malah menghilang? Dan bukannya menunggu dirinya sadar lalu meminta pertanggung jawaban.
Setelah Arland berpamitan pulang, Keenan pun masuk ke dalam rumah. Damar yang juga hendak masuk, tersentak kaget saat tiba-tiba Anin menarik tangannya dan membuatnya sedikit terhuyung ke belakang.
"Ada apa sih, Anin?"
"Bang Damar gak penasaran apa? Kenapa semalam kita gak menemukan Kak Kanaya di hotel?"
Pertanyaan Anin membuat pikiran Damar tertuju pada kekasihnya itu. Sebenarnya ia juga penasaran kenapa ia tak menemukan Kanaya tadi malam di hotel. Perasaan jika terjadi sesuatu pada kekasihnya itu tiba-tiba saja merasuki pikirannya.
"Nanti Bang Damar coba hubungi Kanaya ya, kalau gitu Bang Damar pamit pulang dulu."
Anin menjawabnya dengan anggukan kepala, dan Damar pun lekas meninggalkan kediaman Erlangga. Ia mengurungkan niatnya yang tadinya ingin menyapa tante dan om nya, karena tiba-tiba saja perasaannya menjadi tak enak memikirkan Kanaya.
Kanaya adalah kakak kelas Anin yang terpaksa harus putus sekolah setelah kedua orangtuanya meninggal dan harus mencari pekerjaan demi membiayai kehidupannya dan sang adik. Kanaya meminta Anin untuk memasukkannya bekerja di perusahaan Erlangga. Namun, sayangnya saat itu sedang tidak ada lowongan pekerjaan apapun, bahkan hanya untuk bersih-bersih. Merasa kasihan melihat Kanaya yang telah yatim piatu, Anin pun meminta bantuan pada Damar mencarikan pekerjaan untuk Kanaya. Damar yang mempunyai banyak kenalan, akhirnya mendapatkan pekerjaan untuk Kanaya yaitu menjadi housekeeper di sebuah hotel berbintang lima. Dari sanalah Damar dan Kanaya menjadi dekat, hingga keduanya menjalin hubungan.
.
.
.
Di dalam rumah...
"Keenan, akhirnya Kamu pulang juga, Nak." Tania yang dari dapur segera menghampiri Keenan melihat putranya itu sudah pulang.
Keenan yang hendak ke kamar, langkahnya terhenti sembari menatap wanita yang telah melahirkannya itu berjalan kearahnya.
"Keenan, Papa udah nungguin Kamu dari tadi di ruang kerjanya. Kata Papa ada hal penting yang mau di omongin sama Kamu." Ujar Tania.
"Iya, Ma. Tapi Keenan mau mandi dulu, setelah itu baru Keenan samperin Papa." Ucap Keenan.
Tania mengangguk, ia pun menepuk pundak putra nya itu dengan pelan kemudian berlalu dari sana. Sementara Keenan kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar untuk membersihkan diri.
.
.
.
Mampir juga ke novel teman ku ya kk 🙏
Di dalam kamar mandi, Keenan melepas pakaiannya kemudian berdiri di depan cermin menatap pantulan diri nya.
Sebelah tangannya terkepal lalu ia tempel kan pada cermin itu kala melihat bekas cakaran di dadanya, ada rasa sesal menghadiri undangan koleganya. Jika saja ia tidak datang ke acara itu, kejadian semalam mungkin tidak akan pernah terjadi.
Keenan memejamkan mata, mencoba mengingat wajah gadis itu. Namun, yang terlintas hanya sekelumit rontahan gadis itu yang mencoba melakukan perlawanan.
"Aku akan mencari mu, bagaimanapun Aku harus bertanggung jawab atas perbuatanku meskipun sebenarnya itu bukan murni kesalahanku."
Usai membersihkan diri, Keenan pun menghampiri sang papa yang katanya ingin membicarakan hal penting padanya.
"Pa, kata Mama ada hal penting yang ingin Papa bicarakan padaku?" Keenan membawa dirinya duduk di samping papa nya.
"Ini coba Kamu lihat gadis yang ada di foto itu." Vino memberikan selembar foto pada putranya. "Namanya, Vera." ucapnya lagi.
