NovelToon NovelToon

Twins Goals

Chapter 1

"Arish." teriak abi nya menggema menahan amarah.

"Apa bi, Apa Arish salah. Arish hanya mau mama bi." teriak Arish tidak kalah kencang nya.

"Abi bilang stop. Tidak ada mama, dan pembahasan ini selesai. " kata abi nya menurunkan suara nya dan beranjak pergi.

"Abi jahat. Arish dan Arvi butuh mama. Arish dan Arvi butuh sosok ibu bi. Hiks. "

"Sudah Rish. Jangan membangkang abi lagi. " kata Arvi.

"20 tahun dek, Kakak dan Adek tidak pernah merasakan cinta uma. Dibesarkan oleh abi yang hidup tapi nyatanya hati nya mati. Ikut karam bersama uma. Hiks. Kakak lelah dek. " keluh Arish.

Ridwan yang berjalan beberapa langkah berhenti mendengar tangis putra nya.

"Arish dan Arvi hanya punya satu uma, tidak akan ada mama yang kedua. Arish dan Arvi akan bertemu uma di surga kelak. " lirih abi ridwan, kemudian melanjutkan langkah nya.

"Hiks. Hiks. Dek. " tangis Arish memeluk Arvi.

"Sudahlah kak, Abi tidak akan berubah. Abi begitu mencintai uma. Semakin kakak memaksa, Abi akan semakin jauh dari jangkauan kita. " jawab Arvi.

"Kakak sayang abi dek, kakak mau abi hidup normal. Abi butuh pendamping."

"Arvi juga gak tega lihat abi kak, tapi kita gak bisa paksa abi. Semakin kita memaksa, semakin abi akan ingat uma. "

Muhammad Arish dan kembaran nya Muhammad Arvi harus menjalani kehidupan yang pahit. Hidup tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu dari mereka lahir. Khadijah tak mampu bertahan sejauh apapun dokter Anna berjuang.

Sedangkan Abi nya menjalani hidup yang nyatanya seperti orang mati. Hidup dengan bayang-bayang Khadijah.

Mereka sudah dewasa. Sejujurnya mereka lebih mementingkan sang abi. Mereka tidak menginginkan abi terus terpuruk akan kepergian uma mereka.

Tak jauh dari ruang keluarga tempat dua remaja itu bertengkar, ada dua sosok yang tengah memperhatikan dari tadi sambil berlinangan air mata.

"Apa yang harus kita lakukan pa, ini sudah 20 tahun lama nya. "

"Sabar ma, kita bisa apa?. " jawab papa

"Hiks. Mama rasa sudah saat nya mereka tau segalanya. Agar tidak memaksa abi nya menikah lagi. "

"Tapi ma. "

"Pa, Apa lagi yang kita takutkan. "

"Sebaiknya menunggu mereka benar- benar dewasa. Sampai mereka bisa menerima kenyataan. "

"Mereka cucu cucu kita yang sangat genius pa. Di usia mereka yang baru 20 tahun, mereka sudah menyelesaikan S1 nya. "

"Tapi tidak dengan mental nya ma. "

"Mereka sudah di dewasa kan keadaan pa. Mama sudah gak tahan lagi. "

"Tunggulah sebentar lagi. " pinta papa

Kemudian Papa dan Mama Ridwan berjalan mendekati kedua cucu kembar nya itu.

"Hallo cucu opa. "

"Opa. Oma. Kapan datang?. " tanya Arvi terkejut sambil berdiri menyalami Opa dan oma nya.

"Baru saja. Apakah cucu oma tidak merindukan oma?." tanya oma pura pura merajuk karena kedua cucunya tidak langsung memeluk nya.

"Oma." kata Arvi dan Aris bersamaan sambil memeluk oma tercinta nya.

Mereka dibesarkan oleh oma dan opa nya dari bayi. Dan abi nya tentunya saat sudah mulai besar.

"Cucu cucu oma tersayang. " gumam oma sambil menepuk dua remaja yang tengah memeluk nya.

"Abang tidak?. " kata Al fatih yang tiba- tiba sudah ada di dekat pintu ruang keluarga yang nyambung dengan ruang tamu itu.