Keenan mengambil foto itu dan menatapnya dengan kening mengkerut. Beberapa saat menatap foto itu, Keenan pun kini mengerti tentang hal penting yang ingin papanya bicarakan.
"Maaf, Pa, sepertinya Keenan berubah pikiran." Ujar Keenan lalu mengembalikan foto itu pada papanya.
"Tapi kenapa Keenan? Bukannya kamu sendiri yang bilang akan menyerahkan pada Papa untuk mencarikan calon Istri untuk Kamu? Gadis itu adalah anak teman Papa dan dia sudah setuju untuk dijodohkan denganmu." Tutur Vino, sedikit terkejut mendengar keputusan Keenan yang tiba-tiba berubah pikiran.
Mendengar ucapan papanya, Keenan menghela nafas panjang lalu menyandarkan kepalanya di sofa yang didudukinya. Selama ini ia tidak pernah dekat dengan wanita manapun, makanya saat itu ia setuju saat papanya menawarkan akan mencarikan calon istri untuknya. Tetapi, setelah kejadian semalam ia berubah pikiran, ia lebih memilih untuk mencari gadis yang sudah ia renggut kehormatannya dan akan bertanggung jawab padanya. Namun, tentunya ia belum bisa memberitahu alasan kenapa ia berubah pikiran, pada papanya.
"Pa, sampaikan permintaan maaf Keenan padanya. Katakan saja padanya jika Keenan belum siap untuk menikah." Ujar Keenan sembari melihat dengan ekor matanya ke arah foto gadis yang masih dipegang oleh Vino.
"Tidak bisa seperti itu dong, Keenan. Kamu sama saja akan mempermalukan Papa." Vino terlihat kecewa.
"Keenan benar-benar minta maaf, Pa. Keenan gak bisa menikah dengan gadis pilihan Papa." Keenan pun beranjak dari tempatnya duduk lalu melangkah keluar dari ruang kerja papanya itu.
Vino pun hanya bisa menghela nafasnya sembari menatap nanar punggung putranya yang telah hilang dibalik pintu. Ia bisa menangkap sesuatu yang tak beres pada putranya itu, namun ia tidak tahu apa yang sedang disembunyikan oleh Keenan darinya.
Dengan terpaksa dan berat hati, Vino akhirnya menghubungi temannya untuk memberi kabar yang tidak menyenangkan ini. Dan tentu temannya di seberang telepon tidak terima dan memaki Vino atas pembatalan perjodohan Keenan dengan putrinya.
Begitupun dengan gadis yang akan dijodohkan dengan Keenan, ia tentu tidak terima begitu saja putra Erlangga membatalkan perjodohan secara sepihak.
.
.
.
Setelah keluar dari ruangan papa nya, Keenan kembali ke kamar. Entah sudah berapa kali ia berpindah tempat duduk. Seluruh pikirannya tersita oleh gadis yang ia renggut kehormatannya. Keenan merasa tidak bisa menunda terlalu lama lagi, iapun memutuskan mendatangi Arland hari ini juga untuk menceritakan kejadian semalam dan meminta bantuan pada sahabatnya itu untuk mencari gadis yang sudah ia renggut kehormatannya. Sekaligus mencari tahu siapa wanita yang sudah berani ingin menjebaknya dengan menaruh obat perangsang kedalam minumannya, dan apa motif wanita itu melakukan hal tersebut?
Setelah berpamitan pada mama nya, Keenan pun bergegas pergi menemui sahabatnya.
Arland tampak mengangguk pelan setelah mendengar cerita Keenan tentang kejadian tadi malam di hotel.
"Satu-satunya cara yang bisa kita lakukan sekarang adalah mendatangi kembali Hotel itu dan melihat rekaman CCTV tadi malam. Semoga saja terekam jelas wajah wanita yang ingin menjebak mu, dengan begitu kita bisa mencarinya. Dan untuk Gadis malang itu kita berdoa saja semoga Dia tidak mengajukan tuntutan yang bisa merusak reputasi mu, tapi Aku sangat bangga denganmu yang mau bertanggung jawab pada gadis itu."