"Abang." teriak si kembar dan langsung berlari menuju Abang kesayangan mereka.

Mereka saling memeluk menuntaskan kerinduan. Karena semenjak sang abang memimpin pondok di Indonesia dan menikah, Abang sudah jarang berkunjung.

"Bagaimana kabar kakak dan adek?. " tanya Abang sambil menepuk pundak mereka menahan haru.

"Arish rindu abang. " jawab Arish dengan suara bergetar.

"Arvi juga rindu sekali dengan abang. " tambah Arvi.

"Abang juga rindu sekali dengan kalian. Udah yok masak udah tua juga masih cengeng. " canda Al fatih agar kedua adik nya tidak terus menangis.

"Abi nyebelin bang. " keluh Arish.

"Kenapa dengan abi kak?. "

"Biasa bang, Arish bikin ulah lagi. " timpal Arvi.

"Haha. Nanti abang coba temui abi ya. Jangan bahas itu lagi. Biarkan abi menikmati masa tua nya walaupun hanya dengan bayang bayang uma saja. Asalkan abi bahagia. "

"Arish gak tega bang. "

"Abang tau. Tapi abi semakin sedih jika kita bahas. Abang juga inginnya abi punya pendamping hidup lagi. Agar tidak kesepian. "

Aris hanya terdiam sambil menghela nafas berat.

"Abang menginap kan?. " tanya Arvi.

"Sebenarnya tidak, tapi karena kakak dan adek sedang sedih, maka abang akan temani malam ini. "

"Abang the best. " teriak Arish senang.

Kemudian Abang menyalami oma dan opa nya. Kemudian saling berpelukan.

"Oma rindu sekali dengan cucu kesayangan oma yang udah jadi milik istri nya ini. " keluh oma tak mau melepaskan pelukan Al fatih.

"Hahahaha. Oma berlebihan. " canda Abang.

"Beneran abang. " keluh oma lagi.

"Abang juga jarang pulang ke kediri oma. Abang sibuk berkeliling. hahaha. " kata Al fatih.

"Hahaha. Kasian sekali istri mu. Bawa lah bersama mu saat sedang dakwah bang. "

"Tentu saja, sekalian bulan madu oma. Kan abang bilangnya jarang pulang ke kediri, bukan jarang menemui istri abang. " canda Al fatih.

"Kamu ya. Ishh selalu menggoda oma. " kesal oma sambil menepuk pundak Abang pelan.

"Hahaha." semua orang di sana tertawa melihat tingkah oma dan cucu itu.

"Abang salam ke abi dulu ya oma. " pamit nya.

"Iya. Abi mu juga merindukan mu. "

Al fatih hanya tersenyum dan beranjak menuju kamar abi di lantai dua.

Tok tok tok

ceklek

"Abang." kaget abi dan langsung memeluk abang.

"Abi. Apa kabar bi?. " tanya abang dengan suara bergetar.

Al fatih selalu terenyuh jika melihat abi nya begitupun sang Abi.

"Baik bang. " jawab Ridwan dengan suara berat dan bergetar.

"Ayo masuk bang. Kok gak ngabarin kalau mau pulang. Kan abi bisa nyuruh para maid buat siapin yang spesial" kata abi sambil menuntut abang masuk ke dalam kamar.

Kamar yang tidak pernah ada yang masuk selain Ridwan dan anak anaknya saja.

Para maid dilarang memasuki kamar dan membersihkan kamar nya. Ridwan tidak memindah barang apapun, masih sama seperti 20 tahun yang lalu saat terakhir kali ditinggalkan untuk ke rumah sakit.

"Kejutan bi. " jawab abang.

"Abi jendela nya buka dong, biar gak pengap. " lanjut nya sambil berjalan menuju jendela dan membuka nya.

"Hehe iya abi lupa. "

"Apa abang bahagia dengan pernikahannya abang?. " tanya Ridwan.

"Bahagia abi, istri abang sangat memuliakan abang, tidak pernah meninggikan suara nya pada abang, selalu taat. " jawab abang masih sambil membuka jendela.

"Alhamdulillah. Dulu uma juga begitu. "

Deg

.

.

.

.

.

Stay tune di novel ke tiga mak ya,

Semoga suka,

Jangan lupa like komen dan vote😊

Chapter 2.

"Bahagia abi, istri abang sangat memuliakan abang, tidak pernah meninggikan suara nya pada abang, selalu taat. " jawab abang masih sambil membuka jendela.

"Alhamdulillah. Dulu uma juga begitu. "

Deg

Al fatih tidak menyadari perkataan nya mengingatkan sang abi pada uma nya. Buru buru abang berbalik dan menghampiri abi yang duduk di sofa ujung kasur nya tempat dulu Ridwan memijat kaki bengkak istri nya.

"Abi." peluk abang.

"Hehe. Abi gak pernah bisa lupain uma bang. "

"Uma tidak untuk di lupakan bi, taruh uma di hati abi paling dalam. Uma akan sedih jika abi begini terus. Abi harus melanjutkan hidup, Allah hanya memisahkan sesaat, Allah pasti akan menyatukan abi dan uma di surga Allah kelak yang kekal. "

"Abi juga terus melanjutkan hidup bang. "

"Iya tapi dengan penuh kesedihan. Abi kakak dan Adek masih sangat membutuhkan abi. " kata abang pelan karena tak ingin menggurui abi nya.

"Hiks. Abang tau rasa kehilangan ini tidak akan pernah sembuh bang. Abi sudah sering mencoba. Tapi abi merasa selalu ada Uma di sini. Duduk disini menemani abi, duduk di meja rias nya sambil tersenyum." jawab abi dengan air mata yang tak ingin dihentikan.

"Kita semua sayang abi, sayang Uma juga. Abi harus melanjutkan hidup. Abi mau ikut abang ke kediri?. " tanya abang.

"Semua yang abi lakukan selalu mengingatkan Uma. Apalagi harus ke kediri. Abi tidak akan sanggup bang."

"Abang sama hancurnya dengan abi, tapi abang lebih kasian pada kakak dan adek yang belum pernah merasakan pelukan hangat Uma. kakak dan adek hanya punya abi" jawab abang.

"Abi juga menyayangi kakak dan adek. Tapi mereka selalu meminta abi menikah lagi. Abi gak mau bang. Abi gak mau mengkhianati uma."

"Apa abi bahagia hidup seperti ini. "

Ridwan hanya diam.

"Bohong jika abi jawab iya. Abi bahagia jika bersama Uma. Belahan jiwa abi. Cinta abi. "

"Sudah ah, jangan nangis lagi bi. Mari ikut abang. " kata abang menghibur abi sambil mengelap air mata di pipi keriput abi nya.

"Kemana?. "

"Abi, abang, kakak dan adek. Kita akan pergi bagaimana?. "

"Hahahaha. makasih bang. " jawab abi yang masih berlinang air mata sambil membelai pipi putra nya itu.

Ridwan selalu senang meraba wajah abang, selalu senang berdekatan dengan abang. Karena bagi abi abang adalah sosok nyata dari Khadijah.

Abang adalah masa yang Khadijah habiskan. Abang adalah wujud pengorbanan Khadijah. Ridwan selalu melihat Khadijah dalam diri abang.

Abang adalah obat kesembuhan nya 17 tahun yang lalu. Dengan abang Ridwan merasa bisa membagi beban. Karena mereka berdua yang tahu sakit nya kehilangan Uma.

Hingga hanya dengan melihat abang membuat nya senang, dan ingin menangis sekaligus.

"Yuk." gandeng abang ke Ridwan.

Ridwan hanya tersenyum dan diam. Ridwan tidak pernah bisa menolah abang.

Sampai di bawah terlihat kakak, adek, oma dan opa sedang bersenda gurau di depan televisi.

"Oma, opa abang, kakak, adek, dan abi mau keluar ya." pamit abang.

Oma menoleh dan melihat abang dan Ridwan bergandengan.

Kakak dan adek juga terkejut mendengar abang.

"Kemana bang. " tanya Arvi.

"Qtime lah. "

"Ya udah hati hati ya kalian. "

"Mama, kapan pulang?. " tanya Ridwan tetap di tempat nya dengan ekspresi datar.

"Kapan kamu peduli mama di rumah atau di luar?" ketus mamanya.