"Arland, Kau tahu Aku mempunyai Adik perempuan dan Aku tidak bisa membayangkan jika hal ini terjadi pada Anin." Raut wajah Keenan terlihat begitu frustasi.
"Jangan berbicara seperti itu, ini semua terjadi bukan karena kehendak mu. Yang terpenting Kau mau bertanggung jawab itu sudah lebih dari cukup."
"Tapi bagaimana jika Gadis itu tidak mau dan malah ingin menuntut ku?"
Kekhawatiran kembali menyergap di hati Keenan, bukan karena takut dituntut tetapi tidak ingin sampai kedua orangtuanya tahu dengan kejadian ini, karena mereka pasti akan sangat kecewa jika tahu putranya telah merusak masa depan seorang gadis. Jika gadis itu mau menerima pertanggung jawabannya maka ia akan memperkenalkan gadis itu sebagai calon istri pada papa dan mamanya.
"Ayolah Keenan, jangan pesimis seperti ini. Aku yakin Gadis itu adalah Gadis yang baik, jika tidak pasti Dia sudah membunuhmu di saat Kamu masih tak sadarkan diri." Ucap Arland berusaha menenangkan sahabatnya itu.
Namun, tetap saja Keenan masih belum tenang. Ia sama sekali tidak merasa takut melainkan sangat merasa bersalah atas apa yang sudah terjadi pada gadis itu.
Arland menepuk pundak sahabatnya itu, lalu bergegas mengajak Keenan segera pergi ke hotel tersebut dengan harapan semoga rekaman cctv di sana bisa memberikan petunjuk untuk memecahkan masalah yang menimpa Keenan.
.
.
.
Di sebuah dining room khusus untuk para pegawai hotel, Kanaya duduk seorang diri sembari menatap layar ponselnya yang menampilkan nama laki-laki yang beberapa bulan ini menjalin hubungan dengannya.
Entah sudah berapa kali sang kekasih melakukan panggilan telepon, video call dan juga serentetan chat. Namun, Kanaya mengabaikan itu semua. Bukan karena enggan tetapi karena ia merasa dirinya sudah tak pantas untuk laki-laki sebaik Damar.
"Maafkan Aku, Bang Damar." Ucapnya lirih.
"Aku sangat mencintaimu, tapi apa Aku masih pantas untuk Bang Damar? Aku sudah kotor!"
Kanaya mengusap air mata nya yang menetes begitu saja, ia sudah memutuskan untuk menghindari sang kekasih sementara waktu untuk menenangkan diri, sampai ia benar-benar siap dan akan menceritakan semuanya. Namun, hati nya seketika pilu saat membayangkan jika Damar akan mencampakkan dirinya begitu tahu keadaan dirinya yang sudah tak suci lagi.
Air mata yang baru saja ia hapus, kembali membasahi kedua pipinya. Dada nya seketika sesak membayangkan harus terpisah dengan sang kekasih yang teramat di cintainya. Sosok Damar mampu mengisi kekosongan dalam kesepiannya, menerangkan kembali cahaya yang sempat redup dalam hidupnya setelah kepergian kedua orang tuanya. Lalu bagaimana jika Damar tak lagi berada di sisinya?
Kanaya pun kembali menghapus air mata nya, dengan segala rasa yang berkecamuk di hati ia menonaktifkan ponselnya agar Damar tak menghubunginya dulu saat ini. Meski sebenarnya ini percuma karena Damar pasti akan datang ke hotel ini menemuinya namun, ia akan berusaha menghindar untuk itu. Kemudian ia beranjak keluar dari ruangan itu, apapun perasaannya sekarang ia tetap harus bekerja seperti biasa demi sang adik.
Di tempat lain, Damar menatap dengan nanar pada layar ponselnya usai beberapa kali mencoba menghubungi nomor Kanaya tetapi tidak ada jawaban. Chat yang ia kirim pun belum terbaca. Bahkan kini nomor kekasihnya itu sudah tidak aktif lagi.
"Kenapa sekarang nomornya malah tidak aktif? Ada apa sebenarnya dengan Kanaya? Perasaan Aku tidak pernah melakukan kesalahan apapun sehingga dia seperti menghindari ku seperti ini."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!