"Hah." hanya helaan nafas yang Ridwan berikan.

Kemudian mereka semua bergegas dan pamit pada oma dan opa nya. Dan mereka berangkat dengan senyum mengembang, karena si kembar memang jarang sekali keluar dengan abi nya.

"Ma, jangan ketus dengan Ridwan. "

"Mama kasihan dengan anak itu pa. Kebahagiaan hanya menyapa nya satu tahun kemudian hilang lagi dan anak kita terpuruk lebih dalam dari pada dulu sebelum di maafkan oleh Khadijah. " jawab mama sambil meneteskan air mata.

"Ini sudah menjadi jalan hidup nya ma. "

"Juga karena kita semua orang tua nya pa. " jawab mama ketus.

"Ya udah yuk. Nanti kita pikirin lagi. "

Dan mereka masuk ke dalam kamar mereka.

Sedangkan di mobil yang kini tengah melaju dengan kecepatan sedang dikemudikan oleh abang.

"Abang. Abang beli mobil di sini? kan banyak bang di mansion?. " tanya Arvi.

"Enggak dek, abang hanya pinjam teman abang. "

"Kenapa pinjam bang?. " timpal Arish.

"Karena kebetulan berdua datang ke sini nya. " jawab abang.

"Minta maaf sama abi kak. " perintah abang.

"Maaf bi. " kata Arish singkat.

"Hmmm." hanya deheman yang menjadi jawaban Ridwan.

"Abi." kata abang.

"Iya kak. Jangan ulangi permintaan mu lagi. "

"Heh, Abi memang hanya mendengar kan abang. kakak dan adek gak pernah ada dalam pandangan abi. " jawab Arish kecewa karena abi baru bicara setelah di tegur oleh abang.

Kata yang tidak pernah Arish ucapkan dulu sekarang dia ucapkan pada abi nya.

"Kamu yang mulai kak. " jawab Ridwan.

"Bukan karena kakak dan adek penyebab uma ninggalin abi?. " tanya Arish dengan senyum pada sebelah bibir nya.

Hati Arish teramat sakit. Selalu sakit saat membandingkan sifat abi nya pada abang dan pada si kembar.

"Kak." serius abang dan adek bersama an.

"Kak, kakak kenapa sih?. " kata Arvi sambil memegang tangan Arish.

"Stop bang. Arish mau turun. " kata Arish penuh emosi.

Tanpa di duga Ridwan pun sakit mendengar perkataan putra nya. Sungguh tak ada niat membedakan mereka. Cinta nya juga sama besar nya, walaupun dulu sempat tidak mengingat mereka.

"Turunlah setelah kita menemui Uma. Bang ke makam Uma saja. " kata Ridwan yang tak meng ekspresi kan apa lagi untuk menanggapi putra nya.

"Bi. Kakak masih labil. Jangan tersinggung. " jawab Arvi.

"Tidak dek, Abi tidak pernah tersinggung pada semua putra Abi. Abi memang ingin mengunjungi Uma bersama jagoan jagoan nya uma." jawab Ridwan masih terus meneteskan air mata.

Air mata nya tak mampu dia hentikan.

"Jika kakak benci dengan abi dan menganggap abi membencimu, abi lebih membenci diri abi sendiri. Kakak dan adek adalah harapan yang diinginkan Uma, abang dan abi dulu. " kata Ridwan dengan suara tua yang berat dan parau itu.

"Sudah bi. Kakak hanya sedang emosi saja. " jawab Abang.

Sedangkan kakak menangis dalam diam nya. Hatinya teramat sakit saat abi nya menangis. Hatinya sesak saat abi nya selalu sedih.

Dia tidak bisa mengekspresikan rasa sayang dan cinta nya pada abi, sehingga selalu bersitegang dengan sang abi.

"Abi benar bang. kami pun membenci abi. " jawab Arish dengan suara parau juga.

.

.

.

.

Happy reading semua nya

Jangan lupa like komen dan vote ya semua ☺

Chapter 3.

Dia tidak bisa mengekspresikan rasa sayang dan cinta nya pada abi, sehingga selalu bersitegang dengan sang abi.

"Abi benar bang. kami pun membenci abi. " jawab Arish dengan suara parau juga.

"Maka bencilah abi mu ini sebanyak yang kamu mau nak, tapi jangan membenci dirimu sendiri. Kamu harus bahagia. " jawab abi Ridwan masih dengan suara parau dan air mata yang tidak mau berhenti.

"Hiks. ABI YANG HARUS BAHAGIA. " teriak Arish sambil menangis tak mampu lagi menahan sesak di dada nya.

Arvi terus memegangi kakak nya itu agar tidak melakukan hal yang tidak diinginkan. Sedangkan abang terus melakukan mobil sambil memegang tangan abi nya.

Ridwan hanya menutup mata nya saat mendengar bentakan dan teriakan putra nya.

"Kenapa abi diam?. " kata Arish lagi.

"Kenapa bi? jika kami tidak membuatmu bahagia, maka carilah kebahagiaan mu sendiri. Kami tidak lagi membutuhkan mu selalu di sisi kami. Kami mau abi menemukan kebahagiaan abi lagi. Hiks. " kata Arish masih dengan suara agak tinggi nya.

Ridwan masih memejamkan mata dengan air mata yang terus jatuh.

"Abi ridho padamu nak. Abi ridho akan semua yang kalian semua lakukan. " jawab Ridwan.

"Abi egois. Bagaimana kami bahagia jika abi menyakiti diri abi sendiri. " Arish meninggikan suara sambil melepas sesak di dada nya.

"Kak. Abang rasa kakak sudah keterlaluan. Istighfar kak. " kata Abang.

"Hiks. Hiks. aku sakit bang. Aku sakit saat abi selalu antusias saat abang datang dan tidak memperdulikan kami lagi. Senyum abi beda saat bermain dengan kami dan abang." kata Arish kemudian menjeda karena nafas nya tersengal.

"Senyum tulus penuh cinta abi hanya milik abang, bukan milik kami. Jika aku boleh memilih bang. Aku lebih memilih tidak terlahir di dunia ini. " kata Arish dengan nada meninggi.

"AKU LEBIH MEMILIH MATI BANG." teriak Arish lagi.

"Hiks. Hiks. Hiks. Lihatlah sayang. Aku sudah bilang, aku tak mampu menjaga dan membesarkan mereka sendiri. Aku menyakiti mereka. Hiks. Jemput lah aku sayang. Aku sudah lelah. " kata Ridwan seolah sedang berbicara dengan Khadijah.

"Abi, Astaghfirullah abi. Istighfar abi. " kata abang.

"kami semua sayang abi. " kata Arvi.

"Kakak hanya sedih melihat mu menderita. " lanjut Arvi.

Karena sesak yang menyerang dada Arish semakin menjadi saat mendengar kesakitan ayah nya dan meminta dijemput oleh ibu nya. Arish begitu sakit tapi tak lagi bisa melampiaskan.

"Aku akan pergi. Jangan ada yang mencari ku. Biar Uma yang mencari ku jika Uma menyayangiku. " kata Arish penuh emosi karena mendengar abi nya berbicara pada orang yang tidak ada.

"UMA. DENGARKAN ANAK MU YANG KAU TINGGALKAN BAHKAN SAAT KAMI BELUM BISA MEMBUKA MATA INI. CARILAH AKU JIKA KAMU MENYAYANGI KU. JIKA TIDAK KEMBALI LAH PADA ABI. KARNA ANAKMU YANG NAKAL SUDAH TIDAK ADA. " teriak Arish sambil melihat atap mobil.

"Kak." pekik abang dan adek bersamaan saat dengan cepat nya Arish membuka pintu dan melompat dan berlari begitu cepat.

"Kakak." teriak Arvi.

Abang menghentikan mobil nya dan Arvi keluar ingin mengejar tapi tak melihat Arish lagi.

Padahal tadi sempat berguling dan terjatuh kemudian berlari secepat kilat.

"Kerahkan orang mu dek, cari kakak. Abang takut kakak nekad. " kata Abang.

"Iya bang. " jawab Arvi sambil menelpon tangan kanan nya.

"Hiks. Jemput aku sayang. Aku tak sanggup lagi. Anak anak sudah besar. Tunggu apa lagi. Hiks. Hiks sakit sekali hatiku sayang. Anakku sendiri membenciku. mempertanyakan cinta ku. Jemput aku. " kata Ridwan sambil menarik rambut nya sendiri dengan frustasi.

Al fatih pun memeluk sang abi. Kemudian setelah sedikit tenang. Al fatih memutar setir nya dan kembali ke mansion.

Rencana untuk quality time hancur karena kesalah pahaman.

Setelah sampai rumah mereka di sambut orang tua Ridwan.

"Apa yang kamu lakukan Ridwan?. " tanya mama Sofiya dengan suara meninggi.

"Apa yang bisa aku lakukan ma. "

"Kamu ini orang tua yang tidak pecus menjaga anak. Kamu mau menelantarkan anak kamu. Apa kurang derita selama ini yang kamu berikan. " teriak mamanya dengan air mata yang bercucuran.

"Ma sabar ma. Sudah tua. " tenang papa

"Usiamu hampir 50 tahun Ridwan. Kau punya Allah. Kau punya Agama. Kau mengerti agama. Kau mengerti Hadist. Kau paham. Tapi apa yang kau lakukan?. " kata mama menurunkan suara nya.

"Bagaimana kalau Arish tidak kembali. Hiks. "

"Dia masih remaja. Jiwa nya masih bebas dan labil. Ego nya masih sangat tinggi. Dia menerima semua perlakuan mu dan disinilah puncak rasa lelah nya Ridwan. " lanjut mama dengan penuh air mata.

"Aku menyayangi nya ma. Dia anakku. Darah dagingku. Aku tidak pernah membedakan cinta. Hidup ku aku sibukkan bermain dengan mereka dan bekerja." kata ridwan menjeda.

"Memenuhi tangki cinta mereka karena tak mendapat cinta dari ibu mereka. Apa jika aku terus memikirkan dan mencintai istriku itu salah?. Hanya sedikit aku meminta waktu dengan istri ku. Apa aku salah? " teriak Ridwan.

Dada Ridwan begitu sesak.

"Semua salahku, Arish pergi memang karna aku. Istri ku pergi karna aku. Aku tak bisa melakukan apapun saat istriku pergi di depan mata ku. Semua salah ku ma. " jawab Ridwan menurunkan suara nya kemudian berjalan dengan ekspresi datar walaupun mata nya tak bisa menghentikan air nya mengalir.

Abang dan adek hanya saling pandang dan kembali memandang oma dan opa nya.

"Kenapa tidak kau cari Arvi. Dia kakakmu. Hiks. " kata oma.

"Adek siap siap dulu oma. Adek cari kakak. " jawab Arvi dan bergegas ke kamar mengambil yang dia butuhkan dan bergegas pergi.

Oma dan oma begitu terpukul mendengar jika cucu nya kabur.

"Maafkan abang oma, opa. "

"abang bicara apa? emang ini yang oma takutkan untuk semua pertengkaran abi mu dan kaka. " jawab oma.

"Mereka saling mengasihi, hanya tidak bisa saling mengungkapkan. "

"Betul bang. "

Sedang di sebuah tempat yang tidak ada yang tau selain dirinya dan Arvi, sang adek kembaran. Arish yakin Arvi akan menemui nya dan Arish juga ingin menemui Arvi.

Ceklek

"Sudah ku duga. Kakak kenapa sih?. " tanya Arvi.

"Gak bawa makanan? kan kaka lapar. Mana kamu suruh orang buat nyari kakak. " gerutu Arish.

"Gak mungkin kan nolak di depan abi dan abang kak. "

"Kakak akan pergi jauh dari turki dek. Kakak mohon jangan tinggalin abi sendirian. Kakak tau abi sayang sama kita. Kakak hanya mau abi lebih memikirkan dirinya sendiri agar bahagia. "

"Kenapa kaka selalu buat abi marah. "

"Kakak lebih memilih abi marah dengan kakak daripada sedih mengingat Uma. "

"Kakak mau kemana? ngapain?. " kata Arvi

"Ayolah kak. Jangan aneh aneh. " lanjut nya.

"Ke Indonesia. "

.

.

.

.

.

Happy reading semuanya.

Jangan lupa like komen dan vote ya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!